Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Bambang Supeno
Abstract: Dialysis is a process used to remove fluid and waste products from
the body when the kidneys are unable to perform the function (renal failure).
Hemodialysis is a process that is used on the patient is acutely ill and require
dialysis therapy short-term (a few days to a few weeks) or patients with
terminal -stage kidney disease that requires long-term therapy or permanent
therapy. A strand of synthetic semipermeable membrane replaces glomerolus
and renal tubules and works as a filter for impaired kidney function. Artificial
kidney systems: 1. Dispose of products of protein metabolism such as urea,
creatinine, and uric acid. 2. Remove excess water by affecting blood pressure
and appeals between the liquid portion, usually consisting of a positive
pressure in the blood flow and negative pressure (vacuum) in the dialysate
compartment (ultrafiltration process). 3. Maintain and restore the bodys
buffer system. 4. Maintain or restore the body's electrolyte levels.
Hemodialysis goal is to take substances are toxic nitrogen from the blood and
remove excess water. At hemodilisa, full blood flow with toxins and
nitrogenous wastes diverted from the patient's body to the blood spot dialiter
cleaned and then returned to the patient's body. Hopefully, the knowledge
gained in this study the workings of standards operational procedures (SOP)
hemodialysis devices from the viewpoint of nursing care.
Keywords: dialysis, hemodialyse, dialisate, artificial kidney, renal failure, nitrogen toxic
A. Pengertian
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir
dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer
(konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan
cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekanan eksternal pada membran).
Jurnal Rekayasa Vol. 7 No. 2 Desember 2010 ISSN: 1693-9816
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul
rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan
bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel
darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi
jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel
menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan (kidneys artificial organs) memiliki prosedur kerja sebagai berikut:
1.
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2.
Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan
negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3.
4.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
B. Indikasi
Sebelum dilakukan adanya proses hemodialisis, lebih dahulu dilakukan proses
pemeriksaan pasien/penderita. Hal tersebut biasanya diawali dengan mengamati indikasi
yang muncul / terlihat saat pemeriksaan. Adapun indikasi tersebut meliputi: penyakit dalam,
ginekologi, dan indikator kimiawi.
1. Penyakit dalam (Medikal)
ARF (acute renal failure) - pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan
konvensional gagal mempertahankan RFT (renal function tests pengujian
fungsi ginjal) normal. Saat ini ARF juga dikenal sebagai AKI (acute kidney
injury), yaitu cepat hilangnya fungsi ginjal, yang disebabkan oleh rendahnya
volume darah, terkena toksin/racun, dan obtruksi kemih (pembesaran
prostat).
CRF (chronic renal failure gagal ginjal kronik), ketika pengobatan
konvensional tidak cukup. Gagal ginjal kronik adalah sindrom klinis yang
umum pada stadium lanjut dari semua penyakit ginjal kronik yang ditandai
oleh uremia ( Depkes RI :1996:61). Sedangkan menurut Soeparman, gagal
ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya
tidak reversibel dan cukup lanjut ( Soeparman. 2000: 350).
Snake bite, adalah terjadinya kegagalan dari fungsi sebagian besar organ
tubuh, terutama ginjal, yang disebabkan oleh adanya gigitan ular. Beberapa
gejala yang timbul setelah gigitan ular, ditunjukkan pada gambar 3.
Keracunan atau toksik (toxic), sering diakibatkan oleh adanya pola makan
dan minum yang tidak sehat. Misalnya minuman beralkohol, makanan yg
sangat pedas dan lain-lain.
Malaria falciparum fulminant, sejenis penyakit kuning yang semula
didiagnosis sebagai gagal hati/liver (fulminant hepatic failure). Apabila
sudah akut, akan mengakibatkan ginjal tidak berfungsi sempurna, sehingga
proses pembuangan toxic dan pembersihan kotoran darah mengalami
kegagalan.
Leptospirosis, adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage,
Penyakit Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong
tebu (Cane-cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit
Jurnal Rekayasa Vol. 7 No. 2 Desember 2010 ISSN: 1693-9816
Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% 9 gr% siap-siap tranfusi
C. Peralatan
1.
dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi
efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi)
dan produk-produk sisa (klirens).
Pada saat proses HD, darah akan dialirkan melalui saringan khusus (Dialiser) yang
berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang berlebih. Kemudian darah yang
bersih akan dikembalikan ke dalam tubuh. Pengeluaran sampah dan air serta garam berlebih
akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah dan kandungan kimia tubuh jadi lebih
seimbang. Setiap pasien HD diharuskan mematuhi jadwal cuci darahnya. Dalam seminggu
biasanya pasien menjalani 2 kali cuci darah, masing-masing sekitar 4 jam. Namun,
beberapa pasien untuk kondisi tertentu, menjadi lebih dari 2 kali seminggu.
2.
serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia
disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati
membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk
sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang
besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3.
yaitu suatu cairan yang membantu mengeluarkan sampah dan kelebihan air dari tubuh.
Cairan ini terdiri dari zat kimiawi yang berbentuk seperti spon. Dokter akan memberikan
spesifikasi cairan yang sesuai dengan keadaan pasien.
Ada dua jenis system pemberian dialisat, yaitu pemberian tunggal dan multiple. Unit
pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien sedangkan system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, terdapat suatu
alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau. Fungsi keberadaan alat
ini untuk menjamin ketepatan dari kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
tersebut memiliki lubang-lubang halus yang memungkinkan air dan sampah metabolisme
terserap dalam cairan pembersih dan membawanya keluar.
Unit Renal kadang menggunakan dialiser yang sama lebih dari satu kali tindakan.
Penggunaan dialiser berulang ini dinamakan reuse. Reuse merupakan tindakan yang aman
yaitu proses membersihkan dialiser sesuai dengan standart prosedur yang telah teruji.
Dialiser ini akan diuji kelayakannya terlebih dahulu sebelum digunakan dan hanya
digunakan pada satu orang untuk satu dialiser. Sebelum tindakan cuci darah dilakukan,
lebih dahulu harus dipastikan bahwa dialiser yang dipasang sesuai dengan nama pasien
pemilik. Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila
terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udara, dan kebocoran darah.
5.
Komponen manusia
Beberapa pasien biasanya berfikir, bahwa penusukan jarum pada bagian akses jarum
(fistula), adalah bagian paling menakutkan dari cuci darah. Selanjutnya, pasien baru akan
merasa terbiasa dengan fistula setelah beberapa kali menjalani cuci darah. Bila pasien
merasa bahwa cara penusukan terasa sangat menyakitkan, maka bisa dioleskan krim
anestesi ataupun memanfaatkan semprotan/spray untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
Kebanyakan unit renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan dan
mengeluarakan darah. Memang ada juga jarum khusus yang bisa digunakan dengan dua
bukaan, tapi jarum ini dianggap kurang efisien dan memerlukan waktu yang lebih lama.
D.
Prosedur Haemodialisa
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi
dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau
kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16)
dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang
baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi
aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah
yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial
diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk
memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang
mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan
memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah
dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan
untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum
atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan
Jurnal Rekayasa Vol. 7 No. 2 Desember 2010 ISSN: 1693-9816
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap
obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting
untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai
dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem
darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut,
meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan
menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena
pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk
digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
m) Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200
mmHg).
n) Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p) Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q) Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk
dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r) Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di
bawah.
s) Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk
dihubungkan dengan pasien soaking.
3. Persiapan pasien
a) Menimbang berat badan
b) Mengatur posisi pasien
c) Observasi keadaan umum
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Melakukan
kamulasi/fungsi
untuk
menghubungkan
sirkulasi,
ii.
iii.
biasanya
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan
yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera
setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah
palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan
perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1.
Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
e. Hipotensi
b. Ultrafiltrasi
f. Hipertensi
d. Hipovolemia
2.
Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
d. Kalsium
b. Kalium
e. Fosfor
c. Bikarbonat
f. Magnesium
3.
Infeksi
4.
5.
Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
e. Aliran Darah
b. Aliran dialisat
f. Kebocoran Darah
c. Konsentrat Dialisat
g. Emboli Udara
d. Suhu
6.
Akses ke sirkulasi
a.
Fistula Arteriovenosa
b.
Ototandur
c.
Tandur Sintetik
d.
Usia
Status emosional
Pengkajian Post HD
2.
3.
Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap
penusukan
2.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:
Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan
untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa;
Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hudak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC