Sunteți pe pagina 1din 39

REFERAT

FRAKTUR DAN DISLOKASI

Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani


Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Bedah RSUD Pasar Rebo
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Disusun Oleh :
Atika Qisty Desmawan
1102010040

Pembimbing :
dr. Kartika Hendrania, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD PASAR REBO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 03 AGUSTUS - 10 OKTOBER 2015

TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TULANG

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang
membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh, selain tulang rangka di sebagian tempat
dilengkapi dengan kartilago.
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus)
Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis
dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
olehosteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular).
Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi
lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.

Gambar 1. Anatomi tulang panjang


2). Tulang pendek adalah tulang pergelangan tangan (carpal) dan pergelangan kaki (tarsal)
bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.
3). Tulang pipih (tengkorak, iga) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang cancellous.
4). Tulang yang tidak beraturan/ireguler (vertebrata, osikel telinga) sama seperti dengan
tulang pendek, yaitu tulang cancellous yang ditutupi lapisan tulang padat yang tipis.
2

5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap
lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas

adalah

sel multinuclear

(berinti

banyak)

yang

berperan

dalam

penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang.


Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon
terdapat kapiler.

Dikelilingi

kapiler

tersebut

merupakan

matriks

tulang

yang

dinamakanlamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui


prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteummengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan
pada permukaan tulang).

Gambar 2. Lapisan Tulang


Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan
garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan
kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida).Deposit garam terutama adalahkalsium
dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam
menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan
organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah
stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk
tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali
dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya.
Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang
sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan
yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran
mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion
kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai

kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan

tulang.

Penyerapan

tulang

terjadi

karena

aktivitas

sel-sel

yang

disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat
pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai
mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.
Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang
yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas.Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut.Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulangtulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsangpenyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
5

dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar
tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid.Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas
osteoklas dan merangsang pemecahan tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam darah.
Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon
paratiroid pada osteoklas.
Efek

lain

Hormon

paratiroid adalahmeningkatkankalsium

serum

dengan menurunkansekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroidmeningkatkan ekskresi ion


fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkankalsitonin adalah suatu hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efekefek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
II. FISIOLOGI TULANG
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.


Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hematopoiesis).
Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

III.FRAKTUR
3.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial yang umumnya disebabkan oleh
trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang
dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan
6

bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan,
penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan
oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti
tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan
fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.

3.2 Proses Terjadinya Fraktur


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir
(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma bisa bersifat:
-

Trauma langsung
Menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami

kerusakan.
Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa:

Pemuntiran atau tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau

oblik.
Penekukan, yang menyebabkan fraktur transversal atau melintang.
Penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang

tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah.


Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan, yang menyebabkan fraktur

oblik pendek.
Penarikan, dimana tendon atau ligament menarik tulang sampai terpisah.
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai

keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa
fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak
seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka
dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya
darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang
disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada
tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.
3.3 Etiologi Fraktur
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur:
Ekstrinsik: meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
Intrinsik: meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan,
dan densitas tulang.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress
berulang; (3) fraktur patologis.
A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera
Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat
secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan tenaga langsung tulang patah pada
8

titik kejadian; jaringan lunak juga rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan
tulang secara transversal atau membengkokkan tulang melebihi titik tumpunya
sehingga terjadi patahan dengan fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya
sering terjadi; jika crush injury terjadi, pola faktur dapat komunutif dengan kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga
diberikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun
sebagian

besar

fraktur

disebabkan

oleh

kombinasi

tenaga

(perputaran,

pembengkokkan, kompresi, atau tekanan), pola x-ray menunjukkan mekanisme yang


dominan:
Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;
Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;
Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular butterfly;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada beberapa
situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik insersi ligament
atau tendon.
B. Fatigue atau stress fracture
Fraktur ini terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat
berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program
berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang memicu proses normal
remodeling, kombinasi dari resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru menurut
hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap stress dan perubahan bentuk terjadi berulang
dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang,
mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada
individu dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan
pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik dan
pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.
C. Fraktur patologis
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena
perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta, atau
Pagets disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis).
3.4 Klasifikasi Fraktur
1. Klasifikasi etiologis
- Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan

patologis di dalam tulang.


