Sunteți pe pagina 1din 17

askep poliomylitis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak,
dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).
Penyakit ini ditularkan dari orang yang terinfeksi ke orang lain dengan cara
kontak baik melalui sekret yang dikeluarkan dari hidung, mulut ataupun melalui feses. Di faring,
virus ini hanya dapat ditemukan tiga hari sebelum sampai lima hari sesudah penyakit ini timbul.
Tetapi di dalam tinja, virus ini dapat ditemukan sampai 17 minggu sejak penderita itu menjadi
sakit. Penularannya adalah secara water-borne (seperti penularan penyakit tifus). Porte d` entre
dari virus ini adalah usus di mana virus itu dapat berkembang biak dan menimbulkan viremia,
sampai akhirnya virus ini sampailah ke SSP.
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya
tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala
berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya
nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti

penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan
nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang
otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan ditelaah dalam makalah ini adalah Bagaimana
Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus poliomylitis???
C. Tujuan
Tujuan umum :
Adapun tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran
umum tentang poliomylitis dan penanganannya dalam dunia keperawatan
Tujuan khusus :
1.

Mahasiswa mampu memahami pengertian poliomylitis

2.

Mahassiswa mampu memahami tanda dan gejala pada poliomylitis

3.

Mahasiswa mampu memahami proses terjadinya poliomylitis

4.

Mahasiswa mampu memahami gejala dari poliomylitis

5.

Serta mampu memahami asuhan keperawatan poliomylitis

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah
1. Menambah wawasan bagi pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
2. Dapat digunakan sebagai bahan tambahan materi perkuliahan
3. Dapat diterapkan dalam dunia keperawatan profesional

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori

a. Pengertian

Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak,
dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).
b. Gambaran Klinis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya
tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2.

Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala
berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
konstipasi dan nyeri abdomen.

3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri
kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan
nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang
otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
4.

Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis
fesika urinaria dan antonia usus.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh,
diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas

Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan
pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang
kejang.
c.

Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, meskipun masih banyak kasus yang belum

dilaporkan. Dahulu penyakit ini lebih sering menyerang bayi dan anak-anak, tetapi akhir-akhir
ini menyerang orang yang lebih besar yaitu usia 15 tahun. Penyakit ini sering muncul pada saat
musim panas dan musim gugur.
Orang dewasa dan wanita-wanita muda lebih sering terkena penyakit ini. Apabila
orang dewasa terinfeksi maka kemungkinan terjadi kelumpuhan lebih besar. Antara tahun 1840
1950, penyakit poliomielitis ini mewabah di seluruh dunia. Setelah itu dikembangkan suatu
vaksin untuk mencegah penyakit poliomielitis ini sehingga angka prevalensi menjadi berkurang,
yang masih mewabah adalah pada daerah yang tidak mendapat immunisasi.

d. Patogenesis
Poliomielitis

adalah

suatu

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

infeksi/peradangan oleh poliovirus, penyakit ini ditularkan dari orang yang terinfeksi ke orang
lain dengan cara kontak baik melalui sekret yang dikeluarkan dari hidung, mulut ataupun melalui
feses. Di faring, virus ini hanya dapat ditemukan tiga hari sebelum sampai lima hari sesudah
penyakit ini timbul. Tetapi di dalam tinja, virus ini dapat ditemukan sampai 17 minggu sejak
penderita itu menjadi sakit. Penularannya adalah secara water-borne (seperti penularan penyakit
tifus). Porte d` entre dari virus ini adalah usus di mana virus itu dapat berkembang biak dan
menimbulkan viremia, sampai akhirnya virus ini sampailah ke SSP.

