Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada saat ini kebutuhan akan energi fosil atau minyak dan gas bumi semakin
terus meningkat namun tidak dimbangi dengan produksi dari minyak bumi yang
terus menipis, maka dari itu perusahaan minyak berlomba lomba untuk
menemukan cadangan minyak dan gas bumi yang baru dari reservoir yang dibentuk
oleh lingkungan geologi yang beraneka macam. Perusahaan akan banyak
mengeluarkan modal untuk melakukan survey bawah permukaan, seismik,
pengambilan sampel batuan dan log dari sumur sumur.
Reservoir yang minyak dan gas bumi yang selama ini lebih fokus pada
lingkungan fluvial, delta dan struktur serta karbonat sudah semakin sedikit adanya
dan cadangannya pula. Maka banyak perusahan minyak dan gas mulai melirik
reservoir yang sebenarnya tidak memenuhi syarat terdapatnya minyak dan gas bumi
yaitu reservoir laut dalam.
Di Indonesia sendiri reservoir laut dalam saat ini masih dalam proses
penelitian , pengembangan, dan ada pula yang telah eksplorasi namun dengan
jumlah lapangan yang belum banyak contohnya Lapangan Abadi , Lapangan West
Seno, dan Jambu Aye Utara , padahal jumlah perkiraan reservoir laut dalam di
Indonesia cukuplah banyak, sehingga akan dibutuhkan pengetahuan akan reservoir
laut dalam haruslah terus dikembangan dan diteliti, sehingga membantu dalam
proses ekplorasi minyak dan gas bumi yang membutuhkan biaya yang cukup besar
untuk mengekplorasinya.
Laut dalam sendiri dikemukaan oleh penelitian Bouma pada 1960 yang
membuat fasies model pengendapan. Pada saat ini penelitian tentang laut dalam
pada tempat yang telah menghasilkan cadangan minyak dan gas bumi terus
dikembangan dan banyak telah mendapatkan kemajuan khususnya dalam bidang
ekplorasi minyak dan gas bumi contohnya adalah North Gulf Meksiko, Brasil dan
Afrika Barat
Karakteristik reservoir laut dalam yang cukup rumit dan data permukaan
yang susah didapatkan dan hanya mengandalkan data bawah permukaan seperti
seismik, log, dan core membuat reservoir ini lebih banyak resiko gagal atau
kesalahan dalam melakukan interpretasi, sehingga diharapkan dengan banyak
pustaka dan contoh kasus lapangan minyak dan gas bumi di dunia ini dapat
diterapkan dalam melakukan interpretasi reservoir laut dalam yang ada di
Indonesia.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari karya referat ini adalah untuk belajar membuat sebuah tulisan
ilmiah berdasar kajian beberapa pustaka yang terkait dengan Karakteristik
Reservoir fasies pengendapan Laut Dalam.
Tujuan dari penyusunan karya referat ini adalah unutk memahami
karakteristik dari reservoir pada laut dalam dan hubungannya dengan kegiatan
ekplorasi minyak dan gas bumi
I.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dibatasi dengan pembahasan pada pembahasan
mengenai fasies dan hubungannya sebagai reservoir dari sistem pengendapan laut
dalam, selain itu juga membahas tentang proses sedimentasi yang bekerja dan
mensuplai sedimen kearah arsitektur dari pengendapan laut dalam, sehingga akan
diketahui bentuk geometri dari reservir dan nilai porositas serta permeabelitasnya
untuk dihubungkan dalam kasus reservoir laut dalam di Indonesia.
I.4 Metode Penyusunan
Penulisan karya referat ini dilakukan melalui studi pustaka dan jurnal ilmiah
yang kaitannya dengan fasies, fasies model, sistem pengendapan laut dalam dan
karakteristik reservoir. Penulis kemudian menggabungkan sumber bacaan tersebut
menjadi satu karya tulis yang padu
BAB 2
FASIES PENGENDAPAN
II. Konsep dan Istilah dalam Fasies Pengendapan
Istilah fasies pertama kali dicetus kan oleh Amanz Gressly (1838 dalam
Nichols, 1999) yaitu unit dari batuan yang memiliki kesamaan litologi dan krateria
paleotologinya. Secara luas kemudian dicetuskan oleh Krumbein dan Sloss (1959
dalam Nichols, 1999) menjadi lithofasies, Biofasies dan Tektono fasies. Variasi
yang mengungkapan tentang aspek litologi disebut Litofasies dan variasi yang
mengungkapkan tentang aspek biologi disebut biofasies (Krumbein dan Sloss 1959
p.268 dalam Nichols, 1999). Tektono fasies didefinisikan sebagai macam macam
hubungan lateral aspek tektonik dari unit stratigrafi.
