Sunteți pe pagina 1din 18

ASUHAN KEPERAWATAN STATUS ASMATIKUS

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat dan Penanggulangan Bencana

DisusunOleh :

Elis Siti Sopiah

043-315-12-1-010

Feisal Fauzan Firdaus

043-315-12-1-012

Gilang Agustina

043-315-12-1-015

Khalid Munawar Puadi

043-315-12-1-022

Lizara Fitriani

043-315-12-1-023

Shinta Nurul Nadya

043-315-12-1-036

Ai Yulianti

043-315-12-1-044

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
JAWA BARAT
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang
telah diberikan sehingga penyusun dapat menyusun makalah Keperawatan Gawat
Darurat dan Penanggulangan Bencana mengenai Asuhan Keperawatan Status
Asmatikus. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kehadirat Nabi
Muhammad SAW, para sahabat dan orang-orang yang setia meneladani beliau.
Penyusun menyadari segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
baik materi maupun bahasa. Namun penyusun berharap makalah ini dapat
memberikan kontribusi ilmu pengetahuan untuk pembaca.
Akhirnya bagi Allah swt. segala sifat kesempurnaan dan tidak satupun
pekerjaan manusia yang luput dari kekurangan termasuk penyusunan makalah ini.
Penyusun menerima kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan makalah
dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, aamiin.

Bandung , September 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN TEORI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
Pemeriksaan Penunjang
Konsep Asuhan Keperawatan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespon terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari
24jam.

Infeksi,

ansietas,

penggunaan

transquiliser

berlebihan,

penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan


non spesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan
oleh hipersensitivitas terhadap penisiline.
Meskipun asma sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli
belum sepakat mengenai definisi penyakit ini. Definisi asma yang saat ini
umumnya disetujui oleh para ahli adalah merupakan penyakit paru dengan
karakteristik: Obstruksi saluran nafas yang reversible, Inflamasi saluran
nafas, Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala- gejala asma seperti
batuk, mengi dan sesak nafas. Diduga baik obsrtuksi maupun peningkatan
respon terhadap rangsangan didasari oleh inflamsai saluran nafas.
Prevalansi asma dipengaruhi banyak faktor antara lain jenis kelamin.
Umur klien, keturunan, serta lingkungan. Pada masa anak- anak ditemukan
prevalansi 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih
kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak dari lakilaki. Di Indonesia prevalensi asma tikus berkisar antara 5 sampai 7%.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi status asmatikus?
2. Bagaimana etiologi status asmatikus?
3. Bagaimana patofisiologi status asmatikus?
4. Bagaimana manifestasi kllinis status asmatikus?
5. Bagaimana penatalaksanaan status asmatikus?

6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik status asmatikus?


7. Bagaimana asuhan keperawatan status asmatikus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi status asmatikus;
2. Untuk mengetahui etiologi status asmatikus;
3. Untuk mengetahui patofisiologi status asmatikus;
4. Untuk mengetahui manifestasi kllinis status asmatikus;
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan status asmatikus;
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik status asmatikus; dan
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan status asmatikus.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak
membaik pada pemberian bronkhodilator inisial di unit gawat darurat.
Biasanya, gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus disaluran nafas,
diikuti pajanan terhadap alergen atau iritan, atau setelah beraktivitas saat
udara dingin. Seringnya, pasien telah menggunakan obat-obat anti inflamasi.
Status asmatikus merupakan suatu serangan asma yang berat,
berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari yang tidak
memeberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespon terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari

24jam.

Infeksi,

ansietas,

penggunaan

transquiliser

berlebihan,

penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan


non spesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin dicetuskan
oleh hipersensitivitas terhadap penisiline.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa serangan
asma berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1-2 jam
pemberian obat untuk asam akut seperti adrenalin subkutan, aminofilne
intravena, atau antagonis tidak ada perbaikan atau malah memburuk.
B. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh:
1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran bronkus.
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obatobatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan
diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakter bentuk
alergik dan non alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presifitasi


timbulnya serangan asma bronkhial :
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasan juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan (debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi).
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kulit (perhiasan, logam, dan jam
tangan).
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan

hawa

pegunungan

yang

dingin

sering

memperngaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan


faktor pemicu serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada disamping
gejala asma yang timbul harus segera diberobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya seramngan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Mialnya orang

yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,


polisi lalulintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitifitas
bronkhiolus terhadap[ benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody igE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. bila seseorang menghirup alergen maka antibody igE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibody yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema
lokal pada dinding bronkhiolus kelcil maupun sekresi mukus yang kental
dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru, selama
ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkhiolus. Karena bronkhiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.

Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat


meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekpirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Karakteristik dasar dari asma (kontriksi otot polos bronkhial,
pembengkakan mukosa brokhial, dan pengentalan sekresi) mengurangi
diameter brokhial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasi
perpusi yang mengakibatkan hipolsemia dan respirasi alkalosis pada awalnya,
diikuti oleh respiratori asidosis.
Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus Paco2 meningkat
dan pH turun, mencerminkan respirasi asidosi.
D. Manifestasi klinis
Suatu asmatikus adalah suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai.
Manifestasi klinis status asmatikus adalah sama dengan manifestasi
yang terdapat pada asma hebat-pernafasan labored, perpanjangan ekshalasi,
perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan
keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang,
yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernafasan.
Mengenal suatu serangan asma akut pada dasarnya sangat mudah.
Denagn pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakan, yaitu
dengan adanya sesak nafas mendadak disertai bising mengi yang terdengar di
seluruh

lapang

paru.

penanggulangannya

Namun

adalah

yang

menentukan

sangat

pentin

derajat

dalam

serangan

upaya
terutama

menentukan apakah asma tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada
penderita usia pertengahan atau lanjut, penderita asma yang lama sekitar 10
tahun, pernah mengalami serangan asma akut berat sebelumnya dan
menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang potensial
mengancam jiwa, mempunyai tanda dan gejala sebagai berikut:
1. Bising mengi dan sesak nafas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dengan sekali nafas, atau kesulitan dalam bergerak.
2. Frekuensi nafas lebih dari 25 kali/menit
3. Denyut nadi lebih dari 110 kali/menit

4. Arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
5. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. pulsus paradoksus,
lebih dari 10 mmHg.
Gejala lain status asmatikus adalah seabgai berikut :
1. Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi dengan disertai whizing
2. Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
3. Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan
4. Sianosis, thakikardi, gelisah, pulsus paradoksus
5. Fase ekspirium memanjang disertai whizing (di apeks dan hilus)
E. Penatalaksanan
Prinsip pelaksanaan status asmatikus :
1. Diagnosa status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
saatnya serangan dan obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya
2.
3.
4.
5.

dan dosisnya)
Pemberian obat bronkhodilator
Penilaian terhadap perbaikan serangan
Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid
Setelah serangan mereda : cari faktor penyebab dan modifikasi pengobatan
penunjang sealnjutnya.
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memeperlihatkan

keadaan obstruktif jalan nafas yang berat. Perhatian usus harus diberikan
dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang
berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis,
uji paal paru (APE) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik
atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena kontriksi
bronkhus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi
seperti infeksi, pneumotoraks, pneumomediatinum yang sudah tentu
memerlukan pengobatan lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat
terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu
dengan akurat menentukan kapan penderita mesti dikirim keunit perawatn
intensif. Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah
dikirim dari UGD dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut :
1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dispneu, sianosis, dan


hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker
venturi atau kateter hidung di berikan. Aliran oksigen yang diberikan
didasarkan pada nilai-nilai gas darah. PaO2 dipertahankan anatara 65 dan
85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontra indikasi. Jika tidak
terdapat pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah saklit.
2. Anti kolonergik
Iptropium bromide dapat diberikan sendiri maupun dalam kombinasi
dalam agonis secara inhalasi nebulisasi terutama penambahanpenambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis sudah
memberikan hasil yang baik.
3. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan keseimbanagn elektrolit
Hidrasi hendaknya dinilai seacra klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolik. Ringer laktat
dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada keaadaan
asidosi metabolik diberikan natrium bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekprktorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan
berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat
diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein.

c. Fisioterpi dada
Drynase postural fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya
hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mukus sebagai penyebab
utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d. Antibiotik
Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum
purulent dengan neutrofil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat-obat sedative merupakan indikasi kontra kecuali di ruang
perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat
dalam pengobtan asma akut berat malahan dapat menyebabkan
pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkhus.

