Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Ringkasan
Dilaporkan 1 kasus batu staghorn kanan pada perempuan umur 55 tahun dengan
keluhan utama nyeri pada pinggang kanan yang dialami sejak 10 bulan sebelum masuk
rumah sakit dan memberat sejak 10 hari terakhir. Nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk
menjalar ke perut bagian depan, yang memberat saat beraktivitas dan berkurang saat
beristirahat. Nyeri timbul tiba tiba dan hilang tanpa minum obat penghilang nyeri. Mual dan
muntah disangkal. Keluhan kencing batu 1 bulan yang lalu. Keluhan kencing darah tidak
ada. Keluhan kencing berpasir tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik regio costovertebra sinistra didapatkan nyeri tekan (+) dan
nyeri ketok costovertebra sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam
batas normal. Pada urinalisis, urin berwarna kuning, tidak ditemukan protein bilirubin,
urobilinogen, dan nitrit. Pada pemeriksaan foto polos abdomen tampak bayangan radio opak
pada regio hipokondrium dekstra berbentuk staghorn setinggi columna vertebra L2 - L3
dengan kesan nefrolith dekstra, dari pemeriksaan MSCT urografi (stonegrafi) pada ginjal
kanan tampak densitas batu dengan bentuk staghorn stone.
Pada 05 maret 2015 pada pasien ini telah dilakukan operasi extended pyelolitotomi
dan pemasangan Double J stent pada ginjal kanan.
Pendahuluan
Batu saluran kemih merupakan gangguan sistem saluran kemih ketiga setelah infeksi
saluran kemih (ISK) dan BPH (Benign Prostat Hyperplasy). Di Indonesia penyakit batu
saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi
dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.1,2
Insiden terjadinya batu ginjal (nephrolithiasis) di Amerika utara, dan Eropa
diestimasikan mencapai 0,5%. Sedangkan di Amerika prevalesninya meningkat dari 3,2%
menjadi 5,2% dalam dua tahun. Nephrolitiasis merupakan penyakit berulang, dengan tingkat
kekambuhan 50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20 tahun. Sekali berulang, maka risiko
berulang selanjutnya akan meningkat dan intervalnya akan semakin pendek. Insiden
nephrolithiasis, banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada laki- laki. Batu kapur
merupakan jenis batu terbanyak yang ditemukan pada nephrolitiasis yaitu lebih dari 80%,
kemudian batu asam urat sebanyak 5- 10%. 1,2
Prevalensi penyakit ginjal di Indonesia diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki
dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002
berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar
37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien
yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378
orang.1,2
Laporan Kasus
Seorang perempuan, Ny. N, 55 tahun, masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
pada tanggal 26 Februari 2015 (No.RM 69-50-72) dengan keluhan utama nyeri pinggang
kanan yang dialami sejak 10 bulan sebelum MRS dan memberat sejak 10 hari terakhir.
Awalnya nyeri pada pinggang kanan dirasakan seperti tertusuk tusuk dan menjalar ke perut
bagian depan yg dipengaruhi saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Nyeri timbul
tiba tiba dan hilang tanpa minum obat penghilang nyeri. Mual dan muntah disangkal.
Keluhan kencing batu 1 bulan yang lalu. Keluhan kencing berpasir tidak ada. Keluhan
kencing darah tidak ada. Keluhan kencing bernanah tidak ada. Nyeri saat berkemih tidak
ada.
Riwayat hipertensi terkontrol dengan minum obat secara teratur.
Riwayat DM disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Status Vitalis
: TD
P
: 110/70 mmHg,
: 78 x/menit,
: 20 x/menit,
: 36,6oC
Status Urologi
Regio Costovertebralis Dextra
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tampak alignment tulang baik, tidak
tampak hematoma, tidak tampak massa tumor.
Palpasi
Perkusi
: Nyeri tekan ada, massa tumor tidak teraba, ballotement ginjal tidak teraba.
: Nyeri ketok ada.
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tampak alignment tulang baik, tidak
tampak hematoma, tidak tampak massa tumor.
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba, ballotement ginjal tidak
teraba.
