Sunteți pe pagina 1din 17

MAKALAH PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL


DI KLINIK HEWAN PENDIDIKAN PKH UB
DILATED CARDIOMYOPATHY PADA ANJING BOXER
PUPPY YANG BERUMUR 8 BULAN

Oleh:
ROSITA ARVIANA MASRUROH, S.KH
140130100111002
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dilated Cardiomyopathy (DCM) adalah penyakit myocardial yang ditandai
dengan dilatasi ruang

ventrikel jantung, gangguan fungsi sistolik, dan beberapa

gejala klinis congestive cardiac insuffiency (Tidholim et al., 2001; Martin et al.,
2009) dan angka kejadian pada umur 4 6 tahun (Wess et al., 2010). DCM ditandai
oleh hilangnya kontraktilitas jantung secara progresif sehingga curah jantung akan
menurun. Peningkatan volume dan tekanan darah mengakibatkan dilatasi jantung,
terutama terjadi pada atrium dan ventrikel kiri. Kondisi ini dapat mengakibatkan
terjandinya gagal jantung, karena akumulasi pada paru-paru, rongga dada, abdomen
dan akumulasi dibawah kulit karena kekuranagan darah yang mengalir ketubuh.
Dilated cardiomypathy dapat menyebabkan kelemahan dan tidak dapat exercise,
rhythm jantung abnormal atau arrhythmias.
DCM merupakan penyakit miokardium yang paling umum ditemukan pada
anjing, tetapi sangat jarang ditemukan pada kucing. Pada umumnya DCM merupakan
penyakit pada anjing ras besar dan sedang. Angka kejadian dilatasi kardiomyopathy
sekitar 20-35 %,kebanyakan dipengaruhi oleh faktor genetik. Jika tidak ditemukan
adanya penyebab spesifik maka gangguan ini disebut sebagai kardiomiopati dilatasi
idiopatik. Banyak faktor yang memyebabkan terjadinya penyakit DCM yaitu genetik,
metabolik, nutrisi dan toxic, penyakit infeksius. Faktor genetik banyak terjadi pada
beberapa ras anjing seperti Doberman, boxer, dan cocker spaniels (Meurs et al.,
2012). Faktor genetik disebabkan karena adanya mutasi gen yang spesifik pada
beberapa ras anjing. Pada banyak kasus DCM yang terjadi adalah pada 2 ras anjing
Boxer dan Dobberman Pinscher (Palermo et al., 2011; Osullivan et al., 2011). Pada

kasus yang dibahas pada Case report kali ini adalah anjing dengan jenis Boxer,
berumur 8 bulan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari dilated kardiomyopathy ?
1.2.2 Apa saja penyebab dan simptom (gejala) dari dilated kardiomyopathy ?
1.2.3 Bagaimana patogenesis dari dilated kardiomyopathy ?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan penunjang untuk dilated kardiomyopathy ?
1.2.6 Bagaimana terapi dari dilated kardiomyopathy ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Mengetahui definisi dari dilated kardiomyopathy

1.3.2

Mengetahui penyebab dan symptom (gejala) dari dilated kardiomyopathy

1.3.3

Mengetahui patogenesis dari dilated kardiomyopathy

1.3.4

Mengetahui pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk diagnosa dilated


kardiomyopathy

1.3.5

Mengetahui terapi dari dilated kardiomyopathy

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etiology
Dilated Cardiomyopathy merupakan gangguan otot jantung dimana ventrikel
jantung membesar tetapi tidak dapat memompa darah dalam jumlah cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya gagal jantung
(Prosek, 2011).
Penyebab
Penyebab terjadinya dilated cardiomyopati yaitu:
a. Penyakir arteri koroner yang luas, dimana pasokan darah ke otot jantung tidak
memadai, akibatnya terjadi kerusakan dan kematian otot jantung yang
menetap, yang membuat jantung tidak dapat memompa darah dengan kuat.
Otot jantung yang tidak terkena selanjutnya akan merenggang dan menebal
(hipertrofi) untuk mengkompensasikan kondisi tersebut maka perengeggangan
yang terjadi maka semakin kuat kontraksi jantung untuk memompa darah.
Tetapi setelah batas tertentu, perenggangan dan penebalan ini tidak dapat lagi
mengkompensasi

gangguan

yang

ada,

akibatnya

terjadi

dilatasi

cardiomyopathy disertai gagal jantung.