Konsep fasies ini disempurnakan oleh Selley (1970, p.1 dalam Selley,
2000) sebagai unit startigrafi yang karakter pencirinya berbeda antar unit batuan
yang satu dengan unit batuan yang lainnya. Parameter pembeda fasies anatar lain
adalah : Geometri, Litologi, paleontologi, struktur sedimen dan paleocurrent.
II.1. Litologi
Batuan sedimen adalah material lepas yang mengalami litifikasi, litifikasi
sendiri adalah proses material lepas untuk menjadi batuan (Nichols,1999).
dengan sementasi yaitu pori pori batuan terisi dengan fluida kemudian fluida
melepaskan ion ion yang mengisi pori. (Nichols, 1999)
Material pembentuk endapan sedimen dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu
material yang tertransport secara fisik dalam bentuk padatan sebelum terendapkan
(partikel) dan material yang berasal dari suatu larutan yang terpresipitasi insitu tidak
tertransport secara fisik sebagai objek padatan (Friedman dan Sanders, 1978 dalam
Nichols, 1999) (Tabel 2.1).
>256 mm dan terbagi dalam empat kelompok besar yaitu lempung, lanau, pasir, dan
bongkah (Tabel 2.2)
Gambar 2.3 Klasifikasi untuk percampuran gravel, pasir dan lumpur (Nichols, 1999)
Gambar 2.5 klasifikasi bentuk butir ( Zingg, 1935 dalam Nichols, 1999)
Sphericity
Sphericity didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu
butiran mendekati bentuk bola (Nichols, 1999). Dengan demikian semakin butiran
membentuk bola maka nilai sphericitynya semakin tinggi. Bentukan dari fragmen
batuan berasal dari proses pelapukan, kemudian akan terjadi proses pengikisan
sehingga akan lebih membola dari awalnya pada saat transportasi. (Gambar 2.6).
ini bisa menjadi dasar jika semakin jauh material sedimen terendapakan maka nilai
sphericity semakin tinggi juga dikarenakan terjadi proses pengikisan bagian pinggir
dari butiran sehingga membentuk seperti bola.
Gambar 2.6 Komperasi derajat kebundaran dan sphericity, (Petthijohn et al, 1987)
Roundness
Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman
pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik (Nichols, 1999). Ini menunjukkan
sejarah transportasi dari materia tersebut. (Gambar 2.6), jika nilai ketajaman pada
bagian pinggir material masih tajam maka transportasi sedimen ini dapat dipastikan
masih dekat dengan sumbernya, namun jika telah hilang maka menunjukkan
trasportasi yang jauh dari sumbernya.
Sortasi
Sortasi adalah distribusi dari kehadiran pecahan sedimen sesuai dengan
ukuran butirnya ; sortasi baik berkomposisi dari satu ukuran sedimen misalnya
medium sand, sedangkan sortasi buruk terisi oleh banyak ukuran butir (Gambar
2.7). sortasi sendiri menjelaskan tentang sejarah transportasi. Jika batuan memiliki
kandungan ukuran butir yang beragam ini menunjukkan terjadi berubahan kekuatan
transportasi.
