Sunteți pe pagina 1din 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ASFIKSIA NEONATORUM
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok 9
Dermawati Simanjuntak
Fitri Sepriani S
Ira Riska
Melva Sihombing
Renta Tio
Stefani Priscilla S
Dosen: Adventina Hutapea, S.Kep.,Ns

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun topic dari makalah ini adalah:
ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami Ibu Adventina
Hutapea S.Kep.,Ns yang telah membimbing dan mengarahkan kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami juga menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami berharap
kiranya dosen pembimbing bersedia memberi kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini. Atas perhatian dan kerjasama, kami mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Tujuan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis 6


2.1.1. Defenisi

2.1.2. Klasifikasi 6
2.1.3. Etiologi

2.1.4. Patofisiologi
2.1.5. Pathway

2.1.6. Manifestasi Klinis 10


2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik 10
2.1.8. Prognosis 10
2.1.9. Penatalaksanaan

11

2.1.10. Pencegahan

12

2.2. Konsep Keperawatan 13


2.2.1. Pengkajian 13
2.2.2. Diagnosa Keperawatan

14

2.2.3. Intervensi Keperawatan

14

BAB III PENUTUP 16


3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

16

16

DAFTAR PUSTAKA

17

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama

kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian
pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia,
sepsis dan komplikasi berat lahir rendah (Lawn JE ,2005).
Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4
juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan,
yang dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum
(27%) setelah (29%) (WHO, 2005).
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal
di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas
(32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2. Perubahan pertukaran gas dan transport
oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi selsel tubuh yang
selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal
yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi
ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain.
Pada gangguan yang terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan
oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan
fungsi plasenta (Mochtar, 1989).

Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup
dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan
belajar (Lee, 2008). Asfiksia neonatorum adalah kegawat daruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi (WHO,1999).

1.2.

Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan asfiksia
neonatorum
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar medik
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar keperawatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Konsep Medis
2.1.1. Defenisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan

dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007). Asfiksia
adalah interupsi pertukaran gas, baik di plasenta maupun di paru, yang mengakibatkan
hiperkarbia, hipoksemia dan asidosis. (Bobak, 2004).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir(WHO, 1999)

2.1.2. Klasifikasi
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration) asfiksia
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010)
Nilai
Nafas
Denyut jantung
Warna kulit
Gerakan/tonus otot
Reflex (menangis)

0
Tidak ada
Tidak ada
Biru atau pucat

1
Tidak teratur
<100
Tubuh merah jambu

2
Teratur
>100
Merah jambu

Tidak ada
Tidak ada

& kaki, tangan biru.


Sedikit fleksi
Lemah/lambat

Fleksi
Kuat

2.1.3. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada
6

aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia (Parer,
2008).
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan.
a. Penyakit infeksi akut.
b. Penyakit infeksi kronik.
c. Keracunan oleh obat-obat bius.
d. Uremia dan toksemia gravidarum.
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.

Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)

Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus


mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.

Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.

Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan

Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.

Trauma dari dalam : akibat obat bius.

2.1.4. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
7

berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.1.5. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali
pusat
Presentasi janin abnormal

Paralisis Pusat
Pernafasan

Faktor lain:
anastesi, obatobatan narkotik

ASFIKSIA
NEONATORUM
Janin
kekurangan O2
dan CO2
Nafas cepat

apneu

Pola
napas
tidak
efektif

Paru-paru terisi
cairan

Suplai O2 ke
paru
Kerusakan
otak

DJJ dan TD

O2 dalam
darah
Resiko
ketidakseimban
gan suhu tubuh

Kematian
bayi

Janin tidak
bereaksi
terhadap

Proses Keluarga
Terhenti

Bersihan jln
nafas tidak
efektif

Resiko
cedera

Gangguan
metabolisme
perubahan asam basa
Asidosis
respiratorik
Gangguan
perfusi ventilasi
Gangguan
pertukaran Gas

