Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
31 03
LAPORAN PERANCANGAN
SISTEM JARINGAN DIGITAL MICROWAVE RADIO
R26 Bandung R25A Cimahi
Dibuat oleh:
Ahmad Fajar Sholahuddin
Nim. 05321003
Kelas. 3A
PRODI TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2008
DAFTAR ISI
Link R26 Bandung R25A Cimahi
1. Ruang Lingkup ..
2. Spesifikasi Perancangan
10
10
10
11
11
5.4.1. Quality .
11
5.4.2. Availability ..
12
12
18
7.1. Analisa1 8
7.2. Kesimpulan .
19
Quality .. 27
5.4.2
Availability ... 28
5.4.3
Outage Time . 29
Daftar Pustaka .. 35
LAPORAN PERANCANGAN
SISTEM JARINGAN DIGITAL MICROWAVE RADIO
R26 BANDUNG R25A CIMAHI
1.
Berikut ini adalah ruang lingkup pecancangan sistem jaringan digital microwave radio link
antara Bandung Cimahi (R26 R25A), meliputi:
Membuat preliminary link analisis dan preliminary perancangan path profile untuk link
radio microwave.
Site survey, meliputi perancangan Path profile dengan menggunakan peta topografi
berskala:50.000, dengan membaca latitude dan longitude sepanjang lintasan radio.
Field Path Surver, meliputi pembacaan kontur lintasan radio pada peta topografi 1:50000
sebagai acuan untuk menentukan ketinggian di sepanjang area LOS pada link radio, serta
menentukan bentuk topografinya.
Simulasi S/W, meliputi simulasi path profile link radio ke dalam software winprof untuk
mengatur ketinggian antenna agar terpenuhi syarat LOS (dipenuhi juga dengan adanya
variasi vegetasi yang melingkupi area antar hop pada link yang disebutkan).
Link analisis dilakukan setelah path profile selesai, untuk menentukan link budget suatu
link radio.
Menganalisis Path Calculation link radio, pengaruh parameter yang digunakan (faktor k,
frekuensi, tinggi antenna dan Fresnel zone) terhadap kinerja radio.
2.
SPESIFIKASI PERANCANGAN
Radio yang digunakan : S.I.C.E Microwave Long Haul PDH Radio Links.
Spesifikasi radio yang digunakan:
No
1.
Item / Parameter
Digital radio equipment :
Spesifikasi
1. Transmitter
Vendor
ERICSSON
Ket
MINILINK
-E
Frekuensi Tx
Daya Output RF
+21 dBm 2 dB
Tipe Modulasi
C-QPSK
Data Rate
34 Mbps
5
2. Receiver
2.
Frekuensi Rx
Receiver Threshold
-78 dBm
Level
- Antenna
Polarisasi
Tipe
Antenna Parabola
antenna :
Gain
42,5 dBi
Horizontal/
- Feeder
3.
4.
5.
vertikal
Jenis
Coaxial ubalanced
Product code
TZC 750 24
attenuasi
BER
Data rate
Tx Rx spacing
D = 2,4 m
92 dB/km
1 x 10-6
34 Mbit/s
168 (datarate : 34 Mbps)
Table 1 Spesifikasi Radio Link
75
Spesifikasi Site bagian jawa barat berikut site name, facing name masing-masing dengan
latitude dan latitutenya:
Name
Site
Bandung
Facing Cimahi
3.
Site/Facing No.
Long. East
R26
107 o 36 19
R27
107 o 32 6
Table 2 Identitas site
Lat. South
54o 54 50
6o 53 9
Tinggi site
40 m
40 m
DATA TOPOGRAFI
Data topografi berisi table yang memuat informasi tentang banyaknya point yang digunakan,
bentang jarak antar hop terhitung dengan perbandingna skala peta 1:50000, vegetasi sepanjang
lintasan, dan altitude sepanjang lintasan yang memenuhi LOS. Dalam hal ini, penulis telah
menghitung jarak lintasan link yang memehuhi criteria LOS (Line Of Sight) antara Bandung
Cimahi sepanjang 7,75 km.
No.
