Sunteți pe pagina 1din 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

DEFINISI
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti")
merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan
ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik
asidosis. [1] Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat (CNS) yang
menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru

lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Suatu kondisi akibat
kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau gangguan pada berbagai organ yang cukup penting. Jika
disertai dengan hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnia. Hipoksia yang terdapat pada
penderita asfiksia ini merupakan factor yang terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterus.(wikipedia)
Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan.(Mochtar.1989)
Astiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berartu hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosi, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakn otak dan kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaCO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2) dan asidosis (penurunan pH). (Saiffudin,2001)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan tertur dalam 1 menit setelah lahir. biasanya terjadipada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan komplikasi, misalnya diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia, kelahiran kurang
bulan (<34minggu), kelahiran lewat waktu ,plasenta previa koriominitis, hiromion dan
oligohidromion, - gawat janin, serta pemberian obat anastesi atau narkotik sebelum kehamilan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan spontan dan teratur stelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus da
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau
segera setelah bayi lahir. Akibat akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penangnan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul.(Prawirohardjo.2001)
Asfiksia neo natorum adalh keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hip[erkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan fungsi orgn bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses

terjadinya asfiksia

nenatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat segera setelah lahir.
Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil
seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat
terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu
sendiri.(Hidayat,2005)

ETIOLOGI
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi
yang terdiri dari :
Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan (a) gangguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b)
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit
eklampsia, dll.
Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
Faktor Fetus
Kompresi

umbilicus

akan

mengakibatkan

terganggunya

aliran

darah

dalam

pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll
Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu : (a) pemakaian obat anestesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma pada
persalinan, (c) kelainan congenital pada bayi.
FAKTOR PREDISPOSISI

Ante Partum
-Usia > 35 tahun -Kehamilan lebih bulan
-Ibu DM -Kehamilan ganda
-Hipertensi pada kehamilan -Dismaturitas
-Hipertensi kronik -Kecanduan obat pada ibu
-Anemia -Ketuban pecah dini
-Infeksi pada ibu
Intrapartum
-Sungsang atau kelainan letak -Prolaps tali pusat
-Prematur -Plasenta previa
-Ketuban pecah dini >24 jam
-Persalinan lama
Pemakaian anestesia umum

Manifestasi

Mayoritas bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, tidak menunjukan kelainan
neurologis pada tahap akut.Efek yang ditimbulkan bila bayi asfiksia tidak diterapi
dengan segera, akan menyebabkan kerusakan dari banyak organ :
Bila Apgar score <5 dalam waktu 5 menit, bayi bisa mengalami gangguan yang parah
minimal pada 1 organ, dimana 90% bayi dengan Apgar score 5 dalam waktu 5
menit, kecil kemungkinan untuk mengalami kelainan organ yang parah. Organorgan tersebut diantaranya :
1.Gangguan saraf : kelainan yang timbul dapat berupa retardasi mental,

penurunan IQ, kejang, kerusakan ''spinal cord'', dan depresi pernafasan


2. Sistem Kardiovasckular : keadaan yang timbul bisa berupa ''Shock'', hipotensi,
insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, dan gagal jantung
3. Fungsi Ginjal :keadaan yang timbul dapat berupa hematuria, proteinuria, atau gagal
ginjal
4. Fungsi Hepar : keadaan yang timbul dapat berupa peningkatan serum ALT, amonia,
dan bilirubin indirek
5. Traktus Gastrointestinal
6. Gangguan fungsi pernafasan

Klasifikasi Asfiksia neonatorum sbb:


Asphyksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit,
tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
Asphyksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.

A. PATOFISIOLOGIS
Perubahan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient). Proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemeroseptor. Pusat pernafasan agar terjadi primary gasping
yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama


kehamilan/persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan
asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme anaerobic yang berupa glikolisis, glikogen tubuh, sehingga sumber
glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organic
yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
(a) hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung,
(b) terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan,
termasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung,
(c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan
demikian pula ke system sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematus perubahan yang penting dalam
tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.
Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan-keadaan pada asfiksia
yang perlu mendapat perhatian sebaiknya yaitu : (1) menurunnya tekanan O2
darah (PaO2), (2) meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2), (3) menurunnya pH
(akibat asidosis respiratorik dan metabolic), (4) dipakainya sumber glikogen tubuh
untuk metabolisme anaerobic, (5) terjadinya perubahan system kardiovaskular.
Mengenal dengan tepat perubahan tersebut di atas sangat penting, karena hal itu
merupakan manifestasi daripada tiingkat asfiksia yang terjadi. Tindakan yang

dilakukan pada bayi asfiksia hanya akan berhasil dengan baik bila perubahan yang
terjadi dapat dikoreksi secara adekuat.