b. Peradangan otot jantung akut (miokarditis) akibat infeksi virus, misalnya virus
coxsackle B atau karena bakteri. Virus menginfeksi dan melemahkan otot
jantung, sehingga jantung akan meregang sebagai upaya kompensasi. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya cardiomyopathy dilatasi dan seringkali disertai
gagal jantung.
c. Penyebab lain seperti gangguan hormone terntentu yaitu penyakit diabetes
yang tidak terkontrol atau penyakit tiroid.Tekanan darah tinggi, kegemukan,
detak jantung yang cepat dan menetap,pemakaian obat tertentu misalnya
alcohol, kokain, antidepresan, obat kemoterapi, penyakit arthritis rheumatoid.

Gambar 1. Atrium dan ventrikel yang mengalami dilatasi


2.2 Patofisiologi
Pada penyakit dilated cardiomyopathy jantung tidak lagi dapat menerima
pasokan darah dan oksigen didalam tubuh. Tanpa adanya oksigen maka cell menjadi
stress dan memicu respon lainnya, salah satunya adalah hormone yang di keluarkan
oleh beberapa organ untuk mengatasi masalahnya. Beberapa hormon menahan cairan
dan memaksa tekanan darah untuk meningkat. Dalam beberapa bulan, terjadi
kompensasi pada tubuh, dengan meningkatnya retensi cairan pada tubuh yang bisa
membahayakan tubuh, karena ciaran yang berlebihan akan merusak kapiler dan
membuat

stamina

menjadi

lemah.

Pada

anjing

yang

mengalami

dilated

cardiomyopathy banyak yang mengalami edema pada kulit / peripheral edema.


Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output , hal ini menyebabkan aktivasi

mekanisme kompensasi neurohormonal, system renin- angiotensin-aldosteron


(system RRA) serta kadar vasopressin dan natriuteric peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi
simpatis melalui tekanan baroresptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan
kontraksi denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer
(peningkatan ketokolamin), apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktitas yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertrofi, dan nekrosisis miokard fokal. Stimulasi system
RRA menyebabkan peningkatan konsentrasi rennin, angiotensin II, plasma dan
aldosteron. Angiotensin II menupakan vasokonstriktor renal yang poten (Arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat
saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek miosit serta berperan pada disfungsi
endotel. Pada disfungsi diastolic akibat gangguan dari relaksasi miokard dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri yang
menyebabkan gangguan pengisian pada ventrikel kiri (Meurs, 2010).
2.3 Gambaran patologis
Terlihat adanya pembesaran keempat ruang jantung, walaupun biasanya
unilateral. Penebalan dinding ventrikel juga bisa terjadi, tetapi pembesaran ruang
tidak sebanding dengan hipertropi yang terjadi.

Secara mikroskopis, terlihat

degenerasi myosit dengan hipertropi atau atropi serabut otot dan fibrosis pada
jaringan interstisial atau perivascular (Edlle, 2012).
2.4 Manifestasi klinis