Perkusi
Regio Suprapubik
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak bulging, tidak tampak
massa tumor, edema tidak ada, hematoma tidak ada.
Palpasi
: Warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, tidak tampak edema, tidak tampak
hematoma tidak tampak massa tumor.
Palpasi
Perineum
Inspeksi
: Tampak warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, edema tidak ada, hematom
tidak ada, tidak tampak massa tumor.
Palpasi
Diagnosa Sementara : Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa
yang paling mendekati pasien ini adalah Batu Staghorn kanan.
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi Rutin ( 17/02/2015)
Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Natrium
Kalium
Klorida
Hasil
7,51 x103
4,73 x106
14,3
43,8%
273 x103
114
30
1,00
22
19
143
3,9
112
Rujukan
4.00-10.0x103/uL
4.00-6.00x106//dL
12.0-16.0 g/dL
37.0-40.0 %
150-400x103/uL
140 mg/dl
10-5- mg/dl
L(<1.3), P(<1.1)
<38 U/L
<41 U/L
136-145
3,5-5,1
97-111
Hasil
Kuning
5,0
1.005
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
3
2
-
Rujukan
Kuning muda
4.5 8.0
1.005-1.035
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<5
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pada regio costovertebra Dextra didapatkan nyeri tekan (+)
dan nyeri ketok costovertebra Dextra (+). Pada Pemeriksaan Laboratorium didapatkan
peningkatan kadar Asam Urat 10 mg/dl. Dari pemeriksaan foto polos abdomen didapatkan
kesan nefrolith dekstra, dari pemeriksaan MSCT urografi (stonegrafi ) didapatkan kesan Batu
Staghorn Dekstra.
Dilakukan pemeriksaan Foto Polos Abdomen ( 02 Januari 2015 ) dengan hasil sebagai
berikut:
-
Tampak bayangan radio opak pada regio hypochondrium dextra berbentuk staghorn
setinggi CV L2-L3
Dilakukan pemeriksaan MSCT Urografi ( 02 Januari 2015 ) non kontras irisan axial, reformat
koronal dan sagital dengan hasil sebagai berikut:
Hepar : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi vascular dan
bile duct. Tidak tampak SOL
GB : Dinding tidak menebal, Mukosa reguler, Tidak tampak densitas batu / SOL
Pancreas : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi ductus
pancreaticus. Tidak tampak SOL
Lien : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal. Tidak tampak SOL
Ginjal Kanan : Ukuran dan densitas kortikomedular normal. PCS tidak dilatasi. Tampak
densitas batu dengan bentuk Staghorn Stone
Ginjal Kiri : Ukuran dan densitas kortikomedular normal. PCS tidak dilatasi.
VU : sulit dievaluasi ( Urin minimal )
Kalsifikasi pada aorta abdominalis ( Atherosclerosis aorta abdominalis )
Tulang tulang intak
Kesan : - Nephrolith Dekstra
Pasien ini didiagnosis batu ginjal dekstra dimana penatalaksanaan pasien ini adalah
penanganan operatif Extended pyelolithotomi .
Gambar 3. Pyelolitothomi
: Dg Ndenni
Tgl Lahir
: 01/03-1960
RM
: 695072
1.
2.
3.
4.