Gambar 2.7 Ilustrasi dari sortasi pada sedimen klastik (Nichols, 1999)
10
Tabel 2.3 Ilustrasi dalam penamaan tektur kedewasaan dari batupasir ( Nichols, 1999)
11
Dalam sistem teransportasi oleh media air , angin dan es, media media
tersebut haruslah memiliki kecepaatan arus untuk bisa membawa material
meterial sedimen tersebut. Dikarenakan kecepatan arus ini sangat berhubungan
dengan kapasitas dan kuantitas dari ukuran material sedimen yang dapat
ditransportasikan ( Tabel 2.4)
Tabel 2.4 diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan arus dan ukuran butir
batuan (Press dan Slever, 1986 dalam Nichols, 1999)
12
mengendap ini dikarenakan massa lumpur lebih kecil dari ukuran yang lebih besar
dari lumpur (Nichols, 1999)
Menurut Tucker, 1991 klasifikasi struktur sedimen terbagi menjadi 4 yaitu
struktur erosi , struktur pengendapan, struktur pasca pengendapan dan struktur
biogenik. Struktur sedimen penting untuk diketahui karena dengan struktur sedimen
dapat menentukan lingkungan pengendapannya.(Tabel 2.5)
13
14
15
Struktur ini terbentuk dari fluida dalam tubuh batuan lepas akibat dari
pengendapan yang cepat. Bentuknya seperti mangkuk pada lapisan yang
lebih halus dan berbentuk pillar pada lapisan yang kasar.
II.1.2.4 Struktur Biogenik
Struktur biogenik pada dasaranya adalah studi hasil gangguan makhluk
hidup atau organisme hidup pada sedimen atau dengan nama lain studi tentang fosil
jejak (ichnology) (Collinson dan Thompson, 1982). Compton (1985) mengemukan
bahwa binatang dapat meninggalkan jejak dengan cara menyentuh atau menapak,
bergerak melintas, makan pada permukaan sedimen, melubangi untuk mencari
makan, menggali untuk tempat hidup dan membuat satu bentukkan untuk keluar
dari lapisan sedimen. (Gambar 2.9)
Gambar 2.9 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak
(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).
Dari gambar dapat dilihat semakin menambah kedalaman (abysall dan bathyal
zone). Makhuk hidup akan lebih memilih melakukan gerakan kearah horizontal dan
membentuk trail , sedangkan ketika lingkunganya kearah yang lebih dangkal
16
organisme akan lebih bergerak, makan dan melindungi diri dengan membentuk
burrow yang vertikal. Ini didasari oleh perbedaan kuat tekan air laut di dangkal dan
dalam.
II.1.3 Fosil
Menurut Leonardo Da Vinci (1452 1519, dalam Koutsoukos, 2005) fosil
adalah sisa dari organisme yang pernah hidup. Fosil merupakan indikator dari
lingkungan (Steno, 1638 1687 dalam Koutsoukos, 2005) dan indikator dari
paleobatimetri (harlton, 1988 dalam Koutsoukos, 2005). Fosil digunakan untuk
menentukkan umur dari lapisan (smith, 17691839 dalam Koutsoukos, 2005) dan
melakukan korelasi (Darwin, 1859 dalam Koutsoukos, 2005) serta sebagai tanda
iklim masa lampau (Wegener, 1960 Koutsoukos, 2005)
Gambar 2.10 Contoh fosil plankton yang hidup di lingkungan laut (Slatt, 2006)
17
18
Lingkungan
Struktur
direksional
Eolian
Lapisan silang siur skala Jika dibentuk oleh dune barchan akan
besar
Fluvial
Silang
parting,
Siur,
lineasi Arah
arus
purba
menunjukkan
imbrikasi
Delta
Lapisan
silang
Paparan laut Silang Siur, ripple,scour Arus dapat memiliki pola yang
dangkal
komplek
dan
sulit
untuk
19
terutama
bila
terdapat
efek
Cekungan
Struktur
turbidit
Tabel 2.6 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,
1991 dengan modifikasi)
20
21
Gambar 2.12. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan
(Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)
22
Gambar 2.13. Klasifikasi Kedewasaan Tekstur (Folk, 1951, dalam Boogs, 2006)
Dari data struktur sedimen yang terdapat dalam facies model turbidit,
struktur sedimen yang sering dijumpai pada sistem pengendapan turbidit adalah
struktur masif ( pada pasir), parallel laminasi (pasir dan lumpur), ripple wavy
laminasi (lumpur dan pasir) dan laminasi (lumpur) (Bouma, 1962 dalam
Shanmugam, 2000). Dapat disimpukan bahwa struktur sedimen ini masuk pada
struktur pengendapan yang dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir, dikarenakan
proses arus gravitasi memiliki kapasitas yang tinggi sehingga ada kalanya terdapat
struktur channel pada bagian bawah yang berlitologi pasir kasar gravel.