0
1
2
3
4
5
6
Jarak
(km)
0
0.25
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50
Tinggi
(m)
700
724
724
724
724
724
724
Vegetasi
sawah
Kota
7
1.75
703
23
5.75
724
8
2.00
716
24
6.00
724
9
2.25
716
sawah
25
6.25
724
10
2.50
716
26
6.50
724
11
2.75
716
27
6.75
724
12
3.00
716
Kampung 28
7.00
724
13
3.25
716
26
7.25
749
14
3.50
716
30
7.50
749
15
3.75
700
sawah
31
7.75
749
Keterangan tinggi vegetasi (dalam meter):
Kota
: 30
Sawah
:1
Kampung
: 15
Table 3 Data Topografi lintasan Bandung Cimahi
4.
Sawah
Kota
Setelah diketahui bentuk topografi sepanjang lintasan yang mensyaratkan LOS pada masingmasing titik di Bandung Cimahi, didapatkan simulasi Path Profile menggunakan software
WINPROF berdasarkan data-data di atas untuk kondisi persentase freznel zone sebesar 60 %,
frekuensi Tx = 7121 MHz, dan factor k yang berbeda.
Gambar 1 Pengaturan parameter simulasi path profile untuk link Bandung Cimahi
Gambar di atas menjelaskan perancangan link radio antara Bandung Cimahi memakai
ketinggian H1 (Bandung) = 60 m dan H2 (Site Cimahi) = 60 m; frekuensi yang digunakan =
7,121 GHz; persentasi freznel zone = 60 %; dan koefisien k = 1,33 (atmosfer normal).
Gambar 5 Obstacle sebesar 1,5 dB dihasilkan karena perancangan tinggi antenna yang
kurang benar
4.2 ANALISA HASIL SIMULASI
9
Analisa path profile link radio yang dipengaruhi oleh koefisien k, daerah freznel zone, dan
ketinggian penempatan antenna sehigga memenuhi afilabilitas Line Of Sight (LOS) dan area
gelombang elektromagnetik sepanjang lintasan radio yang membentuk eliptik.
a. Pengaruh koefisien k
Nilai k yang digunakan (k = 4/3; k = 1; k = 0,5) pada gambar di atas menunjukkan kondisi
atmosfer bumi yang akan mempengaruni LOS sinyal pada link radio. Gambar 2, gambar 3, dan
gambar 4 di atas memperlihatkan nilai koefisien k yang berbeda-beda akan mempengaruhi LOS
juga akan berpengaruh.
b. Pengaruh ketinggian antenna
Antenna merupakan perangkat yang mengubah sinyal ke bentuk gelombang elektromagnetik.
Pasangan antenna (Tx dan Rx) pada path profile radio ini juga mengisyaratkan adanya LOS,
sehingga diperhitungkan juga ketinggian antenna yang dibutuhkan untuk koefisien k yang
berbeda-beda sehingga area freznel zone masih dapat terpenuhi. Pada beberapa gambar di atas
digunakan ketinggian antenna sebesa 60 meter baik near end maupun far end-nya, untuk
menghindari vegerasi yang lebih tinggi yang mungkin akan menghalangi daerah freznel zone.
Contoh gambar 5 memperlihatkan ketinggian far end (Cimahi) sebesar 35 m sehingga
menyebabkan obstacle.
c. Pengaruh freznel zone pada path profile link radio
Freznel zone merupakan area gelombang elektromagnetik yang dipancarkan yang membentuk
suatu cincin eliptik dari near end ke far endnya. Nilai persentasi yang umum digunakan dan
telah teruji adalah sebesar 60%. Nilai ini mempertimbangkan cost dan qualitas link radionya.
Semakin tinggi nilai persentasenya, maka area freznel zone akan semakin lebar, tetapi
membutuhkan cost yang cukup banyak pula. Pada gambar di atas dipakai nilai 60 %.
5.