2.1.6. Manifestasi Klinik


Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari

lOOx/menit dan tidak teratur


Mekonium dalam air ketuban ibu
Apnea
Pucat
Sianosis
Penurunan kesadaran terhadap stimulus
Kejang (Ghai, 2010)

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik


Nilai Apgar: memberikan pengkajian yang cepat menyangkut

kebutuhan untuk resusitasi neonatal


Rontgen toraks/abdomen: untuk menyingkirkan
abnormalitas/cedera struktural dan penyebab ventilasi
9

Pemeriksaan Ultrasonografi kepala: untuk deteksi


abnormalitas/cedera cranial atau otak atau adanya malformasi

congenital
Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya

bakterimia
Skrining toksikologi: untuk menentukan adanya toksisitas obat
atau kemungkinan sindrom alcohol janin (fetal alcohol syndrome,

FAS)
Skrining metabolisme untuk menyingkirkan adanya gangguan
endokrin atau metabolisme

2.1.8. Prognosis
1. Asfiksia ringan / normal : baik
2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila
cepat,prognosa baik
3. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan saraf permanent. Asfiksia dengan Ph 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma, dan kelainan neurologist yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retar dation (RSU
Dr.Soetomo, 1994).
2.1.9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut
Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru
lahir dengan:
Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
Bungkus bayi dengan kain kering.
2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala
bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
10

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini
berfungsi memperbaiki ventilasi.
Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya:
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada
reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)


Caranya:
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

2.1.10. Pencegahan
11

Pencegahan secara Umum


Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau
meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu
hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk
itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia,
2006).
Pencegahan saat persalinan
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja
sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Yang harus diperhatikan:
a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, sertapemberian
pituitarin dalam dosis tinggi.
b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen dan
darah segar.
c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama
pada kala II (Perinasia, 2006).
2.2.

Konsep Keperawatan
2.2.1. Pengkajian Keperawatan

Untuk periode antepartum dan intrapartum


-

Kaji data laboratorium


Pantau DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 160 kali/menit
Pantau untuk perubahan pergerakan janin
Inspeksi cairan amnion untuk mekonium (encer, moderat atau partikulat
Lakukan pemeriksaan vagina steril

Untuk periode neonatal:


-

Tentukan penilaian APGAR pada menit ke-1, ke-5 dan ke-10 kehidupan sebagai
pengkajian menyeluruh respons neonates terhadap kelahiran dan adaptasi neonatal

terhadap kehidupan akstrauteri


Kaji gas darah arteri (AGD)/tali pusat
12

Pantau tanda-tanda vital


Pantau warna
Pantau tonus otot
Pantau kadar glukosa dan observasi tanda hipoglikemia (mis. Tremor, gemetar,
letargi, kehilangan tonus otot, menangis lemah).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. mucus dalam jumlah berlebihan
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sindrom hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d. ventilasi-perfusi
2.2.3. Intervensi Keperawatan

NO
DP

Hasil yang Diharapkan


(Tujuan-sasaran)
NOC: Respiratory Status:
Airway patency (0410)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, jalan nafas
pasien dapat lancara
dengan kriteria hasil:
- Frekuensi napas
- Kedalaman
-

inspirasi
Kemampuan untuk
membersihkan
sekret

Rencana Tindakan
NIC: Resuscitation: Neonate (6947)
1. Monitor respirasi dan nadi
2. Siapkan perlengkapan untuk resusitasi sebelum
persalinan
3. Tes perlengkapan resusitasi, suction dan
oksigen untuk memastikan berfungsi dengan
baik
4. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas
radiasi.
5. Masukkan laringoskopi untuk memvisualisasi
trachea untuk menghisap mekonium.
6. Intubasi dengan selang endotrakeal untuk
mengeluarkan mekonium dari jalan nafas
bawah.
7. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau
punggung bayi.
8. Berikan kompresi dada untuk denyut jantung <
60 kali permenit atau jika >80 kali per menit
tanpa peningkatan
9. Kolaborasi dengan dokter untuk persiapan

2 NOC: Respiratory Status:


Ventilation (0403)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, pola napas
dapat efektif dengan

pengobatan
NIC: Airway Management (3140)
1. Monitor rsepirasi dan oksigenasi
2. Auskultasi suara napas, untuk mengetahui
adanya penurunan ventilasi dan suara tambahan
3. Buka jalan napas, menggunakan teknik
menaikkan dagu (chin lift) atau mendorong
13

kriteria hasil:
- Frekuensi napas
- Tidak ada suara
-

tambahan
Kesimetrisan
ekspansi dada

3 NOC: Respiratory Status:


Gas Exchange (0402)
Setelah dilakukan
keperawatan, gangguan
ertukaran gas dapat
teratasi dengan kriteria
hasil:
- Tekanan parsial
oksigen dan

rahan (jaw thrust)


4. Lakukan pengisapan endotrakeal atau
nasotrakeal jika dibutuhkan
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan
AGD dan pemberian alat bantu napas atau
oksigen
NIC: Acid-Base Management (1910)
1. Monitor pH darah, PaCO2, dan HCO3 untuk
menentukan tipe ketidakseimbangan
2. Monitor analisa gas darah dan serum serta level
elektrolit
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Sediakan dukungan ventilasi mekanik
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat-obatan sesuai dengan pH darah, PaCO2,
HCO3 dan serum elektrolit

karbondioksida
dalam darah (PaO2
-

dan PaCO2)
Saturasi oksigen
Keseimbangan
ventilasi perfusi

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan kasus yang banyak dijumpai dilapangan yang
disebabkan karena keadaan ibu, keadaan tali pusat, serta keadaaan bayi pada
pertolongan persalinan. Sebagai perawat tentunya harus memiliki kemampuan atau
berkompeten untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir saat terjadi kasus
14

asfiksia. Karena tindakan yang cepat dan tepat dalam penanganan kasus asfiksia
sangat berpengaruh terhadap penurunan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu
konseling dan pemberian inform consent sangat penting dilakukan dalam penanganan
kasus asfiksia ini.
3.2.

Saran
1. Diharapkan perawat meningkatkan pengetahuan dan kerjasama dengan pasien dan
keluarga serta tenaga kesehatan lainnya
2. Hendaknya dalam asuhan keperawatan dikumpulkan data yang lengkap dan valid,
agar kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan yang optimal baik pada
intervensi

maupun

implementasi

terlebih

dalam

menentukan

diagnosa

keperawatan sehingga kita dapat memahami dan melakukan penanganan yang


sesuai atau kompeten.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification. USA: Elsevier
Dr. Soetomo. RSU.1994. Pedoman Diagnosa danTerapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan anak.
Surabaya: FK UNAIR
Ghai,O.P., Paul,V.K, Bagga, A. 2010. Essential Pediatrics. Seventh edition.

15

Herdman, T.H., Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions


& Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
IDAI, 2004. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. (level of evidence IV).Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Lawn J.E., Cousens S., Zupan J., 2005. Lancet Neonatal Survival Steering Team.
4 million neonatal deaths: When? Where? Why?. 365 (9462):891 900.
Lee, et.al., 2008. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern
Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics (Level of evidence Iib).
Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification. USA: Elsevier
Parer, J.T., 2008. Fetal Brain Metabolism Under Stress Oxygenation, Acid-Base
and Glucose. Available from: http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/acute/acute.cfm.
Perinasia, 2006. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku
panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta.
World Health Organization, 2005. The World Health Report 2005: make every
mother and child count. Geneva: WHO.
World Health Organization, 1999. Basic Newborn Resuscitation: A Practical
Guide-Revision. Geneva: World Health Organization.
Wiknjosastro Hanifa, Abdul Bari Saifuddin, dan Trijatmo Rachimhadhi. 2002. Ilmu Bedah
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

16

17

S-ar putea să vă placă și