Sunteți pe pagina 1din 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 KASUS
Bayu anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa orangtuanya ke UGD karena meracau-racau dan
tidak sadar sejak satu jam yang lalu. Anak mengalami demam, pilek sejak dua hari yang lalu,
batuk (-), kejang (-), BAB tidak ada gangguan dan riwayat trauma (-). Dokter menanyakan
apakah ada keluar cairan dari telinganya.
dari pemfis didapatkan kesadaran somnollen, temperature 39C, nadi 120 kali/menit,
tekanan darah lemah, frekuensi nafas 20 kali/ menit. Pada pemeriksaan didapatkan suara nafas
bronkovesikular, wheezing (-), ronkhi (-), jantung tidak ada kelainan. pemeriksaan neurologis
didapatkan kaku kuduk (+), tanda-tanda TIK (-), refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis
(-). Pada pemeriksaaan darahrutin didapatkan leukositosis. Dokter menjelaskan kepada keluarga
perihal penyakit Bayu dan menganjurkan pemeriksaan photo rontgen thoraks dan lumbal punksi
untuk memastikan diagnosis dan mencari fokal infeksi.
1.2 STEP 1: CLARIFY UNFAMILIAR
Keyword
o Identitas

: Nama : Bayu
Usia : 4 tahun
Pekerjaan

:-

o Anamnesis :
KU

: meracau-racau dan tidak sadar.

R.P.S

: meracau-racau dan tidak sadar sejak 1 jam yang lalu, demam dan pilek

sejak 1 hari yang lalu, tidak kejang, BAB tidak terganggu, serta riwayat trauma
tidak ada.
R.P.D

: -

RPK

:1

o Pem.fisik : Keadaan umum : tampak sakit berat


Keasadaran : delirium
Vital sign :

TD : N : 120x/mnt
RR : 40x/mnt
T : 39C

o S.generalisata :

o Pem.penunjang :

Leher

: kaku kuduk (+)

Thoraks

: bronkovesikuler.

Ekstremitas

: refleks patologis (-), refleks fisiologis (+)

Pemeriksaan darah rutin


Lumbal punksi
Pem.refleks
Rontgen thoraks
CT Scan

o D.D : Meningitis ec virus


Meningitis ec bakteria
Meningitis ec fungi
o D.kerja : ?
o Penatalaksanaan

1.3 STEP 2: DEFINE THE PROBLEM


2

1. apa definisi dan klasifikasi meningitis?


2. apa etiologi meningitis?
3. mengapa bayu meracau-racau sejak 1 jam yang lalu?
4. apa epidemiologi meningitis?
5. apa pathogenesis dan patofisiologi meningitis?
6. bagaimana manifestasi klinis meningitis?
7. bagaimana penatalaksanaan meningitis?
8. bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang meningitis?
9. bagaimana kriteria diagnosis dari meningitis?
10. apa indikasi dan kontraindikasi lumbal punksi dan apa tujuannya?
11. apa diagnosis banding dari meningitis?
12. bagaimana prognosis dari meningitis?
13. apa komplikasi meningitis?
14. apa factor resiko meningitis?

1.4 STEP 3: BRAINSTORMING POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION


1. meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piamater, disebabkan oleh bakteri,
virus riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut maupun kronik.
klasifikasi meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak :
meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piamater yang disertai
cairan otak yang jenih. penyebab terseringnya adalah mycobacterium
tuberculosis
3

meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piamater yang


meliputi otak dan medulla spinalis.

2. penyebab meningitis :
Bakteria :
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
Neisseria meningitides (meningcoccus)
Haemopilus influenza (haemophilus)
Listeria monocytogenes (listeria)
Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya
bersifat

self-limitting,

dimana

akan

mengalami

penyembuhan

sendiri

dan

penyembuhan bersifat sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan


meningitis adalah:
Coxsacqy
Virus herpes
Arbo virus
Campak dan varicela
Jamur
Kriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien HIV/AIDS
dan hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur meningitis.
Protozoa

1.5

STEP 4 SPIDERWEB

Defenisi
dan
klasifikas
i

Prognosis

Etiologi

Faktor
resiko

Komplika
si

Penatalaks
anaan

Meningi
tis

Pemeriksa
an fisik
dan
penunjang

Epidemiol
ogi

Patogenesi
s dan
patofisiolo
gi
Diagnosis
banding

Manifesta
si klinis

1.6 STEP 5 : DEFINE LEARNING OBJECTIVES


MAHASISWA MAMPU MENJELASKAN TENTANG MENINGITIS BERDASARKAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Defenisi dan klasifikasi


Epidemiologi
Etiologi
Faktor resiko dan Faktor pencetus
Pathogenesis dan patofisiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan : Farmakologi dan nonfarmakologi
Diagnosis banding
5

10. Komplikasi dan Prognosis

BAB II
6

PEMBAHASAN
2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Meningitis
Meningitis atau radang otak merupakan infeksi yang sering terjadi di sekitar otak dan
saraf tulang belakang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri
ataupun jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak. Pasien
diduga mengalami meningitis haruslah dilakukakn pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan
virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masingmasing akan mendapatkan terapi sesuai penyebabnya.
2.2 DEFENISI
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piamater, disebabkan oleh bakteri,
virus riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut maupun kronik.
2.3 KLASIFIKASI
1. klasifikasi meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak :
meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piamater yang disertai

cairan otak yang jenih. penyebab terseringnya adalah mycobacterium tuberculosis


meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piamater yang meliputi

otak dan medulla spinalis.


2. Klasifikasi berdasarkan etiologi :
Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis
organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus
pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari
meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt:
asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia,
sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga
menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan
7

gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital
ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing
dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di
ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan
ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan
jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis Virus(Meningitisaseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem
saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan
oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes
simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis.
Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf
pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system
kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang
ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa
demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
2.4 ETIOLOGI
a. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan serangan meningitis diantaranya :

Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)


Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis

bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

Neisseria meningitides (meningcoccus)

Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae,


meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya
masuk kedalam peredaran darah.

Haemopilus influenza (haemophilus)


Haemophilus influinzae tipe b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan

meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian
dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka
penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan oleh virus jenis ini.

Listeria monocytogenes (listeria)


Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri

ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi.
Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini
berasal dari hewan lokal (peliharaan)
Bakteri lainnya juga dapat menyebabkan meningitis adalah Saphylococcus aureus dan
Mycobacterium tubercolosis.
b. Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat
self-limitting, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat
sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan meningitis adalah:
Coxsacqy
Virus herpes
Arbo virus
Campak dan varicella
c. Jamur
Kriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien HIV/AIDS dan
hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur meningitis.
d. Protozoa
9

2.5 EPIDEMIOLOGI

Insiden meningitis bervariasi dengan agen etiologi tertentu, serta dalam hubungannya
dengan sumber daya medis suatu negara. Kejadian ini dianggap lebih tinggi di negara
berkembang karena kurang akses ke layanan pencegahan, seperti vaksinasi. Tingkat
kejadian yang 10 kali lipat lebih tinggi daripada di negara maju telah dilaporkan.
Meningitis mempengaruhi orang-orang dari semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit
hitam memiliki tingkat dilaporkan lebih tinggi meningitis dari orang kulit putih dan
orang-orang Hispanik.

Epidemiologi meningitis bakteri


Dengan hampir 8000 kasus dan 2000 kematian yang terjadi setiap tahun, meningitis
bakteri terus menjadi sumber penting morbiditas dan mortalitas. Tingkat serangan per
tahun

di

Amerika

Serikat

dilaporkan

0,6-4

kasus

per

100.000

penduduk.

Meningokokus meningitis adalah endemik di beberapa bagian Afrika, India, dan daerahdaerah berkembang lainnya. Epidemi periodik terjadi dalam apa yang disebut sub-Sahara
sabuk meningitis, serta antara agama peziarah bepergian ke Arab Saudi untuk ibadah
haji. Di sebagian Afrika, epidemi yang meluas meningitis meningokokus terjadi secara
teratur. Pada tahun 1996, gelombang terbesar dari wabah meningitis meningokokus yang
pernah tercatat muncul di Afrika Barat. Sebuah diperkirakan 250.000 kasus dan 25.000
kematian terjadi di Niger, Nigeria, Burkina Faso, Chad, dan Mali.

Insiden meningitis bakteri neonatal adalah 0,25-1 kasus per 1000 kelahiran hidup. Selain
itu, insiden adalah 0,15 kasus per 1000 kelahiran penuh panjang dan 2,5 kasus per 1000
kelahiran prematur. Sekitar 30% bayi baru lahir dengan sepsis klinis telah dikaitkan
meningitis bakteri.

Frekuensi H influenzae tipe B (HIB) penyakit telah nyata berkurang, tetapi meningitidis
N menyebabkan sekitar 4 kasus per 100.000 anak usia 1-23 bulan. Risiko meningitis
sekunder adalah 1% untuk kontak keluarga dan 0,1% untuk kontak tempat penitipan
10

anak. Tingkat meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae adalah 6,5 kasus per
100.000 anak usia 1-23 bulan.

Sebelumnya, HIB, N meningitidis, dan S pneumoniae menyumbang lebih dari 80% kasus
meningitis bakteri. Sejak akhir abad 20, namun, epidemiologi meningitis bakteri yang
telah jauh berubah oleh perkembangan ganda.

Peningkatan insiden infeksi HIV di seluruh dunia menghasilkan frekuensi Sejalan


peningkatan meningitis yang disebabkan oleh organisme encapsulated (terutama S
pneumoniae).

Meskipun demikian, kejadian keseluruhan meningitis bakteri menurun 1,9-1,5 kasus per
100.000 antara 1998 dan 2003. Hal ini sebagian disebabkan oleh penggunaan luas dari
vaksinasi HIB, yang mengalami penurunan kejadian HIB meningitis oleh lebih dari 90%
(lihat Tabel 3 Epidemiologi Perubahan bakteri Meningitis akut di Amerika Serikat, di
bawah), hampir menghilangkan itu di negara-negara berkembang di mana rutin vaksinasi
HIB digunakan.

Karena frekuensi meningitis bakteri pada anak-anak telah menurun, kondisi ini menjadi
lebih dari penyakit orang dewasa. Usia rata-rata untuk orang dengan meningitis bakteri
adalah 25 tahun pada tahun 1998, sementara pada tahun 1986, itu 15 bulan.