PTX
GTX
GRX
LTX
LTX
= +21 dBm
= 42,5 dBi
= 42,5 dBi
TXL L X
100
dimana :
TXL = total panjang saluran feeder (m)
LX = Rugi-rugi saluran feeder (dB)
LRX
LCONN
LCONN
LD/C
LEQ
FSL
LDIFF
= 0,598 dB
= 4 x 0,25 dB
= 1 dB
= 0 dB
= 0 dB
= 127,237 dB (Perhitungan di atas)
= 0 dB (simulasi menggunakan nilai K = 1,33)
Availability
Availability menunjukkan persentase (p) total waktu layanan dalam kurun waktu tertentu dan
pada panjang link (link length) pada saat kejadian dimana system BER sama dengan atau lebih
baik dari harga objektif kualitas minimumnya.
Availability antara Link R26 Bandung R25A Cimahi adalah:
FM (dB) = 30 log d(Km) + 10 log [6 A B f(GHz)] 10 log (1-p) -70
A = factor kekasaran (roughness factor)
= 1 (untuk bumi yang cukup kasar)
B = factor konversi dari worst month ke annual probability
= untuk daerah dataran.
f = frekuensi kerja yang digunakan 7,121 GHz.
p
Jadi, perhitungannya:
Diketahui: FM (dB) sebesar 52,962
FM (dB)
54,567 dB
= - 8,7597
1p
= log-1 (-8,7597)
1P
= 1,74 x 10-9
12
= 1- 1,74 x 10-9
= 0,999999
13
6.
Ref.
NO
1
1
DESCRIPTION
2
Site Name : R26 Bandung
Altitude
: 716 m
Latitude
: 54o 54 50 S
Calculated
UNIT
REMARK
Values
3
5
Tx
Longitude : 107o 36 19 E
Facing Name : R25A Cimahi
Altitude
: 749 m
Latitude
: 6o 53 9 S
Rx
Longitude : 107o 32 6 E
Site A Antenna Height (AGL)
60
60
Parabola
size
Antenna Gain
Masukan gain antena (dBi) yang
42,5
dBi
Coaxial
Product code:
unbalanced
TZC 750 24
75
etc
Transmission Line Loss
92
dB/km
65
meter
0,598
dB
TXL = tinggi
antenna + 5
meter
LTX = 92 dB/km
(dB)
Connector Loss
0,25
dB
dB
dB
7,75
Km
7,121
GHz
Tx
7,289
GHz
Rx
dB/connector
Divider/Combiner Loss
Dalam hal sistem menggunakan
divider atau combiner, masukan
loss dari perangkat tersebut. Info
13
14
15
16
perangkat radio
Tx-Rx spacing =
168
FSL = 92.4 + 20
131,349
15
dB
log 7,121 + 20
dB
Line Of Sight
Terpenuhi
harga tersebut.
Radio Type
Minilink-E
Kapasitas data
Vendor:
rate = 34 Mbit/s
Ericsson
Tipe Modulasi =
Transmitter Power
C-QPSK
+21
dBm
-43,249
dBm
pabriknya.
Received Signal Level
PTX
= 36
dBm
GTX
= 32 dBi
GRX
= 32 dBi
penerimanya.
LTX
= 4,55
dB
LRX
LDIFF)
dB
= 4,55
LCONN = 1 dB
Dimana;
LD/C
= 0 dB
RSL
LEQ
= 0 dB
PTX
FSL
GTX
118,114 dB
GRX
LDIFF
LTX
TX
16
= 0 dB
LRX
RX
LCONN = Loss konektor
21
LD/C
= Loss Divider/Combiner
LEQ
FSL
103,804
dBm
= 36
Power
dBm
GTX
= 32 dBi
GRX
= 32 dBi
LTX
= 4,55
dB
LRX
peraturan/polycy setempat.
dB
LCONN = 1 dB
LD/C
= 0 dB
LEQ
= 0 dB
Dimana:
EIRP
= Effective Isotropically
Radiated Power
PTX
GTX
GRX
LTX
TX
LRX
RX
LCONN = Loss konektor
LD/C
22
PTX
= Loss Divider/Combiner
LEQ
= Loss Equip Tolererance
Receiver Threshold level
10-6
Criteria
Masukan karateristik performansi
radio penerima sebagai fungsi dari
BER pada minimum level yanag
17
BER
= 4,55
dikehendaki.
