Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PNEUMONIA
Oleh :
Dianita Ayu Retnani
105070201131006
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI,
2002).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006)..
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
Dapat disimpulkan pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat
ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
B. KLASIFIKASI
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer
maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia
dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
ganda.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
2.
3.
Pneumonia
bakterial,
meliputi
pneumokokus,
stafilokokus,
dan
pneumonia
Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b.
Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2
bulan 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun
40 x/menit atau lebih.
c.
Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa
adanya nafas cepat.
2.
Usia 0 2 bulan
a.
Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b.
Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan
tidak ada nafas cepat.
C. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat,
napas
terengah-engah
dan
denyut
jantungnya
meningkat
cepat
(Misnadiarly, 2008).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan
dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada
anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada
yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat
lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
Cara Penularan
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui
udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara
pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting
masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara
yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar,
2002).
Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita
(Depkes, 2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal diantaranya :
1. Status Gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan
meningkatkan
kerentanan
dan beratnya
infeksi suatu
penyakit
seperti
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di
bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit
(Daulaire, 2000).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai
sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman
penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang
kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi
di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat
disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).
D. PATOFISIOLOGI
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan
dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan
edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah
atau pleura visceral
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun
dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-
to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja
jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete,
2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.
mengacu
pada
respon
peradangan
permulaan
yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan
eksudat
plasma
ke
dalam
ruang
interstisium
sehingga
terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.
3.
4.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly,
2008).
Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Demam
6. Cyanosis (kebiru-biruan)
7. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8. Sakit kepala
9. Kekakuan dan nyeri otot
10. Sesak napas
11. Menggigil
12. Berkeringat
13. Lelah
14. Terkadang kulit menjadi lembab
15. Mual dan muntah
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit
meningkat, tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and
Prober, 2007). Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis antara 15.00040.000/mm3
dengan
predominan
sel
polimorfonuklear
khususnya
granulosit.
(Said, 2008). Spesimen dari saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji
serologis karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).
4. Pemeriksaan rontgen toraks
Foto rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang rawat inap. Kelainan pada foto rotgen toraks tidak selalu
berhubungan dengan manifestasi klinis. Kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis, namun resolusi infiltrat seringkali
memerlukan waktu yang lebih lama bahkan setelah gejala klinis menghilang. Ulangan
foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau
untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan penunjang pneumonia di instalasi gawat
darurat hanyalah foto rontgen toraks posisi AP (Said, 2008).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Radang paru-paru dapat diobati dengan antibiotik. Itulah yang biasanya ditentukan di
sebuah pusat kesehatan atau rumah sakit , tapi sebagian besar kasus pneumonia masa
kecil dapat diberikan secara efektif di dalam rumah. Rawat inap disarankan pada bayi
berusia dua bulan dan lebih muda, dan juga dalam kasus yang sangat parah(WHO, 2011).
1. Terapi suportif umum:
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan vibrasi.
d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
f.
20
mg/kgBB
sulfametoksazol).
Pneumonia rawat inap
a. Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau
kloramfenikol.
b. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat diatas, dapat diberikan
antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin.
c. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi.
d. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai
sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau meningitis.
e. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin
f.
generasi ketiga.
Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral
selama 10 hari,
3. Obat obatan
a. Antibiotik
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya
termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama. Bila penderita
alergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin 500mg 4 x sehari.
Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma (batuk kering). Diberikan
kotrimoksazol 2 x 2 tablet. Dosis anak :
2 12 bulan : 2 x tablet
1 3 tahun : 2 x tablet
3 5 tahun : 2 x 1 tablet
Tergantung jenis batuk dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
brankodilator (teofilin atau salbutamol). Pada kasus dimana rujukan tidak
memungkinkan diberikan injeksi amoksisilin dan / atau gentamisin. Pada orang
dewasa terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain 600.000 1.200.000
IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 x sehari terutama pada penderita dengan batuk
produktif.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c. Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO 2 80-100 mmHg atau
saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e. Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai
f.
H. KOMPLIKASI
a. Abses paru
Abses paru di dalam paru-paru diding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk
ketika infeksi atau peradangan merusak jaringan paru-paru.
b. Efusi pleural dan empiema
Daerah yang sempit di antara dua selaput pleural secara normal berisi sejumlah kecil
cairan yang membantu melumasi paru-paru. Sekitar 20% pasien yang diopname
untuk radang paru-paru, cairan ini membangun di sekeliling paru-paru. Dalam
banyak kasus terutama pada streptococcus pneumoniae, cairan tetap steril, tetapi
ada kalanya dapat terkena infeksi dan bahkan berisi nanah (suatu kondisi yang
disebut empiema). Radang paru-paru dapat juga disebabkan pleura sehingga terjadi
peradangan yang mana dapat mengakibatkan terganggunya jalan nafas dan sakit
yang akut.
c. Kegagalan paru-paru
Udara mungkin memenuhi area antara selaput-selaput pleural yang menyebabkan
pneumothorak atau kegagalan paru-paru. Kondisi bisa berupa suatu kesulitan dari
radang paru-paru (terutama sekali radang paru-paru pneumococcal) atau sebagian
dari prosedur pelanggaran yang digunakan untuk melakukan efusi pleural.
d. Komplikasi radang paru-paru yang lain
Di dalam kasus-kasus yang jarang, infeksi peradangan mungkin dapat menyebar dari
paru-paru ke hati dan dapat menyebar ke seluruh tubuh, kadang-kadang
menyebabkan bisul pada otak dan bagian tubuh atau organ-organ yang lain.
Hemoptisis yang parah (batuk darah) adalah komplikasi radang paru-paru serius
yang lain. Selain itu komplikasi yang lain yaitu perikarditis, meningitis dan atelektasis.
e. Gagal nafas
Kegagalan yang berhubungan dengan pernafasan adalah suatu hal yang
penting-penting yang dapat menyebabkan kematian pada diri pasien dengan radang
paru-paru pneumoccocal. Kegagalan dapat terjadi karena perubahan mekanik dalam
paru-paru yang disebabkan oleh radang paru-paru (kegagalan ventilatory) atau
hilangnya oksigen di dalam nadi ketika radang paru-paru mengakibatkan arus darah
menjadi tidak normal (kegagalan pernapasan hypoxemic).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi).
d. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan)
f.
Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
a. sputum: merah muda, berkarat
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan
sekresi, nyeri.
3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
5. Nyeri b.d proses inflamasi
6. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal
(rumah sakit).
7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.
3.
No
Intervensi
Rasional
Dx
1
Klien
menunjukkan Beri
fungsi
pernafasan
normal.
hasil:
pernafasan
tetap
dan
Perpiratory:
patency,
yang
nyaman
Posisikan
Kriteria
anak
posisi
ventilasi
Mengurangi
stres
dapat beristirahat
yang
Untuk
maksimum
mempertahankan
(pertahankan
peninggian
kepala
Untuk
menghindari
sedikitnya 30 derajat)
penekanan
diafragma.
Pakaian
memastikan
menghambat
bahwa
respiratory
Mechanical Tingkatkan
dan tidur
ventilatory weaning.
NIC:
penjadualan
Untuk
meningkatkan
keadekuatan oksigen.
Relaksasi
mengurangi
dengan
kecemasan.
yang
relaksasi.
Ajarkan pada anak
dan keluarga tentang
dapat
Pendidikan kesehatan
dapat
teknik
ketat
perkembangan nafas.
istirahat
tepat.
Dorong
yang
meningkatkan
pengetahuan tentang
teknik
meningkatkan
kepatenan
nafas.
jalan
tindakan
yang
mempermudah
upaya
pernafasan
(misal:
pemberian
Klien
mempertahankan
kesejajaran
yang tepat.