Pasien dalam Posisi Lumbotomi dibawah pengaruh Epidural dan General Anestesi
Disinfeksi dan drapping Prosedur
Insisi Supracostal XII di flank kanan sepanjang 10 cm sampai fasci
Buka berturut turut otot obliqus eksternus, obliqus internus, dan transvesus
abdomen
5. Pisahkan refleksi peritoneum ke medial
6. Buka fascia gerota, identifikasi ureter kanan, teugeul ureter kanan, susuri di cranial
bebaskan ginjal dari jaringan sekitarnya
7. Identifikasi pyelum kanan kesan pyelum intrarenal, bebaskan pyelum
8. Lakukan insisi longitudinal pada pyelum kanan, tampak batu warna kuning
kecoklatan dengan permukaan kasar
9. Ekstraksi batu dengan stone tang, keluar 1 buah batu staghorn ukuran 5 X 3 cm
seperti tanduk rusa
10. Spooling ginjal kanan sampai kesan bersih dengan NaCl 0.9%
11. Kontrol perdarahan pada ginjal kanan
: Dg Ndenni
Tgl Lahir
: 01/03-1960
RM
: 695072
1. Melanjutkan setelah operasi Extended Pyelolitotomi kanan
2. Insersi DJ Stent 4.7F dengan no ref : 4726 CEG + ML + 2 + C + P70 di ureter
kanan di bagian distal dan di pyelum bagian proksimal
3. Jahit Pyelum dengan Vicryl 4/0 secara interuptus
4. Kontrol perdarahan dan cuci luka operasi dengan NaCL 0.9% hingga bersih
5. Pasang 1 buah drain di daerah retroperitoneal
6. Jahit luka operasi lapis demi lapis
7. Operasi selesai
Diskusi
Etiologi
Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu kalsium
bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat). Konsentrasi bahanbahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine serta kebiasaan makan
atau obat-obatan tertentu juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu
yang menghambat aliran urine dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine
meningkatkan pembentukan batu1,2. Pada kasus ini didapatkan peningkatan kadar
asam urat 10mg/dl yang merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu
stahghorn.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik:
a. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua
b. Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan1.2
Faktor ekstrinsik:
a. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperature
c. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih
e. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.1.2
Patomekanisme
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat- tempat yang
sering mengalami hambatan dalam urin (stasis urin), yaitu pada sistem kaliks ginjal atau bulibuli. Adanya kelainan pada pelvikaliks, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli- buli neurogenik merupakan keadaan- keadaan
yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.3 Pembentukkan Batu Staghorn kanan pada
pasien ini menurut teori dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Nukleasi
Proses ini merupakan proses awal yang terjadi oleh karena suatu keadaan
supersaturasi, dimana keadaan ini merupakan hasil perbandingan antara actual ionactivity product (APsalt)dan solubility product (SPsalt). Jika nilai supersaturasi >1
maka faktor risiko pembentukan batu ginjal semakin tinggi. Pada nukleasi sekunder,
kristal-kistal baru akan terdeposisi pada permukaan kristal yang sejenis sehingga
menghasilkan produksi kristal yang berlebih. Pada proses dimana kristal satu
terdeposisi dengan kristal lain disebut proses epitaksi.3
2. Pertumbuhan Kristal
Proses pertumbuhan kristal ditentukan oleh ukuran dan bentuk suatu molekul,
tingkatan supersaturasi, pH urin, dan defek yang mungkin terbentuk pada permukaan
kristal. Dalam proses ini, beberapa atom atau molekul lainnya, pada keadaan
supersaturasi, mulai membentuk klaster. Klaster yang berukuran kecil lebih
signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan Kristal.3
3. Agregasi Kristal
Agregasi dari partikel-partikel kristal akan membentuk kristal yang berukuran
lebih besar. Jarak yang kecil antar partikel akan mempengaruhi agregasi dan waktu
yang dibutuhkan untuk beragregasi hanya beberapa detik. Glikoprotein TammHorsfall dan molekul lainnya berperan sebagai lem dan meningkatkan derajat
viskositas pengikatan.3
4. Retensi Kristal
Retensi kristal terjadi karena perlekatan kristal pada sel epitel tubulus ginjal.
Ekspresi asam hialuronat, uropontin, dan CD44 oleh sel tubulus yang mengalami
regenerasi atau cedera merupakan syarat terjadinya retensi kristal pada ginjal.3
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu staghorn kanan pada pasien
ini, yaitu:
1. Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar
terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu
produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang
dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi
9kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan
ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.4
2. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit
dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan
molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu
survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas,
dan Staphylococcus.4
3. Teori Tidak Adanya Inhibitor
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik
terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam
sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat
adalah gliko-samin glikans dan uropontin. 4
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling
kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat
yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan
mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang
dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan
pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersaturasi. 4
Diagnosis
kristal-kristal
pementuk
batu.
