Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Disusun Oleh :
Atika Qisty Desmawan
1102010040
Pembimbing :
dr. Kartika Hendrania, Sp.OT
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TULANG
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang
membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh, selain tulang rangka di sebagian tempat
dilengkapi dengan kartilago.
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus)
Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis
dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
olehosteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular).
Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi
lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap
lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida dan proteoglikan). Matriks merupakan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang
terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas
adalah
sel multinuclear
(berinti
banyak)
yang
berperan
dalam
Dikelilingi
kapiler
tersebut
merupakan
matriks
tulang
yang
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan
interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan
tulang.
Penyerapan
tulang
terjadi
karena
aktivitas
sel-sel
yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel
mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat
pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai
mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang
tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.
Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang
yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres
beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara
drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas.Estrogen,
testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut.Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulangtulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsangpenyerapan
kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong
kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
5
dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar
tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid.Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak
tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons
terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas
osteoklas dan merangsang pemecahan tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam darah.
Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon
paratiroid pada osteoklas.
Efek
lain
Hormon
paratiroid adalahmeningkatkankalsium
serum
III.FRAKTUR
3.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial yang umumnya disebabkan oleh
trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang
dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan
6
bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan,
penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan
oleh karena trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti
tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan
fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
Trauma langsung
Menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Pemuntiran atau tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau
oblik.
Penekukan, yang menyebabkan fraktur transversal atau melintang.
Penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang
oblik pendek.
Penarikan, dimana tendon atau ligament menarik tulang sampai terpisah.
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai
keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa
fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak
seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat
menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka
dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya
darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang
disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada
tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.
3.3 Etiologi Fraktur
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur:
Ekstrinsik: meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
Intrinsik: meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan,
dan densitas tulang.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan untuk
menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1) cedera; (2) stress
berulang; (3) fraktur patologis.
A. Fraktur yang disebabkan oleh cedera
Sebagian besar fraktur disebabkan oeh tenaga berlebihan yang tiba-tiba, dapat
secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan tenaga langsung tulang patah pada
8
titik kejadian; jaringan lunak juga rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan
tulang secara transversal atau membengkokkan tulang melebihi titik tumpunya
sehingga terjadi patahan dengan fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya
sering terjadi; jika crush injury terjadi, pola faktur dapat komunutif dengan kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga
diberikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Walaupun
sebagian
besar
fraktur
disebabkan
oleh
kombinasi
tenaga
(perputaran,
tertentu.
2. Klasifikasi klinis
o Fraktur tertutup (simple fracture): suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
o Fraktur terbuka (compound fracture): fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson.
Luka
Laserasi <2 cm
Laserasi >2 cm,
III
disekitarnya
Luka lebar,
rusak
kontusi
hebat,
Fraktur
Sederhana, dislokasi fragmen minimal
otot Dislokasi fragmen jelas
atau Kominutif, segmental, fragmen tulang ada
yang hilang
10
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.
3.5 Diagnosis Fraktur
a. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma
ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien
biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah
bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan
gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain.
Mencari tahu riwayat trauma.Fraktur tidak selalu ditempat cedera.Umur pasien dan
mekanisme cedera itu penting, jika fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah
lesi patologik.Nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala klinis yang sering
ditemukan.
Selalu tanyakan mengenai gejala trauma yang bersangkutan, seperti baal atau
hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau sianosis, darah dalam urin, nyeri perut,
hilangnya kesadaran untuk sementara.
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
14
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :
1. Syok, anemia atau pendarahan.
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen.
3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.
c. Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
Ekspresi wajah karena nyeri
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
Perhatikan adanya pembengkakan
Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
hari
Perhatikan keadaan vascular.
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati, karena pasien biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
o Temperature setempat yang meningkat
o Nyeri tekan
Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh jaringan lunak
yang dalam akibat fraktur.
o Krepitasi
Diketahui dengan perabaan dan dilakukan secara hati-hati.
o Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada
bagian distal daerah trauma dan temperature kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada bagian bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai.
3. Pergerakan (Move)
15
Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien
dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan
tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis.
d. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test,
dan urinalisa
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
4. Rotasi
Mekanisme
trauma
Energi
Angulasi /
memutar
Ringan
Kombinasi
Sedang
Variasi
Berat
17
Terapi Konservatif
1. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik.
2. Imobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya pada fraktur supra kondilair, fraktur culles fraktur smith. Reposisi
dapat dengan anastesi umum atau anatesi lokal dengan menyuntikan obat
anatesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pad kedudukan
semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang
stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius, imobilisasi dalam pronasi
penuh dan fleksi pergelangan.
4. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi traksi
kulit (traksi Hamilton russel/ traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban 5 kg, untuk anak-anak waktu
dan beban terebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana
tidak maka diteruskan dengan imobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced tranction.
Terapi Operatif
1. Reposisi tertutup Fiksasi eksterna
19
Reduksi Terbuka
Indikasi :
a. Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen
atau karena terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen
b. Bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu ditempatkan secara tepat
c. Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.
Biasanya reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.
2. Mempertahankan reduksi
Pembatasan gerakan tertentu diperlukan untuk membantu penyembuhan jaringan
lunak dan untuk memeungkinkan gerakan bebas pada bagian yang terkena.
Metode yang tesedia untuk mempertahankan reduksi adalah :
a. Traksi terus-menerus
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan
suatu tarikan yang terus-menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini
sangat berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang
mudah bergeser oleh kontraksi otot. Traksi tidak dapat menahan fraktur tetap
diam; traksi dapat menarik tulang panjang secara lurus dan mempertahankan
panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang-kadang sukar dipertahankan. Dan
sementara itu pasien dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya.
Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati menyisipkan pen
traksi. Masalahnya adalah kecepatan bukan karena fraktur menyatu secara
perlahan-lahan tetapi karena traksi tungkai bawah akan menahan pasien tetap
21
22
23
pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser), selain itu
juga fraktur yang cenderung di tarik terpisah oleh kerja otot (misalnya
fraktur melintang pada patella atau olekranon).
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama
fraktur pada leher femur.
4. Fraktur patologik, dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau eksternal)
mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai
system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien
de ngan cedera multipel dan sangat lanjut usia).
Komplikasi
- Infeksi
- Non-union
- Kegagalan implan; logam dapat keropos dan sebelum terjadi penyatuan
fraktur, implan logam bahaya. Karena itu tekanan harus dihindari dan
pasien dengan tibia yang diberi plat harus berjalan dengan penopang
dan harus menahan beban minimal saja selama beberapa bulan
pertama. Nyeri pada tempat fraktur merupakan tanda bahaya dan harus
-
diperiksa.
Fraktur tulang; tidak boleh melepas implan logam terlalu cepat atau
tulang akan patah lagi. Paling cepat 1 tahun dan 18 atau 24 bulan lebih
aman, beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah dan
diperlukan perawatan atau perlindungan.
d. Fiksasi eksternal
Fraktur dapa dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan yang
melalui tulang diatas dan di bawah fraktur dan dilekatkan pada suatu kerangka
luar. Cara ini dapat diterapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini
juga digunakan untuk fraktur pada femur, humerus, radius bagian bawah dan
bahkan tulang-tulang pada tangan.
25
peduli
sebebrapa
ringannya
harus
dianggap
26
Luka lebih dari 1 cm, tetapi tidak ada penututp kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan
jaringan lunak, dan tak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
Type III
Terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neovaskular,
disertai banyak kontaminasi luka. Terdapat tiga tingkat keparahan; pada type III A
tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan
lunak, pada type III B tidak, dan bahkan terdapat penglepasan periosteum selain
fraktur kominutif yang berat, fraktur digolongkan sebagai type III C jika terdapat
cedera arteri yang perlu diperbaiki, tak peduli berapa banyak kerusakan jaringan lunak
yang lain. Cedera kecepatan tinggi digolongkan sebagai type III B atau C meskipun
luka itu kecil dan kerusakan internal hebat
Penangan dini
Luka harus tetap ditutup hngga pasien tiba di kamar bedah. Antibiotic diberikan
secepat mungkin, tak peduli seberapa kecil laserasi itu, dan dilanjutkan hingga bahaya infeksi
terlewati. Pada umumnya pemberian kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam
selama 48 jam akan mencukupi; kalau luka amat terkontaminasi dapat menambahkan
gentamisin atau metronidazol dan melanjutkan terapi selama 4 atau 5 hari. Pemberian
profilaksis tetanus juga penting, toksoid diberikan pada mereka yang sebeblumnya sudah
diimunisasi, kalau belum beri antiserum manusia.
Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati,
memberikan persediaan darah yang baik diseluruh bagian itu. Dalam anastesi umum, pakaian
pasien dilepas, sementara itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami
cedera dan menahannya agar tetap diam. Pembalut yang sebelumnya digunakan pada luka
diganti dengan bantalan yang steril dan kulit disekelilingnya di bersihkan dan di cukur.
Kemudian bantalan itu diangkat dan luka diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam
fisiologis, irigasi akhir dapat disertai obat antibiotic misalnya basitracin. Hanya sedikit kulit
yang dieksisi dari tepi luka, pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas
dengan insisi yang terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai, setelah
diperbesar pembalut dan benda asing lain dapat dilepas.
Penutupan luka
27
Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit ( asalkan ini dapat dilakukan tanpa
tegangan) atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga
bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut sekadarnya dengan kassa steril
dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih luka itu dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit
(penutupan primer tertunda).
Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan infeksi. Untuk luka tipe
I atau tipe II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah
secara luas atau untuk femur digunakan traksi pada bebat. Tetapi pada luka yang lebih berat,
fraktur perlu difiksasi secara lebih ketat. Metode yang paling aman adalah fiksasi eksterna.
Pemasangan pen intramedula dapat digunakan untuk femur atau tibia. Sebaiknya
janganmelakukan pelebaran luka (remaining) karena dapat meningkatkan risiko infeksi. Plat
dan sekrup dapat digunakan untuk fraktur metafisis atau artikular dengan syarat ahli bedah itu
berpengalaman dalam menggunakannya dan keadaan ideal.
Perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan diatas tempat tidur dan sirkulasi diperhatikan.Syok mungkin
masih membutuhkan terapi. Kemperapi dilanjutkan, dilakukan kultur dan jka perlu diberikan
penggantian antibitotik.
Jika luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari.Penjahitan primer tertunda sering
aman atau jika terdapat banyak kehilangan kulit, dilakukan pencangkokan kulit.Jika toksemia
atau septicemia terus terjadi meskipun telah diberikan kemoterapi, luka tersebut di drainase
3.6 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi
oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
28
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan.Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk
kalus
interna sebagai
aktifitas
medularis.Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel
berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan
lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari selsel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone.Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat
dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus
intermediat berubahmenjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akanmengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
29
pemeriksa atau oleh penderita sendiri.Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara
klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen.Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla
atau ruangan dalam daerah fraktur.
Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya kalus yang
menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen
tulang yang fraktur). Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi
fraktur, infeksi dan lain-lain.Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari periosteum,
endosteum dan medulla.
31
Jaringan lunak
32
1. Lepuh
Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema.Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu.Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut
yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit
dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
Pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi
dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme.Lapisan
intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri
yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh
vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal
lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya.Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada
pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan
terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan
fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor
putus),
aksonometsis
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi.Bila
lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur
dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai
potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,
proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,
infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.Tindakan
refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon.Pencegahannya berupa memperpendek waktu
imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan
kekakuan sendi menetap.
34
IV. DISLOKASI
4.1 Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu keadaan
keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi
atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi)
4.2 Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
- Cederaolahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
-
lain.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha.
Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik
tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri
serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya
kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan
pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan
bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini,
tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
35
3. Patologis
Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana
patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen
vital penghubung tulang.
4.3 Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi,
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:
1. Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2.DislokasiKronik
3. Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Rasa nyeri
Mekanisme trauma
Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada
dislokasi rekurrens
Pemeriksaan klinis
a. Deformitas
Pemendekan
b. Bengkak
c. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai
fraktur.Pemeriksaandiagnostikdengan cara pemeriksaan sinar X (pemeriksaan X-Rays).
4.5 Komplikasi
Komplikasi Dini :
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004
2. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9ed. London:
Hodder Arnold; 2010.
3. Sjamsuhidat. R., De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu BedahEdisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011
4. Buckley, Richard, et al. General Principles of Fracture Care . available at
http://emedicine.medscape.com
39