Kriteria
nafas
hasil:
tetap
jalan
bersih,
pernafasan
tubuh
Memungkinkan
ekspansi
paru
lebih
baik
perbaikan
yang
dan
pertukaran
sesuai
aspirasi sekresi.
kebutuhan.
dalam
Untuk
membersihkan
mengeluarkan
jalan
nafas
sputum.
hipersekresi.
Bantu
anak
akibat
airways Lakukan
dada.
NIC:
suctioning
fisioterapi
obat
Puasakan anak.
untuk
mengencerkan
Berikan
dahak
sehingga
sputum
penatalaksanaan
dikeluarkan.
anak
menahan
dalam
Fisioterapi
dada
membantu
atau
mengeluarkan sputum
dapat
Untuk
mencegah
takipnea
hebat).
Pengurangan
nyeri
mengurangi
kebutuhan oksigen.
Untuk memaksimalkan
efek
Klien
mempertahankan
batuk
fisioterapi dada.
Tujuannya
dan
agar
tingkat
energi
yang
Bantu
adekuat.
Kriteria
anak.
hasil:
anak
mentoleransi
NIC:
dalam
dengan
aktivitas
hidup
kemampuannya.
sehari-hari
yang
Agar
anak
mungkin
peningkatan aktivitas.
NOC: endurance
melebihi
toleransi.
penggunaan
energi
aktivitas
yang
pengalihan
energi.
terjadi
yang berlebihan.
Berikan
Menejemen
tidak
untuk
kondisi, kemampuan,
tumbuh kembang.
stimulasi
Untuk
menjaga
keseimbangan
oksigenasi
dengan
mengurangi konsumsi
usia
dan
kondisi.
dan
oksigen
Instruksikan
yang
berlebihan.
anak
Untuk
mencegah
penggunaan
oksigen
yang berlebihan.
4
tidak
Klien
Pertahankan
Mencegah
terjadi
menunjukkan
tanda-
lingkungan aseptik,
potensial
tanda
infeksi
dengan
infeksi nosokomial.
sekunder.
Kriteria
hasil:
menunjukkan
penurunan
kateter
anak
steril
bukti
Kontrol
dan
infeksi.
dan
infeksi
perlindungan
Untuk
mencegah
penyebaran
teknik
infeksi
nosokomial.
tangan
yang baik.
status imun.
penghisap
mencuci
gejala
infeksi.
NIC:
menggunakan
komplikasi
pertahanan
Beri
alami.
antibiotik
sesuai ketentuan.
Untuk
mendukung
tubuh
Membantu
mengurangi
sesuai
kesukaan
dada.
sputum
nutrisi.
Ajarkan
fisioterapi
Teknik-teknik
nonfarmakologis
relaksasi,
nyeri/ketidaknyamana
untuk
membantu
anak
mengatasi
dapat
nyeri.
diterima
oleh
anak.
hasil:
anak
tingkat
nyeri
Level
kenyamanan.
NIC:
sedation.
Conscious
untuk
memberikan
analgesik
yang
Untuk
prosedur.
nyeri
Berikan
analgesik
dengan
rute
yang
traumatik
paling
kecil
jika
mungkin.
strategi
Untuk memudahkan
pembelajaran
atau
adalah
strategi
biarkan
memilih
penggunaan
paling
orang
orang
tua
yang
mengetahui
anak
anaknya.
salah
satunya.
anak
beberapa
tambahan.
i.sc.
menghindari
dan
Gunakan
tepat
ditentukan sebelum
dan
nafas
Rencanakan
Kriteria
seperti
pemilihan
strategi.
Ajarkan anak untuk
pelatihan
mungkin
diperlukan
menggunakan
berfokus
pada
strategi
tindakan
yang
nonfarmakologis
diperlukan.
khusus
terjadi
sebelum
sebelum
nyeri
atau
nyeri
Bantu
atau
minta
orangtua membantu
anak
dengan
menggunakan
stratei selama nyeri
aktual.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Depkes RI
Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I, Peneribit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta :
EGC
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI 2002, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta
Doenges, Marilynn, E. dkk (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Price, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC