Sunteți pe pagina 1din 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inkontinensia Urin


Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan
sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara objektif
dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.

Hal ini

memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan


sosial, psikologi, aktivitas seksual dan pekerjaan. Juga menurunkan hubungan interaksi
sosial dan interpersonal.9 Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten.
Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang
mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis
atrofik, rangsangan obatobatan dan masalah psikologik.9 .

Gambar 1. Anatomi Urogenital Wanita(Dikutip dari 26)

Kelainan Inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita, tetapi


berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor gangguan psikologis dan

faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri karena selalu basah akibat
urin yang keluar,pada saat batuk, bersin, mengangkat barang berat, bersanggama,
bahkan kadang pada saat beristirahat dan setiap saat harus memakai kain pembalut 4.

2.1.1. Jenis jenis Inkontinensia Urin


Berdasarkan sifat reversibilitasnya inkontinensia urin dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu4,8,14 :
1. Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence ) : Inkontinensia urin ini terjadi
secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi
sakit akut atau problem iatrogenic dimana menghilang jika kondisi akut teratasi.
Penyebabnya dikenal dengan akronim DIAPPERS yaitu : delirium, infeksi dan
inflamasi, atrophic vaginitis, psikologi dan pharmacology, excessive urin production
(produksi urin yang berlebihan), restriksi mobilitas dan stool impaction (impaksi
feses).
2. Inkontinensia urin kronik ( Persisten ) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan
kondisi akut dan berlangsung lama ( lebih dari 6 bulan ). Ada 2 penyebab kelainan
mendasar yang melatar belakangi Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu :
menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan
karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot
detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe
(stress, urge, overflow, mixed). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tipe
Inkontinensia urin kronik atau persisten :

a) Inkontinensia urin tipe stress : Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin
secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut,
melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya
antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau
hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat
dilakukan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa
jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.

Gambar 2. Perbandingan Normal Stress dan Stress Inkontinensia

(Dikutip dari 27)

Inkontinesia urin tipe stress dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu14:


1. Tipe 0 :pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapat dibuktikan
melalui pemeriksaan
2. Tipe 1 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver stress dan adanya
sedikit penurunan uretra pada leher vesika urinaria
3. Tipe 2 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher
vesika urinaria 2 cm atau lebih

4. Tipe 3 :uretra terbuka dan area leher kandung kemih tanpa kontraksi
kandung kemih. Leher uretra dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau
bedah sebelumnya) dengan gangguan neurologic atau keduanya. Tipe ini
disebut juga defisiensi sfingter intrinsik
b) Inkontinensia urin tipe urge : timbul pada keadaan otot detrusor kandung
kemih yang tidak stabil, yang mana otot ini bereaksi secara berlebihan.
Inkontinensia urin ini ditandai dengan ketidak mampuan menunda berkemih
setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa perasaan
ingin kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan
kencing di malam hari ( nokturia ).
c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar
akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, umumnya
akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini dijumpai
pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang
belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak
puas setelah kencing ( merasa urin masih tersisa di dalam kandung kemih ),
urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Inkontinensia tipe overflow ini
paling banyak terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita.
d) Inkontinensia tipe campuran (Mixed) : merupakan kombinasi dari setiap
jenis inkontinensia urin di atas. Kombinasi yangpaling umum adalah tipe
campuran inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi atau tipe stress dan tipe
fungsional.

Gambar 3. Tipe Inkontinensia Urin(Dikutip dar 28l)


2.1.2. Faktor Resiko Inkontinensia Urin
Faktor resiko yang berperan memicu inkontinensia urin pada wanita adalah14 :
1. Faktor kehamilan dan persalinan
-

Efek kehamilan pada inkontinensia urin tampaknya bukan sekedar proses


mekanik inkontinensia urin pada perempuan hamil dapat terjadi dari awal
kehamilan hingga masa nifas, jadi tidak berhubungan dengan penekanan
kandung kemih oleh uterus.

Prevalensi inkontinensia urin meningkat selama kehamilan dan beberapa


minggu setelah persalinan.

Tingginya usia, paritas dan berat badan bayi tampaknya berhubungan


dengan inkontinensia urin.

2. Wanita dengan indeks masa tubuh lebih tinggi akan cenderung lebih banyak
mengalami inkontinensia urin

3. Menopause cenderung bertindak sebagai kontributor untuk resiko terjadinya


inkontinensia urin.
Ada mitos yang menetap yang menganggap bahwa inkontinensia urin pada wanita
merupakan konsekuensi proses penuaan normal. Walaupun proses penuaan bukanlah
penyebab inkontinensia, perubahan fungsi saluran kemih bawah terjadi seiring dengan
proses penuaan dan ini menjadi faktor predisposisi inkontinensia urin. Usia pada wanita
merupakan

faktor

independen

penting

yang

berhubungan

dengan

prevalensi

inkontinensia urin tetapi sangat sulit untuk membedakan apakah inkontinensia urin
timbul akibat efek independen dari pertambahan usia itu sendiri atau akibat
menopause.
2.2. Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens yang berarti bulan dan
pausis yang berarti berhenti. Istilah menopause oleh WHO (1984) didefinsikan, sebagai
penghentian permanen siklus haid pada wanita yang disebabkan oleh pengurangan
aktivitas folikel ovarium.
Diagnosa

ini

dibuat

berdasarkan

pemantauan,

biasanya

paling

sedikit

didapatkannya amenorhoe 12 bulan berturut turut dan tidak terdapat penyebab


lainnya, patologis atau psikologis.15
Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode
menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan post menopause sampai wanita
tersebut telah 1 tahun mengalami amenorrhoe. Menopause membuat berakhirnya fase
reproduksi pada kehidupan wanita16

Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan,


yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebab berhentinya
haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormone estrogen dan progesterone, dan
rata-rata terjadi menopause pada usia 50 tahun.17
Potter & Perry (2005) Menopause adalah berhentinya siklus haid terutama
karena ketidakmampuan sistem neurohormonal untuk mempertahankan stimulasi
periodiknya pada sistem endokrin.18
Menopause adalah berhentinya menstruasi yang menetap yang disebabkan
karena berhentinya fungsi ovarium, dimulai dengan tanpa adanya perdarahan
pervaginam paling sedikit 12 bulan. Perimenopause adalah periode dimana keluhan
menopause memuncak dengan rentang 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah
menopause. Periode ini ditandai dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, siklus
dapat menjadi pendek atau panjang atau lebih panjang serta lama perdarahan haid
juga berubah. Perubahan ini tidak berlangsung secara tiba-tiba tetapi melalui suatu
proses yang lambat. Klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita
dari periode reproduksi ke periode nonreproduksi. Tanda dan gejala / keluhan yang
kemudian timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut tanda / gejala
menopause. Periode ini dapat berlangsung antara 5-10 tahun sekitar menopause (5
tahun sebelum dan sesudah menopause). Setelah periode klimakterium akan sampai
pada periode pasca menopause yang dilanjutkan periode senil19,20,21

Gambar 4 : Skema Periode Reproduktif ke Nonreproduktif (Dikutip dari 17)


Usia menopause rupanya ada hubungan dengan usia menars. Makin dini usia
menars makin lambat menopause terjadi, sebaliknya makin lambat usia menars makin
cepat menopause terjadi. Pada abad ini umumnya nampak bahwa usia menars makin
dini timbul dan usia menopause makin lambat terjadi sehingga masa reproduksi
semakin panjang.22
Dengan bertambahnya usia, kepekaan folikel untuk matang atas pengaruh
gonadotropin mulai menurun, sehingga makin lama makin sedikit estrogen diproduksi
yang akibatnya dapat dilihat dengan adanya perubahan siklus menstruasi. Penurunan
terus terjadi dan akhirnya sampai pada titik dimana estrogen tak cukup lagi untuk
menyebabkan menstruasi, titik ini disebut menopause.23
2.3. Sindroma urogenital pada masa menopause
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan
duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor estrogen,
sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar estrogen

serum mulai berkurang. Gangguangangguan tersebut dapat berupa berkurangnya


aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat
menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada
vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial
(kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi. Pada uretra
sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot yang menonjol keluar seperti
prolaps yang kadang-kadang disalah artikan sebagai prolaps uretra. Stenosis uretra
sering juga ditemukan. Stenosis uretra, atropi sel-sel epitel kandung kemih dapat
menimbulkan keluhan Reizblase (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa
polakisuria, disuria bahkan dapat timbul gangguan berkemih. Di negara-negara barat
pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia pertengahan antara 26-55 tahun. Kadar
estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra dan trigonum menjadi atropi
sehingga rasa berkemih menjadi lemah.
Oleh karena adanya penurunan kadar hormon terutama estrogen, pada wanita
menopause akan menyebabkan perubahan pada seluruh sistem reproduksi termasuk
traktus urogenital. Semua struktur dari traktus tersebut mempunyai reseptor reseptor
estrogen tetapi aktifitas biologiknya berbeda-beda. Afinitas reseptor terhadap estrogen
berbeda beda untuk masing masing organ. Afinitas reseptor estrogen pada uterus
adalah 100% sedangkan afinitas reseptor estrogen dari traktus urogenital adalah
berturut turut sebagai berikut : 60% pada vagina, 40% pada urethra dan 25% pada
muskulus levator ani dan ligament ligament dasar panggul. Penurunan kadar
estrogen dapat mengakibatkan gangguan yang dialami wanita usia lanjut berupa
gangguan haid, mati haid, keluhan klimakterik, gangguan sistemik maupun lokal.12

Menurunnya kadar estrogen akan menyebabkan jaringan urogenital dan dasar


panggul mengalami atrofi. Epitel vulva dan vagina menipis dan mudah terinfeksi. Akibat
menghilangnya jaringan lunak dan elastik vulva serta menipis dan berkurangnya
vaskularisasi

menyebabkan

lipatan

labia

mengerut

dan

tonjolannya

menipis.

Mengerutnya introitus vagina dan berkurangnya rugae vagina serta menurunnya jumlah
kelenjar dan aktivitas sekresinya akan mudah terkena lesi dan iritasi karena trauma,
sehingga menimbulkan keluhan vulva dan vagina seperti kering, pruritus, panas,
dispareuni. Atrofi mukosa vagina dan uretra memberi gejala pula seolah olah ada
keluhan traktus urinarius. Perubahan flora vagina sebagai akibat perubahan hormonal
pada saat menopause diperkirakan memegang peranan penting dalam pathogenesis
terjadinya infeksi traktus urinarius. Pada wanita subur sampai premenopause, estrogen
menyebabkan tumbuhnya koloni laktobasilus dalam vagina yang mengubah glikogen
pada sel superfisial vagina menjadi asam laktat,sehingga mengakibatkan pH vagina
rendah dan menghambat invasi bakteri pathogen gram negative. Setelah menopause,
keadaan atrofi vulvovaginal menyebabkan pertumbuhan laktobasilus terhambat.
Dengan meningkatnya glikogen dalam sel superfisial dan menjadi encernya sekret
vagina, pH vagina meningkat. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi. Pengerutan
dan pemendekan uretra menyebabkan lemahnya meatus uretra eksterna sehingga
memudahkan terjadinya uretritis dan disuria24. Vagina akan didominasi oleh koloni
Enterobakteri terutama Escherichia coli yang diduga sebagai penyebab infeksi traktus
urinarius pada wanita menopause.25
Inkontinensia urin terjadi karena adanya suatu disfungsi mekanisme fisiologi dari
proses miksi yang normal pada saluran kencing bagian bawah. Tahanan tekanan uretra

tidak mampu lebih besar lagi untuk menahan tekanan kandung kemih yang timbul baik
karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dimaksud adalah otototot bergaris dan otot polos dari dinding uretra, kongesti vaskuler dari pleksus venosus
submukosa uretra, susunan epitel dari lapisan permukaan dalam uretra, elastisitas dan
tonus dari uretra yang dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis melalui reseptor alfa
adrenergik. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah otot otot dasar panggul (muskulus
levator ani) dan fascia endopelvik yang melekat pada dinding samping pelvis dan
uretra.6,14 Adanya devitalisasi atau melemahnya kekuatan vagina dan mukosa, wanita
usia lanjut lebih cenderung mengalami infeksi. Sedangkan perubahan anatomi seperti
dinding vagina dan efektivitas ligamentum uretra berkurang, sebagai hasil dari proses
penuaan, maka sfingter uretra akan lebih terbuka yang lebih lanjut dapat terjadi
inkontinensia urin dan sering terjadi infeksi pada traktus urinarius wanita tersebut.12

2.4. Kerangka Teori


Wanita Menopause

Kadar Estrogen

Perubahan pada Sistem Urogenitalia

Efektifitas Ligamentum urethra

Inkontinensia Urin

Inkontinensia Urin Akut

Riwayat persalinan sebelumnya


Usia
Jumlah paritas
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Prolaps Uteri

Inkontinensia Urin Kronik

Tipe Stress

Tipe Urge

Tipe Campuran (Mixed)

2.5. Kerangka Konsep

Wanita Menopause
Tipe Stress

Inkontinensia Urin

Tipe Urge

Tipe Campuran
(Mixed)

Riwayat persalinan sebelumnya


Usia
Jumlah paritas
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Prolapsus Uteri

S-ar putea să vă placă și