DCM memiliki manifestasi seperti congestive heart failure (CHF). Gejala


yang umum terjadi akibat penurunan cardiac output adalah lemas, dan dyspnea saat
beraktivitas (exertional dyspnea) yang dikaitkan dengan adanya penurunan perfusi
jaringan. Congestion pada paru menyebabkan terjadinya dyspnea, orthopnea, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea. Karena gejala ini kadang tersembunyi, pasien hanya
mengeluhkan adanya kenaikan berat badan (karena edema interstisial) dan nafas
yang pendek saat beraktivitas (Meurs, 2010).
2.5 Pemeriksaan fisik
Tanda adanya penurunan cardiac output dilihat dari ekstremitas yang dingin
(karena vasokonstriksi perifer), tekanan arteri yang rendah, dan tachycardia.
Congestion pada vena pulmonary menyebabkan rales saat auskultasi dan suara
tumpul (dullness) basilar saat perkusi akibat efusi pleura. Pemeriksaan jantung
menunjukan adanya pembesaran hati dengan perpindahan posisi apical impulse ke
arah kiri. Saat auskultasi, S3 terdengar karena fungsi systolic yang terganggu.
Murmur pada katup mitral yang mengalami regurgutasi seringkali muncul sebagai
efek dari adanya dilatasi ventrikel kiri. Jika terjadi kegagalan jantung pada ventrikel
kanan, tanda congestion vena sistemik bisa terlihat pada penggelembungan
(distention) vena jugular, hepatomegaly, ascites, dan edema perifer. Pembesaran
ventrikel kanan dan disfungsi kontraksi seringkali dikaitkan dengan murmur karena
regurgitasi katuip tricuspid (Edlle, 2012)
2.6 Diagnosa
Menurut Meurs (2010) Diagnosa dilated kardiomyopathy dapat ditegakkan
berdasarkan :
a.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dengan auskultasi yang mungkin dapat mendengar suara murmur


sistolik ringan dan/atau ritme gallop pada bagian apex jantung kiri. Selain itu, juga
dapat ditemukan tachyarrihythmia.
b.

Echocardiography (cardiac ultrasound)

Sebelum dilakukan diagnosa menggunakan echocardiography, hewan diberikan


latihan ringan. Kemudian dengan echocardiography dapat mengukur ketebalan dari
otot jantung, ukuran dan jumlah kontraksi pada atrium & ventrikel. Pada diagnosa
jenis ini dalam pemeriksaan umumnya ditemukan sinus tachycardia, atrial fibrilasi,
dan ventricular tachyarrhythmias. Dari sini juga dapat diketahui tentang disfungsi
sistole & diastole.
c.

Chest X-ray

Dengan menggunakan chest X-ray memperlihatkan ukuran jantung yang membesar


dan perubahan patologis lainnya seperti adanya cairan dalam rongga dada (pulmonary
edema) yang disebabkan karena gagal jantung.
d.

Elektrokardiogram

Elektrokardiogram atau EKG digunakan untuk mengetahui ritme jantung yang


abnormal dan mengukur kelistrikan ventrikel jantung.
e.

Test darah : proANP

Darah dalam kasus dilated kardiomyopathy tidak begitu spesifik namun ini dapat
menjadi indikasi penurunan fungsi ginjal karena suplai darah yang kurang menuju
ginjal. Tes ini biasanya digunakan pada anjing dan direkomendasikan apabila tidak
ada metode diagnostik lain.
f.

Holter monitor

Pemeriksaan menggunakan elektrokardiography yang berpindah pindah tiap 24 jam

2.7 Pengobatan

Tujuan terapi DCM adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah


komplikasi. Untuk mengurangi penyumbatan vascular dan meningkatkan cardiac
output, pengobatan yang diberikan sama dengan pada kasus gagal jantung. Terapi
awalnya adalah pelarangan garam dan diuretic, terapi vasodilator dengan inhibitor
angiotensin-converting enzyme (ACE) atau angiotensin II receptor blocker (ARB),
dan -blocker. Pada pasien dengan gagal jantung lanjutan, potassium-sparing diuretic
spironolactone sebaikny diberikan. Digoxin, agen inotropik oral, dapat ditambahkan
untuk meningkatkan fungsi ventrikel kiri dan mengurangi gejala (Meurs,2010).
2.8 Prognosis
Jika tidak dilakukan transplantasi jantung, prognosisnya buruk. 5-Survival rate
kurang dari 50%. Untuk menurunkan progresifitas disfungsi ventrikel kiri,
penanganan perlu diberikan sebelum gejala muncul. Pencegahan terhadap sudden
cardiac death tetap menjadi tujuan utama pengobatan (Meurs,2010).

