Sunteți pe pagina 1din 10

DAFTAR ISI

BAB 1.........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................................2
Latar Belakang........................................................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI................................................................................................................3
2.1. Definisi.............................................................................................................................3
2.2. Etiologi.............................................................................................................................3
2.3. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis................................................................................3
2.3.1. Patofisiologi...............................................................................................................3
2.3.2. Manifestasi Klinis......................................................................................................4
2.4. Penatalaksanaan dan Pemeriksaan Penunjang.................................................................5
2.4.1. Penatalaksanaan.........................................................................................................5
2.4.2. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................5
BAB 3.........................................................................................................................................6
ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................................6
3.2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................6
3.3. Intervensi dan Rasional....................................................................................................6
BAB 4.......................................................................................................................................10
KESIMPULAN.........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................11

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Esofagitis merupakan penyakit yang sering muncul pada pasien dengan penyakit

gastroesophageal refluks (PRGE). Refluks esofagitis didefinisikan sebagai inflamasi yang


disebabkan oleh kontak antara dinding esophagus dengan refluksat yang mengandung asam

lambung dengan atau tanpa cairan yang berasal dari duodenum dan atau dari pancreas (Yan
Li, Robert C. G. Martin II, 2007). Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks yag
cukup lama anatar bahan refluksat dengan mukosa esophagus dan terjadinya penurunan
resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan
esophagus tidak cukup lama ( Aru W. Sudoyo, 2009 ).
Pengaruh dari PRGE adalah melemahnya tonus otot sfingter esophageal bawah (LES) dan
juga gangguan kontraksi peristaltic dari esophagus. Gangguan gangguan tersebut sering
terjadi pada pasien dengan PRGE yang disertai dengan erosi pada dinding esophagus.
Prevalensi gangguan peristalstik meningkat sesuai dengan tingkat keparahan PRGE,
mempengaruhi 20% pasien dengan nonerosif PRGE dan lebih dari 48% pasien dengan
ulseratif esofagitis (X. Zhang dkk, 2005).
Di Indonesia penyakit PRGE sering tidak terdiagnosis terdiagnosis oleh dokter bila
belum menimbulkan keluhan yang berat, seperti refluks esofagitis (Efiaty AS, Nurbaiti I,
2001).. Pada pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi di RSUP Cipto Mangunkusumo
didapatkan sebanyak 22,8% pasien dengan esofagitis yang disebabkan oleh PRGE( Aru W.
Sudoyo, 2009 ). Penyakit ini merupakan penyebab lazim gejala saluran cerna bagian atas,
yakni heartburn dan regurgitasi. Perkembangan refluks esofagitis menggambarkan
ketidakseimbangan antara mekanisme anti refluks esofagus dengan kondisi lambung (Muljadi
Hartono.2000)

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Esofagitis adalah suatukeadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat
terjadi secara akut maupun kronik. (Widaryati Sudiarto, 1994)
2.2. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya esofagitis seperti makanan,
kafein, lemak, coklat, minuman alkohol, obat-obatan, preparat antikolinergik, teofilin,
progesteron, preparat antagonis kalsium,diazepam, preparat agonis beta-adrenergis, preparat
antagonis alpha-adrenergis, merokok.

Etiologi dari kerusakan esophagus bersifat kompleks, mulai dari refluks asam lambung,
cairan empedu, cairan pancreas, serta terdapat pengaruh dari faktor eksternal seperti konsumsi
alcohol, penggunaan obat NSAID (Norimasa Yoshida, 2007, Yan Li, Robert C. G. Martin II,
2007).
2.3. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
2.3.1. Patofisiologi
a. Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik)
Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh kontak
berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang mengandung pepsin
ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak
menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang lebih
berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini menunjukkan esofagitis
peptik.
b. Esofagitis refluks basa
Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam empedu,
atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklond yang masuk dan
kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi esofagitis basa.
c.Esofagitis Kandida
Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada keadaan lebih berat
mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila infestasi jamur masuk ke lapisan
sub mukosa, maka edema akan bertambah parah, tukak yang kecil makin besar dan
banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi esofagitis Kandida
(Moniliasis).
d.Esofagitis Herpes
Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang lama dirawat di
RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan penyakit stadium terminal yang
terkena virus herpes zoster dengan lesi pada mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan
esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa popula atau vesikel atau tukak
yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi
eksudat yang berwarna putih kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan
tukak di dekatnya menjadi tukak yang besar.
e. Esofagitis Korosif
Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik dinding esofagus
sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan
nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah
menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub

mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan
dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus
lebih berat dari pada lambung.
f. Esofagitis Karena Obat
RL atau kapsul yang ditelan kemudian tertahan di esofagus mengakibatkan timbulnya
iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan lumen esofagus oleh desakan
organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena peradangan, tumor atau akalasia,
menelan pil dalam posisi tidaur dapat menyebabkan esofagitis karena obat.
2.3.2. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam, keracunan dan
kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian
a. Esofagitis Peptik (Refluks) Gejala klinik yang nyata misalnya rasa terbakar di dada
(heartburn)nyerididaerahuluhati,rasamual,dll.
b. Esofagitis refluks basa Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal.
Regurgitasi yang terasa sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi
kadang-kadang terjadi hematemesisberat.
c. Esofagitis Kandida Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa
penderita mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan
ke lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau terasa
disepanjang vertebra torakalis,sinistra.
d. Esofagitis Herpes Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal
yang tidak membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungallain
e. Esofagitis Korosif Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan
menelan,odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.
f. Esofagitis karena obat Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal
yang terus-menerus, disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.
2.4. Penatalaksanaan dan Pemeriksaan Penunjang
2.4.1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dilakukan berdasarkan penyebab esofagitis. Pada pasien dengan
trauma kimia pada esofagus,penatalaksanaan pada fase akut dilakukan perawatan umum
berupa perbaikan keadaan umum pada pasien dengan menjaga keseimbagan elektrolit,
serta jalan nafas. Jika kejadian terjadi sebelum 6 jam dapat diberikan netralisasi dengan
menggunakan air susu dengan air jeruk untuk asam kuat. Untuk mencegah pengecilan
esofagus dapat dibantu dengan menggunakan selang nasogastrik.
Pada pasien dengan esofagus eosinofil dapat diberikan intervensi sebagai berikut (Noel,
2004 )

1.

Manajemen diet, bertujuan untuk menurunkan stimulus peradangan pada mukosa

esofagus.
2.
Kortikosterouid, mempunyai fungsi untuk menghambat sintesis sitokin yang
dipercaya mengaktivasi eosinofil.
3. Terapi endoskopik, bertujuan untun mendalitasi lumen esofagus yang menyempit.
4.
Penyakit leukotokrin, bertujuan untuk menghambat kontraksi otot polos yang
mempersempit lumen esofagus.
2.4.2. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan endoskopi
b) Pengukuran pH intra esofagus selama 24 jam. Dikatakan terjadi refluks apabila pH
esofagus didapati kurang dari 4 selama 24 jam pengawasan.
c) Manometri esofagus
d) Tes Bernstein atau tes infus asam
e) Kapsul endoskopi

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Pada pengkajian riwayat kesehatan didapatkan kondisi imunosupresi, mendapat terapi
steroid, terapi antibiotik, atau penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Pada
pemeriksaan fisik gastrointestinal didapatkan adanya mual, muntah, nyeri pada retrosternal,
nyeri tekan abdomen atas , hematemesis, anoreksia, dan penurunan berat badan.
-

Nyeri pada saat menelan


Nyeri substernal
Perasaan penuh
Ketakutan dan ansietas
Penurunan berat badan
Nafas busuk dan batuk
Suara serak dan batuk
3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esofagus, spasme esofagus, peradangan
mukosa esofagus, serta refluks asam lambung atau secret empedu keesofagus.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya intake makanan yang adekuat.
3. Anxietas berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan
rumah.

3.3. Intervensi dan Rasional


1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esofagus, spasme esofagus, peradangan
mukosa esofagus, serta refluks asam lambung atau secret empedu keesofagus.
Tujuan
Kreteria hasil

: Dalam wakltu 2x24 jam, skala nyeri berkurang.


: - Secara subjektif melaprokan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. - Skala nyeri 0 -1 (0 4 )
-

Dapat

mengidentifikasi

aktivitas

yang

meningkatkan

atau

menurunkan nyeri
- pasien tidak gelisah dan tampak rileks.

Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara holistik meliputi durasi, awitan,level nyeri,dll.
(rasional: untuk membantu menentukan intervensi keperawatan yang akan ditegakan).
2. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda Nyeri non farmakologi dan
noninvasif. (rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukan keevektivan dengan mengurangi nyeri).
3. Istirahatkan pasien pada saat Nyeri muncul. (rasional: Istirahatkan secara fisiologis
akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolism basal).
4. Ajarkan tehknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul. (rasional:
Meningkatkan intake oksigen sehingga dapat menurunkan nyeri sekunder dan iskemia
intestinal).
5. Ajarkan tehknik distraksi pada saat nyeri. (rasional: Distraksi (pengalihan perhatian )
dapat menurunkan stimulus internal).
6. Lakukan manajemen sentuhan. (rasional: Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya intake makanan yang adekuat.
Tujuan
: Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi, kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi.
Kreteria hasil
Intervensi

: -Pasien dapat mempertahan status nutrisi yang adekuat


-Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat
-Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
:

1. Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan , derajat penuruana berat badan,
integritas mukosa oaral, kemampuan menelan, riwayat mual/ muntah, dan diare.

(rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan


intervensi yang tepat).
2. Pantau intake dan output. (rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan, makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa
jam atau beberapa hari sampai gejala akur berkurang).
3. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapakan komposisi dan jenis diet yang tepat.
(rasional: Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik pasien).
4. Kolaborasi untuk pemberian anti muntah. (rasional: Pemberian antiemtik atau anti
muntah dimaksudkan untuk menurunkan respons muntah yang bisa memberikan
kondisi ketidaknyamanan abdominal yang cenderung memberikan manifestasi
anoreksia. )
3. Anxietas berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
Tujuan

: - Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang

Krteteria hasil

: - Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada pasien


- Pasien dapat mendemonstrasiskn keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan untuk sesuai situasi
yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan / ketakutan dibawah
standar .
- Pasien dapat rileks dan tidur / istirahat dengan baik.

Intervensi

1. Monitor respons fisik fisik, seperti ; kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan
yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan non verbal selam
komunikasi. (rasional: Digunakan dalam mengevaluasi derajat / tingkat kesadaran /
konsentrasi khusnya ketika melakukan komunikasi verbal).
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan
kecemasannya. (rasional: Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan
dari rasa takut, dan menguragi cemas yang berlebihan).
3. Catat reaksi dari pasien/ keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan
perasaannya, konsentrasinya, dan harapan massa depan. (rasional: Anggota keluarga
dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan
kepada pasien).

4. Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu. (rasional:


Sejumlah aktivitas baik secara sendiri maupun dibantu selama dirawat dapat membuat
pasien merasa berkualitas dalam hidupnya.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan
rumah dan prosedur pembedahan.
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam masalah teratasi

Kreteria hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhan informasinya.


Intervensi :
1. Beritahu persiapan pembedahan, meliputi : persiapan istirahat dan tidur, persiapan
administrasi dan informed consent. (rasional: Istirahat merupakan hal yang penting
untuk penyembuhan normal kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah
mengganggu kemampuan untuk istirahat dan tidur. Kondisi penyakit yang
membutuhkan tindakan pembedahan mungkin akan menimbulkan rasa nyeri yang
hebat sehingga mengganggu istirahat.Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan
mengetahui secara financial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasan
dan menandatangani informed consent).
2. Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah bisa dikunjungi. (rasional: Pasien
akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya bisa
berkunjung setelah pembedahan).

BAB 4
KESIMPULAN
Esofagitis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa esophagus yang disebabkan
oleh refluks dari cairan lambung dan atau duodenum dan pancreas. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu pengaruh dari makanan dan minuman serta obat-obatan yang
dikonsumsi. Terapi utama pada pasien dengan esofagitis adalah dengan pemberian PPI untuk
mengurangi terjadinya peradangan dan diharapkan perbaikan yang cepat dari mukosa
esophagus.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.Jogyakarta : Diva Press
Brunner and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Ester Monica. 2001. Keperawatab Medikal Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Jayve M. Black and Esther Matassarin Jacob. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Continuty of Care, fifth edition. WB. Sounders : Campani

Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta.
Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Sulaiman, Ali, dkk. 1990. Gastroentorologi Hepatologi. CV. Agung : Jakarta.

S-ar putea să vă placă și