Sebanyak 255 kasus penyakit invasif influenzae H antara anak-anak muda dari 5 tahun
dilaporkan ke CDC pada tahun 1998, berbeda dengan 20.000 kasus di antara anak-anak
pada tahun 1987. Pergeseran ini telah dilaporkan kurang dramatis di negara berkembang,
di mana penggunaan vaksin HIB tidak begitu luas.

Tabel Epidemiologi bakteri Meningitis akut di Amerika Serikat


Bacteria
H influenza

1978-1981
48%

1986
45%

11

1995

1998-

7%

2007
6.7%

Listeria monocytogenes
2%
N meningitides
20%
S agalactiae
3%
S pneumonia
13%
* Meningitis nosokomial tidak termasuk. Data ini hanya

3%
14%
6%
18%
mencakup

8%
25%
12%
47%
5 patogen

3.4%
13.9%
18.1%
58%

meningeal utama.
Bacteri Patogen Paling sering berdasarkan usia dan resiko predisposisi
Resiko

dan

Faktor Bakteri Patogen

Predisposisi
Usia 0-4 minggu

Streptococcus

Usia 4-12 minggu


Usia 3 bulan - 18 tahun
Usia18-50 tahun
Usia lebih dari 50 tahun

coliK1Listeria monocytogenes
S agalactiaeE coliH influenzaeS pneumoniaeN meningitidis
N meningitidisS pneumoniaeH influenzae
S pneumoniaeN meningitidisH influenzae
S pneumoniaeN meningitidisL monocytogenesAerobic

Immunocompromised state

gram-negative bacilli
S pneumoniaeN meningitidisL

Manipulasi

agalactiae(group

gram-negative bacilli
Intracranial, Staphylococcus

streptococci)E

monocytogenesAerobic

aureusCoagulase-negative

termasuk neurosurgery

staphylococciAerobic gram-negative bacilli, includingP

Basilar skull fracture


CSF shunts

aeruginosa
S pneumoniaeH influenzaeGroup A streptococci
Coagulase-negative staphylococciS aureusAerobic gramnegative bacilliPropionibacterium acnes

2.6 PATOFISIOLOGI

Otak secara alami terlindung dari sistem kekebalan tubuh dengan penghalang antara
meninges membuat aliran darah dan otak. Biasanya, perlindungan ini merupakan
keuntungan karena penghalang mencegah tubuh dari menyerang sendiri. Namun, pada
meningitis, penghalang bisa menjadi masalah; bakteri sekali atau organisme lainnya telah
menemukan cara mereka ke otak, mereka agak terisolasi dari sistem kekebalan tubuh dan
dapat menyebar.

12

Ketika tubuh mencoba untuk melawan infeksi, masalah dapat memperburuk; pembuluh
darah menjadi bocor dan memungkinkan cairan, sel darah putih, dan berjuang melawan
infeksi lain partikel untuk masuk meninges dan otak. Proses ini, pada gilirannya,
menyebabkan pembengkakan otak dan akhirnya dapat menyebabkan penurunan aliran
darah ke bagian otak, memperburuk gejala infeksi.

Tergantung pada beratnya meningitis bakteri, proses inflamasi dapat tetap terbatas pada
ruang subarachnoid. Dalam bentuk yang kurang parah, penghalang pial tidak ditembus,
dan parenkim yang mendasari tetap utuh. Namun, dalam bentuk yang lebih parah
meningitis bakteri, penghalang pial rusak, dan parenkim mendasari diserang oleh proses
inflamasi. Dengan demikian, meningitis bakteri dapat menyebabkan kerusakan kortikal
luas, terutama bila tidak diobati.

Bakteri mereplikasi, peningkatan jumlah sel-sel inflamasi, sitokin yang diinduksi


gangguan dalam transportasi membran, dan peningkatan pembuluh darah dan
permeabilitas membran mengabadikan proses infeksi pada meningitis bakteri dan account
untuk perubahan karakteristik dalam jumlah sel CSF, pH, laktat, protein, dan glukosa
dalam pasien dengan penyakit ini.

Eksudat memperpanjang seluruh CSF, khususnya ke waduk basal, merusak saraf kranial
(misalnya, saraf kranial VIII, dengan gangguan pendengaran yang dihasilkan),
melenyapkan jalur CSF (menyebabkan hidrosefalus obstruktif), dan mendorong
vaskulitis dan tromboflebitis (menyebabkan iskemia otak lokal).

Intrakranial tekanan dan cairan otak serebral


Salah satu komplikasi dari meningitis adalah pengembangan peningkatan tekanan
intrakranial (ICP). Patofisiologi komplikasi ini rumit dan bisa melibatkan molekul
proinflamasi banyak serta elemen mekanik. Edema interstisial (sekunder terhadap
obstruksi aliran CSF, seperti dalam hidrosefalus), edema sitotoksik (pembengkakan
elemen seluler dari otak melalui pelepasan faktor beracun dari bakteri dan neutrofil), dan
edema vasogenic (darah otak permeabilitas penghalang peningkatan) semua berpikir
13

untuk memainkan peran dalam pengembangan ICP meningkat. Tanpa intervensi medis,
siklus penurunan cairan otak serebral (CBF), memperburuk edema serebral, dan
meningkatkan hasil ICP dicentang. Cedera endotel yang sedang berlangsung dapat
menyebabkan vasospasme dan trombosis, lebih lanjut mengorbankan CBF, dan dapat
menyebabkan stenosis pembuluh besar dan kecil. Hipotensi sistemik (syok septik) juga
dapat mengganggu CBF, dan pasien segera meninggal dari komplikasi sistemik atau dari
SSP menyebar cedera iskemik.

Cerebral edema
Viskositas meningkat CSF akibat masuknya komponen plasma ke dalam ruang
subarachnoid dan vena utama keluar berkurang untuk edema interstisial, dan produk
degradasi bakteri, neutrofil, dan lainnya memimpin aktivasi selular untuk edema
sitotoksik.
Edema serebral berikutnya (yaitu, vasogenic, sitotoksik, interstisial) secara signifikan
memberikan kontribusi untuk hipertensi intrakranial dan penurunan konsekuen dalam
aliran darah otak. Metabolisme anaerobik terjadi kemudian, yang berkontribusi terhadap
konsentrasi laktat meningkat dan hypoglycorrhachia. Selain itu, hasil hypoglycorrhachia
dari penurunan transpor glukosa ke dalam kompartemen cairan tulang belakang.
Akhirnya, jika proses ini tidak terkontrol tidak dimodulasi oleh pengobatan yang efektif,
disfungsi saraf sementara atau permanen hasil cedera saraf.

Peran sitokin dan mediator sekunder pada meningitis bakteri


Kemajuan penting dalam memahami patofisiologi meningitis termasuk wawasan tentang
peran penting sitokin (misalnya, tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin
[IL] -1), kemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya dalam patogenesis kerusakan
pleositosis dan saraf selama kejadian meningitis bakteri. Konsentrasi CSF Peningkatan
TNF-alfa, IL-1, IL-6, dan IL-8 adalah temuan karakteristik pada pasien dengan
14

meningitis bakteri. (Sitokin tingkatan, termasuk IL-6, TNF-alpha, dan interferon-gamma,


telah ditemukan meningkat pada pasien dengan meningitis aseptik.) Peristiwa yang
diusulkan melibatkan mediator inflamasi ini pada meningitis bakteri dimulai dengan
paparan sel (misalnya, sel endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, dan makrofag meningeal)
untuk produk bakteri dilepaskan selama replikasi dan kematian; risiko ini menghasut
sintesis sitokin proinflamasi dan mediator. Data menunjukkan bahwa proses ini
kemungkinan dimulai oleh ligasi komponen bakteri (misalnya, peptidoglikan,
lipopolisakarida) untuk pengenalan pola reseptor, seperti Pulsa seperti reseptor. TNF-alfa
dan IL-1 adalah yang paling menonjol di antara sitokin yang memediasi ini kaskade
inflamasi. TNF-alpha adalah glikoprotein yang berasal dari monosit-makrofag teraktivasi,
limfosit, astrosit, dan sel mikroglial. IL-1, sebelumnya dikenal sebagai pirogen endogen,
juga diproduksi terutama oleh fagosit mononuklear diaktifkan dan bertanggung jawab
untuk induksi demam selama infeksi bakteri. Kedua molekul telah terdeteksi dalam CSF
individu dengan meningitis bakteri. Dalam model eksperimental meningitis, mereka
muncul awal selama perjalanan penyakit dan telah terdeteksi dalam waktu 30-45 menit
inokulasi endotoksin intracisternal. Mediator sekunder, seperti IL-6, IL-8, oksida nitrat,
prostaglandin (PGE2), dan faktor aktivasi platelet (PAF), yang dianggap memperkuat
peristiwa inflamasi, baik secara sinergis atau secara mandiri. IL-6 menginduksi reaktan
fase akut sebagai respon terhadap infeksi bakteri. IL-8 kemokin menengahi tanggapan
chemoattractant neutrofil yang diinduksi oleh TNF-alfa dan IL-1. Nitrat oksida adalah
molekul radikal bebas yang dapat menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam
jumlah tinggi. PGE2, produk dari siklooksigenase (COX), muncul untuk berpartisipasi
dalam induksi meningkat darah-otak permeabilitas penghalang. PAF, dengan segudang
kegiatan biologis, dipercaya untuk memediasi pembentukan trombus dan aktivasi faktor
pembekuan dalam pembuluh darah tersebut. Namun, peran yang tepat dari semua
mediator sekunder pada peradangan meningeal tetap tidak jelas. Hasil bersih dari proses
di atas adalah cedera endotel pembuluh darah dan peningkatan darah-otak permeabilitas
penghalang, yang menyebabkan masuknya komponen darah banyak ke dalam ruang
subarachnoid. Pada banyak pasien, ini memberikan kontribusi untuk edema vasogenic
dan tingkat CSF tinggi protein. Menanggapi sitokin dan molekul chemotactic, neutrofil

15

bermigrasi dari aliran darah dan menembus penghalang darah-otak yang rusak,
menghasilkan karakteristik pleositosis mendalam neutrophilic meningitis bakteri.
Bacterial seeding

Bacterial seeding biasanya terjadi oleh penyebaran hematogen. Organisme biasanya


memasuki meninges melalui aliran darah, dari bagian lain dari tubuh. Pada pasien tanpa
sumber infeksi yang dapat diidentifikasi, jaringan lokal dan invasi aliran darah oleh
bakteri dijajah di nasofaring dapat menjadi sumber yang sama.

Banyak meningitis bakteri penyebab dicatat di hidung dan tenggorokan, sering tanpa
gejala pada carrier. Patogen paling meningeal ditransmisikan melalui rute pernapasan,
sebagaimana dicontohkan oleh fakta bahwa Neisseria meningitidis (meningokokus)
dilakukan nasopharyngeally dan oleh kolonisasi nasofaring dengan Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus).

Virus pernafasan tertentu diperkirakan meningkatkan masuknya agen bakteri ke dalam


kompartemen intravaskuler, mungkin dengan merusak pertahanan mukosa. Begitu berada
di dalam aliran darah, maka parasit tadi harus melarikan diri surveilans kekebalan
(misalnya, antibodi, komplemen yang diperantarai membunuh bakteri, dan fagositosis
neutrofil). Selanjutnya, penyemaian hematogen ke tempat yang jauh terjadi, termasuk
SSP. Mekanisme patofisiologis spesifik dimana agen infeksi mendapatkan akses ke dalam
ruang subarachnoid tetap tidak jelas.

Setelah masuk SSP, para agen menular cenderung bertahan karena pertahanan tuan rumah
(misalnya, immunoglobulin, neutrofil, komponen pelengkap) tampaknya terbatas dalam
kompartemen tubuh. Kehadiran dan replikasi agen infeksi tetap tidak terkendali dan
memicu kaskade inflamasi meningeal. Proses peradangan meningeal telah menjadi
daerah penelitian luas dalam beberapa tahun terakhir yang telah menyebabkan lebih
memahami patofisiologi meningitis.

Bacterial seeding menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, edema otak,


dan adanya mediator beracun dalam CSF. Radang ditandai dengan infiltrasi sel
16

polimorfonuklear dan eksudasi fibrin yang luas, yang membentang sepanjang CSF,
waduk basal, dan saraf kranial. Akut leptomeningitis mengakibatkan kemacetan dan
hiperemia dari arachnoid pia-dan distensi dari ruang subarachnoid oleh eksudat.
Setelah di CSF, kurangnya antibodi, komponen komplemen, dan sel darah putih
memungkinkan infeksi bakteri untuk berkembang. Komponen dinding sel bakteri
memulai kaskade komplemen dan sitokin peristiwa yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas sawar darah-otak, edema otak, dan adanya mediator beracun dalam CFS.
2.7 MANIFESTASI KLINIS

Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan pasien menjadi stupor.

Sakit kepala

Sakit-sakit pada otot-otot

Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien

Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI

Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap
selanjutnya bias menjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.

Refleks Brudzinski dan reflek Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat
pada virus meningitis.

Nausea

Vomiting

Demam

Takikardia
17

Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dan korteks cerebri atau hiponatremia

Pasien merasa takut dan cemas.

Neonatus:

Gejala tidak khas

Panas

Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun

Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung

Pernafasan tidak teratur

Anak umur 2 bulan 2 tahun:

Gambaran klasik (-)

Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang

Kadang-kadang high pitched cry

Anak umur > 2 tahun:

Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala

Kejang

Gangguan kesadaran

Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig (+)
18

2.8 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1.Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi danrotasi kepala. Tanda
kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendipanggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif
(+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendipanggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

19

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

Tes

Meningitis

Meningitis

Bakterial

Virus

Tekanan MeningkatKeruh>1 Biasanya

Meningitis TBC
BervariasiXanthochromi

LPWarn 000/mlPredominan normalJerni aBervariasiPredominan


aJumlah PMNSedikit

h<

selJenis meningkat

100/mlPred

selProtei

ominan

n
Glukosa

Normal/menurun

MNMeningkat
Rendah

MNNormal
/meningkat
Biasanya
normal

20

Gambaran CSF Meningitis sesuai penyebabnya

21

Penyebab

Tekana

WBC per L

Glucose

Protein

(mg/dL)

(mg/dL)

< 40

>100

Microbiologi

Bacterial

200-

100-5000;

Specific

pathogen

meningitis

300

>80%

demonstrated

PMNs*

60% of Gram stains

in

and 80% of cultures


Viral

90-200

meningitis

10-300;

Normal,

lymphocytes

reduced
LCM

in
and

Normal but

Viral isolation, PCR

may

assays

be

slightly

mumps

elevated

Tuberculous

180-

100-500;

Reduced, <

Elevated,

Acid-fast

bacillus

meningitis

300

lymphocytes

40

>100

stain, culture, PCR

Cryptococcal

180-

10-200;

Reduced

50-200

India

meningitis

300

lymphocytes

ink,

cryptococcal
antigen, culture

Aseptic

90-200

meningitis

10-300;

Normal

lymphocytes

Normal but

Negative findings on

may

workup

be

slightly
elevated
Normal
values

80-200

0-5;

50-75

lymphocytes

15-40

Negative findings on
workup

*Polymorphonuclear lymphocytes
Polymerase chain reaction
Perbandingan CSF Findings sesuai Jenis Organism

22

Pressure
5-15 cm H2 O

Bacterial Meningitis

Viral Meningitis*

Increased

Normal
increased

or

Fungal Meningitis**
mildly

Normal

or

mildly

increased in TB. May


be increased in fungal.
AIDS

patients

with

cryptococcal
meningitis
increased

have
risk

of

blindness, death unless


maintained at < 30
cm.

23

Cell count
preterm: 0-25
term: 0-22
>6 months: 05
mononuclear
cells/mm3

No cell count result can

Usually < 500 cells,

Hundreds

exclude

bacterial

nearly

mononuclear cells

meningitis.

Typically

mononuclear. Up to 48

thousands of PMNs, but

hours, significant PMN

may be less dramatic or

pleocytosis

even

indistinguishable from

normal

(classically,
early

in

very

meningococcal

meningitis

and

in

100%

may

be

early

bacterial

meningitis;

this

is

particularly true with

extremely ill neonates).

eastern

Lymphocytosis

encephalitis. Presence

with

normal CSF chemistries


seen

in

especially

15-25%,
when

cell

counts < 1000 or if


partially

treated.

Approximately 90% of
patients

of nontraumatic
RBCs in 80% of HSV
meningoencephalitis,
although

with

shunts have CSF WBC


count >100 cells/mm3
infected;

CSF

glucose usually normal,


and organisms are less
pathogenic. Cell count
and

10%

have

normal CSF results

ventriculoperitoneal

are

equine

chemistries

normalize slowly (over


days) with antibiotics.

24

of

Micro

Gram

no organisms

stain

sensitive.

80%

No organism

Inadequate

decolorization

India

ink

sensitive

may

AFB

80-90%

for

fungi;

stain

40%

mistake H influenzae for

sensitive

for

TB

gram-positive

(increase

yield

by

Pretreatment

cocci.
with

staining

antibiotics may affect

supernate

from at least 5 cc CSF)

stain uptake, causing


gram-positive organisms
to appear gram negative
and

decrease

culture

yield on average 20%.


Glucose

Decreased

Normal

Sometimes decreased.
Aside from fulminant

euglycemia:

bacterial

>50% serum

meningitis,

the lowest levels of

hyperglycemia

CSF glucose are seen

: >30% serum

in TB, primary amebic


meningoencephalitis,

wait 4 h after

neurocysticercosis

glucose load
Protein
preterm:

Usually >150, may be


65-

Mildly increased

>1000

relatively
clinical

150

benign
presentation

suggestive of fungal

term: 20-170
>6

Increased; >1000 with

disease

months:

15-45
mg/dL
* Beberapa bakteri (misalnya Mycoplasma, Listeria, spesies Leptospira, Borrelia burgdorferi,
25

spirochetes) menghasilkan perubahan cairan tulang belakang yang menyerupai profil virus.
Sebuah profil aseptik juga khas dari infeksi bakteri sebagian diobati (lebih dari 33% pasien
telah menerima perawatan antimikroba, terutama anak-anak) dan 2 penyebab paling umum
dari

ensefalitis

HSV

berpotensi

dapat

disembuhkan

dan

arbovirus.

** Sebaliknya, meningitis TB dan parasit menyerupai profil jamur.


Kontraindikasi pungsi lumbal:
o Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi
ini dapat menyebabkan meningitis.
o Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi
lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.
o Kelainan pembekuan darah.
o Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan
jarum pada ruang interspinal.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju EndapDarah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi)
dan foto dada.
26

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Meningismus

Abses otak

Tumor otak

Delirium Tremens

Encephalitis

Herpes Simplex

Herpes Simplex Encephalitis

Neoplasms, Brain

Pediatrics, Febrile Seizures

Pediatrics, Meningitis and Encephalitis

Subarachnoid Hemorrhage

2.11 PENATALAKSAAN

Pemeriksaan pencitraan radiografi tidak harus menunda terapi antimikroba.

Munculnya resistensi bakteri, terutama penicillin-resistant S. pneumoniae, telah


meningkat di seluruh dunia, dan tingkat dilaporkan 41-56% di Asia Tenggara dan Timur
Jauh. 2 mcg>Di Amerika Serikat pada tahun 1998, CDC melakukan penelitian pada
3335 isolat dari 8 negara bagian dan ditemukan 10,2% antara penisilin resisten
(konsentrasi hambat minimum [MIC] dari 0,1-1 mcg / mL) dan 13,6% sangat tahan
(MIC> 2 mcg / mL) strain.
27

Distribusi geografis dari perlawanan ini adalah variabel, dan pengetahuan ini penting
ketika memutuskan terapi antibiotik empiris lokal (lihat Obat).

Perawatan awal di Meningitis

Mengevaluasi dan mengobati pasien untuk shock atau hipotensi, dan infus kristaloid
sampai ia adalah euvolemic.

Pertimbangkan tindakan pencegahan kejang, mengobati kejang sesuai dengan protokol


yang biasa, dan mempertimbangkan perlindungan jalan nafas pada pasien dengan
perubahan status mental. Untuk pasien waspada dalam kondisi stabil yang memiliki
tanda-tanda vital normal, mengelola oksigen, membangun akses IV, dan mengangkut
mereka dengan cepat ke ED.

Dalam meningitis akut, tanpa presentasi, melakukan pemeriksaan CSF untuk


mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan. Pengobatan Institut sedini
mungkin dalam perjalanan penyakit, karena keterlambatan dalam melembagakan
pengobatan mungkin memberikan kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas dan
mortalitas.

Kondisi pasien dan organisasi ED dapat menjamin menunggu waspada selama 8-12 jam
dan kemudian pemeriksaan ulang CSF (cepat jika kondisi pasien memburuk). Jika
perubahan awal untuk granulocytosis dominasi mononuklear, glukosa CSF tetap normal,
dan pasien terus terlihat baik, infeksi kemungkinan besar nonbakterial.

Pengobatan Meningitis akut

Pada pasien akut, lakukan LP (jika sesuai) dan mengelola dosis pertama (s) dari antibiotik
dengan atau tanpa steroid dalam waktu 30 menit presentasi ke ED. Pertimbangkan untuk
menerapkan protokol triase ED untuk mengidentifikasi pasien beresiko. Memulai terapi
empirik jika LP tidak dapat dilakukan dalam waktu 30 menit.

28

Mulailah terapi empiris sebelum CT scan kepala jika defisit neurologis fokal hadir. Jika
tidak ada efek massa hadir, melakukan LP untuk memperoleh studi mikrobiologi.

Mengobati komplikasi sistemik meningitis bakteri akut, termasuk yang berikut:

1. Hipotensi dan / atau sengatan


2. Hipoksemia
3. Hiponatremia (SIADH)
4. Jantung aritmia dan iskemia
5. Cerebrovascular kecelakaan (CVA)
6. Eksaserbasi penyakit kronis

Carilah tanda-tanda hidrosefalus dan peningkatan ICP. Mengelola demam dan rasa sakit,
mengontrol tegang dan batuk, menghindari kejang, dan menghindari hipotensi sistemik.
Pada pasien dinyatakan stabil, perawatan yang memadai termasuk mengangkat kepala
dan pemantauan status neurologis. Ketika manuver lebih agresif ditunjukkan, beberapa
pihak berwenang mendukung awal penggunaan diuresis (yaitu, furosemide 20 mg IV,
manitol 1 g / kg IV), volume peredaran darah disediakan dilindungi.

Hiperventilasi pada pasien diintubasi, dengan tujuan dari PaCO2 25-30 mmHg, secara
singkat dapat menurunkan ICP; hiperventilasi dengan PaCO2 kurang dari 25 mmHg
dapat menurunkan CBF tidak proporsional dan mengarah pada iskemia SSP.
Pertimbangkan untuk menempatkan monitor ICP pada pasien koma atau pada mereka
dengan tanda-tanda ICP meningkat. Dengan ICP tinggi, menghapus CSF sampai tekanan
berkurang

sebesar

50%

dan

memelihara

kurang

dari

300

mm

air.

Agresif mengontrol kejang jika ada, sejak aktivitas kejang meningkatkan ICP (yaitu,
lorazepam 0,1 mg / kg IV dan beban IV dengan fenitoin 15 mg / kg atau 5-10 mg
fenobarbital / kg).

29

Pengobatan Meningitis subakut

Kebanyakan pasien dengan meningitis bakteri subakut menyajikan lebih dari tantangan
diagnostik daripada individu dengan penyakit akut. Pada pasien dengan meningitis
bakteri

subakut,

pemeriksaan

CSF

merupakan

langkah

penting

dalam

mendokumentasikan kehadiran atau tidak adanya infeksi SSP dan jenis menginfeksi
organisme. Jika kondisi pasien serius dan antibiotik telah diberikan (bisa dibilang
masking gejala dan menghambat pertumbuhan organisme pada budaya), asumsikan
bahwa infeksi bakteri hadir, menyediakan cakupan antibiotik yang memadai, dan
mengakui pasien.

Antibiotik Terapi
Meningitis bakteri adalah keadaan darurat neurologis yang berhubungan dengan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Mulai terapi empiris antibakteri Oleh karena
itu penting untuk hasil yang lebih baik. Ideal ED terapi antibiotik berdasarkan organisme
jelas diidentifikasi pada CSF Gram noda. Umur dan kondisi yang mendasarinya
menentukan pengobatan empiris pada pasien ED tanpa trauma atau instrumentasi SSP.
Informasi yang disajikan dalam artikel ini diambil dari edisi 2003 dari Panduan Sanford
untuk Terapi antimikroba

Rekomendasi empiris Antibiotik Menurut Faktor predisposisi untuk Pasien Dengan


bakteri Meningitis Diduga
Gambaran Predisposisi
Usia 0-4 minggu
Usia 1-3 bulan
Usia 3 bulan - 50 tahun
usia lebih 50 tahun

Antibiotika
Ampicillin plus cefotaxime atau aminoglycoside
Ampicillin plus cefotaxime plus vancomycin*
Ceftriaxone atau cefotaxime plus vancomycin*
Ampicillin plus ceftriaxone atau cefotaxime plus

vancomycin*
Impaired cellular immunity
Ampicillin plus ceftazidime plus vancomycin*
Neurosurgery, head trauma, or CSF Vancomycin plus ceftazidime
shunt
* Vankomisin ditambahkan secara empiris terhadap regimen awal jika kehadiran pneumoniae
resisten penisilin S diduga atau jika tingginya insiden resistensi dilaporkan dalam masyarakat.
30

Rekomendasi Antibiotik untuk Pasien Diduga bakteri Meningitis dan Hasil CSF Gram
Stain
Gram Stain Morfologi
Antibiotika
Gram-positive cocci
Vancomycin plus ceftriaxone atau cefotaxime
Gram-negative cocci
Penicillin G*
Gram-positive bacilli
Ampicillin plus an aminoglycoside
Gram-negative bacilli
Broad-spectrum cephalosporin plus an aminoglycoside
* Gunakan ceftriaxone jika resisten penisilin N meningitidis terjadi di masyarakat.
Ceftriaxone lebih disukai. Ceftazidime digunakan ketika infeksi Pseudomonas kemungkinan
(misalnya, bedah saraf prosedur).
Pemberian Antibiotika dan Lama Terapi Penderita Acute Bacterial Meningitis
Bacteri

Susceptibility

Antibiotic(s)

Lam
a
(hari

S pneumoniae

)
10-14

Penicillin MIC < 0.1 Penicillin G


mg/L
MIC 0.1-1 mg/L
Ceftriaxone or cefotaxime
MIC >2 mg/L
Ceftriaxone or cefotaxime
Ceftriaxone MIC >0.5 Ceftriaxone
or
cefotaxime

plus

mg/L
Beta-lactamase-

vancomycin or rifampin
Ampicillin

negative
Beta-lactamase-

Ceftriaxone or cefotaxime

positive

Penicillin G or ampicillin
7
Ampicillin or penicillin G plus an 14-21

aminoglycoside
Penicillin G plus an aminoglycoside, if 14-21

Enterobacteriacea

warranted
Ceftriaxone or cefotaxime plus an 21

e
P aeruginosa

aminoglycoside
Ceftazidime plus an aminoglycoside

H influenzae

N meningitidis
L monocytogenes
S agalactiae

31

21

Penanganan secara empiris terapi antimikroba yaitu, pengobatan antibakteri, antivirus


atau antijamur dan terapi pada kasus tertentu sesegera mungkin. Hal ini biasanya
berdasarkan faktor-faktor predisposisi yang diketahui dan / atau hasil Gram CSF awal
noda.

Pengobatan antibiotik yang tepat untuk jenis yang paling umum meningitis bakteri harus
mengurangi risiko kematian menjadi kurang dari 15%, meskipun risikonya lebih tinggi
pada pasien usia lanjut. Antibiotik yang dipilih harus mencapai tingkat yang memadai
dalam CSF. Pencapaian ini biasanya tergantung pada kelarutan lipid obat, ukuran
molekul, pengikatan protein kemampuan, dan keadaan peradangan pada meninges.
Penisilin, sefalosporin tertentu (yaitu, ketiga dan keempat generasi sefalosporin), yang
carbapenems, fluoroquinolones, dan rifampisin memberikan tingkat CSF tinggi.

Pemantrauan toksisitas obat yang mungkin selama pengobatan (misalnya, dengan jumlah
darah dan pemantauan fungsi ginjal dan hati).

Dosis dari agen antimikroba yang dipilih harus selalu disesuaikan berdasarkan fungsi
ginjal dan hati pasien. Kadang-kadang, memperoleh konsentrasi obat dalam serum
mungkin diperlukan untuk memastikan tingkat yang memadai dan untuk menghindari
toksisitas obat-obat dengan indeks terapeutik yang sempit (misalnya, vankomisin,
aminoglikosida).

Setelah patogen telah diidentifikasi dan kerentanan antimikroba ditentukan, antibiotik


dapat dimodifikasi untuk pengobatan ditargetkan optimal. Memantau untuk terjadinya
komplikasi dari penyakit (misalnya, hidrosefalus, kejang, cacat pendengaran) dan
pengobatannya (misalnya, obat toksisitas, hipersensitivitas). Antibiotik terapi Neonatus
dengan usia 1 bulan

Pada neonatus dengan usia 1 bulan, mikroorganisme yang paling umum adalah kelompok
B atau D streptococci, Enterobacteriaceae (misalnya, E coli), dan L monocytogenes.
Pengobatan utama adalah kombinasi ampisilin (umur 0-7 d: 50 mg / kg IV setiap 8 jam,
umur 8-30 d: 50-100 mg / kg IV setiap 6 jam) ditambah sefotaksim 50 mg / kg IV setiap
32

6 jam (sampai 12 g / d). Pengobatan alternatif adalah ampisilin (umur 0-7 d: 50 mg / kg


IV setiap 8 jam, umur 8-30 d: 50-100 mg / kg IV setiap 6 jam) ditambah gentamisin
(umur 0-7 d: 2,5 mg / kg IV atau IM q12h , umur 8-30 d: 2,5 mg / kg IV atau IM q8h).
Kebanyakan pihak merekomendasikan menambahkan asiklovir 10 mg / kg IV setiap 8
jam untuk ensefalitis herpes simplex.

Antibiotik terapi Usia 1-3 bulan Pada bayi (1-3 bulan), pengobatan utama adalah
sefotaksim (50 mg / kg IV setiap 6 jam, hingga 12 g / hari) atau ceftriaxone (dosis awal:
75 mg / kg, 50 mg / kg q12h hingga 4 g / hari ) ditambah ampisilin (50-100 mg / kg IV
setiap 6 jam). Pengobatan alternatif adalah kloramfenikol (25 mg / kg PO atau IV q12h)
ditambah gentamisin (2,5 mg / kg IV atau IM q8h). Jika prevalensi sefalosporin tahan S.
pneumoniae (DRSP) lebih besar dari 2%, tambahkan vankomisin (15 mg / kg IV setiap 8
jam). Sangat mempertimbangkan deksametason (0,4 mg / kg IV q12h selama 2 d atau
0,15 mg / kg IV setiap 6 jam selama 4 d) mulai 15-20 menit sebelum dosis pertama
antibiotik.

Antibiotik terapi Umur 3 bulan sampai 7 tahun


Pada bayi yang lebih tua atau anak-anak muda (3 bulan 7 tahun), mikroorganisme yang
paling umum adalah S. pneumoniae, meningitidis N, dan H influenzae. Pengobatan
utama adalah baik sefotaksim (50 mg / kg IV setiap 6 jam sampai dengan 12 g / hari) atau
ceftriaxone (dosis awal: 75 mg / kg, kemudian 50 mg / kg q12h hingga 4 g / hari). Jika
prevalensi DRSP lebih besar dari 2%, tambahkan vankomisin (15 mg / kg IV setiap 8
jam). Di negara-negara dengan prevalensi rendah DRSP, pertimbangkan penisilin G
(250.000 U / kg / hari IM / IV dalam dosis terbagi 3-4). Karena DRSP, penisilin G tidak
lagi dianjurkan di Amerika Serikat.

Pengobatan alternatif (atau jika alergi penisilin parah) adalah kloramfenikol (25 mg / kg
PO / IV q12h) ditambah vankomisin (15 mg / kg IV setiap 8 jam). Sangat
mempertimbangkan deksametason (0,4 mg / kg IV q12h selama 2 d atau 0,15 mg / kg IV
setiap 6 jam selama 4 d) mulai 15-20 menit sebelum dosis pertama antibiotik.

33

Antibiotik terapi Usia 7-50 tahun Pada anak yang lebih tua atau orang dewasa yang
sehat (7-50 tahun), mikroorganisme yang paling umum adalah S. pneumoniae,
meningitidis N, dan L monocytogenes. Di daerah di mana prevalensi DRSP lebih besar
dari 2%, pengobatan utama adalah baik (dosis anak: 50 mg / kg IV setiap 6 jam sampai
dengan 12 g / hari; dosis dewasa: 2 g IV setiap 4 jam) sefotaksim atau seftriakson (dosis
anak: dosis awal : 75 mg / kg, kemudian 50 mg / kg q12h hingga 4 g / hari; dosis dewasa:
2 g IV q12h) ditambah vankomisin (dosis anak: 15 mg / kg IV setiap 8 jam; dosis
dewasa: 750-1000 mg IV atau q12h 10-15 mg / kg IV q12h). Beberapa add rifampisin
(dosis anak: 20 mg / kg / d IV; dosis dewasa: 600 mg PO qd). Jika spesies Listeria
dicurigai, menambahkan ampisilin (50 mg / kg IV setiap 6 jam).

Pengobatan alternatif (atau jika alergi penisilin parah) adalah kloramfenikol (12,5 mg / kg
IV setiap 6 jam: tidak bakterisida) atau klindamisin (dosis anak: 40 mg / kg / hari IV
dalam dosis 3-4; dosis dewasa: 900 mg IV setiap 8 jam: aktif secara in vitro tetapi tidak
ada data klinis) atau meropenem (dosis anak: 20-40 mg / kg IV setiap 8 jam; dosis
dewasa: 1 g IV setiap 8 jam: aktif secara in vitro tetapi beberapa data klinis, hindari
imipenem, karena proconvulsant).

Di daerah dengan prevalensi rendah DRSP, gunakan sefotaksim (dosis anak: 50 mg / kg


IV setiap 6 jam sampai dengan 12 g / hari; dewasa: 2 g IV setiap 4 jam) atau ceftriaxone
(dosis anak: 75 mg / kg dosis awal kemudian 50 mg / kg q12h hingga 4 g / hari; dewasa:
2 g IV q12h) ditambah ampisilin (50 mg / kg IV setiap 6 jam). Pengobatan alternatif (atau
jika alergi penisilin parah) adalah kloramfenikol (12,5 mg / kg IV setiap 6 jam) ditambah
trimetoprim / sulfametoksazol (TMP / SMX; TMP 5 mg / kg IV setiap 6 jam) atau
meropenem (dosis anak: 20-40 mg / kg IV setiap 8 jam ; dosis dewasa: 1 g IV setiap 8
jam).

Data terbatas pada kebutuhan untuk deksametason pada orang dewasa, meskipun ada
dukungan untuk penggunaannya di negara maju ketika S. pneumoniae adalah organisme
yang dicurigai. Administer dosis pertama deksametason (0,4 mg / kg q12h IV untuk 2 d
atau 0,15 mg / kg setiap 6 jam selama 4 d) 15-20 menit sebelum dosis pertama antibiotik.

34

Antibiotik terapi Usia 50 tahun dan lebih tua Pada orang dewasa yang lebih tua dari
50 tahun atau orang dewasa dengan penyakit mematikan atau alkoholisme,
mikroorganisme yang paling umum adalah S. pneumoniae, coliform, H influenzae,
spesies Listeria, Pseudomonas aeruginosa, dan N meningitidis.

Pengobatan utama jika prevalensi DRSP lebih besar dari 2% adalah baik sefotaksim (2 g
IV setiap 4 jam) atau ceftriaxone (2 g IV q12h) ditambah vankomisin (750-1000 mg IV
q12h atau 10-15 mg / kg IV q12h). Jika CSF Gram noda menunjukkan basil gram negatif,
gunakan ceftazidime (2 g IV setiap 8 jam). Di daerah prevalensi rendah DRSP, gunakan
sefotaksim (2 g IV setiap 4 jam) atau ceftriaxone (2 g IV q12h) ditambah ampisilin (50
mg / kg IV setiap 6 jam). Pilihan lain untuk pengobatan termasuk meropenem, TMP /
SMX, dan doksisiklin.

Data terbatas pada kebutuhan untuk deksametason pada orang dewasa, meskipun ada
dukungan untuk penggunaannya di negara maju ketika S pneumoniae adalah organisme
yang dicurigai dan kecurigaan untuk etiologi TB atau jamur rendah. Administer dosis
pertama deksametason (0,4 mg / kg q12h IV untuk 2 d atau 0,15 mg / kg setiap 6 jam
selama 4 d) 15-20 menit sebelum dosis pertama antibiotik.

Terapi steroid

Pemahaman kini patogenesis bakteri meningitis telah menyebabkan uji terapi ganda yang
melibatkan alat untuk meredam efek merugikan dari pertahanan host (misalnya, respon
inflamasi dengan produk bakteri dan produk aktivasi neutrofil) sementara memberantas
bakteri dengan antibiotik.

Terutama di antara tindakan ini adalah penggunaan steroid. Namun, dalam model
meningitis eksperimental, penggunaan steroid telah dikaitkan dengan penetrasi
antimikroba diturunkan menjadi CSF dan penurunan aktivitas bakterisida dari beberapa
antimikroba, seperti vankomisin. Data klinis, bagaimanapun, menunjukkan bahwa
penggunaan steroid dapat menawarkan manfaat dalam kasus tertentu meningitis bakteri
akut.
35

Oleh karena itu, intervensi farmakologis untuk mengurangi tingkat peradangan dapat
meningkatkan hasil. Sangat mempertimbangkan penggunaan steroid sebagai pengobatan
tambahan untuk meningitis bakteri. Jika steroid diberikan, mereka harus diberikan
sebelum atau selama pemberian terapi antimikroba. Penggunaan steroid telah terbukti
meningkatkan hasil keseluruhan dari pasien dengan beberapa jenis meninigitis bakteri,
seperti H influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus.

Deksametason
Penggunaan deksametason adjunctive (0,15 mg / kg per dosis setiap 6 jam selama 2-4 d)
mengurangi kehilangan pendengaran dan gejala sisa neurologis pada anak-anak dan bayi
dengan meningitis yang disebabkan oleh HIB. Studi-studi yang mendukung sebagian
besar telah dilakukan selama era ketika HIB adalah patogen meningeal yang paling
umum. Kontroversi seputar pemberian deksametason, yang diberikan dengan atau
sebelum antibiotik. Deksametason dapat mengganggu sitokin efek neurotoksik dari
bacteriolysis, yang maksimal di hari pertama penggunaan antibiotik. Sebuah metaanalisis dari 10 tahun uji klinis menegaskan bahwa deksametason mengurangi
morbiditas, terutama kejadian dan keparahan gangguan pendengaran neurosensorik,
untuk H influenzae meningitis dan menyarankan manfaat yang sebanding untuk
meningitis pneumoniae S di masa kecil. Tidak ada studi yang memadai dewasa ada,
meskipun patofisiologi yang mungkin serupa. Meta-analisis menunjukkan bahwa terapi
deksametason membatasi sampai 2 hari mungkin optimal. Studi yang dilakukan di Eropa
terus mendukung penggunaan deksametason di negara maju (sebagai lawan
berkembang), mungkin terkait dengan insiden relatif meningitis TB.

Secara teoritis, anti-inflamasi steroid menurunkan darah-otak permeabilitas penghalang


dan menghambat penetrasi antibiotik ke dalam CSF. Penurunan CSF tingkat vankomisin
telah dikonfirmasi di steroid yang diobati binatang tetapi tidak dalam studi manusia.
Banyak ahli percaya bahwa semua antibiotik lain mencapai konsentrasi hambat minimal
(MIC) dalam CSF terlepas dari penggunaan steroid. Deksametason mungkin tidak secara
klinis menghambat bahkan vankomisin. Kajian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa
steroid adjunctive juga bermanfaat dalam pengobatan meningitis yang disebabkan oleh
bakteri patogen selain HIB. Dalam kohort besar pasien dengan meningitis akut karena
36

pneumokokus, meningokokus, dan bakteri lain, pemberian deksametason adjunctive


secara bermakna dikaitkan dengan penurunan mortalitas dan hasil yang tidak
menguntungkan lainnya. Manfaat paling jelas dalam kasus karena pneumokokus.

Akumulasi terakhir bukti ilmiah tentang manfaat penggunaan steroid menunjukkan


bahwa hal itu harus dipertimbangkan sebagai pengobatan ajuvan pada pasien dewasa
yang paling dalam yang meningitis bakteri akut dicurigai.

Waktu pemberian deksametason sangat penting. Jika digunakan, harus diberikan sebelum
atau dengan dosis pertama terapi antibakteri. Hal ini untuk menangkal ledakan inflamasi
awal konsekuen untuk antibiotik yang dimediasi membunuh bakteri. Reaksi inflamasi
lebih intens telah didokumentasikan menyusul pembunuhan besar-besaran yang
disebabkan oleh bakteri antibiotik.

Dalam analisis-meta, deksametason tidak berpengaruh dalam salah satu subkelompok


prespecified, termasuk organisme penyebab tertentu, predexamethasone pengobatan
antibiotik, status HIV, atau usia. Meta-analisis juga tidak dapat menunjukkan penurunan
yang signifikan dalam kematian atau cacat neurologis.

Di negara berkembang, penggunaan gliserol lisan (bukan deksametason) telah dipelajari


sebagai terapi tambahan dalam pengobatan meningitis bakteri pada anak. Dalam
penelitian yang terbatas, tampaknya mengurangi timbulnya gejala sisa neurologis dengan
sedikit efek samping

Viral Meningitis Meningitides kebanyakan virus jinak dan self limited. Sering kali,
mereka memerlukan perawatan hanya mendukung dan tidak memerlukan terapi tertentu.
Dalam kasus tertentu, terapi antivirus tertentu dapat diindikasikan, jika tersedia.
Pada pasien dengan defisiensi imun (misalnya, agammaglobulinemia), penggantian
imunoglobulin telah digunakan untuk mengobati infeksi Enterovirus kronis.

Herpes simpleks meningitis Pengelolaan antivirus dari HSV meningitis adalah


kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg IV setiap 8 jam) telah diberikan untuk HSV-1 dan
HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak menganjurkan terapi antivirus kecuali ensefalitis
37

terkait hadir, karena kondisi ini biasanya jinak dan self-terbatas. Hal ini ditunjukkan
dengan Mollaret sindrom, sindrom berulang tapi jinak pleositosis limfositik yang kini
dihubungkan dengan HSV.

CMV meningitis Gansiklovir (induksi dosis 5 mg / kg IV q12h, pemeliharaan dosis 5 mg


/ kg q24h) dan foskarnet (induksi dosis 60 mg / kg IV setiap 8 jam, pemeliharaan dosis
90-120 mg / kg IV q24h) digunakan untuk CMV meningitis pada host
immunocompromised.

HIV meningitis Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan
HIV meningitis yang terjadi selama suatu sindrom serokonversi akut. Ke HIV-1
Associated SSP kondisi Meningitis untuk informasi lengkap mengenai topik ini.

Meningitis Jamur (AIDS Meningitis kriptokokus) Untuk terapi awal, mengelola


amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / d IV) selama minimal 2 minggu, dengan atau tanpa
flusitosin (100 mg / kg PO) dalam 4 dosis terbagi. Persiapan liposomal amfoterisin B
dapat digunakan pada pasien dengan atau yang cenderung untuk mengembangkan
disfungsi ginjal (amfoterisin B liposom 3-4 mg / kg / hari atau amfoterisin B kompleks
lipid 5 mg / kg / hari). Untuk terapi konsolidasi, mengelola flukonazol (400 mg / hari
selama 8 minggu). Itrakonazol adalah alternatif jika flukonazol tidak akan ditolerir.
Untuk perawatan terapi, terapi jangka panjang antijamur dengan flukonazol (200 mg / d)
adalah yang paling efektif (lebih unggul itrakonazol dan amfoterisin B pada 1 mg / kg /
minggu) untuk mencegah kambuh. Risiko kambuh tinggi pada pasien dengan AIDS.
Dalam banyak kasus, meningitis kriptokokus adalah rumit dengan ICP meningkat.
Mengukur tekanan membuka selama pungsi lumbal sangat disarankan. Berusaha untuk
mengurangi tekanan tersebut dengan pungsi lumbal berulang, menguras lumbal, atau
shunt. Manuver medis, seperti pemberian manitol, juga telah digunakan. Peran agen baru,
seperti vorikonazol dan posaconazole, belum diteliti. Echinocandins tidak memiliki
aktivitas terhadap kriptokokus. Untuk pengobatan optimal untuk terkait HIV meningitis
kriptokokal akut di daerah terbatas sumber daya, agen-agen yang digunakan adalah
amfoterisin B dan flukonazol. Oleh karena itu, pengobatan akan terdiri dari amfoterisin
dan flusitosin, dan pembuat kebijakan dan departemen nasional mengenai kesehatan di
38

negara-negara tersebut harus mempertimbangkan menambahkan obat yang biasanya tidak


tersedia di rangkaian tersebut (misalnya, flusitosin) untuk program pengobatan HIV [16].
Ke HIV-1 Associated SSP kondisi Meningitis untuk informasi lengkap mengenai topik
ini.

Meningitis Jamur (Meningitis kriptokokus Non-AIDS dan Non-TransplantasiTerkait)


Untuk induksi dan terapi konsolidasi, mengelola amfoterisin B (0,7-1 mg / kg / hari)
ditambah flusitosin (100 mg / kg / hari) selama sedikitnya 4 minggu. Ini dapat
diperpanjang sampai 6 minggu pada komplikasi neurologis. Kemudian, mengelola
flukonazol (400 mg / hari) selama minimal 8 minggu. Sebuah tusukan lumbal dianjurkan
setelah 2 minggu untuk mendokumentasikan sterilisasi CSF. Jika infeksi berlanjut, terapi
induksi lagi dianjurkan (6 minggu). Penerima transplantasi organ padat dengan
meningitis kriptokokus harus ditangani dengan amfoterisin B liposomal (3-4 mg / kg / d
IV) atau amfoterisin B kompleks lipid (5 mg / kg / d IV) ditambah flusitosin (100 mg / kg
/ hari dalam 4 dibagi dosis) selama minimal 2 minggu terapi induksi. Ini diikuti dengan
pengobatan konsolidasi menggunakan flukonazol di 400-800 mg / hari secara oral selama
8 minggu, dan kemudian perawatan pengobatan dengan flukonazol pada 200 mg / hari
secara oral selama 6-12 bulan.

Coccidioides immitis Pengobatan pilihan untuk meningitis yang disebabkan oleh C


immitis adalah flukonazol oral (400 mg / hari). Beberapa dokter memulai terapi dengan
dosis yang lebih besar dari flukonazol (setinggi 1000 mg / hari) atau dengan kombinasi
flukonazol dan amfoterisin B. intratekal Itrakonazol (400-600 mg / hari) telah dilaporkan
comparably efektif. Lamanya pengobatan biasanya adalah seumur hidup.

Histoplasma capsulatum Perlakuan yang disarankan H capsulatum meningitis liposomal


amfoterisin B pada 5-mg/kg/d IV dengan total 175 mg / kg diberikan selama 4-6 minggu,
diikuti dengan lisan 200-300 mg itrakonazol dua kali untuk tiga kali sehari selama
setidaknya 1 tahun atau sampai resolusi kelainan CSF dan kadar antigen Histoplasma.
Darah tingkat itrakonazol harus diukur untuk memastikan penyerapan yang baik dari obat
oral. Infeksi ini dikaitkan dengan hasil yang buruk; 20-40% dari pasien dengan
39

meningitis menyerah pada infeksi meskipun terapi amfoterisin B, dan 50% dari
responden kambuh setelah penghentian pengobatan.

Candida
Terapi awal yang lebih disukai untuk meningitis candida adalah amfoterisin B (0,7 mg /
kg / hari). Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk
mempertahankan tingkat serum 40-60 mcg / mL. Azol terapi dapat digunakan untuk
tindak lanjut terapi atau pengobatan penekan. Risiko kambuh tinggi, dan durasi
pengobatan adalah sewenang-wenang. Beberapa merekomendasikan perawatan terus
selama minimal 4 minggu setelah resolusi lengkap gejala. Penghapusan bahan prostetik
(misalnya, shunts ventriculoperitoneal) adalah komponen penting dari terapi pada
meningitis candida berhubungan dengan prosedur bedah saraf.

Sporothrix schenckii Amfoterisin B adalah pengobatan pilihan. Menggunakan


itrakonazol untuk mencapai penekanan seumur hidup dapat mencoba setelah terapi awal
dengan amfoterisin B. Flukonazol memiliki kurang anti-Sporothrix aktivitas dari
itrakonazol. Lamanya pengobatan di terkait AIDS kasus adalah seumur hidup.

Meningitis TB Tergantung pada pola resistensi di masyarakat dan hasil uji kerentanan
(sekali tersedia), selalu mengobati meningitis TB dengan kombinasi obat. Isoniazid
(INH) dan pirazinamid (PZA) mencapai tingkat CSF yang baik (tingkat darah perkiraan).
Rifampisin (RIF) menembus penghalang darah-otak kurang efisien namun tetap
mencapai tingkat CSF memadai. Penggunaan kombinasi dari obat lini pertama (yaitu,
INH, RIF, PZA, etambutol, streptomisin) yang dianjurkan. Dosis ini mirip dengan apa
yang digunakan untuk TB paru (yaitu, INH 300 mg qd, RIF 600 mg qd, PZA 15-30 mg /
kg qd, etambutol 15-25 mg / kg qd, streptomisin 7,5 mg / kg q12h). Bukti tentang durasi
yang tepat pengobatan adalah bertentangan. Sebuah masa pengobatan dari 12 bulan
adalah minimum, dan beberapa ahli menyarankan durasi minimal 2 tahun. Penggunaan
kortikosteroid diindikasikan untuk individu dengan stadium 2 atau stadium 3 penyakit
(yaitu, pasien dengan bukti defisit neurologis atau perubahan fungsi mental mereka).
Dosis yang dianjurkan adalah 60-80 mg / hari, yang mungkin meruncing secara bertahap

40

selama kurun waktu 6 minggu. Alasannya terletak pada pengurangan efek inflamasi
terkait dengan pembunuhan mikobakteri oleh agen antimikroba.

Sifilis Meningitis Perlakuan pilihan untuk neurosifilis memerlukan pemberian parenteral


dari air penisilin G kristal (2-4 juta U / hari IV setiap 4 jam) selama 10-14 hari, sering
diikuti

dengan

penisilin

intramuskular

(IM)

benzatin

(2,4

juta

U).

Atau, mengelola prokain penisilin G (2,4 juta U / hari IM) ditambah probenesid (500 mg
PO qid) selama 14 hari, diikuti oleh IM benzatin penisilin G (2,4 juta U). Pasien dengan
HIV yang memiliki neurosifilis diperlakukan sama. Setelah pengobatan, ulangi
pemeriksaan CSF dilakukan secara teratur (misalnya setiap 6 bulan) untuk
mendokumentasikan

keberhasilan

terapi.

Kegagalan

sel

menghitung

sampai

menormalkan atau titer serologi jatuh mungkin memerlukan pengobatan ulang.


Karena penisilin G dianggap sebagai pengobatan pilihan, pasien yang alergi terhadap
penisilin harus menjalani desensitisasi penisilin untuk menerima pengobatan yang
optimal.

Parasit Meningitis Amebic meningoencephalitis (PAM), yang disebabkan oleh N


fowleri, biasanya berakibat fatal. Yang selamat sedikit dilaporkan dalam literatur ilmiah
manfaat dari diagnosis dini dan pengobatan dengan dosis tinggi amfoterisin B intravena
dan intratekal atau mikonazol dan rifampisin. Perawatan untuk obat cacing (yaitu,
cantonensis A, G spinigerum) eosinofilik meningitis umumnya telah mendukung di alam.
Ini termasuk analgesia yang memadai, terapi aspirasi CSF, dan penggunaan agen antiinflamasi,

seperti

kortikosteroid.

Penggunaan

terapi

antihelminthic

mungkin

kontraindikasi, karena pemburukan klinis dan kematian dapat terjadi reaksi berikut
peradangan parah pada cacing sekarat.

Lyme Meningitis Komplikasi neurologis penyakit Lyme (selain palsy Bell) idealnya
membutuhkan administrasi antibiotik parenteral. Obat pilihan adalah ceftriaxone (2 g / d)
untuk 14-28 hari. Terapi alternatif adalah penisilin G (20 juta U / d) untuk 14-28 hari.
Doksisiklin (100 mg PO / IV tawaran) untuk 14-28 hari atau kloramfenikol (1 g qid)
untuk 14-28 hari juga telah digunakan.

41

Penanganan Farmakologis
Pemberian antibiotik sesuai dengan umur dan mengesampingkan kondisi fisik. Terapi empirik
juga tergantung pada prevalensi sefalosporin tahan S. pneumoniae (DRSP). 2-5%). Di Amerika
Serikat, prevalensi dianggap tinggi (> 2-5%). Pasien dengan penisilin parah (dan diduga
sefalosporin) alergi sering membutuhkan terapi alternatif.
Meningitis bakterial, umur <2 bulan :

Cephalosporin Generasi ke 3, atau

Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis
sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis

Meningitis bakterial, umur >2 bulan:

Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis
sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

Sefalosporin Generasi ke 3

Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5
mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum
pemberian antibiotika

Antimikroba Agen
Agen ini digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi yang disebabkan oleh patogen
paling mungkin dicurigai atau diidentifikasi.

Ceftriaxone (Rocephin) Ceftriaxone adalah generasi ketiga sefalosporin dengan


spektrum luas gram negatif aktivitas. Ini memiliki khasiat lebih rendah terhadap
organisme gram positif namun memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap organisme
pneumokokus rentan. Itu diberikannya efek antimikroba dengan mengganggu sintesis
42

peptidoglikan, komponen struktural utama dari dinding sel bakteri. Ini adalah antibiotik
yang sangat baik untuk pengobatan empiris meningitis bakteri.

Ceftazidime (Ceptaz, Fortaz) Ceftazidime adalah sefalosporin generasi ketiga dengan


spektrum luas aktivitas terhadap gram negatif organisme, keberhasilan lebih rendah
terhadap organisme gram positif, dan efikasi lebih tinggi terhadap organisme resisten.
Dengan mengikat 1 atau beberapa penisilin mengikat protein, sintesis sel bakteri itu
penangkapan dinding dan menghambat replikasi bakteri.

Sefotaksim (Claforan) Sefotaksim adalah generasi ketiga cephalosporin yang digunakan


untuk mengobati meningitis bakteri dicurigai atau didokumentasikan disebabkan oleh
organisme rentan, seperti H influenzae atau meningitidis N. Seperti beta-laktam
antibiotik, sefotaksim menghambat pertumbuhan bakteri dengan menangkap sintesis
dinding sel bakteri.

Penisilin G (Pfizerpen) Sebuah antibiotik beta-laktam, penisilin G menghambat sintesis


dinding sel bakteri, sehingga aktivitas bakterisida terhadap mikroorganisme rentan. Hal
ini aktif melawan banyak organisme gram positif dan merupakan DOC untuk meningitis
sifilis dan organisme rentan (misalnya, N meningitidis, penisilin-rentan S pneumoniae).

Ampisilin (Omnipen, Polycillin) Sebuah antibiotik beta-laktam bakterisida, ampisilin


menghambat sintesis dinding sel dengan mengganggu pembentukan peptidoglikan. Obat
ini diindikasikan untuk monocytogenes L dan S meningitis agalactiae, biasanya dalam
kombinasi dengan gentamisin.

Vankomisin (Vancocin) Vankomisin adalah antibiotik glycopeptide yang aktif terhadap


staphylococci, streptococci, dan gram positif bakteri. Itu diberikannya aktivitas
antibakteri dengan menghambat biosintesis peptidoglikan dan merupakan DOC untuk
pneumoniae S yang sangat resisten penisilin dan ceftriaxone-tahan dan methicillinresistant Staphylococcus S. Ini adalah komponen empiris DOC untuk SSP-shunt terkait
meningitis. Karena penetrasi CSF miskin, dosis yang lebih tinggi dari vankomisin

43

diperlukan untuk meningitis daripada infeksi lainnya. Gunakan CrCl untuk menyesuaikan
dosis pada gangguan ginjal.

Gentamicin (Garamycin) Antibiotik yang tersedia, tetapi aminoglikosida, seperti


gentamisin, tetap signifikan dalam mengobati infeksi berat. Aminoglikosida menghambat
sintesis protein oleh ireversibel mengikat ribosom 30-an. Dalam meningitides meningitis
atau gram negatif, mengelola intrathecal karena penetrasi SSP miskin. Rejimen dosis
sangat banyak; menyesuaikan dosis berdasarkan CrCl dan perubahan volume distribusi.

Kloramfenikol (Chloromycetin) Kloramfenikol mengikat bakteri-ribosom 50 S subunit


dan menghambat replikasi bakteri dengan menghambat sintesis protein. Hal ini efektif
terhadap bakteri gram negatif dan gram positif.

Trimetoprim / sulfametoksazol (kotrimoksazol, Bactrim DS) Trimetoprim /


sulfametoksazol menghambat sintesis bakteri asam dihydrofolic dengan bersaing dengan
para-aminobenzoic acid, menghambat sintesis asam folat. Hal ini menyebabkan
penghambatan replikasi bakteri.

Meropenem (Merrem) Sebuah antibiotik spektrum luas carbapenem, meropenem


menghambat sintesis dinding sel dan memiliki aktivitas bakterisidal. Hal ini efektif
terhadap bakteri gram positif dan gram-negatif yang paling. Meropenem telah sedikit
meningkat aktivitas terhadap gram negatif organisme dan sedikit menurun aktivitas
terhadap staphylococcus dan streptokokus dibandingkan dengan imipenem.

Doksisiklin (Doryx, Bio-Tab) Doksisiklin menghambat sintesis protein dan karena itu,
pertumbuhan bakteri dengan mengikat dengan 30S subunit 50S dan kemungkinan
ribosom bakteri yang rentan.

Ciprofloxacin (Cipro) Ciprofloxacin adalah fluorokuinolon yang menghambat sintesis


DNA bakteri dan, akibatnya, pertumbuhan oleh DNA girase menghambat dan
topoisomerase, yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi, dan translasi bahan genetik.
Kuinolon memiliki aktivitas luas terhadap organisme gram positif aerobik dan gram-

44

negatif. Ciprofloxacin tidak memiliki aktivitas terhadap anaerob. Teruskan pengobatan


untuk minimal 2 hari (7-14 d khas) setelah tanda dan gejala hilang.

Klindamisin (Cleocin) Klindamisin merupakan antibiotik semisintetik yang dihasilkan


oleh 7 (S)-kloro-substitusi dari 7 (R)-kelompok hidroksil dari linkomisin senyawa induk.
Menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi peptidil
tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap. Ini
secara luas mendistribusikan dalam tubuh tanpa penetrasi SSP. Klindamisin adalah
protein terikat dan dikeluarkan oleh hati dan ginjal. Hal ini efektif terhadap bakteri gram
positif aerobik dan anaerobik (kecuali enterococci).

Antivirus Agen
Agen ini mengganggu replikasi virus, mereka melemahkan atau meniadakan aktivitas virus.

Acyclovir (Zovirax) Prodrug Sebuah diaktifkan oleh enzim selular, asiklovir


menghambat aktivitas, HSV-1 HSV-2, dan virus varicella-zoster dengan bersaing untuk
polimerase DNA virus dan penggabungan ke dalam DNA virus. Acyclovir digunakan
dalam HSV meningitis.

Gansiklovir (Cytovene) Gansiklovir merupakan turunan sintetis guanin aktif terhadap


CMV. Analog nukleosida asiklik dari 2-deoxyguanosine, menghambat replikasi virus
herpes in vitro dan in vivo. tingkat gansiklovir-trifosfat adalah sebanyak 100 kali lipat
lebih besar dalam sel yang terinfeksi CMV daripada di sel yang tidak terinfeksi, mungkin
karena fosforilasi preferensial gansiklovir dalam sel yang terinfeksi virus.

Foskarnet Foskarnet merupakan analog pirofosfat anorganik organik yang menghambat


replikasi virus herpes dikenal, termasuk CMV, HSV-1, dan HSV-2. Hal ini menghambat
replikasi virus di situs pirofosfat-mengikat pada virus spesifik DNA polimerase.
Foskarnet digunakan untuk mengobati meningitis CMV pada immunocompromised host
pada dosis induksi 60 mg / kg IV setiap 8 jam dan dosis pemeliharaan 90-120 mg / kg IV
q24h.

45

Antijamur
Agen ini digunakan dalam pengelolaan penyakit menular yang disebabkan oleh jamur.

Amfoterisin B, konvensional (Amphocin, Fungizone) Sebuah antibiotik poliena


diproduksi oleh strain S nodosus, obat ini dapat fungistatik atau fungisida. Ia mengikat
sterol, seperti ergosterol, di membran sel jamur, menyebabkan komponen intraseluler
bocor dengan kematian sel berikutnya jamur. Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi
sistemik yang berat dan meningitis disebabkan oleh jamur rentan (misalnya, C albicans,
H capsulatum, C neoformans). Hal ini juga tersedia dalam liposomal (AmBisome) dan
lipid kompleks (Abelcet) formulasi. Amfoterisin B tidak menembus CSF juga. Intratekal
amfoterisin mungkin diperlukan sebagai tambahan.

Flukonazol (Diflucan) Flukonazol memiliki aktivitas fungistatik. Ini adalah PO sintetis


anti jamur (spektrum luas bistriazole) yang selektif menghambat sitokrom P-450 jamur
dan sterol C-14 alpha-demethylation, yang mencegah konversi lanosterol untuk
ergosterol, sehingga mengganggu membran sel.

Flusitosin (Ancobon) Flusitosin diubah menjadi fluorouracil setelah menembus sel


jamur dan menghambat RNA dan sintesis protein. Hal ini aktif terhadap spesies Candida
dan kriptokokus dan digunakan dalam kombinasi dengan amfoterisin B.

Itrakonazol (Sporanox) Itraconazole memiliki aktivitas fungistatik. Ini adalah agen


antijamur triazole sintetis yang memperlambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat P-450-dependent sintesis sitokrom ergosterol, komponen vital membran sel
jamur.

Antitubercular Agen untuk Meningitis tuberkulosa:


Agen ini digunakan dalam pengelolaan penyakit mikobakteri dalam kombinasi dengan agen
antitubercular lainnya.

46

1. Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500 mg/hari) selama
1 tahun
2. Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1 tahun
3. Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis
selama 3 bulan

Rifampisin (Rifadin, Rimactane) Rifampisin digunakan dalam kombinasi dengan obat


antituberkulosis lainnya. Menghambat DNA-dependent bakteri, tetapi tidak mamalia,
RNA polimerase. Resistansi silang dapat terjadi.

Isoniazid (Laniazid, Nydrazid) Isoniazid adalah obat antituberkulosis lini pertama yang
digunakan dalam kombinasi dengan obat antituberkulosis lain untuk mengobati
meningitis. Hal ini biasanya diberikan selama minimal 12-24 bulan. Dosis profilaksis
piridoksin (6-50 mg / hari) dianjurkan jika neuropati perifer sekunder terhadap terapi
isoniazid berkembang.

Pirazinamid (PZA) Pirazinamid adalah analog pyrazine dari nikotinamida; mungkin


bakteriostatik atau bakterisidal terhadap M tuberculosis, tergantung dari konsentrasi obat
dicapai pada tempat infeksi. Mekanisme pirazinamid tentang tindakan tidak diketahui.

Etambutol (Myambutol) Etambutol berdifusi ke dalam sel aktif mikobakteri tumbuh


(misalnya, basil tuberkel). Ini merusak metabolisme sel dengan menghambat sintesis 1
atau lebih metabolit, yang pada gilirannya menyebabkan kematian sel. Tidak ada
resistansi silang telah dibuktikan. Resistensi mikobakteri adalah sering dengan terapi
sebelumnya. Gunakan pada pasien dalam kombinasi dengan obat lini kedua yang belum
diberikan sebelumnya. Diberikan setiap 24 jam sampai konversi bakteriologis permanen
dan perbaikan klinis maksimal diamati. Absorpsi tidak signifikan diubah oleh makanan.

Streptomisin Streptomisin memiliki efek bakterisida dan menghambat sintesis protein


bakteri. Organisme rentan termasuk M tuberculosis, Pasteurella pestis, Pasteurella
tularensis, H influenzae, Haemophilus ducreyi, donovanosis (granuloma inguinale),
47

spesies Brucella, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, Proteus spesies, spesies


Aerobacter, Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans (dalam endokarditis,
dengan penisilin). Streptomisin selalu diberikan sebagai bagian dari total anti-TB
rejimen.

2.12 KOMPLIKASI

Cairan subdural

48

Hidrosefalus

Edema otak

Abses otak

Renjatan septik

Pnemonia (karena aspirasi)

Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC)

2.13 PROGNOSIS
Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal
tergantung dari:

Umur penderita

Jenis kuman penyebab

Berat ringan infeksi

Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan

Adanya dan penanganan penyulit

Pasien dengan meningitis yang hadir dengan tingkat gangguan kesadaran berada pada
peningkatan risiko untuk mengembangkan gejala sisa neurologis atau sekarat. Kejang selama
episode meningitis juga merupakan faktor risiko untuk kematian atau gejala sisa neurologis.
Morbiditas dan mortalitas untuk meningitis bakteri dan virus
49

Meningitis bakteri menyebabkan gejala sisa jangka panjang dan hasil dalam kematian
yang signifikan di luar periode neonatal. Kejang lama atau sulit-untuk-kontrol adalah
prediktor komplikasi. Meningitis bakteri bisa sangat serius. Morbiditas, mortalitas, dan
prognosis tergantung pada patogen, usia pasien dan kondisi, dan tingkat keparahan
penyakit akut [8] infark serebral dan edema adalah prediktor hasil yang buruk, sebagai.
Adalah tanda-tanda koagulopati intravaskuler diseminata dan shock endotoksik.
Kehadiran tingkat rendah pleositosis (<20 sel) pada pasien dengan meningitis bakteri
menunjukkan hasil yang lebih buruk.

Meningitis bakteri canggih dapat menyebabkan kerusakan otak, koma, dan kematian.
Jangka panjang gejala sisa terlihat pada sebanyak 30% dari korban dan bervariasi dengan
agen etiologi, umur pasien, fitur menyajikan, dan tentu saja rumah sakit.

Pasien biasanya memiliki perubahan halus SSP.

Komplikasi serius meliputi:

Gangguan pendengaran
Kortikal kebutaan
Lain saraf kranial disfungsi
Kelumpuhan
Muscular
hypertonia
Ataxia
Beberapa kejang
Mental retardasi motoric
Focal kelumpuhan
Subdural efusi
Hidrosefalus
Cerebral atrofi

Tingkat mortalitas untuk meningitis bakteri tertinggi pada tahun pertama kehidupan,
menurun di usia pertengahan, dan meningkat lagi di usia tua. Meningitis bakteri berakibat
fatal pada 1 dari 10 kasus, dan 1 dari 7 korban yang tersisa dengan cacat berat, seperti
ketulian atau cedera otak.

50

Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, monocytogenes L, dan basil gram


negatif memiliki tingkat fatalitas kasus lebih tinggi dibandingkan dengan meningitis yang
disebabkan oleh agen bakteri lainnya.

Prognosis meningitis disebabkan oleh patogen oportunistik tergantung pada fungsi


kekebalan yang mendasari dari tuan rumah. Banyak pasien yang bertahan hidup penyakit
ini membutuhkan terapi supresif seumur hidup (misalnya, jangka panjang flukonazol
untuk

penekanan

pada

pasien

dengan

HIV

terkait

kriptokokus

meningitis).

Meskipun terapi antimikroba dan mendukung yang efektif, tingkat kematian di antara
neonatus tetap tinggi, dengan jangka panjang yang signifikan dalam gejala sisa yang
selamat.

Pada pasien dengan defisiensi imunitas humoral (misalnya, agammaglobulinemia),


enterovirus meningitis dapat memiliki hasil yang fatal.

Di antara bakteri patogen, bakteri pneumokokus menyebabkan tingkat tertinggi kematian


(20-30% pada orang dewasa, 10% pada anak) dan morbiditas (15%) pada meningitis.
Kematian adalah 50-90% dan morbiditas bahkan lebih tinggi jika gangguan neurologis
berat terbukti pada saat presentasi (atau dengan onset sangat cepat dari penyakit), bahkan
dengan perawatan medis segera.

Tingkat mortalitas yang dilaporkan untuk organisme bakteri spesifik adalah sebagai
berikut:
S pneumoniae meningitis 19-26%
H influenzae meningitis 3-6%
N meningitidis meningitis 3-13%
L monocytogenes meningitis 15-29%

Pasien dengan meningitis meningokokus memiliki prognosis yang lebih baik daripada
mereka dengan meningitis pneumokokus, dengan angka kematian sebesar 4-5%, namun
pasien dengan meningococcemia memiliki prognosis buruk, dengan tingkat mortalitas
20-30%.

51

Tingkat kematian meningitis virus (tanpa encephalitis) kurang dari 1%. Pada pasien
dengan defisiensi imunitas humoral (misalnya, agammaglobulinemia), enterovirus
meningitis dapat memiliki hasil yang fatal. Pasien dengan meningitis virus biasanya
memiliki prognosis yang baik untuk pemulihan. 60 y) and those with significant
comorbidities and underlying immunodeficiency.

Prognosis lebih buruk bagi pasien pada usia ekstrem (yaitu, <2 y,> 60 y) dan mereka
dengan komorbiditas yang signifikan dan mendasari immunodeficiency.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Meningitis atau radang otak disebabkan oleh infeksi di sekitar otot, dan saraf tulang yang di
sebabkan oleh virus yang masuk melalui peredaran darah dan cairan otak. Banyak bakteri yang
mengakibatkan serangan mengintis, diantaranya adalah stretococcur pneumonia dan masi
banyak lai virus-virus yang bias mengakibatkan penyakit meningitis.
Gejala yang biasanya di tampakkan oleh penderita Meningitis adalah sakit kepala,
demam, sakit otot-otot, dll.

52

DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia, 2011, Buku Ajar NEUROLOGI KLINIS,

yogyakarta : Gadjah Mada University Press


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009, KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN,

Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius


Sylvia A. Price, 2005, PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed.6,

jilid 2, Jakarta : EGC


Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM, 2009, ed.5, jilid 1, Jakarta : Interna Publishing
Bell WE, Mc. Cormick WF. Neurologic Infections in Childrens, 3rd ed. Philadelphia : WB

Saunders Co., 1984 : 20.


Krugman S, Katz SL. Infectious Disease of Children. 7 th ed. St. Louis : Mosby Co.,

1981 : 168.
Mann K, Jackson MA. Meningitis. Pediatr Rev. Dec 2008;29(12):417-29; quiz 430.

53

Ginsberg L, Kidd D. Chronic and recurrent meningitis. Pract Neurol. Dec 2008;8(6):34861 Berkhout B. Infectious diseases of the nervous system: pathogenesis and worldwide
impact. IDrugs. Nov 2008;11(11):791-5.

54

S-ar putea să vă placă și