Pemeriksaan
kultur
urin
dapat
Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak
PIV adalah pemerikasaan gold standart untuk mendeteksi adanya obstruksi pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tidak alergi dengan kontras dan tidak
sedang hamil. PIV dapat menilai anatomi dan fungsi dari organ traktus urinarius
yang mengalami obstruksi.5
Pada obstruksi urinarius yang akut maka pada PIV akan terlihat:
(a). Obstruksi nefrogram
(b). Terlambatnya pengisian kontras pada sistem urinarius
(c).Dilatasi dari system urinarius, mungkin juga terjadi ginjalmembesar
(d). Dapat juga terjadi ruptur fornix akibat extravasasi traktus urinarius5.
4. USG
USG merupakan alat yang baik untuk mengevaluasi ginjal pada pasien azotermia,
alergi terhadap kontras, wanita yang sedang hamil, atau pada anak-anak, faal
ginjal yang menurun. Informasi yang signifikan mengenai parenkim ginjal dan
sistem urinarius dapat diperoleh tanpa adanya expose dengan radiasi dan material
kontras yang dapat menimbulkan nefrotoxic dan reaksi anaplastik. Pemeriksaan
USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal5
5. CT-Scan
CT-Scan merupakan salah satu alat penunjang radiologi untuk menilai adanya
kelainan pada ginjal. Keunggulan CT-Scan dapat memberikan letak batu secara
akurat 5. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan MSCT-Scan dengan kesan
berupa adanya Batu Staghorn kanan.
Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Terapi medika mentosa yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretic. Minum banyak air
dimaksudkan untuk mendorong batu keluar.6
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
ESWL adalah pemecah batu, baik batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu bulibuli tanpa melalui tidakan invasive dan tanpa pembiusan.Batu dipecah menjadi
fragmen-
fragmen
kecil
sehingga
mudah
dikeluarkan
melalui
saluran
kemih.Pecahan batu yang sedang keluar dapat menimbulkan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.6
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu dan kemudian mengeluarkanya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih.Alat
tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai tenaga
hidraulik, energi gelombang suara atau energi laser. Beberapa tindakan endourologi
adalah:7
a. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy), yaitu mengeluarkan batu yang berada
didalam saluran ginjal dengan caramemasukkan alat endoskopi ke sistem
kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen- fragmen kecil.7
b. Litotripsi yaitu memecah batu buli- buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli- buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan eavakuator ellik.7
c. Ureteroskopi atau uretero renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi per
uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo kaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikaliks dapat dipecah dengan bantuan ureteroskopi atauureterorenoskopi
ini.7
d. Ekstraksi dormia yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang dormia.7
4. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih, cara ini banyak
dipakai untuk mengambil batu ureter.7
5. Pembedahan terbuka antara lain pyelolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil
batu pada ginjal dan ureterolitotomi untuk batu di ureter 7. Pada Pasien ini telah
dilakukan operasi Extended Pyelolitotomi dilanjutkan dengan pemasangan DJ
Stent pada ginjal kanan.
Kesimpulan
Batu ginjal (nefrolithiasis) adalah suatu keadaan yang tidak normal di dalam ginjal
dimana terdapat komponen kristal dan matriks organic. Batu staghorn adalah demikian
karena bentuknya yang menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang- cabang.batu jenis ini
dapat berukuran kecil atau besar tergantung dari ukuran ginjalnya Etiologi batu ginjal
terdiri dari 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik herediter, umur,
jenis kelamin. Faktor ekstrinsik geografi, iklim, diet, pekerjaan. Jenis batu saluran
kencing, kalsium, batu struvit, batu asam urat, dan batu jenis lain. Penegakan diagnosis
batu ginjal yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang
seperti
foto
polos
abdomen,
ultrasonografi,
pielografi
intravena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto; 2003. p.97-9
2. Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of urethral injuries. In : McAninch JW,
Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 . p. 7483
3. Palinrungi AM. Urology Ilustrated. Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty
of Medicine, Hasanuddin University; 2009.
4. Basavaraj ,Doddametikurke,dkk.2007.The Role of Urinary Kidney Stone Inhibitors and