Sunteți pe pagina 1din 8

KASUS

TRUTH 1
The child with encephalitis
Physician: This case was a boy aged two years whom I admitted. His previous growth was good.
He had been able to walk and talk. His teeth grew well. However, all of a sudden he had an
infection with symptoms of high body temperature followed by seizures. The seizures lasted
rather long and he had to be treated at the hospital, where the child had very high body
temperature and went into coma. In fact, there was a disorder in liquor spinalis. Thus, the
working diagnosis by laboratory at that time was encephalitis. The patient's parents were highly
educated. At a meeting with us, the father asked whether his child would be able to recover or
not. As a physician, of course we should make efforts, be optimistic and hope that the child
would recover. However, he pursued us with the question of whether his child would be able to
walk again as before. That's where the dilemma lay, because the diagnosis was encephalitis.
While this child could possibly be saved, statistically, in most cases a sequel would occur. It
meant that there would be a mental and motoric disorder. That was my dilemma, whether I
should let the father know the truth and inform that the child could be saved but they should be
prepared that he may not be able to walk any more. He could have paralysis along with possible
mental disorder and retardation.

Questions
Q Think about this case and identify the pros and cons of providing full information
concerning the prognosis of the child.
Prognosis
Q Given the direct question of the father, is the physician justified to hold back the
information?
1

Physician: I did not tell him the prognosis that I knew and believed. However, I did not cover it
up either. So, I said that the child might survive with the treatment and care we provided.
Nevertheless, because it involved the nerves and the brain, there might be some resistant
symptoms. We did not say that the child would not be able to walk and see and might have a
mental disorder. At that time, I did not have the heart to inform them in detail, although in my
conscience, I felt that I should let the parents know about it. Perhaps it was not the right time.
Interviewer: So, in providing the explanation which included the prognosis, you decided to give
only limited information.
Physician: That's right. I tried to infuse some optimism. However, in the dilemma that I faced, I
also felt some pessimism in the resistant symptoms, even though the child might survive.
Questions
Q The physician provides technical information to the parents that they may not fully
understand, thereby infusing optimism without violating his obligation to inform. In
general, how do you see the physician's obligation to ensure that the patient and/or
relatives understand the information given in connection with informed consent?
Q While the prognosis is surely a difficult message to give to the parents, do you think that
it helps the parents in any way that they are not informed? Would it help them in any way
if they were informed? Would it help the physician in terms of the treatment plan? Would
it help the patient?

BAB I

Kebenaran 1
Anak dengan ensefalitis
Dokter : Pada kasus ini ada seorang anak berusia 2 tahun yang saya tangani. Pertumbuhan
sebelumnya baik. Anak ini telah dapat berjalan dan berbicara. Giginya tumbuh dengan baik.
Namun, tiba-tiba anak ini terkena infeksi dengan gejala suhu tubuh yang tinggi diikuti oleh
kejang. Kejang ini berlangsung lama dan ia harus dirawat di rumah sakit, dikarenakan suhu
tubuh yang sangat tinggi dan koma. Faktanya, terdapat kelainan pada cairan spinalisnya. Dengan
demikian, diagnosis klinis dengan tes laboratorium adalah ensefalitis. Orang tua dari pasien
mempunyai pendidikan yang tinggi. Pada pertemuan dengan kami, ayahnya bertanya apakah
anaknya akan dapat pulih kembali atau tidak. Sebagai dokter, tentu kita tetap berusaha, bersikap
optimis dan berharap bahwa anak ini akan sembuh. Namun, ayahnya mengejar kita dengan
pertanyaan apakah anaknya akan dapat berjalan kembali seperti sebelumnya. Disituasi ini lah
terjadi dilema, karena diagnosis tersebut adalah ensefalitis. Sementara anak ini mungkin dapat
diselamatkan, dengan statistik, dalam banyak kasus kemungkinan dapat terjadi. Hal ini
menandakan bahwa akan terjadi gangguan mental maupun motorik. Itu adalah dilema saya,
apakah saya harus membiarkan ayahnya mengetahui kebenaran dan menginformasikan bahwa
anaknya dapat diselamatkan tetapi mereka harus siap bahwa anaknya tidak dapat berjalan
kembali.anak ini juga dapat mengalami kelumpuhan bersama dengan gangguan mental dan
kemungkinan mengalami keterbelakangan mental.
PERTANYAAN
Q Pikirkan tentang kasus ini dan identifikasi pro dan kontra dari informasi yang tersedia
lengkap dengan prognosis anak.
Pada kasus ini pro dan kontra terjadi pada bagaimana pemberian informasi kepada orang tua
mengenai keadaan anak mereka, dokter pada kasus ini mengalami dilemma. Di sisi pro, dokter
dituntut untuk berterus terang memberikan penjelasan kepada orang tuanya, bahwa anaknya
3

terkena ensefalitis dan prognosisnya buruk, karena anaknya bisa saja mengalami gangguan
mental maupun gangguan motorik yang akan menjadi cacat permanen walaupun anaknya dapat
diselamatkan. Sedangkan di sisi kontranya, dokter memikirkan apa yang harus dikatakan kepada
orang tua pasien, dokter ingin berterus terang dan tidak ingin menutupi informasi yang harus
diketahui orang tuanya, namun dokter berupaya untuk memberikan pengobatan semaksimal
mungkin agar anak ini tetap dapat bertahan walau sulit.
PROGNOSIS
Q Mengingat pertanyaan langsung dari ayah, apakah dokter memutuskan untuk menahan
informasi?
Dokter : saya tidak memberitahu ayahnya mengenai prognosis yang saya tahu dan saya percaya.
Namun, saya tidak menutupinya. Jadi, saya mengatakan bahwa anaknya dapat bertahan dengan
pengobatan dan perawatan yang kita berikan. Namun, demikian, karena melibatkan saraf dan
otak, mungkin ada beberapa gejala yang resisten. Kita tidak mengatakan bahwa anaknya tidak
mampu untuk berjalan dan melihat dan mungkin mengalami gangguan mental. Saat itu, saya
tidak sanggup untuk menginformasikan orangtuanya secara terperinci, meskipun dalam hati
nurani saya,, saya merasa bahwa saya harus membiarkan orangtuanya tahu tentang hal ini.
Mungkin ini bukan waktu yang tepat.
Pewawancara : Jadi, dalam

memberikan penjelasan yang termasuk prognosis, anda

memutuskan untuk memberikan informasi yang terbatas.


Dokter : Hal itu benar. Saya berusaha untuk tetap optimis. Walaupun, dalam dilema yang saya
hadapi, saya merasa pesimis dengan gejala yang resisten, walaupun anaknya mungkin dapat
bertahan.
PERTANYAAN
Q Dokter menyediakan informasi teknis kepada orang tua bahwa mereka mungkin tidak
sepenuhnya memahami, menanamkan sikap optimis tanpa melanggar kewajiban untuk
menginformasikan. Secara umum, bagaimana anda melihat kewajiban dokter untuk memastikan
4

orang tua atau keluarganya mengerti untuk memahami informasi yang diberikan sehubungan
dengan informed consent?
A Saya rasa dokter wajib melakukan bahwa keluarga pasien mengerti mengenai kondisi pasien,
apa saja kemungkinan terburuk dan terbaik yang dapat dialami pasien, lalu tindakan dan
pengobatan apa saja yang akan dilakukan untuk menolong si pasien, hal-hal ini mencakup
informed consent. Kita harus melakukan informed consent sebelum tindakan-tindakan yang kita
lakukan, karena itu termasuk dalam etika kedokteran, tindakan kita yang tidak sesuai dengan
yang kita informasikan kepada keluarga pasien saja jika kita tidak melakukan informed consent
terlebih dahulu, kita dapat dituntut, walaupun tindakan yang kita lakukan adalah untuk menolong
pasien.
Q Sedangkan prognosis sulit untuk diberikan kepada orang tua, apakah anda berpikir itu dapat
membantu orang tua dengan cara apapun mereka tidak diberitahu? Apakah itu membantu mereka
dengan cara apapun jika mereka diberitahu? Apakah itu membantu dokter dalam rencana
pengobatan selanjutnya? Apakah itu membantu pasien?
A .Karena prognosis yang sulit, menurut saya, seburuk-buruknya informasi harus diberitahukan
kepada orang tua pasien, walaupun kita sulit bagaimana cara membeeritahu kepada orang tua
atau pun orang tuanya sulit menerimanya, namun itu harus dilakukan. Jika orang tua sudah
diberitahu, maka dokter dan orang tua dapat bersama-sama mencari tindakan perawatan dan
pengobatan yang tepat, dokter pun dapat melakukan pengobatan dengan maksimal agar pasien
ini dapat bertahan hidup dengan resiko-resiko yang ada. Hal ini sangat membantu dokter,
keluraga maupun pasien sendiri.

BAB II

PENGEMBANGAN KASUS
Setelah dilakukan pertimbangan lebih lanjut, dokter memutuskan untuk tetap memberitahukan
kepada orang tuanya tentang kemungkinan yang terbaik dan terburuk yang akan terjadi pada
anaknya. Dengan penjelasan yang dokter berikan, orang tuanya pun mengerti walau awalnya
mereka merasa sedih dan tidak dapat menerima jika anaknya sampai menderita kelumpuhan atau
keterbelakangan mental, dokter pun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah halhal yang tidak diinginkan.
Akhirnya setelah dilakukan pengobatan lebih lanjut kini anaknya dapat berjalan dan berbicara
seperti dahulu dengan terapi rutin dan pengobatan yang dokter berikan. Orang tuanya pun sangat
senang, termasuk dokter.

BAB III

ANALISIS KASUS
Beneficient
Kewajiban menolong pasien gawat darurat pasien datang dengan keadaan demam dengan
kejang dan koma, dokter segera bertindak. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih
banyak dibandingkan dengan keburukannya ;dalam kasus ini dokter berusaha menolong pasien
gawat darurat yang terkena ensefalitis dengan semaksimal mungkin untuk mengurangi
kemungkinan terburuk.
Non malaficeient
Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian disini dokter tidak sesuai dengan
kaidah bioetik kerena dokter lalai tidak berkata sejujurnya terhadap orang tua pasien, jika hal ini
dibiarkan maka akan terjadi kesalah pahaman antara dokter dan orang tua. Orang tua dapat
berpikir bahwa jika akhirnya terjadi kelumpuhan, itu semua adalah kesalahan tindakan dokter.
Autonomi
Berterus terang, melakukan informed consent pada kasus ini dokter tidak berterus terang
dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan dialami oleh si pasien, dokter disini dalam
keadaan dilema, tapi sebagai seorang dokter hal yang dapat berdampak buruk harus
diberitahukan kepada keluarga pasien, dan inform consent pun harus jelas agar keluarga yaitu
orang tuanya mengerti.
Justice
Menjaga kelompok yang rentan; dalam kasus ini dokter menjaga kelompok yang rentan yaitu si
pasien. Dengan cara dokter bertindak semaksimal mungkin supaya memperkecil hal-hal buruk
yang dapat dialami pasien ini.
7

BAB IV

KESIMPULAN
Dalam keadaan dilema, yaitu antara tidak tega memberitahu akan ada kemungkinan terburuk
yang akan dialami pasien dan berterus terang, dokter seharusnya tetap bersikap berterus terang
sesuai dengan kaidah bioetik autonomi. Saya menyadari bahwa sulit untuk meberitahukannya,
namun itu harus dilakukan karena jika itu tidak dilakukan akan terjadi kesalah pahaman kalau
anak itu nantinya mengalami keterbelakangan mental, padah seperti yang ita ketahui bahwa
keterbelakangan mental adalah salah satu dari akibat ensefalitis itu sendiri karena yang diserang
adalah saraf motoriknya.

S-ar putea să vă placă și