Fraktur stress: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat

tertentu.
2. Klasifikasi klinis
o Fraktur tertutup (simple fracture): suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
o Fraktur terbuka (compound fracture): fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson.

Gambar 3. Fraktur Terbuka menuut Gustilo and Anderson


Derajat
I
II

Luka
Laserasi <2 cm
Laserasi >2 cm,

III

disekitarnya
Luka lebar,

rusak

kontusi
hebat,

hilangnya jaringan di sekitarnya

Fraktur
Sederhana, dislokasi fragmen minimal
otot Dislokasi fragmen jelas
atau Kominutif, segmental, fragmen tulang ada
yang hilang

10

o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai dengan


komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, atau infeksi tulang.
3. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Konfigurasi
- Fraktur transversal
- Fraktur oblik
- Fraktur spiral
- Fraktur Z
- Fraktur segmental
- Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
- Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
- Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
-

epikondilus humeri, fraktur trochanter major, fraktur patella


Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya

pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus


- Fraktur epifisis.
Menurut eksistensi
o Fraktur total
o Fraktur tidak total (fraktur crack)
o Fraktur buckle atau torus
o Fraktur garis rambut
o Fraktur green stick
11

Gambar 4. Klasifikasi menurut garis fraktur


Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced), dapat terjadi dalam 6 cara :
- Bersampingan
- Angulasi
- Rotasi
- Distraksi
- Over-riding
- Impaksi
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur
diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan garis patah tulang
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.
12

c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.


d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tula

2. Berdasarkan bentuk patah tulang


a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang
biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat
yang patah.
13

h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
3.5 Diagnosis Fraktur
a. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma
ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien
biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah
bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan
gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.
Mencari tahu riwayat trauma.Fraktur tidak selalu ditempat cedera.Umur pasien dan
mekanisme cedera itu penting, jika fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah
lesi patologik.Nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala klinis yang sering
ditemukan.
Selalu tanyakan mengenai gejala trauma yang bersangkutan, seperti baal atau
hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau sianosis, darah dalam urin, nyeri perut,
hilangnya kesadaran untuk sementara.
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

14

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :
1. Syok, anemia atau pendarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen.
3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
c. Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Ekspresi wajah karena nyeri
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
Perhatikan adanya pembengkakan
Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup atau terbuka


Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa

hari
Perhatikan keadaan vascular.
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati, karena pasien biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
o Temperature setempat yang meningkat
o Nyeri tekan
Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh jaringan lunak
yang dalam akibat fraktur.
o Krepitasi
Diketahui dengan perabaan dan dilakukan secara hati-hati.
o Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma dan temperature kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada bagian bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
3. Pergerakan (Move)

15

Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien
dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan
tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis.
d. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,

dan urinalisa
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen

untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.


Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI,

tomografi, dan radioisotop scanning.Umumnya dengan foto polos kita dapat


mendiagnosis fraktur.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
I.
II.
III.

Dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral


Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan
sesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :


1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut
16

2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)


3. Aposisi

: hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya

4. Rotasi

: terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

Tabel Hubungan garis fraktur dengan energi trauma


Garis Fraktur

Mekanisme
trauma

Energi

Transversal, oblik, spiral, (sedikit bergeser / masih ada


kontak)

Angulasi /
memutar

Ringan

Butterfly, transversal (bergeser), sedikit kominutif

Kombinasi

Sedang

Segmental kominutif (sangat bergeser)

Variasi

Berat

3.5 Tatalaksana Fraktur


Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada anggota
gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut
dengan ambulans.Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan dengan
penekanan setempat.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu
luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma alat-alat
dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa
pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

17

Prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :


Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis.Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuaiuntuk
pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima.Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,
deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna.Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi.Angulasi <5 pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima. Terdapat
kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada
fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur.
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.Status
neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi.Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan
definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :
a. REPOSISI
Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi.Teknik reposisi terdiri dari
reposisi tertutup dan terbuka.Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada
pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,
fraktur multipel, dan fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI
18