BAB III

STUDI KASUS
3.1 Case report
3.1.1 Signalment

Nama Pasien : Umur


: 8 Bulan
Jenis Hewan : Anjing
Ras atau Breed : Boxer
Jenis Kelamin : Betina
Berat Badan : 8kg

3.1.2 Anamnesa
Seekor Anjing boxer betina dibawa keirumah sakit hewan dengan keluhan
mengalami penurunan berat badan, kesulitan bernafas. Pemilik juga memberikan
informasi bahwa indukan anjing boxer ini mati secara tiba-tiba.
3.1.3 Pemeriksaan Klinis
Temuan klinis saat pemeriksaan fisik yaitu : mukosa cyanostic, dyspnea,
ascites, aritrhmia cardiac, suara hypophonesis pada jantung, pulmonary crackles
selama diobservasi.
3.1.4 Pemeriksaan Lanjutan
Saat melakukan pemeriksaan radiologi pada thorax terlihat pleural effusion,
edema pada paru-paru, augumented cardiac silhoute (Gambar 2).

10

Gambar 2 : X-Ray pada dada (a.) Latero-lateral View (b) Ventrodorsal View.
Terlihat pleural effusion dan pulmonary edema.
Ventrycular extrasytole dan durasi QRS meningkat pada tes ECG (Gambar 3).
Pericardial effusion, dilatasi ventricular chamber meningkat pada atrium kiri,
peningkatan atrium/aorta relation, suara regurgitasi yang lembut diantara katup mitral
dan tricuspodalis pada saat dilakukan echardiography.

Gambar 3. (A) Komputerisasi elektrokardiografi dari penelusuran pasien; derivasi


II, kecepatan 50mm/ s; menyajikan ekstrasistol ventrikel di pola bigeminy. (B)
Gambar Transversal dari ventrikel kiri, M-mode. Amati pelebaran ventrikel kiri,
hipokinesia septum interventrikular dan dinding bebas dari ventrikel kiri dan efusi
perikardial.
Berdasarkan semua data diatas, anjing didiagnosa menderita penyakit
cardiomyopathy dan diberi pengobatan suportif menggunakan furosemid (3mg/kg/
q12 h), benazepril (0,25 mg/kg/q24h) dan dioksin (0,005mg/kg/q12), penggunaan
ACE inhibitor diganti dengan lisinopril (0,25 mg/kg/q24 h). Pemeriksaan dilakukan
perbulan selama 5 bulan untuk mengevaluasi penyakit dan monitoring untuk

11

melakuakan teraphy. Setelah beberapa periode terjadi dekompensasi pada anjing


dengan member spironolactone (1 mg/ kg/ q 24), sotasol (1mg/ kg/ q 12), dan Royal
Canin Cardiac Food (70 g/ 3 kali sehari), anjing dalam kondisi stabil selama 3 bulan
namun kemudian anjing mengalami kematian. Hasil nekropsi pada anjing ditemukan
cyanostic mucosa, pleural effusion, ascites, eccentric biventricular dilatation, paru
paru dengan pneumonia, liver dengan fibrosis (Gambar: 3)

Gambar 3 : Postmortem : (a) Cyanostic oral mucosa ; (b) Effusi pada rongga
abdomen; (c) Efusi pada rongga thorax; (d) Pneumonia pada paru-paru (e)
Biventricular eccentric dilatation; (F) Fibrosis pada hati.

12

Ciri ciri yang ditemukan pada saat nekropsi anjing boxer sangat cocok
dengan diagnosa penyakit dilated cardiomyopathy.
3.1.5 Diagnosa
Idiopatic Dilated cardiomyopathy
3.1.6 Diagnosa Banding
Gagal Jantung
3.1.7 Prognosa
Dubius
3.1.8 Tindakan Medis
Terapi suportif dengan furosemide (3mg/ Kg/ q 12), benazepril (0,25 mg/ kg/
q 24). Lisinopril (0,25 mg/ kg/ q 24), spironolactone (1 mg/ kg/ q12), Royal Canin
Cardiac Food (70g/3kali sehari).
3.2 Pembahasan
Seekor pasien anjing boxer berumur 8 bulan di bawa ke Rumah Sakit Hewan
dengan keluhan mengalami penurunan berat badan, kesulitan bernafas. Pemilik juga
memberikan informasi bahwa indukan anjing boxer ini mati secara tiba-tiba.
Berdasarkan temuan hasil sejarah klinik, breed, susceptibity, gejala klinis dan
pemeriksaan lenjutan berupa X-Ray dan ECG maka anjing boxer ini di diagnosa
menderita idiopatic dilated cardiomyopathy.
Penyakit dilated cardiomyopathy banyak terjadi pada anjing dengan beberapa
ras anjing karena adanya mutasi genetik. Dilated cardiomyopathy adalah terjadinya
dilatasi pada ventricle jantung karena ketidakmampuan jantung otot jantung untuk
memompa darah. Dilated cardiomyopathy karena genetik bisa diturunkan ke anaknya
dan penyakit ini dimulai dengan periode asimptomatik dan tidak menunjukan gejala
yang abnormal. Pada periode asimtomatik belangsug selama bertahun tahun. Dilated
cardiomyopathy pertama suspect pertama kali kesulitan bernafas, berat badan

13

turun,lemah, collapse, pada anjing Doberman dan boxer menunjukan gejala abnormal
rhytme jantung yang sangat serius. Untuk diagnosa lebih lanjut pada penyakit dilatasi
cardiomyocard menggunakan echocardiogram dilakukan oleh dokter hewan spesialis
jantung.
Pada kasus penyakit ini sering terjadi pada hewan antar umur 4 dan 10 tahun
(Sisson, 1999) dan pada beberapa kasus terjadi pada hewan muda seperti pada kasus
yang ditangani saat ini. Ventrikular extracytosol diobservasi menggunakan
electrocardiographic ditemukan pada kasus anjing boxer yang menderita dilated
cardiomyopathy (Yamaki et al., 2007). Atrium yang mengalami dilatasi terlihat
meningkat pada pemeriksaan echocardiography yang mengakibatkan pelebaran
diameter jantung, Kontraksi jantung menurun dengan berkurangnya kerja otot jantung
akibat degenerasi myofibril dan infiltrasi fibrotic yang mengakibatkan sulitnya
jantung berkontraksi (Sisson, 1999; Lobo; Pereira, 2002). Bersama dengan proses
pembesaran ini, jaringan ikat berproliferasi dan menginfiltrasi otot jantung. Miosit
jantung (kardiomiosit) mengalami kerusakan dan kematian, akibatnya dapat terjadi
gagal jantung, aritmia dan kematian mendadak.
Penyakit dilated cardiomyopathy tidak bisa didiagnosa didalam kandungan
maternal induk (Wess et al., 2010). Pada studi kasus yang dibahas kali ini banyak
mengalami kekurangan, salah satunya pada echocardiographic menggunakan metode
Teichholz, karena method ini tidak melihat bagian ventrikel kiri (Chetboul;Tissier,
2012). Sebaiknya Echodiagram digunakan sebagia ultrasound pada jantung, tidak
hanya melihat pada bagian kiri ventricular saja untuk menegakkan suatu diagnosa.
Untuk pengujian Ecodiagram sebaiknya menggunakan metode simpson. Diagnostik
echodiagram menggunakan metode simpson terlihat peningkatan diameter ventrikel
pada bagian kiri, berkurangnya kontraksi ventrikel kiri.
Gambaran radiologi pada dada yang pada penyakit dilated cardiomyopathy
ditemukan gambaran abnormal siluet jantung yang membesar , retensi cairan pada

14

paru-paru (edema) atau efusi paru paru, cardiomegaly pada bagian atrium dan
ventrikel bagian kiri. Elektrokardiogram (EKG, EKG) dapat dilakukan jika detak
jantung tidak teratur, atau aritmia pada saat dokter hewan saat mendengarkan dengan
stetoskop.

Pada penampakan di elektrodiagram terlihat tachycardia ventricular.