F.

Pemeriksaan diagnostik
1. Psirometri : peningkatan FEV, atau FVC seabanyak 20%
2. Pemeriksaan radiologi : pada umumnya normal. Dilakukan tindakan bila
ada indikasi patologi di paru, misalnya : pneumotoraks, antelektasis, dll
3. Analisi gas darah : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respirsatorik.
4. Pemeriksaan sputum : adanya eosinofil, kristal carcotleyden, spiral
churschemen, miselium asoergillus humigulus
5. Pemeriksaan darah : jumalah eosinofil meningat.
6. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara akurat dalam mengkaji obstruksi
jalan nafas akut.
7. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu
melakukan maneuver fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau
keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan.
8. Arus puncak inspirasi APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana,
flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat
beratnya penyakit.
9. Pemeriksaan fotothoraks pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk
melihat hal-hal yang ikut memeperburuk atau komplikasi asma akut yang
perlu juga mendapat penanganan seperti atelektasis, pneumonia, dan
pneumotoraks.
10. Elektrokardiografi
Tanda-tanda abnormalitas semnetara dan repersible setelah terjadi
perbaikan klinis adalah gelombang P meninggi (P pulmonal, takikardi
dengan atau tanpa aritmea supra ventrikuler, tanda-tanda hipertropi
ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien masih bisa melakukan aktifitas seperti
biasa,Setelah sakit klien tidak dapat melakukakan aktivitasnya, karena
apabila bekerja terlalu keras sesak napas klien kambuh.
b. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit klien tidak ada masalah dengan aktivitas tetapi setelah
sakit aktivitas tidur klien tertanggu karena batuk terus menerus disertai
dahak yang yang begitu kental dan sulit dikeluarkan sehingga klien
tidak bisa tidur nyenyak dan hampir tiap jam terbangun karena batuk.

c. Nutrisi
Biasanya ketika normal klien mampu makan dengan porsi yang cukup
tetapi ketika sakit klien merubah porsi makannya karena sering
tersedak karena adanya sesak.
d. Oksigenasi
Sebelum sakit klien tidak memerlukan alat bantu pernapasan, setelah
sakit klien memerlukan alat bantu pernapasan oksigen masker 6-10
liter/ menit.
e. Eliminasi urin
Sebelum sakit frekuensi berkemih 5-6x sehari, jumlah urin klien
250cc/hari, berbau khas, warna kuning jernih. Setelah sakit klien tidak
mempunyai masalah dengan urin.
f. Sensori, persepsi dan kognitif
Melihat dengan jarak yang normal, pendengaran klien juga normal,
penciuman klien juga normal sensasi taktil klien normal dan
pengecapan klien juga norma.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: klien terlihat lemah
Tanda-Tanda Vital
TD : 130/90mmHg
N : 98x/menit
RR : 30x/menit
S : 370C
2) Kepala
Pada saat dilakukan inspeksi dan palpasi tidak terdapat benjolan
yang terdapat dikepala tidak terdapat lesi, bentuk tengkorak
simetris dan bagian prontal menghadap kedepan dan bagian
pariental menghadap kebelakang. Kulit kepala tidak mengalami
peradangan, tumor, maupun bekas luka.
3) Leher
inspeksi dan palpasi : dapat melakukan gerakan leher secara
terkoordinasi.
4) Dada dan paru
Inspeksi dada klien terlihat kembang kempis. plapasi getaran pada
dinding

dada

klien seimbang,

pada

saat

dilakukan

perkusi terdengar sonor. Pada saat dilakukan auskultasi terdengar


suara nafas tambahan dari ekspirasi.
5) Abdomen

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, abdomen klien normal pada


saat inspeksi tidak ada pembengkakan dan simetris pada saat
dilakukan auskultasi terdengar suara bising usus normal.
h. Psiko, Sosio, Budaya dan Spiritual
1) Pikologis
Merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya.
2) Sosial
Akan ada gangguan pada komunikasi klien karena adanya sesak
napas,sehingga klien sulit untuk berbicara.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan sputum.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
pula terjadihipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari
Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
3) Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
yakniradiolusen

yang

bertambah

dan

peleburan

rongga

intercostalis, sertadiafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat


komplikasi, maka kelainan yang didapatadalah sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus
akan bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi

empisema

(COPD),

maka

gambaranradiolusen akan semakin bertambah.


c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada paru.
d) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.

