Sunteți pe pagina 1din 4

Protokol # 09

Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ) harus kaya


Teringat sebuah buku tulisan Ustadz Abdullah Gymnastiar yang berjudul saya
tidak ingin kaya , tapi saya harus kaya. Sebuah buku yang banyak menggugah
diri untuk bisa berpenghasilan lebih, dan membuat pola pikir LDK GAMAIS
menjadi produktif dalam menghasilkan uang. Buku ini yang saya pahami adalah
bagaimana seorang muslim harus punya kemandirian atau bahkan
keberlimpahan finansial, dengan harapan bisa mencukupi dirinya dan membantu
umat lainnya.
Seorang muslim yang kuat secara finansial tidak akan
menyusahkan orang lain, dan dengan kekuatan finansial pula diri ini dan Islam
akan indepeden dan bebas dari intervensi. Dengan menjadi kaya pula, kekuatan
Dakwah akan berkembang dan bisa memberikan pengaruh lebih. Teringat
bagaimana dalam sebuah perperangan di zaman Rasul, dimana perang tersebut
hanya di biayai oleh 2 orang sahabat. Perperangan yang pastinya sangat mahal,
disini menindikasikan bahwa Rasul dan sahabat-sahabat saat itu adalah orang
yang memiliki kekayaan yang besar dan bisa digunakan untuk dakwah. Maka,
tidak heran jika pada masa sayyidina umar sebagai khalifah, terjadi ekspansi
besar-besaran untuk menyebarkan Islam.

Teringat buku financial revolution yang ditulis oleh motivator handal Tung
Desem Waringin. Dalam pelatihan yang beliau laksanakan, dan kebetulan saya
mengikutinya, beliau mengatakan kaya itu adalah bakat. Dalam benak saat itu,
saya langsung bertanya dalam diri apakah saya punya bakat kaya?. Lebih
lanjut Mr. Tung ( sapaan beliau di luar negeri ). Mengatakan bahwa bakat seorang
yang kaya akan tampak pada kerja keras, etos kerja yang kuat, disiplin serta pola
hidup hemat yang dijalankan. Banyak buku saat ini bercerita tentang orang
sukses, beberapa mengisahkan bagaimana seseorang yang dulu hanya penjaga
toilet , akan tetapi saat ini menjadi orang terkaya dunia, dan kisah-kisah lainnya.

Memang kaya adalah bakat, dalam sebuah LDK pun, bakat kaya ini harus di
tanamkan. Dimulai dengan hal yang sederhana tentunya, seperti membuat
kader bisa memproduktifkan semua bidang atau departemen di LDK untuk
menghasilkan uang. Agenda kaderisasi harus surplus, agenda syiar harus jadi
lumbung penghasil dana, atau membiasakan kader selalu berorientasi profit
pada setiap agenda dakwah. Begitu pula departemen ekonomi atau keuangan
yang ada, harus bisa berpikir bagaimana membangun aset yang bisa menjadi
mesin uang LDK, membangun jiwa entrepeurner di semua kader, atau dengan
optimalisasi dana dalam setiap kegiatan, kader jangan berpikir boros terhadap
uang-harus hemat-, dengan dana yang cukup bisa menghasilkan agenda dakwah
yang semarak.

Life style kader LDK bisa mengikuti life style para sahabat, seperti yang kita
ketahui sayyidina umar memiliki perkebunan yang luas, atau Nabi Muhammad
yang juga aktif berdagang. Akan tetapi, kenapa dalam sirah nabawiyah selalu
dikisahkan akan sederhananya para sahabat. Atau dalam sebah kisah Rasul
berkata aku tidak bisa tenang tidur hingga semua harta ku hari ini telah aku
berikan kepada umat. Disinilah jiwa yang perlu dikembangkan bagi para kader
dakwah, seoserang yang kaya dengan life style sederhana. Rasul berkata seperti
itu karena Rasul sudah punya aset yang bisa menjadi mesin uang yang dimana
besok akan menghasilkan kembali uang untuk dirinya, dan digunakan kembali
untuk berdakwah. Ketika kita meyakini bahwa semua nikmat ini dari Allah, maka
kenapa kita harus takut menginfakannnya di jalan Allah.

