Sunteți pe pagina 1din 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BPH (benign prostatic hyperplasia) atau hiperplasia prostat jinak adalah
pertumbuhan tak ganas stroma dan kelenjar epitel prostat yang menyebabkan
pembesaran kelenjar prostat (Stephen J McPhee, 2010). CKD (Chronic kidney
disease) atau gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001). BPH secara
umum akan menyebabkan perubahan KDM pada manusia, diantara lain retensi
urin, nyeri akut, disfungsi seksual, gangguan pola tidur, dan resiko infeksi. Pada
sisi lain, gagal ginjal akan menyebabkan perubahan KDM yang ditandai gangguan
keseimbangan dan elektrolit, penurunan curah jantung, perubahan nutrisi,
perubahan pola nafas, kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
tindakan medis (hemodialisa), dan intoleransi aktivitas. Maka dari itu
diperlukanlah peran perawat yang tepat pada pasien Chronic Kidney Diseases
dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR P, namun peran perawat
pada pasien Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post
Operasi TUR P di ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Ramelan
Surabaya belum efektif.
Di Indonesia pada tahun 2005 penyakit pembesaran prostat menjadi urutan
kedua setelah penyakit batu saluran kemih, jika dilihat secara umum diperkirakan

hampir 50% pria di Indonesia yang berusia diatas 50 tahun mengalami penyakit
pembesaran prostat (Bakri, 2005). Di ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr Ramelan Surabaya terdapat 15 orang dari 227 pasien yang mengalami
BPH dengan Post TUR P pada 3 bulan terakhir (Maret, April, Mei) tahun 2015.
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi
berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi
dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam
buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah
kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan)
sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari
kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan
terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan
dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara
berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap
penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi
lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor
memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat
mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal. (Brunner & Suddarth, 2001)

Pada pasien dengan BPH yang mengalami retensi urine kronis, akan
menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang
meningkat, mula-mula otot-otot detrusor mengalami kompensasi dengan
terjadinya hipertrofi. Lama-lama mengalami dekompensasi sehingga tonus otot
menurun dan terbentuk divertikel. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan
penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil. Karena fungsi otot
vesika tidak normal, maka terjadi peningkatan volume residu urin yang
menyebabkan hidronefrosis. Hidronefrosis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kegagalan ginjal karena nefron bekerja sangat keras dan pada
akhirnya sebagian nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri
dan haus. Karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Pada tingkat ini menyebabkan nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu. Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. Pada penyakit
GGK terdapat 3 stadium yaitu: stadium 1: penurunan cadangan ginjal; stadium 2:
insufiensi ginjal; stadium 3 gagal ginjal stadium akhir (uremia). Adapun tanda dan
gejala pada pasien dengan GGK yakni: anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, pruritis, hipertensi,
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner, krekel, nafas dangkal, kusmaull, dan

lain-lain. Gagal ginjal kronik yang tidak ditatalaksana dengan baik akan mengarah
ke penyakit ginjal stadium akhir atau ESRD (End Stage Renal Disease). (Brunner
& Suddarth 2001; Suyono, 2001)
Pasien dengan BPH memiliki terapi yang efektif yaitu dengan pembedahan.
Dalam hal ini perawat memegang peranan penting dalam proses penyembuhan
pasien BPH, khusunya post TUR P. Pada pasien gagal ginjal kronik, perawat perlu
menghimbau pasien untuk melakukan hemodialisa secara rutin. Kemampuan dan
ketrampilan memberikan asuhan keperawatan yang mencakup promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif, melalui tahap proses keperawatan diperlukan agar pasien
Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi
TUR P dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis menyusun rumusan
masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Tn S dengan Chronic
Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR P di
Ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes

Mellitus melalui pendekatan proses keperawatan pada pasien Tn S dengan


Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi
TUR P di Ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus

1.

Menggambarkan pengkajian pada pasien dengan Chronic Kidney Diseases


dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR P di Ruang ICU

2.

Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya.


Menggambarkan analisis masalah, prioritas masalah dan menegakkan
diagnosa keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Diseases
dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR P di Ruang ICU

3.

Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya.


Menggambarkan rencana Asuhan Keperawatan pada masing-masing
diagnosa keperawatan pasien dengan Chronic Kidney Diseases dengan
Hidronephrosis

4.

dextra dengan Post Operasi TUR P di Ruang ICU

Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya.


Menggambarkan tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis

dextra dengan Post

Operasi TUR P di Ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
5.

Ramelan Surabaya.
Menggambarkan evaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis

dextra dengan Post

Operasi TUR P di Ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Ramelan Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka karya tulis ilmiah
ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan, adapun manfaat-manfaat
dari karya tulis ilmiah secara teoritis maupun praktis seperti tersebut dibawah ini :
1.4.1 Secara Teoritis
Sarana pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang asuhan
keperawatan pada pasien Tn S dengan Chronic Kidney Diseases dengan

Hidronephrosis

dextra dengan Post Operasi TUR P di Ruang ICU Anestesi

Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya.

1.4.2 Secara Praktis


1.

Bagi Pasien
Sebagai informasi tentang bahaya dan pentingnya tindakan pencegahan
Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis

2.

dextra dengan Post

Operasi TUR P pada pasien.


Bagi Perawat
Hasil penelitian ini merupakan bagian riset keperawatan tentang studi
kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR
P di Ruang ICU Anestesi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan
Surabaya, serta sebagai bahan masukan yang penting untuk di

3.

kembangkan pada karya tulis ilmiah selanjutnya.


Bagi Institusi
Informasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Chronic Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan

Post Operasi TUR P pada masyarakat.


1.5 Metoda Penulisan
1.5.1 Metoda
Studi kasus yaitu metoda yang memusatkan perhatian pada satu obyek
tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam
sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena.

1.5.2 Tehnik Pengumpulan Data

1.

Wawancara
Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien,

2.

keluarga pasien, maupun tim kesehatan lain.


Observasi
Data yang diambil melalui pengamatan secara langsung terhadap keadaan,

3.

reaksi, sikap, dan perilaku pasien yang dapat di amati.


Pemeriksaan Fisik
Data pemeriksaan fisik dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya yang dapat menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber Data


1.
2.

Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pasien.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang
terdekat dengan pasien, catatan medik, catatan perawat, hasil-hasil

3.

pemeriksaan dan tim kesehatan lain.


Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah mempelajari buku-buku sumber, jurnal
penelitian, hasil riset studi kasus yang berhubungan dengan judul karya
tulis ilmiah dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam studi kasus secara keseluruhan yang berhubungan dibagi dalam 3
bagian, yaitu :
1. Bagian awal memuat halaman judul, abstrak penulisan, persetujuan komisi
pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar
isi, daftar gambar dan daftar lampiran dan abstrak.
2. Bagian inti meliputi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab
berikut ini :

BAB 1 : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,


perumusan masalah, tujuan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan
studi kasus.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka yang berisi tentang konsep penyakit dari sudut
medis dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Diseases dengan Hidronephrosis dextra dengan Post Operasi TUR
P.
BAB 3 : Hasil yang berisi tentang data hasil pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi dari pelaksanaan.
BAB 4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori dan

3.

opini serta analisis.


BAB 5 : Simpulan dan Saran.
Bagian Akhir
Terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

S-ar putea să vă placă și