Virus masuk melalui mulut dan hidung kemudian berkembangbiak di dalam


kerongkongan dan di dalam traktus gastrointestinal (usus) akan menyebar melalui pembuluh
darah dan kelenjar getah bening. Masa inkubasi yang diperlukan berkisar 5 35 hari dengan
rata-rata 7 14 hari.
Russell mengatakan bahwa suatu provokasi seperti misalnya suatu infeksi (juga
suatu vaksinasi atau pencacaran), suatu tonsilektomi atau suatu olah raga yang berat, dapat
merupakan suatu invitation to settle down bagi virus itu di tempat-tempat tertentu dalam SSP.
Provokasi tadi menimbulkan kelemahan pada motoneuron, sehingga virus polio itu
dapat masuk ke dalam sel-sel motoneuron tersebut. Dengan demikian maka timbullah suatu
kelumpuhan (polio paralitik). Bila virus itu hanya sampai pada selaput sumsum tulang belakang
saja tetapi tidak ada invitation to settle down, maka akan terjadi kaku kuduk dan lain-lain
tanpa kelumpuhan (polio non-paralitik).
Ada beberapa faktor yang menentukan apa sebabnya tempat-tempat tertentu dari
SSP lebih sering terserang virus polio daripada tempat-tempat yang lain. Faktor yang yang
berperan dalam hal ini adalah:
1. Jumlah (banyaknya) dan virulensi virus polio yang memasuki tubuh.
2. Invitation to settle down yang berperan dalam fase pre-paralitik.
Invitasi itulah yang akan menentukan apakah akan terjadi kelumpuhan dan bagian
tubuh yang mana yang akan menjadi paralisis. Invitasi itu adalah suatu trauma seperti misalnya
suatu infeksi, olah raga berat, tonsilektomi, adenektomi, cabut gigi, fraktur, abses dan lain-lain
e.

Etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :


1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa
inkubasi : 7-10-35 hari
f.

Klasifikasi

Adapun klasifikasi virus poliomyelitis adalah sebagai berikut :


Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus
Secara klinis, kasus-kasus poliomielitis dapat dibagi dalam:
1. Bentuk Inapparent.
Kebanyakan (90-95%) dari kasus-kasus poliomielitis adalah inapparent, artinya
tidak menunjukkan gejala-gejala klinis.
2. Bentuk Abortif.
Kasus-kasus ini akan memperlihatkan gejala-gejala seperti tampak pada penderita
ainfluenza atau gastroenteritis. Likuornya tidak memperlihatkan kelainan. Penderita pun dapat
dengan cepat menjadi baik.
3. Bentuk Non-paralitis
Penderita dalam keadaan ini akan memperlihatkan panas, nyeri kepala dan diare. Di
samping itu terdapat pula tanda-tanda iritasi selaput otak seperti kaku kuduk, Kernig, Brudzinski
I dan II yang positif.
Sewaktu-waktu tampak ada spinal sign: Anak tidak dapat membungkukkan
badannya (mencuim lutut).Sewaktu-waktu tampak pula Amoss sign yaitu bahwa anak tidak
dapat bangun dari keadaan tidur terlentang tanpa dibantu tangannya. Pungsi lumbal akan
memperlihatkan adanya pleiositosis, total protein yang meningkat dengan glukosa yang normal.
(Diagnosis poliomielitis non-paralitik baru dapat ditegakkan bila terdapat pleiositosis di dalam
likuor).
4. Bentuk Paralitik
Penderita dalam keadaan ini akan memperlihatkan panas, nyeri kepala dan diare dan
tanda-tanda iritasi selaput otak seperti kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I dan II yang positif.

Kurve suhu adalah dari tipe dromedaris. Sewaktu suhu penderita turun untuk kedua
kalinya maka tampaklah kelumpuhan pada satu atau pada beberapa anggota tubuh. Sebelum
terjadi kelumpuhan mungkin pula anggota tubuh yang akan lumpuh itu memperlihatkan adanya
hiperestesi otot lokal.

Kelumpuhan itu dapat memperlihatkan berbagai sifat:


Paresis terbatas pada satu tungkai atau pada satu lengan. Mungkin pula dapat menghinggapi
kedua tungkai.
Paresis memperlihatkan kecenderungan untuk meluas ke atas.
Paralisis dari otot-otot tubuh.
Paralisis bulbar.

g. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya
terkena poliomyelitis ialah :
Medula spinalis terutama kornu anterior,
Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis
yang mengandung pusat vital,
Sereblum terutama inti-inti virmis,
Otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus
rubra,
Talamus dan hipotalamus,

Palidum dan
Korteks serebri, hanya daerah motorik.

h. Penularan

Cara penularannya dapat melalui :


Inhalasi
Makanan dan minuman
Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diususverimia virus+DC faecese beberapa
minggu.
i.

Faktor Risiko
Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk terkena penyaki poliomielitis adalah

mereka yang tidak mendapatkan immunisasi untuk melawan virus poliomielitis, seseorang yang
bepergian ke daerah dimana terdapat wabah poliomielitis, bayi dari seorang wanita hamil yang
tidak di immunisasi, seseorang yang mengalami trauma pada mulut, hidung atau kerongkongan,
atau trauma akibat perawatan gigi, tonsilektomi, atau melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat
tekanan mental / psikis.
j.

Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
Imunisasi
jangan masuk daerah endemis
jangan melakukan tindakan endemis
Adapun imunisasi untuk pencegahan poliomylitis adalah :

1. Vaksin Salk

Vaksin Salk ini adalah suspensi dalam air dari virus polio yang virulensinya telah
dihilangkan karena telah dicampur dengan formalin.
Cara pemberian:
Injeksi pertama 1 cc i.m
2 4 minggu kemudian 1 cc i.m
7 bukan kemudian 1 cc i.m. booster.

2. Vaksin Sabin
Vaksin Sabin ini adalah suatu attenuated live oral vaccine. Vaksin ini
mengandung virus polio hidup yang telah dilemahkan dengan jalan passage berturut-turut
melalui biakan jaringan. (R.N.A. virion ini tidak ganas lagi, namun protein capsidnya masih
dapat menimbulkan antibody). Vaksin ini dapat diberikan sebagai tablet atau drop per oral.
Cara pemberian:
Mulai dengan 1 dose 2 4 minggu kemudian 1 cc i.m
Satu bulan kemudian 1 dose
Satu bulan kemudian 1 dose
Tiga tahun kemudian 1 dose booster
k. Komplikasi
Hiperkalsuria
Melena
Pelebaran lambung akut
Hipertensi ringan
Pneumonia
Ulkus dekubitus dan emboli paru
Psikosis
l.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan darah lengkap

Cairan serebrospinal
Isolasi virus volio
2. Pemeriksaan radiology
m. Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
Diberikan analgetik dan sedative
Diet adekuat
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan
selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
Sama seperti aboratif
Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15
30 menit,setiap 2 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
Perawatan dirumah sakit
Istirahat total
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Fisioterafi
Akupuntur
Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan
istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis
paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu. Perawatan ini
perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Berikut adalah bentuk perawatan poliomielytis berdasarkan derajat/tingkat
keparahan :
Fase akut (Dari mulanya penyakit sampai 4 minggu sesudahnya)
Penderita hendaknya diberikan istirahat total.
Pada anggota tubuh yang terasa nyeri, diberikan botol hangat
Berikan analgetik, fenobarbital dan sebagainya.

Sesudah 2 minggu dan setelah keadaan likuor kembali normal dapat dilakukan fisioterapi.
Fase rekonvalesensi pertama (1 6 bulan).
Fisioterapi
Dalam pelaksanaan fisioterapi perlu terdapat kerja sama yang baik antara neurolog, ortoped, dan
fisioterapist.
Dalam rangka fisioterapi, dapat dilakukan masage, latihan dan elektroterapi (kontraksi yang
ditimbulkan oleh elektroterapi itu pada otot-otot tersebut akan menjaga otot-otot itu agar tidak
menjadi atropi. Bila kemudian saraf mengalami regenerasi, maka otot-otot masih cukup baik
untuk menerima serabut-serabut saraf baru)
Tindakan ortopedis untuk menghindarkan timbulnya kontraktur misalnya dengan memasang
gipsspalk da lain-lain.
Fase rekonvalensi kedua (6 bulan 3 tahun)
Latihan-latihan sebaiknya dilakukan di dalam kelompok-kelompok, agar anak yang cacat
tidak merasa minder dari anak-anak yang lain.
Dalam fase ini mungkin ortoped akan dapat mengusahakan agar dilakukan tindakan operatif
seperti misalnya tenotomi atau transplantasi tendon

B.

Konsep Keperawatan

a. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. Pemeriksaan Fisik

a) Nyeri kepala
b) Paralisis
c) Refleks tendon berkurang
d) Kaku kuduk
e) Brudzinky
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis otot.
2. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
3. Hipertermi b/d proses infeksi.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
5. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit
c.

Intervensi

1. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.


Intervensi:
a.

Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak.

b. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada).


c.

Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti pemasukan


makanan yang tidak adekuat.

d. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman.


Rasional:
a.

Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.

b. Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak.


c.

Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau


meningkatkan mobilitas.

d. Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.
2. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
Intervensi:
a.

Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri.

b. Libatkan orang tua dalam memilih strategi.


c.

Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.

d. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri.
e.

Berikan analgesic sesuai indikasi.


Rasional:

a.

Teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan
dapat lebih di toleransi.

b. Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak.


c.

Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan.

d. Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan.
e.

Mengurangi nyeri.

3. Hipertermi b/d proses infeksi.


Intervensi:
a.

Pantau suhu tubuh.

b. Jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres.


c.

Hindari mengigil.

d. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit.


Rasional:
a.

Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih.

b. Dapat menyebabkan efek neurotoksi.


c.

Mengurangi penguapan tubuh.

d. Dapat membantu mengurangi demam.


4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
Intervensi:
a.

Kaji pola makan anak.

b. Berikan makanan secara adekuat.


c.

Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.

d. Timbang berat badan.


e.

Berikan makanan kesukaan anak.

f.

Berikan makanan tapi sering.


Rasional:

a.

Mengetahui intake dan output anak.

b. Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang.

c.

Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang.

d. Mengetahui perkembangan anak.


e.

Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak.

f.

Mempermudah proses pencernaan.

5. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot.
Intervensi:
a.

Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.

b. Auskultasi bunyi nafas.


c.

Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler.

d. Berikan tambahan oksigen.


Rasional:
a.

Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.

b. Mengetahui adanya bunyi tambahan.


c.

Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru.

d. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru.


6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
Intervensi:
a.

Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas (mis.renda, sedang, parah).

b.

Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa yang
dipercaya.

c.

Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.

d. Hindari harapan harapan kosong mis ; pertanyaan seperti semua akan berjalan lancar.
Rasional:
a.

Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.

b. Pasien mungkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.


c.

Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi setelah
periode yang diperpanjang.

d. Harapanharapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak,
dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).
Adapun diagnosa yang dapat diangkat adalah
1. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis otot.
2. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf

3. Hipertermi b/d proses infeksi


4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
5. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit
B.

Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai seorang perawat kita seharusnya mengetahui tanda dan gejala dari penyakit poliomylitis.
2. Sebagai seorang perawat kita seharusnya dapat menangani dengan segera kasus penyakit
poliomyelitis.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, edisi. 3. Jakarta :
EGC
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2.jakarta: EGC
Price & Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.
Jakarta: EGC
file:///C:/Document andSettings/user/MyDocuments/poliomylitis/askep-poliomilitis.html
Http://www.yahoo.id/search/cache?/TranslatedVersion_of:http_www_nlm_nih_gov-medlineplusspanish-ency-article-001402.htm

S-ar putea să vă placă și