Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan
anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang
sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,
aleukiahemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik
toksik.1
2.2 Epidemiologi Anemia Aplastik
Ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat
berat pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki dan
perempuan, namun dalam beberapa penelitian insidens pada laki-laki lebih banyak
dibanding wanita.1
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat
dengan insiden 1-3 per 1 juta pertahun. Insiden terjadinya anemia aplastik atau
hipoblastik di Eropa dan Israel adalah dua kasus per 1 juta populasi setiap
tahunnya. Distribusi umur biasanya biphasik, yang berarti puncak kejadiannya
pada remaja dan puncak kedua pada orang lanjut usia.3,4
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kirakira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand
dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Peningkatan insiden ini diperkirakan
berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan
kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak
ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika. Faktor
lingkungan mungkin infeksi virus antara lain virus hepatitis diduga memegang
peranan penting4,5
3
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
2.5 Patogenesis Anemia Aplastik
Pansitopeni dalam anemia aplasik atau hipoplastik menggambarkan
kegagalan proses hematopoitik yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah sel
primitif hematopoetik. Dua mekanisme dijelaskan pada kegagalan sumsum tulang.
Mekanisme pertama adalah cedera hematopoetik langsung karena bahan kimia
seperti benzen, obat, atau radiasi untuk proses proliferasi dan sel hematopoetik
yang tidak bergerak. Mekanisme kedua didukung oleh observasi klinik dan studi
laboratorium , yaitu kegagalan sumsum tulang setelah graft versus host disease,
eosinophilic fascitis, dan hepatitis. Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan
kehamilan, dan beberapa kasus obat yang berasosiasi dengan anemia aplastik
masih belum jelas tetapi dengan terperinci melibatkan proses imunologik. Sel
sitokin T diperkirakan dapat bertindak sebagai faktor penghambat dalam sel
hematopoetik dalam menyelesaikan produksi hematopoesis inhibiting cytokinasis
seperti interferon dan tumor nekrosis factor .6
Ada 3 teori yang dapat mcnerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:
Kerusakan sel induk hematopoitik, Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang,
Proses imunologik yang menekan hematopoisis. Keberadaan sel induk
hematopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau dengan biakan
sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoitik dikenal sebagai longterm
culture initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel
induk sangat menurun hingga 1-10 % dari normal. Demikian juga pengamatan
pada cobble stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti
klinis yang menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan
transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa
dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekontruksi sumsum tulang
pada pasien anemia aplastik.1
6
sumsum
tulang
singeneik
oleh
karena tiadanya
masalah
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organorgan.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi
kadang-kadang juga dikeluhkan.1
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 3). Pada tabel 3
terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang
paling sering dikemukakan.
Tabel 3. Keluhan Pasien Anemia Apalastik2
Jenis Keluhan
Pendarahan
%
83
Lemah badan
80
Pusing
69
Jantung berdebar
36
Demam
33
26
Sesak nafas
23
Penglihatan kabur
19
Telinga berdengung
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 4 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,
yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.2
Tabel 4. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2
Jenis Pemeriksaan Fisik
Pucat
%
100
8
Pendarahan
2.7 Diagnosa
63
Kulit
34
Gusi
26
Retina
20
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
16
Hepatomegali
Splenomegali
3,9,10
ciri
dapat
membedakan
anemia
aplastik
dengan
sindrom
dan monositopenia
sefalosforin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah ada sesuaikan hasil dengan
tes sensitifitas antibiotika. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun maka pikirkan
pada infeksi jamur. Disarankan untuk memberikan ampotericin B atau flukonasol
parenteral. Pemberian obat antibiotik hendaknya yang tidak menyebabkan depresi
sumsum tulang.2,3,15
Tranfusi granulosit konsentrat. Terapi ini diberikan pada sepsis berat kuman
gram negatif, dengan nitropenia berat yang tidak memberikan respon pada
antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya
sangat pendek.2 Usaha untuk mengatasi anemia. Berikan tranfusi packed red cell
atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia
yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9%-10% tidak perlu sampai Hb
normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang akan
dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian tranfusi harus lebih
berhati-hati.2,3,16
Usaha untuk mengatasi pendarahan. Berikan transfuse konsentrat trombosit
jika terdapat pendarahan mayor atau jika trombosit kurang dari 20.000/mm 3.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektifitas trombosit karena
timbulnya antibody anti-trombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi pendarahan
kulit.2,3
2.10.3 Terapi untuk memperbaiki sumsum tulang.
Beberapa tindakan dibawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan
sumsum tulang. Miskipun penelitian menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2-3 mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12
minggu. Awasi efek samping berupa firilisasi dan gangguan fungsi hati2
Kortikosteroid dosis rendah menengah. Fungsi steroid dosis dosis rendah
belum jelas. Ada yang memberikan prednisone 60-100 mg/hari. Jika dalam 4
minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena memberikan efek samping
yang serius.2 Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Faktor (GM-CSF)
atau Granulocyte-Colony Stimulating Factor G-CSF. Terapi ini dapat diberikan
untuk meningkatkan jumlah neutrofil, tetapi harus diberikan terus menerus.
13
Eritropoetin juga dapat diberikan untuk mengurangi kebutuhan tranfusi sel darah
merah. akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter.
Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama.
Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satusatunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi
imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang
refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung
darah pada beberapa pasien.2,4
2.10.4 Terafi Definitif
Terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
definitive untuk anemia aplastik terdiridari 2 jenis yaitu terapi imunosupresif dan
transplantasi sumsum tulang.17
Terapi imunosupresif. Terapi imunosufresif merupakan lini pertama dalam
pilihan terapi definitive pada pasien tua dan pasien muda yang tidak menemukan
donor yang cocok. Terdiri dari (a). pemberian anti lymphocyte globulin : Anti
lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG) dapat menekan
prosen imunologi. AlG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan
haemopoetic growth faktor sekitar 40%-70% kasus member respon pada AlG,
miskipun sebagai respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif dan
kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita anemia
aplastik yang berumur diatas 40 tahun. (b). terapi imunosupresif lain : pemberian
metilprednisolon dosis tinggi dengan atau siklosforin- A dilaporkan memberikan
hasil pada beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
Indikasi pemberian terapi ATG dan ALG adalah: Anemia aplastik bukan berat,
pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok, Anemia aplastik berat
yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi
atau pendarahan atau dengan granulosit dari 200/mm. Mekanisme kerja ATG atau
AlG belum diketahui secara pasti dan mungkin melalui koraksi terhadap destruksi
T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung
terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat
terjadi reaksi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan
14
dikaitkan dengan
respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi
sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih
baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara
terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
mendapatkan transplantasi sumsum tulang.9
15