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi


dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable serta
kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
Jenis Fiksasi :
1. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips (plester cast)
Traksi
2. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara
ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilhan harus mengingat tujuan pengobatan
fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah.
-

Terapi Konservatif
1. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik.
2. Imobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya pada fraktur supra kondilair, fraktur culles fraktur smith. Reposisi
dapat dengan anastesi umum atau anatesi lokal dengan menyuntikan obat
anatesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pad kedudukan
semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang
stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, imobilisasi dalam pronasi
penuh dan fleksi pergelangan.
4. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi traksi
kulit (traksi Hamilton russel/ traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban 5 kg, untuk anak-anak waktu
dan beban terebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana
tidak maka diteruskan dengan imobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced tranction.

Terapi Operatif
1. Reposisi tertutup Fiksasi eksterna
19

Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka


dipasang alat fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna dapat model sederhana seperti
Roger Anderson, Judet, Screw dengan bone cement atau Ilizarov.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi tertutup fraktur supra kondilar humerus pada anak diikuti
dengan pemasangan parallel pins. Reposisi tertutup fraktur kolum pada anak
diikuti pinning dan imobilsasi gips. Cara ini terus dikembangkan menjadi
close nailing pada fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna
intrameduler (pen) tanpa membuka frakturnya.
Terapi operatif dengan membuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis, mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosis tinggi.
Misalnya : fraktur talus, fraktur collum femur
Fraktur yang tidak bias di reposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi,
fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya
fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachii, fraktur
pergelangan kaki
2. Excisional Arthroplasty
Membuat fragmen yang patah yang membentuk sendi. Misalnya fraktur caput
radii pada orang dewasa, fraktur collum femur yang dilakukan operasi
Girdlestone
3. Eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesis
Dilakukan eksisi kaput femur dan pemasangan endoprostesis Moore
Terapi pada faktur tertutup
1. Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan, tidak boleh
ada keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12
jam pertama akan mempersukar reduksi. Tetapi, terdapat terdapat beberapa situasi
yang tidak memerlukan reduksi, yaitu bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada,
bila pergeseran tidak berarti (misalnya fraktur klavikula) dan bila reduksi tampaknya
tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada vertebra).
20

Terdapat dua metode reduksi :


Reduksi Tertutup
Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan
maneuver tiga tahap :
a. Bagian distal tungkai ditarik ke garis tulang
b. Sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan
membalikkan arah kekuatan asal kalau ini dapat diperkirakan)
c. Penjajaran disesuaikan ke setiap bidang.
Cara ini paling efektif bila periosteum dan otot pada satu siis fraktur
tetap utuh; pengikatan jaringan lunak mencegah over reduksi dan
menstabilkan fraktur setelah direduksi. Beberapa fraktur sulit di reduksi
dengan manipulasi karena terikan otot yang sangat kuat dan dapat
membutuhkan traksi yang lama. Umumnya, reduksi tertutup digunakan untuk
semua fraktur dengan pergeseran minimal, sebagian besar pada fraktur anakanak dan pada fraktur yang stabil setelah reduksi.

Reduksi Terbuka
Indikasi :
a. Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen
atau karena terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen
b. Bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu ditempatkan secara tepat
c. Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.
Biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.

2. Mempertahankan reduksi
Pembatasan gerakan tertentu diperlukan untuk membantu penyembuhan jaringan
lunak dan untuk memeungkinkan gerakan bebas pada bagian yang terkena.
Metode yang tesedia untuk mempertahankan reduksi adalah :
a. Traksi terus-menerus
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan
suatu tarikan yang terus-menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini
sangat berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang
mudah bergeser oleh kontraksi otot. Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap
diam; traksi dapat menarik tulang panjang secara lurus dan mempertahankan
panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang-kadang sukar dipertahankan. Dan
sementara itu pasien dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya.
Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati menyisipkan pen
traksi. Masalahnya adalah kecepatan bukan karena fraktur menyatu secara
perlahan-lahan tetapi karena traksi tungkai bawah akan menahan pasien tetap
21