23
Tabel 2.7 Struktur sedimen pada pengendapan Laut dalam, modifikasi dari Selley, 2000)
Dari fasies model juga terlihat adanya struktur sedimen yang dapat
digunakan sebagai tolak ukur arus purba, struktur sedimen itu berupa struktur
sedimen sole, khususnya flute, lineasi parting, ripple, laminasi, silang siur, orientasi
butir, slump fold (Tucker, 1991). Sehingga dapat diperkirakan asal material sedimen
yang tersebut dan darimana arahnya.(Tabel 2.8)
Tabel 2.8 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,
1991 dengan modifikasi)
24
Selain terdapat litologi, geometri dan struktur sedimen, di laut dalam sendiri
terdapat makhluk hidup yang beraktivitas pada material sedimen laut dalam,
sehingga terkadang membentuk fosil fosil jejak laut dalam. Perbedaan salinitas,
tekanan dan jumlah oksigen (Boggs, 2006) membuat keunikan bentukan dari hasil
sisa sisa makhluk hidup ini yang membedakan dengan lingkungan yang lebih
dangkal. Jejak fosil tersebut terdapat pada zona sublitoral zona abisal (Gambar
2.14) antara lain skolithos, cruziana, zoophycos, dan nereites (Koutsoukos, 2005)
Gambar 2.14 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak
(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).
Semua
jenis
jejak
fosil
tersebut
penanda
bahwa
lingkungan
pengendapannya adalah laut dalam, jadi fosil jejak merupakan suatu informasi yang
penting dalam memperkuat data yang lainnya.
25
BAB III
PENGENDAPAN LINGKUNGAN LAUT DALAM DAN RESERVOIRNYA
Tabel 3.1 Pembagian arus gravitasi menjadi 2 arus yaitu arus fluida dan arus plastik serta
hubungannya dengan tipe tipe arusnya dan mekanisme transportasi dari material sedimennya
26
Gambar 3.1 Pengendapan aliran turbidit dengan densitas tinggi (Postuma et al, 1980)
Gambar 3.2. Model dari endapan debris beserta dengan sifat alirannya (Haughton et al,
2006)
Fluida yang mengalami turbulen berisi lebih dari 25 persen volume sedimen
yang berisi atas material berukuran butir pasir sampai kerikil. Fluida ini sifatnya
nonkohesi tetapi butir butir sedimennya bersentuhan antara satu dan lainnya.
Hasil endapannya memiliki struktur sedimen yang bergradasi dan cross bed serta
memiliki komposisi ukuran butir yang berbeda dari lanau masif, pasir dan kerikil.
(Gambar 3.1)
27
debris
dapat
didefinisikan
sebagai
aliran
non-newtonian
berkonsentrasi tinggi. Aliran debris dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan,
dari padang pasir sampai continental slope. (Coussot dan Meunier, 1996 dalam
Selley, 2000). Faktor yang sangat penting dari pergerakan sedimen dengan aliran
debris adalah keberadaan slope yang memadai. Untuk tahapan selanjutnya, gempa
bumi, ombak, atau badai umumnya menjadi pemicu pergerakan aliran ini.
Endapan dari aliran debris ini bervariasi dalam ukurannya dari bongkah,
pasir, lanau sampai lempung. Karakteristik utama dari endapan ini adalah sortasi
yang buruk dan masif (Gambar 3.4)
28
Gambar 3.4. Model dari endapan debris beserta dengan sifat alirannya (Haughton et al,
2006)
Model fasies dari endapan debris yang berada pada bawah slope dibangun
dengan menggunakan pendeketan fasies model kipas bawah laut menurut Mutti dan
Ricci Luchi, 1972 (dalam Slatt, 2006) (Gambar 3.5).
Endapan debris dicirikan dengan keanekaragaman yang tinggi dari tipe
litologi dan ukuran dari fragmen yang angular dengan orientasi perlapisan yang
ganjil. (Chilingarian, 1993). Kebanyakan endapan debris
membentuk lapisan
29
Gambar 3.5 Model fasies kipas bawah laut (Mutti dan Ricci Luchi, 1972 dalam Boggs, 2006
dengan modifikasi)
Berdasarkan model fasies ini, (Gambar 3.5) endapan pada kipas bawah laut
dapat
dikelompokan
menjadi
tiga
bagian
berdasarkan
dari
suksesi
stratigrafinya.Dimulai dari upper fan pada bagian atas yang dicirikan dengan
endapan kasar dengan kandungan mud yang kecil, serta terlihat memiliki ketebalan
yang tinggi disebabkan oleh morfologi kipas yang semakin menipis ke arah luar.
Pada bagian upper fan ini sering dijumpai struktur berupa slump. Lingkungan
middle fan merupakan lingkungan transisi antara upper fan dan lower fan. Pada
lingkungan ini terlihat tipikal endapan yang masih membentuk channel pada bagian
atas, kemudian perlapisan tabular pada bagian bawahnya (Walker, 1984).
30
Bagian paling bawah dari model ini merupakan lower fan yang merupakan
perlapisan antara endapan yang berukuran kasar dengan endapan yang berukuran
halus. Ketebalan lapisan pada bagian ini biasanya memiliki ketebalan yang tipis
karena terletak pada bagian paling luar dari kipas bawah laut.
Slump dan arus debris memiliki porositas yang tinggi yaitu 27 32 persen
dan permeabelitas 900 400 mD dan dari hasil percobaan yang dilakukan
didapatkan pasir dari hasil aliran debris dapat mengendapakan butir pasir dengan
jumlah lumpur yang sedikit (kurang dari 1% dari berat pasirnya) (Shanmugam et
al, 1995a)
Fasies model adalah sebuah norma, kerangka, sebagai prediksi dasar untuk
meninterpretasi (Walker,1992 dalam Shanmugam, 2000). Berdasarkan dari fasies
model laut dalam pertama oleh Bouma (1962 dalam Shanmugam, 2000), fasies
model terbagi menjadi lima divisi (Ta,Tb,Tc,Td,Te). Dari dari hasil realisasi oleh
(Stow dan Shanmugam, 1980 dalam Shanmugam, 2000) menghasil fasies model
vertikal yang baru namun hanya untuk fine-grained turbidit dengan sembilan divisi
(T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8). Lowe (1980 dalam Shanmugam, 2000)
memperkenalkan fasies model vertikal yang baru untuk coarse-grained turbidit
dengan enam divisi (R1, R2, R3, S1,S2, S3). (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam,
2000) (Gambar 3.6)
31
Gambar 3.6. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan
(Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)
32
Model facies ini digunakan sebagai acuan pada sistem pengendapan yang
terjadi pada laut dalam dan sebagai acuan dalam interpretasi unit batuan, hubungan
unit batuan dan penentuan lingkungan laut dalamnya.
Hasil penelitian oleh Bouma (1962 dalam Slatt, 2006), Mutti dan Ricci
Lucchi (1972 dan Normark (1978 dalam Slatt, 2006) mengahasilkan model kondisi
geologi dari Submarine fans dan komponen lapisannya. Walker (1978 dalam Slatt,
2006) melakukan kombinasi menjadi model submrine-fan yang didalamnya terdiri
dari lembah, upper fan, middle fan dan lower fan. (Gambar 3.7)
33
Gambar 3.8 Kenampakan 3 dimensi endapan berbutir halus sistem pengendapan laut dalam
(Bouma, 2000 dalam Slatt, 2006). Gambar ini menjelaskan tentang elemen arsitektur dan
hubungannya dengan fasies yang dihasilkan.
34
Ini
merupakan klasifikasi yang digunakan sekarang dalam industri minyak dan gas
(Slatt,2006).
Gambar 3.9 Klasifikasi dari elemen arsitektur laut dalam di Gulf reservoir (Chapin dkk , 1994)
35
Channel mempunyai batas yang jelas anatara bidang erosi dan lantai laut
(Sea floor). pada bagian canyon dan lembah dengan morfologi bagian tengah slope
pengisian proximal pada channel sering diendapkan bersama, sehingga terbentuk
lapisan amalgamasi atau masif (Gambar 3.10 ). Pengisian bagian down dip dapat
tersebar melewati batas batas dari channel yang terbentuk sebelumnya, tergantung
dari karakteristik lereng dan asal dari pasir, biasanya lapisan amalgamasi sudah
jarang ditemukan digantikan dengan perselingan dengan sedimen yang lebih halus.
(posamentier dan Kolla, 2003) (Gambar 3.11 )
36
Gambar 3.11 Perbedaan lapisan pada updip dan downdip pada lapangan Mensa Northen
Gulf, Meksiko lapangan (modifikasi dari Bilinski et al, 1994)
37
Gambar 3.12 Elemen pembentuk arsitektur batupasir berlapis (C. Kendall dan Haugton, 2008)
Lapisan pasir pada reservoir ini menyebar secara lateral dan vertikal namun pada
lapisan vertikal dibatasi oleh lapisan shale yang juga menerus secara lateral,
sehingga pada ekplorasi minyak dan gas bumi lapisan pasir ini di bor secara vertikal
dan horizontal, ini dikarenakan banyaknya channel yang terisolasi oleh lapisan
halus disekitarnya, sehingga didapati pasir yang amalgamasi dengan porositas dan
permeabelitas yang tinggi(Gambar 3.13)
Gambar 3.13 Ekplorasi minyak dan gas bumi pada lapangan Ram Powell (Craig et al, 2003, dalam
Slatt, 2006)
38
Gambar 3.14 Lokasi dari komplek Levee pada Channel (Galloway dan Hobday,1995)
struktur scours, ripple, memiliki pelamparan lapisan yang baik dan memiliki derajat
kemiringan yang tinggi pada lapisannya. Pada bagian distal hubungan antar
pasirnya buruk, lapisannya tipis, terdapat lapisan perselingan pasir dan lanau,
memiliki pelamparan yang baik dan memiliki derajat kemiringan yang rendah
(Gambar 3.)
Gambar 3.15 Sayatan dari Channel-Levee yang memperlihatkan perbedaan facies pada
bagian proksimal dan bagian distal A. (Beaubouef et al, 2003) B (Slatt et al, 1998) dalam
Slatt, 2006
40
Gambar 3.16 Distribusi lateral dari permeabelitas dari channel sampai slope. (C. Jenkins,
2003 dalam Slatt, 2006)
Dari lapangan Falcon, Northen Gulf, Meksiko didapati tiga facies dari levee
dengan data porositas dan permeabelitasnya, yaitu sebagai berikut;
1. Bagian Proksimal Medial yang menjadi resevoar gas, nilai hubugan
lapisan pasirnya 84% dan nilai porositasnya adalah 37,8%
2. Bagian Distal memiliki nilai hubungan pasir 20%
3. Bagian dalam channel memiliki nilai hubungan pasir 50 60 %,
dihitung pada lapisan amalgamsi perselingan
Nilai permeabelitas dari hasil data core semua sequence adalah 0,06 6,220
md dan rata rata porositasnya 31,4%, dari data ini semua dapat dilihat bahwa
endapan levee juga merupakan reservoar minyak dan gas yang baik (Slatt, 2006)
41
BAB IV
Karakteristik Reservoir
IV.1. Karakteristik Reservoir Minyak dan Gas Bumi
Reservoir merupakan salah satu bagian yang sangat penting pada sistem
minyak dan gas bumi. Reservoir merupakan tempat dimana cadangan minyak
dan gas bumi tersimpan, namun harus dihitung apakah memiliki nilai ekonomis
untuk diekplorasi. Slatt (2006) memperkenalkan dua jenis karakteristik
reservoir, yaitu karakteristik statik dan dinamik. Karakteristik statik meliputi
stratigrafi, geometri, ukuran, litologi, struktur, porositas dan permeabilitas
serta suhu. Sementara karakteristik dinamik meliputi saturasi fluida, kontak
fluida, produksi dan kecepatan aliran fluida, tekanan, komposisi fluida serta
karakteristik akustik. Pembahasan yang terdapat pada tulisan ini lebih
membahas tentang reservoir dengan karakteristik statistik, karena lebih bisa
dipahami dalam bidang geologi. Karakteristik statik yang akan dibahas adalah
geometri, ukuran, porositas dan permeabilitas.