Banyak terdapat gelombang panjang R atau gelombang lebar QRS (Kedua


gelombang tersebut menandakan adanya perubahan pada ventrikel kiri) atau
gelombang P (menandkan adanya perubahan pada atrium kiri) (Prosek, 2011).
Pada anjing yang didiagnosa penyakit cardiomyopathy perlu dilakukan tes
darah dan tes urin secara lengkap (Pemeriksaan darah secara lengkap, urinalysis)
sebagai hal utama untuk melakukan pengobatan dan mengatahui masalah yang lain.
Pada pemeriksaan fisik maka hal yang pertama diamati adalah frekuensi detak
jantung, berurangnya pulsus, irregular ritme ventrikel, dan pulsus femoralis
bendenyut cepat.

Pemberian obat pimobendan merupakan drug of choice yang

digunakan untuk mengobati CMD namun pemilik anjng boxer tidak mampu secara
financial untuk membeli obat tersebut.

Tidak menggunakan ECG Holter untuk

memonitoring jantung ,karena tidak memiliki alat tersebut. Pengobatan Dilated


Cardiomyopathy sebaiknya dilakukan dirumah sakit , diobservasi terlebih dahulu
selama 1-3 hari. Pada perawatan dirumah penggunaan obat melalui peroral,
mengurangi aktifitas berlebihan, mengurangi makanan dengan kadar garam tinggi.
Obat- obatan yang digunakan yaitu furosemide (Lasix), spironolactone, atau
torsemide (Demadex) , Obat yang dignakan sebagai vasodilatasi (ACE inhibitors
seperti enalapril, benazepril , ramipril atau imidapril, digitalis (digoxin, Lanoxin) dan
inodilators seperti pimobendan (Vetmedin). Jika tidak ada perubahan setelah
mendpatkan pengobatan maka tidak ada dilakukan operasi untuk memperbaiki
jantung mengalami dilated cardiomyopathy. Untuk pencegahan terhadap penyakit ini
salah satunya adalah dengan tidak mengawinkan anjing yang menderita penyakit
dilated cardiomyopathy dengan anjing sehat lainnya karena penyakit ini bersifat

15

genetic dan bisa menular melalui dari gen induknya, tetapi anak hewan yang memiliki
riwayat penyakit dilated cardiomyopathy dari induksnya atau hewan hewan yang
beresiko besar mudah terserang dilated cardiomyopathy sebaiknya dilakukan
pemeriksaan setahun sekali menggunakan electrocardiogram untuk mengukur artima
jantung sebagai deteksi awal penyakit tersebut (Prosek, 2011).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dilated Cardiomyopathy merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas
tinggi karena ganguan tekanan sistol yang menurun pada pasien. Penyebab Dilated
Cardiomyopathy adalah idiopatic bisa dikarenakan gangguan nutrisi, metabolic,
genetic, ataupun toxic. Pemeriksaan lanjutan yang bisa dilakukan yaitu dengan XRay, ECG. Prognosis dari penyakit dilated myocardiopathy masih belum jelas
(dubius).

Pengobatan yang dapat diberikan yaitu Lasix, spironolactone, ACE-

inhibitor, inodilators seperti pimobendan.

DAFTAR PUSTAKA

16

Alves Rosangela D.E., et all. 2012. Dilated Cardiomyopathy In Boxer Puppy Of 8


Months Of Age: A Case Report. Biosci. J., Uberlndia, v. 28, n. 5, p. 842-845,
Sept./Oct.
Eddle, Gordon D. 2012. Dilated Cardiomyopathy in Dogs. AERA Internal Medicine
Department : America
Prosek,

R. 2011. Dilated cardiomyopathy. In Cote E, ed. Clinical Veterinary

Advisor: Dogs and Cats, 2nd ed (St. Louis, MO: Mosby Elsevier) pp. 309-312.
Meurs, Kathryn. 2010. Canine Dilated Cardiomyopathy Insights Into Diagnosis
and Management. College of Veterinary Medicine : Ohio State University,
Columbus, OH.
Meurs, K.M. 2010. Myocardial disease: canine. In Ettinger SJ, Feldman EC, eds.
Textbook of Veterinary Internal Medicine, 7th ed (St. Louis, MO: Saunders
Elsevier) pp. 1320-1328.

17

S-ar putea să vă placă și