Dalam perkembangan pergerakan dakwah kampus, kekuatan finansial


memegang peranan penting terhadap sukses atau gagalnya sebuah agenda
dakwah. Sebuah agenda dakwah bisa berjalan dengan baik karena adanya faktor
dana, dan tidak sedikit pula, agenda dakwah gagal karena keterbatasan dana.
Maka, dengan ini kita bisa sepakat bahwa LDK butuh dana, dan konsekuensinya
adalah LDK harus kaya. Karena dengan uang ini pula gerak dakwah kita bisa
semakin masif.

Sebuah pertanyaan muncul. Bagaimana LDK mencari dana ?

Pengamatan saya keliling Indonesia, menilai bahwa LDK saat ini masih
mengandalkan sponsorship ke perusahaan untuk penggalangan dana. Jujur, saya
kurang sepakat dengan pencarian dana dengan sponsorship, selain membunuh
jiwa entrepeurner kader, dan membuat LDK jadi bergantungan, saya berani
berkata bahwa sponsorship ini seperti pengemis elit. Secara fakta kita sama
saja dengan meminta-minta, walau dikemas sedemikian hingga tampak elegan
dan profesional. Membiasakan kader meminta ke perusahaan , sama saja
menanamkan jiwa event organizer ke kader, dan ini adalah pembunuhan
karakter seorang muslim. Islam mendidik umatnya untuk menjadi pengusaha,
menjadi pedagang. Bukan , peminta-minta atau pengemis , seharusnya LDK
yang membagi dan memberi uang ke pihak lain karena kekuatan finansial yang
dimiliki.

Lalu harus bagaimana ?

Mulai lah dengan membuat sistem mesin uang yang produktif. Lalu mulai dengan
membangun aset yang bisa menghasilkan uang di masa yang akan datang. Sulit
memang, tapi karena sulit itulah kita disebut aktifis dakwah kampus.

Membangun paradigma business man dimulai dari sebuah kalimat uang ada
dimana-mana. Memang, uang itu ada dimana-mana, dan segala sesuatu yang
kita lihat dan berada di sekililing kita saat ini bisa menjadi penghasil uang.
Manusia hidup dengan berbagai masalah, dan mulailah mencari uang untuk LDK
dari masalah yang biasa dihadapi oleh mahasiswa di kampus anda.

Mahasiswa seringkali telat bangun, sehingga tidak sempat sarapan sebelum


berangkat ke kampus, LDK bisa berjualan kue atau donut atau mungkin sarapan
ringan yang bisa dikonsumsi oleh mahasiswa di kelas. Jika jaringan kue ini
berjalan, ini akan menghasilkan dana yang cukup banyak. Sebutlah, di sebuah
kampus terdapat 30 kelas , jika satu kelas saja bisa untuk 5.000 rupiah maka
sehari dengan satu kali jualan- bisa menghasilkan 150.000 rupiah, jika
dirutinkan bisa mencapai 3.000.000 rupiah dengan asumsi 5 hari sepekan untuk
kuliah. Dan jangan lupa beri presentase keuntungan untuk para penjual-yang
juga kader-, supaya bisa menjadi pemasukan juga buat mereka.

Mahasiswa seringkali malas untuk membeli pulsa di tempat yang jauh,


mahasiswa ingin bisa mengisi pulsa di manapun dia berada, hanya dengan
cukup berkata saja atau sms. LDK bisa bermain di ranah ini, kita mempunyai
agen pulsa di setiap kelas. Keuntungan satu kali transaksi pembelian pulsa
dengan nominal berapapun biasanya 2000 rupiah. Sebutlah kita 30 agen kelas,
dan satu kelas terdiri dari 80 orang dan setengahnya ( 40 orang ) adalah
pelanggan kita. Maka LDK akan punya 1200 pelanggan. Dengan asumsi setiap
pelanggan melakukan transaksi satu kali satu bulan, maka setiap bulan LDK akan
menghasilkan dana 2.400.000 rupiah. Besar bukan ? untuk LDK besar, sebutlah
GAMAIS ITB yang punya 600-700 kader aktif, bisa di beri arahan kepada semu
kader untuk beli pulsa di counter LDK.

Mahasiswa pun banyak pergi ke tukang fotokopi untuk mem-fotokopi buku


kuliah. LDK bisa bermain pula dalam hal pelayanan ini. Kerjasama dengan
fotokopi tertentu agar bersedia memberikan harga murah, dan kita menjual nya
ke mahasiswa dengan keuntungan sedikit, sebutlah harga asli dari fotokopi
adalah 55 rupiah per halaman, kita bisa menjual ke mahasiswa 70 rupiah per
halaman. 70 rupiah yang juga cukup murah sebetulnya untuk mahasiswa.
Seorang kader bisa aktif dalam melayani mahasiswa lain di kelasnya sebagai ahli
fotokopi, baik fotokopi buku, bahan kuliah, dan lainnya.

Mahasiswa biasanya malas membaca buku yang tebal-tebal, mahasiswa lebih


senang membaca buku atau catatan yang tipis dan to the point atau bahkan
dengan hanya membaca soal dan pembahasan soal tahun sebelumnya. LDK di
dukung dengan Lembaga dakwah program studi (jurusan), bisa membuat bundel
soal ujian, yang berisikan soal serta pembahasan UTS dan UAS semua mata

kuliah tahun-tahun sebelumnya, dan dikemas dengan baik, akan menghasilkan


dana yang besar. GAMAIS ITB rutin membuat bundel soal untuk tingkat 1 di ITB
( mata kuliah tingkat 1 di ITB sama semua ), dan saat ini bundel soal menjadi
salah satu andalan kami dalam menghasilkan uang.

Untuk tahap yang lebih advance, LDK bisa bermain dalam pembangunan aset,
contoh jasa pelayanan LCD (infokus), memiliki mesin pencetak pin, mesin
percetakan koneksi atau jasa percetakan publikasi, kedai atau warung ( di
Universitas Hasanudin contohnya ), penerbit buku, atau aset-aset lainnya yang
bisa jadi mesin penghasil uang. Memang untuk tahap yang advance ini butuh
dana lebih. Akan tetapi jika kader LDK bisa membuat business plan yang baik,
saya yakin banyak pihak yang bersedia memberikan modal kepada kita.

Hal-hal kecil yang bisa menghasilkan uang hanya merupakan beberapa contoh,
LDK harus mampu menganalisis dan membuat varian metode untuk
menghasilkan uang. Dengan cara seperti ini, jiwa pengusaha bisa dikembangkan
di LDK, dan bakat kaya ini dikembangkan, sebagai lembaga kaderisasi, LDK
harus mampu membentuk karakter kader sesuai dengan kecendrungan ia di
masa yang akan datang.

Saudaraku , kader LDK yang disayangi Allah, kekuatan ekonomi saat in i menjadi
kebutuhan mutlak. LDK harus kaya bukanlah sebuah angan-angan, saya yakin
kita semua bisa, dimulai dari mengubah paradigma uang ada dimana-mana
lalu melihat peluang yang ada di sekitar. Kekuatan finansial ini yang membuat
LDK independen, mandiri, kuat, dan bisa melebarkan pengaruh dakwah di
kampus.
---------This article are right to copy
Ridwansyah yusuf achmad
Head of gamais itb
http://ridwansyahyusuf.blogspot.com

S-ar putea să vă placă și