IV.1.1 Geometri
Geometri dalam reservoir sendiri menyangkut bentuk batuan sebagai
reservoir. Geometri sangatlah penting untuk menentukkan titik dari suatu
pemboran. Geometri yang membentuk reservoir juga dikontrol oleh
lingkungan tempat terbentuknya tubuh batuan tersebut, sehingga setiap
lingkungan pengendapan dapat memiliki geometri yang berbeda beda.
Geometri dari lingkungan pengendapan laut dalam dijelaskan dalam gambar
ilustrasi Bouma (2000 dalam Slatt, 2006) (Gambar 4.1)
42
Gambar 4.1 Kenampakan 3 dimensi endapan laut dalam (Bouma, 2000 dalam Slatt,
2006)
IV.1.2 Ukuran
Ukuran dalam reservoir memberikan informasi tentang seberapa besar
ukuran atau volume dari suatu reservoir, sehingga dapat dihasilkan perhitungan
cadangan minyak dan gas bumi suatu lapangan. Selley (1998) merumuskan
perhitungan tentang besar cadangan minyak bumi:
Cadangan minyak bumi yang dapat diperoleh = Vb x F
Keterangan Vb : Volume Total
F : Faktor Minyak Bumi yang Dapat Diperoleh
Selley (1998) membuat rumus ini dengan mengasumsikan bahwa
jebakan terisi penuh oleh minyak bumi. Volume total reservoir diketahui
dengan melakukan pengukuran dari data seismik. Sementara faktor minyak
bumi yang dapat diperoleh ditentukan berdasarkan pertimbangan beberapa
faktor seperti jarak antar sumur, permeabilitas reservoir, kekentalan fluida dan
efektivitas perjalanan fluida. Pada reservoir batupasir, faktor minyak bumi
yang dapat diperoleh biasanya di atas 30%.
43
IV.1.3.1Porositas
Porositas mempunyai peranan yang sangat penting , karena data porositas
dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah kandungan minyak bumi dalam
batuan. Slatt (2006) mendefinisikan porositas sebagai rasio volume pori dalam
batuan terhadap volume batuan secara keseluruhan yang dikalikan dengan 100
untuk medapatkannya dalam persen. Berdasarkan definisi tersebut, porositas
dapat dirumuskan dengan :
Volume pori
44
Selley (1998) membagi pori dalam batuan menjadi 3 jenis, catenary, culde-sac dan tertutup (lihat Gambar 4.3). Pori jenis catenary merupakan pori
yang mempunyai lebih dari satu lubang untuk menghubungkannya dengan pori
yang lain. Sementara cul-de-sac merupakan pori dengan hanya ada satu lubang
yang menghubungkannya dengan pori yang lain. Sedangkan pori tertutup
merupakan jenis pori yang tidak mempunyai lubang untuk menghubungkannya
dengan pori yang lain. Selley (1998) menyebutkan bahwa catenary dan cul-desac merupakan porositas efektif, yaitu pori yang dapat mengeluarkan minyak
bumi. Sedangkan pori tertutup merupakan pori yang tidak efektif karena
minyak bumi tidak bisa keluar dari pori tersebut.
45
Tabel 4.1. Klasifikasi Porositas pada Batuan Sedimen menurut Murray (1960, dalam Selley, 1998)
46
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan orientasi butir. Orientasi butir
akan berpengaruh secara signifikan pada permeabilitas batuan. Dikenal 2 jenis
packing, rombohedral dan kubik. Packing kubik akan mempunyai nilai
porositas yang lebih besar dibandingkan packing rombohedral. Fraser (1935,
dalam Selley 1998) dan Graton dan Fraser (1935, dalam Selley 1998). Packing
kubik mempunyai nilai porositas 48% dan packing rombohedral mempunyai
nilai porositas 26%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Packing pada Batuan dengan Ukuran Butir yang Sama (Selley,
1998)
47
IV.1.3.2 Permeabilitas
Permeabelitas adalah ukuran dari banyaknya fluida yang dapat dilewatkan
oleh pori. Permeabelitas yang baik adalah ketika banyak pori pori yang
tersembung antara satu dan yang lain (Slatt, 2009).