B. MANIFESTASI KLINIS
Patokan yang dinilai adalah : (1) menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3)
menilai tonus otot; (4) menilai refleks rangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap criteria
diberi angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar (lihat tabel. Skor Apgar
ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi
lingkungan yang baik serta telah dilakukan pnegisapan lender dengan sempurna. Skor Apgar 1
menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk
menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi baru lahir, karena
hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas normal.
C. SKOR APGAR
Tanda

Frekuensi

Tidak ada

Kurang dari

Lebih dari

100/menit

100/menit

jantung
Pernafasan

Tidak ada

Tidak teratur

Baik

Tonus otot

Lemah

Sedang

Baik

Peka rangsang

Tidak ada

Meringis

Menangis

Warna

Biru/pucat

Tubuh

Tubuh dan

kemerahan,

ekstremitas

ekstremias

merah jambu

Jumlah Nilai

biru
Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. Vigorous baby, skor apgar 7-10. dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa

2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. pada pemeriksaan fisis akan
terlhat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurag baik atau baik, sianosis,
refleks iritabiitas tidak ada
3. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tons otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada. (b) asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah
keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap,
(2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya
sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
H. KOMPLIKASI ASFIKSIA NEONATORUM
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
1.9.1 Otak: hipokstik iskemik ensefalopati, edeme serebri, palsi selebralis
1.9.2 Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, pendarahan paru,
edema paru.
1.9.3 Gastrointestinal: enterokolitis nekotrikans
1.9.4 Ginjal : tubular nekrosis akut
1.9.5 Hematologi

BAB III
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM
1.10 Pengkajian
1) Pengkajian Umum :
a. Identitas klien / bayi dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
c. Pengukuran hasil nilai apgar score
Klasifikasi klinik nilai APGAR :
Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml
per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena
umbilikalis.
Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah
lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
2) Pengkajian dasar data neotalus
a. Sirkulasi
- Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak.
- Murmur jantung yang dapat didengar.
b. Neurosensori
- Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit.
- Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan,
fontanel mungkin besar.
- Reflek tergantung pada usia gestasi.
c. Pernapasan

- Nilai apgar mungkin rendah


- Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur
- Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal
- Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi
- Warna kulit
d. Keamanan
- Suhu berfluktuasi dengan mudah
- Menangis mungkin lemah
- Menggunakan otot-otot bantu napas
e. Makanan / Cairan
- Berat badan kurang dari 2500 gr
1.11 Diagnosa Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
b) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
1.12 Intervensi Keperawatan
a) Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
- Ekspansi dada simetris.
- Tidak ada bunyi nafas tambahan.
- Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapan lender.
- Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
- Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas

- Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.


- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
b) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Tidak sesak nafas
- Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi: :
- Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
- Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
- Pantau hasil Analisa Gas Darah
c) Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
Tujuan : Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
Kriteria hasil:
- Status mental dalam keadaan normal
- Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal
- Tidak ada sianosis sentral atau perifer
- Kulit hangat
- Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal
Intervensi:
- Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output
- Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi
- Memonitor laboratorium urine lengkap
- Memonitor pemeriksaan darah
1.13 Evaluasi
1) Menunjukan curah jantung dalam batas normal
2) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan

nafas lancar.
3) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola
nafas menjadi efektif.
4) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
5) Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
6) Mengidentifikasi/ intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
7) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko
cidera dapat dicegah
8) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu
tubuh normal.
9) Menunjukan atau melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, tanda vital dalam rentang
normal.
10) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping
keluarga adekuat.
Klasifikasi klinik nilai APGAR:
a) Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml
per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena
umbilikalis.
b) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
c) Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
d) Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah
lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

1.14 Pemeriksaan Diagnostik


a) Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
b) Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus
otot dan reflek)
c) Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
d) Pengkajian spesifik
Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
a) Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan
homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat
b) Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus
dicegah dan diatasi.
c) Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
d) Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih
dan ditentukan secara cepat dan tepat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:
a) Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran
CO2 berjalan lancar.
b) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah.
c) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
d) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Tindakan Umum :
a) Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk
keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel
sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat
lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus
bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan
memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan
tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastic
b) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir,
tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan
yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru,
kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
c) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap
telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera
dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang
reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak
berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua
telapak kaki bayi.
Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi
1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia :
a) Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan
b) Memberikan obat- obatan
c) Memberikan nutrisi parenteral
d) Keuntungan dan kerugian therapy Cairan

2. Keuntungan :
a) Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung
cepat
b) Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan
c) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan
maupun dimodifikasi.
d) Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat
dihindari.
e) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang
besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
3. Kerugian :
a) Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
b) Komplikasi tambahan dapat timbul :
Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
a) Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun
kemasannya.
b) Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara
pemberian dan waktu pemberian)
c) Memeriksa kepatenan tempat insersi
d) Monitor daerah insersi terhadap kelainan
e) Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
f) Monitor kondisi dan reaksi pasien

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC
Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994
Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah
Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999 0

S-ar putea să vă placă și