Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.
o ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalamsaluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang
dapat berlangsungsampai 14 hari.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah
organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.
Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis
simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek,
merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
b.
Manusia
1.
Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih
besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna
dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
2.
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama
ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
3.
Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun.
Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
4.
Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat 2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.
Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
5.
Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri
dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat
kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari
infeksi.
6.
Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit
infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaankesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban
ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya
ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2.
Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah
180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi
faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal
ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
4.
Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar
pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5.
Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paruparu sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74%
wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit
paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
7.
Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar
48,9% atau 97.560.002 penduduk.
8.
Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan
bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan
ibu yang status ekonominya rendah.
dibawah 2tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadianISPA pada anak adalah rendahnya asupan
antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi lingkungan.
Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah
2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat
untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia
1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2.3 Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai
dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel &
Ian Roberts; 1990; 451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )
2.4 Tanda dan gejala
Pilek biasa
Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor
dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing,
demam dan dingin.
2.5 patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan,
oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golonganAir Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara
penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara
dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap
udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang
menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda
asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi
dari bronchus ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas
nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai
system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas, maka mikroorganisme akan dihadang
oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting (system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas
bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast
yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan,
atau mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.
Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :
Pneumonia rawat jalan
yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,
penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Ampisillin,Penisillin
Prokain,Pnemonia
berat
Benzil
2.9 Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjadi invasi
kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti :
semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan berlanjut pada kematian
karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and Wong, 2000 ).
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1. Pengkajian
Pengkajian
Riwayat kesehatan:
Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit sepertiyang dialaminya sekarang).
Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit seperti penyakit klien).
Pemeriksaan fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
a. Inspeksi :
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
b. Palpasi :
Adanya demam.
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus limfe servikalis.
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
Inspeksi :
o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o Tampak batuk tidak produktif,
o Tidak ada jaringna parut pada leher,
o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.
Palpasi :
o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
Auskultasi :
o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
B2 (Blood)
: kardiovaskuler Hipertermi.
B3 (Brain)
: penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan penciuman.
B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel)
: pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan.
B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).
Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia.
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proseskonduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c.
Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan menyerap keringat.
f.
g.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.
c.
d.
e.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.
3. Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 10 ), faktoryang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama,
dankarakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahankimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan
bicara bila suara serak.
c.
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi
yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.
c.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untukmengurangi nyeri.
4. Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b.
c.
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin
C, A danmineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.
e.
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengankultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik
karena risiko tinggi.