Tekstur pengendapan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
nilai permeabilitas diantaranya yaitu ukuran butir, bentuk butir, sortasi, dan
orientasi butir. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap nilai permeabilitas suatu batuan. Batuan dengan ukuran butir kasar
akan memiliki nilai permeabilitas yang lebih besar dibandingkan batuan
dengan ukuran butir halus. (Selley, 1998).
Bentuk butir berpengaruh terhadap nilai permeabilitas karena material
dengan bentuk butir yang lonjong memanjang menghasilkan nilai
permeabilitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bentuk butir seperti
bola. Namun hal tersebut hanya berlaku pada butiran berukuran besar.
Sedangkan pada butiran yang berukuran kecil (lanau, lempung) berlaku
sebaliknya, nilai permeabilitas lebih besar pada butiran yang berbentuk
memanjang dibandingkan butiran yang berbentuk seperti bola (Link, 1982).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, permeabilitas batuan sangat
dipengaruhi oleh tekanan kapiler pada batuan yang dikontrol oleh luas porinya.
Sortasi mempunyai peranan yang penting terhadap nilai permeabilitas karena
pada batuan dengan sortasi baik akan terbentuk luas pori lebih besar
dibandingkan pada batuan dengan sortasi yang buruk. Hal ini dikarenakan pada
batuan dengan sortasi buruk, pori yang terbentuk oleh butir dengan ukuran
kasar akan terisi oleh material dengan ukuran yang lebih kecil. Akibatnya luas
pori tersebut semakin kecil dan nilai porositasnya pun menurun. Dengan
demikian, nilai permeabilitas akan sebanding dengan tingkat sortasi butiran
sedimennya (Selley, 1998).
Orientasi butir mempunyai peranan yang cukup signifikan terhadap
permeabilitas batuan karena mempengaruhi arah aliran fluida dalam batuan
tersebut. Sebagai contohnya pada batuan yang memiliki kandungan material
48
Gambar 4.5 Kenampakan secara vertikal dan horizontal dari tubuh pasir laut dalam
(shanmugam, 2000)
49
dapat menghasilkan tubuh batupasir yang cukup tebal. Berdasarkan hal tersebut, maka
tubuh batupasir laut dalam dapat memiliki volume yang cukup besar serta memiliki
kemenerusan secara lateral dan vertikal yang baik.
50
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan laut dalam
terjadi akibat adanya material sedimen yang menuruni slope dengan sistem
pengendapan aliran gravitasi. Transportasi sedimennya dilakukan oleh arus laminar
(debris) dan arus turbulen (turbidit). Material sedimen kemudian membentuk
arsitektur reservoir laut dalam yaitu channel pasir amalagamasi, channel pasir
berlapis dan levee pada bagian morfologi pengendapan laut dalam.
Akibat proses sedimentasi yang berada pada kondisi berenergi tinggi, di
peroleh pasir dengan ukuran sedang hingga kasar dan membentuk butir subrounded
rounded, kemas tertutup, grain supported dan sortasi baik. Kondisi ini juga
menghasilkan porositas hingga 30% dan permeabelitas 2000 mD (Slatt, 2006)
Geometri hasil endapan laut dalam memiliki kemenerusan kearah lateral
dan vertikal, secara volume reservoir yang terbentuk dapat memiliki panjang
mencapai berkilometer, sehingga cadangan yang ada pada reservoir laut dalam
cukup banyak.
Jadi berdasarkan litologi, geometri, ukuran, porositas dan permeabelitas
reservoir yang dibentuk oleh sistem pengendapan laut dalam memiliki potensi yang
besar sebagai reservoir minyak dan gas bumi.
51