di rumah sakit. Akibatnya segera setelah fraktur lengket, traksi harus


digantikan dengan bracing, jika metode ini dapat dilaksanakan.
Macam-macam traksi :
Traksi dengan gaya berat
Cara ini hanya berlaku pada cedera tungkai atas. Karena itu bila
memakai kain penggendong lengan, berat lengan akan memberikan traksi
terus-menerus pada humerus; untuk kenyamanan dan stabilitas terutama
fraktur melintang suatu gips berbentuk U dapat dibalutkan atau lebih baik
lengan baju plastic yang dapat dilepas dipakaikan dari aksilla sampai tepat
di atas siku yang dilekatkan dengan Velcro.
Traksi kulit
Dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Ikatan Holland
atau Elastoplast rentang satu arah ditempelkan pada kulit yang telah
dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut. Maleolus dilindungi
dengan tisu Gamgee, dan untuk traksi digunakan tali atau plester.
Traksi kerangka
Kawat Kirschner, pen Steinmann atau pen Denham dimasukan,
biasanya dibelakng tuberkel tibia untuk cedera pinggul, paha dan lutut
disebelah bawah tibia atau pada kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau
digunakan pen dipasang kait yang dapat berputar dengan bebas, dan tali
dipasang pada kait tersebut untuk menerapkan traksi. Traksi harus selalu
dilawan oleh aksi lawan; artinya tarikan harus dilakukan terhadap sesuatu,
atau tarikan itu hanya akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya.
Traksi tetap
Tarikan dilakukan terhadapat suatu titik tertentu; contohnya plester
ditempelkan pada bagian persilangan bebat Thomas dan menarik kaki ke
bawah hingga pangkal tungkai menyentuh cincin bebat itu.
Traksi berimbang
Terikan dilakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal dari
berat tubuh bila kaki tempat tidur itu dinaikan. Tali dapat diikat pada kaki
tempat tidur, atau dilewatkan pada kerekan-kerekan dan diberi pemberat.
Traksi kombinasi
Bebat Thomas digunakan. Plester ditempelkan pada ujung bebat dan
bebat itu digantung, atau diikat pada ujung tempat tidur yang diangkat.

22

Gambar 5. Macam-macam Traksi


Komplikasi traksi :
Pada anak plester traksi dan pembalutan melingkar dapat menghambat
sirkulasi
Pada orang tua traksi kaki dapat menyebabkan predisposisi cedera saraf
peroneus dan mengakibatkan kaki jatuh
Komplikasi yang sering kali ditemukan sindroma kompartemen yang terjadi
setelah traksi berlebihan melalui pen kalkaneus.
b. Pembalutan dengan gips
Gips (Plester of Paris) masih banyak digunakan sebagai bebat, terutama
untuk fraktur tungkai dibagian distal dan sebagian besar fraktur pada anakanak. Cara ini cukup aman, selama kita tetap waspada akan bahaya pembalut
gips yang ketat. Kecepatan penyatuannya tidaklah lebih tinggi maupun lebih
rendah dibandingkan traksi, tetapi pasien dapat pulang lebih cepat. Sendisendi yang terbungkus dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku,
kekakuan tersebut disebut penyakit fraktur yang merupakan masalah dalam
penggunaan gips konvensional. Kekauan dapat diminimalkan dengan ; 1.
Pembebatan tertunda yaitu penggunaan traksi hingga gerakan telah diperoleh
kembali dan baru kemudian menggunakan gips, atau 2. Memulai dengan gips
konvensional tetapi setelah beberapa hari, bila tungkai dapat dipertahankan
tanpa terlalu banyak ketidaknyamanan, gips itu diganti dengan suatu penahan
fungsional yang memungkinkan gerakan sendi.

23

Gambar 6. Pembalutan dengan gips


Tekhnik :
Setelah fraktur direduksi, kaos kaki (Stock-inette) dipasang pada tungkai dan
tonjolan-tonjolan tulang dilindungi dengan wol. Gips kemudian dipasang.
Sementara gips mengeras, ahli bedah membentuknya agar tonjolan-tonjolan
tulang tak tertekan. Jika fraktur baru terjadi, kemungkinan terjadinya
pembengkakan lebih jauh; karena itu gips dan kaos kaki dibelah dari atas
sampai ke bawah, sehingga kulit terbuka.
Komplikasi :
o Cetakan gips yang ketat mengakibatkan keluhan nyeri difus, dan
kompresi pembuluh darah.
o Borok akibat tekanan.
o Abrasi atau goresan pada kulit. Komplikasi yang terjadi akibat
pelepasan gips, terutama bila menggunakan gergaji listrik.
c. Fiksasi internal
Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat
logam yang diikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan
atau tanpa sekrup pengunci), circumferential bands, atau kombinasi dari
metode ini. Fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakan
dapat segera dimulai; dengan gerakan lebih awal, penyakit fraktur (kekakuan
dan edema) dapat dihilangkan. Dalam hal kecepatan pasien dapat
meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia harus ingat
bahwa meskipun tulang bergerak sebagai satu potong, namun fraktur belum
menyatu, dan hanya dipertahankan oleh jembatan logam; karena itu penahanan
beban yang tak terlindung selama beberapa waktu tidak aman.

Gambar 7 dan 8. Fiksasi Internal


Indikasi :
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran kembali setelah reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang
24

pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser), selain itu
juga fraktur yang cenderung di tarik terpisah oleh kerja otot (misalnya
fraktur melintang pada patella atau olekranon).
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama
fraktur pada leher femur.
4. Fraktur patologik, dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau eksternal)
mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai
system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien
de ngan cedera multipel dan sangat lanjut usia).
Komplikasi
- Infeksi
- Non-union
- Kegagalan implan; logam dapat keropos dan sebelum terjadi penyatuan
fraktur, implan logam bahaya. Karena itu tekanan harus dihindari dan
pasien dengan tibia yang diberi plat harus berjalan dengan penopang
dan harus menahan beban minimal saja selama beberapa bulan
pertama. Nyeri pada tempat fraktur merupakan tanda bahaya dan harus
-

diperiksa.
Fraktur tulang; tidak boleh melepas implan logam terlalu cepat atau
tulang akan patah lagi. Paling cepat 1 tahun dan 18 atau 24 bulan lebih
aman, beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah dan
diperlukan perawatan atau perlindungan.

d. Fiksasi eksternal
Fraktur dapa dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan yang
melalui tulang diatas dan di bawah fraktur dan dilekatkan pada suatu kerangka
luar. Cara ini dapat diterapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini
juga digunakan untuk fraktur pada femur, humerus, radius bagian bawah dan
bahkan tulang-tulang pada tangan.

25

Gambar 9. Fiksasi Eksternal


Indikasi :
1. Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yan hebat dimana
luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau
pencangkokan kulit.
2. Fraktur yang disertai dengan kerusakan saraf atau pembuluh darah.
3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya
dapat dipertahankan hingga mulai terjadi penyembuhan.
4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadangkadang fraktur ini dikombinasi dengan pemanjangan.
5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat diatasi metode lain.
6. Fraktur yang terinfeksi, dimana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
7. Cedera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi risiko
komplikasi yang berbahaya.
Terapi pada fraktur terbuka
Semua fraktur terbuka, tak

peduli

sebebrapa

ringannya

harus

dianggap

terkontaminasi, penting untuk mencegah terjadinya infeksi. 4 hal yang dapat


dilakukan :
1. Pembalutan luka dengan segera
2. Profilaksis antibiotika
3. Debridement Luka secara dini
4. Stabilisasi fraktur
Klasifikasi :
Type 1
Luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar.
Terdapat sedikit kerusakan pada jarngan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur
kominutif.
Type II

26

Luka lebih dari 1 cm, tetapi tidak ada penututp kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan
jaringan lunak, dan tak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
Type III
Terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neovaskular,
disertai banyak kontaminasi luka. Terdapat tiga tingkat keparahan; pada type III A
tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan
lunak, pada type III B tidak, dan bahkan terdapat penglepasan periosteum selain
fraktur kominutif yang berat, fraktur digolongkan sebagai type III C jika terdapat
cedera arteri yang perlu diperbaiki, tak peduli berapa banyak kerusakan jaringan lunak
yang lain. Cedera kecepatan tinggi digolongkan sebagai type III B atau C meskipun
luka itu kecil dan kerusakan internal hebat
Penangan dini
Luka harus tetap ditutup hngga pasien tiba di kamar bedah. Antibiotic diberikan
secepat mungkin, tak peduli seberapa kecil laserasi itu, dan dilanjutkan hingga bahaya infeksi
terlewati. Pada umumnya pemberian kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam
selama 48 jam akan mencukupi; kalau luka amat terkontaminasi dapat menambahkan
gentamisin atau metronidazol dan melanjutkan terapi selama 4 atau 5 hari. Pemberian
profilaksis tetanus juga penting, toksoid diberikan pada mereka yang sebeblumnya sudah
diimunisasi, kalau belum beri antiserum manusia.
Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati,
memberikan persediaan darah yang baik diseluruh bagian itu. Dalam anastesi umum, pakaian
pasien dilepas, sementara itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami
cedera dan menahannya agar tetap diam. Pembalut yang sebelumnya digunakan pada luka
diganti dengan bantalan yang steril dan kulit disekelilingnya di bersihkan dan di cukur.
Kemudian bantalan itu diangkat dan luka diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam
fisiologis, irigasi akhir dapat disertai obat antibiotic misalnya basitracin. Hanya sedikit kulit
yang dieksisi dari tepi luka, pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas
dengan insisi yang terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai, setelah
diperbesar pembalut dan benda asing lain dapat dilepas.
Penutupan luka

27

Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit ( asalkan ini dapat dilakukan tanpa
tegangan) atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga
bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut sekadarnya dengan kassa steril
dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih luka itu dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit
(penutupan primer tertunda).
Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi. Untuk luka tipe
I atau tipe II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah
secara luas atau untuk femur digunakan traksi pada bebat. Tetapi pada luka yang lebih berat,
fraktur perlu difiksasi secara lebih ketat. Metode yang paling aman adalah fiksasi eksterna.
Pemasangan pen intramedula dapat digunakan untuk femur atau tibia. Sebaiknya
janganmelakukan pelebaran luka (remaining) karena dapat meningkatkan risiko infeksi. Plat
dan sekrup dapat digunakan untuk fraktur metafisis atau artikular dengan syarat ahli bedah itu
berpengalaman dalam menggunakannya dan keadaan ideal.
Perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan diatas tempat tidur dan sirkulasi diperhatikan.Syok mungkin
masih membutuhkan terapi. Kemperapi dilanjutkan, dilakukan kultur dan jka perlu diberikan
penggantian antibitotik.
Jika luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari.Penjahitan primer tertunda sering
aman atau jika terdapat banyak kehilangan kulit, dilakukan pencangkokan kulit.Jika toksemia
atau septicemia terus terjadi meskipun telah diberikan kemoterapi, luka tersebut di drainase
3.6 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi
oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
28

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan.Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk

kalus

interna sebagai

aktifitas

seluler dalam kanalis

medularis.Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel
berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari selsel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone.Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat
dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus
intermediat berubahmenjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akanmengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
29

Gambar 10. Proses Penyembuhan Fraktur


Penilaian Penyembuhan Fraktur
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis.Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan
melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui
adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita.Keadaan ini dapat dirasakan oleh
30

pemeriksa atau oleh penderita sendiri.Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara
klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen.Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla
atau ruangan dalam daerah fraktur.
Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang
menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen
tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi
fraktur, infeksi dan lain-lain.Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,
endosteum dan medulla.

31

3.7 Komplikasi Fraktur


Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi
dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
b. Komplikasi Lokal
- Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut.
Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union.
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi
pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi
kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.