23
-78
dBm
Referensi nilai
Cmin berasal
dari datasheet
54,567
dB
RSL = -23,433
dBm
thresholdnya.
Worst Month Availability
26
2,592
27
99,9999
28
31,5576
Sec
%
Sec
7.
7.1 ANALISA
Hasil data-data yang diperoleh melalui sebuah perancangan path profile antara R26 Bandung
R25A Cimahi, dapat dianalisa beberapa hal, antara lain:
Perancangan path link radio yang berpasangan mensyaratkan adanya Line Of Sight
sepanjang lintasan untuk dapat saling terkoneksi antara 2 ujung link hop. Kondisi LOS ini
tidak akan tercapai tanpa adanya Site survey dan Field survey. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui dan menentukan kontur sepanjang lintasan yang memenuhi LOS sinyal. LOS
tersebut akan berpengaruh terhadap level sinyal yang akan sampai ke antenna penerima.
Dari hasil simulasi path profile menggunakan winprof dapat dianalisa beberapa hal yaitu:
Factor koefisien k menunjukkan perubahan kondisi atmoster yang berakibat terjadinya
perubahan permukaan bumi. Semakin kecil nilai k (k < 4/3 atmosfer normal) maka
18
permukaan bumi akan semakin melengkung (terlihat naik). Nilai k ini akan menentukan
pemilihan tinggi antenna yang dipakai sesuai dengan penentuan persentase freznel zone.
Perancangan link radio ini menggunakan nilai freznel zone 60 %.
Penentuan kontur pada peta topografi membantu dalam pembacaan path profile di software,
khusunya dalam masalah penentuan tinggi antenna. Tinggi antenna diusahakan
menghasilkan daerah freznel zone yang aman terhadap pemotongan area tersebut oleh
kondur bumi. Tinggi antenna yang dipakai oleh Tx dan Rx adalah 60 m.
Free space loss (FSL) dipengaruhi oleh frekuensi kerja dan jarak antar link hop. Kedua nilai
ini sebanding dengan besar FSL yang dihasilkan.
Fade margin merupakan selisih antara RSL dengan receive Threshold Level (referensi
berasal dari datasheet vendor). Fade margin akan menentukan kualitas link yang tahan
terhadap fade. Semakin besar nilai FM, maka link tersebut akan semakin tahan terhadap
fade. Begitu pula sebaliknya.
Receive Signal Level (RSL) menunjukan level daya di receiver. Besar atau kecilnya RSL
bergantung terhadap besar kecilnya Receive Threshold Level (C min) untuk menunjukan
kualitas fade margin. RSL harus berada lebih besar atau sama dengan Received Threshold
Level dan tidak boleh lebih kecil dari level thresholdnya.
System gain digunakan untuk mengimbangi besar daya sinyal yang ditransmisikan agar
sampai di penerima setelah dikurangi total Loss dan rugi-rugi. Nilai system gain yang
semakin besar akan meningkatkan performansi link, availability, dan outage time.
7.2 KESIMPULAN
1) Perancangan link radio microwave mensyaratkan secara mutlak adanya LOS (line of sight).
2) Dalam pra perancangan link, dibutuhkan site survey untuk menganalisa kontur bumi
sepanjang lintasan radio yang dipakai. Selain itu dapa dilakukan field survey, dengan
berkunjung langsung ke lokasi site dan menelusuri sepanjang lintasan. Keduanya harus
memenuhi LOS.
3) Simulasi perancangan path profile link radio perlu dilakukan untuk mendesain LOS antar
hop yang dipengaruhi oleh koefisien k yang berbeda-beda, tinggi antenna, kontur bumi,
pemantulan sinyal, persentase freznel zone, pemilihan frekuensi kerja, dan penentuan
tempat link. Factor-faktor ini juga akan menentukan besar kecilnya availability dan outage
time yang dihasilkan.
19
4) Factor-faktor lain yang akan menentukan LOS dan performansi antar link hop yang
terkoneksi adalah Free Space Loss(FSL), Rugi-rugi komponen, Received Signal Level
(RSL), Fade Margin, dan Sistem Gain.
20
LAPORAN PERANCANGAN
SISTEM JARINGAN DIGITAL MICROWAVE RADIO
R26 Bandung R27 Nagrek
Dibuat oleh:
Ahmad Fajar Sholahuddin
Nim. 05321003
Kelas. 3A
PRODI TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2008
LAPORAN PERANCANGAN
21
Membuat preliminary link analisis dan preliminary perancangan path profile untuk link
radio microwave.
Site survey, meliputi perancangan Path profile dengan menggunakan peta topografi
berskala 1:50.000, dengan membaca latitude dan longitude sepanjang lintasan radio.
Field Path Surver, meliputi pembacaan kontur lintasan radio pada peta topografi 1:50000
sebagai acuan untuk menentukan ketinggian di sepanjang area LOS pada link radio, serta
menentukan bentuk topografinya.
Simulasi S/W, meliputi simulasi path profile link radio ke dalam software winprof untuk
mengatur ketinggian antenna agar terpenuhi syarat LOS (dipenuhi juga dengan adanya
variasi vegetasi yang melingkupi area antar hop pada link yang disebutkan).
Link analisis dilakukan setelah path profile selesai, untuk menentukan link budget suatu
link radio.
Menganalisis Path Calculation link radio, pengaruh parameter yang digunakan (faktor k,
frekuensi, tinggi antenna dan Fresnel zone) terhadap kinerja radio.
2. SPESIFIKASI PERANCANGAN
No
1.
Item / Parameter
Digital radio equipment :
Spesifikasi
3. Transmitter
Vendor
IMTEL
Ket
INSTITUTE
Frekuensi Tx
2684,99 MHz
Daya Output RF
+30 dBm
Tipe Modulasi
QPSK
(R26-R27)
4. Receiver
2.
Frekuensi Rx
2566,99 MHz
Receiver Threshold
-83 dBm
BER = 10-6
Level
- Antenna
Tipe
Gain
30 dBi
Diameter
1,8 meter
- Feeder
LDF5-50
Jenis
3.
4.
5.
6
1 dB/100 m
attenuasi
BER
Data rate
Tx Rx spacing
Konektor loss
1 x 10-6
34 Mbit/s
168 (datarate : 34 Mbps)
0,25 dB
Tabel 1 spesifikasi link radio yang digunakan
Spesifikasi Site bagian jawa barat berikut site name, facing name masing-masing dengan
latitude dan latitutenya:
Site
Facing
Name
Bandung
Nagrek
Site/Facing No.
R26
R27
Long. East
107 o 36 19
107 o 53 20
Lat. South
54o 54 50
7o 1 43
Tinggi site
40 m
40 m
3. DATA TOPOGRAFI
Data topografi berisi table yang memuat informasi tentang banyaknya point yang digunakan,
bentang jarak antar hop terhitung dengan perbandingna skala peta 1:50000, vegetasi sepanjang
lintasan, dan altitude sepanjang lintasan yang memenuhi LOS. Dalam hal ini, penulis telah
menghitung jarak lintasan link yang memehuhi criteria LOS (Line Of Sight) antara Bandung
Nagrek sepanjang 33 km.
No.
Jarak
(km)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
Tinggi
(m)
753
753
704
696
696
686
686
687
687
687
669
673
673
670
670
665
672
23
Tinggi
(m)
668
668
668
684
668
580
580
597
597
622
622
644
669
669
702
702
702
Vegetasi
sawah
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
8,5
9
9,5
10
10,5
11
11,5
12
12,5
13
13,5
14
14,5
15
15,5
16
16,5
672
663
664
668
664
664
664
665
665
665
665
664
664
663
667
667
667
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
702
727
727
757
792
757
775
800
800
800
775
840
750
750
925
1025
daratan
Pohon
24
25
Area freznel zone ditentukan oleh pemilihan Frekuensi kerja yang digunakan dan jarak
sepanjang lintasan. Simulasi di atas menggunakan frekuensi kerja 2685 MHz (hampir
mendekati nilai 2684,99 MHz---dikarenakan keterbatasn software hanya mampu
menginputkan nilai integer). Jika dibandingkan dengan perancangan link hop R26 Bandung
R25A Cimahi, nampak nilai frekuensi kerja yang lebih rendah akan memperbesar area
freznel zone. Sekilas hop R26 Bandung Nagrek R27 memperlihatkan freznel zone yang
nampak lebih runcing. Padahal jika diambil panjang lintasan yang sama, akan nampak
bahwa frekuensi yang lebih rendah menghasilkan freznel zone yang lebih besar.
Keruncingan cincin gelombang elektromagnetik ini dipengaruhi juga oleh jarak lintasan
link. Semakin panjang lintasan, maka freznel zone akan semakin menyempit.
Perancangan antenna menggunakan tinggi 40 m di kedua hop. Tinggi antenna ini tidak
mengharuskan desain yang sama, asalkan memenuhi criteria LOS dan terhindar dari adanya
reflection maupun refraction.
f = 2648,99 GHz.
D = 33 km
FSL = 92.4 + 20 log f (GHz) + 20 log d (Km)
= 92.4 + 20 log 2,64899 + 20 log 33 (km)
= 92,4+ 30,37 + 8,579
= 131,349 dB
5.2 Received Signal Level (RSL)
Dengan menggunakan data-data pada spesifikasi, hasil simulasi dan perhitungan didapat datadata untuk menentukan parameter RSL, yaitu:
PTX
GTX
GRX
LTX
LTX
= 30 dBm
= 30 dBi
= 30 dBi
TXL L X
100
dimana :
TXL = total panjang saluran feeder (m)
LX = Rugi-rugi saluran feeder (dB)
LRX
LCONN
LCONN
LD/C
LEQ
FSL
LDIFF
= 0,45 dB
= 4 x 0,25 dB
= 1 dB
= 0 dB
= 0 dB
= 131,349 dB (Perhitungan di atas)
= 0 dB (simulasi menggunakan nilai K = 1,33)
27
Availability
Availability menunjukkan persentase (p) total waktu layanan dalam kurun waktu tertentu dan
pada panjang link (link length) pada saat kejadian dimana system BER sama dengan atau lebih
baik dari harga objektif kualitas minimumnya.
Availability antara Link R26 Bandung R27 Nagrek adalah:
FM (dB) = 30 log d (Km) + 10 log [6 A B f(GHz)] 10 log (1-p) -70
A = factor kekasaran (roughness factor)
= 1 (untuk bumi yang cukup kasar)
B = factor konversi dari worst month ke annual probability
28
Jadi, perhitungannya:
Diketahui: FM (dB) sebesar 52,962
FM (dB)
39,751 dB
= - 5,8141
1p
= log-1 (- 5,8141)
1P
= 1,53 x 10-6
= 1- 1,53 x 10-6
= 0,9999985
5.4.3
5.
Calculated
DESCRIPTION
Value
3
2
Site Name : R26 Bandung
Altitude
: 753 m
Latitude
: 54o 54 50 S
REMARK
Tx
Longitude : 107o 36 19 E
Facing Name : R27 Nagrek
Altitude
UNIT
Rx
: 1025 m
29
Latitude
: 7o 1 43 S
Longitude : 107 53 20 E
Site A Antenna Height (AGL)
3
40
40
Case SS
Grain
(parabola)
Antenna Gain
6
30
dBi
dB/100 m
45
meter
10
30
dB
Connector Loss
Masukan jumlah loss konektor yang
11
0,25
dB
dB
dB
33
Km
13
14
15
2,68499
2,56699
perangkat radio
Free Space Attenuation
GHz
131,349
dB
dB
18
tersebut.
Radio Type
Imtel
Institute
RRU 2.5A
31
Tx
Rx
referensi saja.
Transmitter Power
19
+30
dBm
- 43,249
dBm
88,1
dBm
pabriknya.
Received Signal Level
Informasi ini diperoleh dari
perhitungan Level Sinyal yang
diinginkan di input radio
penerimanya.
RSL = (PTX + GTX + GRX) (LTX + LRX
+ LCONN + LD/C + LEQ + FSL + LDIFF)
Dimana;
20
RSL
PTX
GTX
GRX
LTX
LRX
21
LD/C
= Loss Divider/Combiner
LEQ
FSL
Dimana:
EIRP
= Effective Isotropically
Radiated Power
PTX
GTX
GRX
LTX
LRX
= Loss Divider/Combiner
LEQ
= Loss Equip Tolererance
Receiver Threshold level Criteria
Masukan karateristik performansi
22
1 x 10-6
BER
- 83
dBm
39,751
dB
3,89
Sec
99,99985
47,3364
Sec
24
25
26
27
28
thresholdnya.
Worst Month Availability
Dihitung berdasarkan ITU-R P.530
Worst Month Outage Time
Dihitung berdasarkan ITU-R P.530
Annual Availability
Dihitung berdasarkan ITU-R P.530
Annual Outage Time
Dihitung berdasarkan ITU-R P.530
Berdasarkan data-data dan hasil simulasi yang dilakukan oleh penulis dapat dianalisa
beberapa hal antara lain:
a. Penggunaaan frekuensi kerja yang berbeda antara Tx dan Rx dimaksudkan untuk
membedakan komunikasi duplex antar hop tersebut ketika radio difungsikan sebagai Tx
atau Rx. Perbedaan nilai frekuensi ini juga digunakan untuk menghindari interferensi sinyal
pada kanal frekuensi yang berdekatan. Penentuan frekuensi yang penulis pakai ditentukan
berdasarkan data rate yang dipakai (4 Mbps) dan Tx-Rx spacing. Data rate digunakan
sebagai acuan penentuan frekuensi kerja. Sedangkan Tx-Rx spacing untuk menentukan
Channel yang dipakai di sisi penerima.
b. Perhitungan link budget melibatkan unsure FSL, RSL, dan Fade margin. Ketiga factor ini
akan menentukan availability dan outage time pada performansi link radio.
c. Free space loss (FSL) ditentukan oleh jarak dan frekuensi kerja. Semakin besar kedua factor
tersebut, maka nilai FSL semakin besar, yang berarti loss yang tidak diinginkan semakin
kecil.
d. Receive Signal Level (RSL) menunjukan level daya di receiver. Besar atau kecilnya RSL
bergantung terhadap besar kecilnya Receive Threshold Level (C min) untuk menunjukan
kualitas fade margin. RSL harus berada lebih besar atau sama dengan Received Threshold
Level dan tidak boleh lebih kecil dari level thresholdnya.
e. Fade Margin digunakan untuk mengukur kualitas link yang berpengaruh terhadap ketahan
link dari fading di atmosfer. Semakin besar fade margin maka link tersebut semakintahan
terhadap pengaruh fading, semakin kecil fade margin maka link tersebut semakin rentan
terhadap fading.
7.2 Kesimpulan
5) Perancangan link radio microwave mensyaratkan secara mutlak adanya LOS (line of sight).
6) Dalam pra perancangan link, dibutuhkan site survey untuk menganalisa kontur bumi
sepanjang lintasan radio yang dipakai. Selain itu dapa dilakukan field survey, dengan
berkunjung langsung ke lokasi site dan menelusuri sepanjang lintasan. Keduanya harus
memenuhi LOS.
7) Simulasi perancangan path profile link radio perlu dilakukan untuk mendesain LOS antar
hop yang dipengaruhi oleh koefisien k yang berbeda-beda, tinggi antenna, kontur bumi,
pemantulan sinyal, persentase freznel zone, pemilihan frekuensi kerja, dan penentuan
tempat link. Factor-faktor ini juga akan menentukan besar kecilnya availability dan outage
time yang dihasilkan.
8) Factor-faktor lain yang akan menentukan LOS dan performansi antar link hop yang
terkoneksi adalah Free Space Loss(FSL), Rugi-rugi komponen, Received Signal Level
(RSL), Fade Margin, dan Sistem Gain.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
MINILINK-E PRODUCT
3.
4.
36