4) Pemeriksaan gambaran elektrokardiografi


Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapatdibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
a) perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axisdeviasi dan clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot

jantung, yakni

terdapatnyaRBB (Right bundle branch block).


c) Tanda-tanda
hopoksemia,
yakni
terdapatnya

sinus

tachycardia,SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST


negative.
5) Pemeriksaan scaning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
6) Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukansebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler ataunebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya responaerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan
efek

pengobatan.

Benyak

penderita

tanpa

keluhantetapi

pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.


2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d sekret yang tertahan atau
sisa sekret, bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan
dinding bronkus.
b. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi, hipoksemia, dan
ancaman gagal napas.

c. Ansietas berhubungan dengan sulit bernapas disebabkan gagal napas


yang berat,kurang pengetahuan tentang cara pengobatan dan
pemeriksaan.
3. Perencanaan Keperawatan
4.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.

5. Dx.
Keperawat
an
55. Ketidakefe
ktifan
bersihan
jalan napas
b.d sekret
yang
tertahan
atau sisa
sekret,
bronkhoko
nstriksi,
bronkhosp
asme,
edema
mukosa
dan
dinding
bronkus.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63. Ketidakefe
ktifan pola
napas b.d
hiperventil
asi,
hipoksemi

6. Tujuan dan
Kriteria hasil

1.
2.
3.
4.

1.
2.

73. Setelah dilakukan


tindakan
keperawatan
selama 3x24 Jam
maka
ketidakefektifan
jalan nafas dapat
teratasi dengan
kriteria hasil :
Mempunyai jalan napas
yang paten.
Mengeluarkan sekresi
secara efektif.
Mempunyai irama dan
frekuensi (16-24x/menit)
Pernapasan dalam rentang
yang normal.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81. Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
kepada klien
selama 2x24 jam
maka pola napas
klien kembali
efektif dengan
kriteria hasil:
klien tidak hiperventilasi.
membuhkan alat bantu
pernapasan pada saat-saat

7. Intervensi

1. amankan pasien ke
tempat yang aman.
87.
88.
2. kaji tingkat kesadaran
pasien.
89.
90.
3. Auskultasi bunyi napas
dengan mendekatkan
telinga kemulut pasien.
91.
4. Berikan teknik
membuka jalan napas
dengan cara
memiringkan pasien
setengah telungkup dan
membuka mulutnya.
92.
93.
1. kaji usaha dan
frekuensi napas pasien.
2. Auskultasi bunyi napas
dengan mendekatkan
telinga pada hidung
pasien serta pipi
kemulut pasien.
3. Pantau ekspansi dada
pasien
94.
4. Pantau pola pernapasan
(beradipnea, takipnea,
hiperfentilasi)
1. M
95.
n
96.
2. M
1. bantu pasien untuk
u

45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.

tertentu.
mengidentifikasi situasi
3. klien tidak memiliki napas
yang mampu membuat
pendek.
cemas itu datang.
4. klien punya kemudahan
2. kontrol faktor cemas
dalam bernapas.
yang dibutuhkan oleh
82.
klien.
64.
83.
3. indentifikasi apabila
65.
84.
Setelah
dilakukan
tingkat kecemasan
66.
tindakan
berubah.
67.
keperawatan
97.
68.
selama
3
x
24
jam
69.
maka ansietas
70.
dapat teratasi
71. Ansietas
dengan criteria
berhubung
hasil :
an dengan 1. Tingkat kecemasan klien
sulit
menurun.
bernapas
2. Klien tidak sulit lagi untuk
tidur.
disebabka
3.
Raut wajahnya kembali
n
gagal
normal
napas yang
85.
berat,kura
86.
ng
pengetahu
an tentang
cara
pengobata
n
dan
pemeriksa
an.
72.
a, dan
ancaman
gagal
napas.

1
1
1
3. M
p
p
4. M
p

1. M
m

2. M
k
p

1
3. M
y
l

116.

S-ar putea să vă placă și