Jaringan lunak
32

1. Lepuh
Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema.Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang

menonjol.
Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu.Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut
yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit

dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
Pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi
dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme.Lapisan
intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri
yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh
vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal
lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya.Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada
pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan
terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan
fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor

(pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.


Saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf

putus),

aksonometsis

(kerusakan akson).Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi


nervus.
33

Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi.Bila
lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur
dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai
potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,
infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon.Pencegahannya berupa memperpendek waktu
imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan
kekakuan sendi menetap.

34

IV. DISLOKASI
4.1 Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu keadaan
keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi
atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)
4.2 Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
- Cederaolahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
-

lain.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha.
Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik
tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri
serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya
kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan
pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan
bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini,
tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
35

3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana
patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen
vital penghubung tulang.
4.3 Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi,
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:
1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2.DislokasiKronik
3. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Gambar 11, 12, 13, 14. Macam-macam Dislokasi


4.4 Diagnosa
Anamnesis
36

Perlu ditanyakan tentang :

Rasa nyeri

Adanya riwayat trauma

Mekanisme trauma

Ada rasa sendi yang keluar

Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada
dislokasi rekurrens

Pemeriksaan klinis
a. Deformitas

Hilangnya penonjolan tulang yang normal

Pemendekan

Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Bengkak
c. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai
fraktur.Pemeriksaandiagnostikdengan cara pemeriksaan sinar X (pemeriksaan X-Rays).
4.5 Komplikasi
Komplikasi Dini :
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut

37

2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak


3) Fraktur dislokasi
Komplikasi lanjut :
1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot.
4.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
o Lakukan reposisi segera.
o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya
valium.
o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran sendi
o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
38

DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004
2. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9ed. London:
Hodder Arnold; 2010.
3. Sjamsuhidat. R., De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu BedahEdisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011
4. Buckley, Richard, et al. General Principles of Fracture Care . available at
http://emedicine.medscape.com

39

S-ar putea să vă placă și

  • Ujian Anestesi
    Ujian Anestesi
    Document25 pagini
    Ujian Anestesi
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Ujian Anestesi
    Ujian Anestesi
    Document25 pagini
    Ujian Anestesi
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Status Neuro
    Status Neuro
    Document4 pagini
    Status Neuro
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab I
    Bab I
    Document16 pagini
    Bab I
    Daniel Bramantyo
    Încă nu există evaluări
  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • PERDARAHAN OBSTETRIK
    PERDARAHAN OBSTETRIK
    Document35 pagini
    PERDARAHAN OBSTETRIK
    tkdsmwn
    Încă nu există evaluări
  • Referat Transfusi Darah
    Referat Transfusi Darah
    Document33 pagini
    Referat Transfusi Darah
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Batu Saluran Kemih TIKA
    Batu Saluran Kemih TIKA
    Document31 pagini
    Batu Saluran Kemih TIKA
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Ca Mammae
    Ca Mammae
    Document46 pagini
    Ca Mammae
    Fahmi Azhari Basya
    Încă nu există evaluări
  • Hernia TIKA
    Hernia TIKA
    Document39 pagini
    Hernia TIKA
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document5 pagini
    Bab Iii
    Unidya Febrina
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document29 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document67 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document67 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Asdkas
    Asdkas
    Document26 pagini
    Asdkas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Referat HZV
    Referat HZV
    Document19 pagini
    Referat HZV
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab V & Vi LPM
    Bab V & Vi LPM
    Document4 pagini
    Bab V & Vi LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab Ii LPM
    Bab Ii LPM
    Document18 pagini
    Bab Ii LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab I LPM
    Bab I LPM
    Document30 pagini
    Bab I LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SKABIES LAPORAN
    SKABIES LAPORAN
    Document6 pagini
    SKABIES LAPORAN
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Kuesioner Pola Makan
    Kuesioner Pola Makan
    Document4 pagini
    Kuesioner Pola Makan
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Preskas
    Preskas
    Document6 pagini
    Preskas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Referat
    Referat
    Document23 pagini
    Referat
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Preskas
    Preskas
    Document6 pagini
    Preskas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări