Sunteți pe pagina 1din 10

ASPEK GENETIK ADHD

Pendahuluan
ADHD (attention deficit and Hiperactivity Disorder) atau dalam bahasa Indonesia
dikenal sebagai gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas merupakan salah satu
gangguan perilaku yang sering ditemui pada masa anak-anak. ADHD biasanya mulai
timbul pada usia 3 tahun, namun pada umumnya baru terdeteksi setelah anak duduk di
sekolah dasar, dimana situasi belajar yang formal menuntut pola perilaku yang terkendali
termasuk pemusatan perhatian dan konsentrasi yang baik. Ciri utama adanya
kecenderungan untuk berpindah dari satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak dapat konsentrasi dengan baik bila mengerjakan
suatu tugas yang menuntut keterlibatan kognitif, serta tampak adanya aktivitas yang tidak
beraturan, berlebihan, dan mengacau.1,2,3
ADHD

terjadi pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja.

Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu spektrum, sehingga tingkat kesulitannya


akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya.Ada tiga jenis gejala, yaitu anak
tidak konsentrasi dengan ciri tidak fokus terhadap ajakan; hiperaktif dengan ciri tidak
pernah mau diam alias terus bergerak; dan impulsif dengan ciri bertindak tanpa berpikir.3,4
Bila tidak mendapatkan penanganan secara dini akan mempengaruhi kualitas hidup
anak di masa yang akan datang. Etiologi dan patogenesis ADHD sampai saat ini masih
belum dapat dimengerti dengan baik. ADHD adalah gangguan heterogen dan kompleks.
Genetik dan lingkungan membentuk karakteristik fenotip dalam beberapa kombinasi yang
berbeda. Pengungkapan dasar genetik ADHD dapat membantu untuk meningkatkan
prosedur diagnostik dan berpotensi untuk menemukan pengobatan farmakologis baru.
Banyak studi digunakan untuk menilai dampak genetik dan pengaruh lingkungan terhadap
ADHD. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi lokus gen dan variasi lebih spesifik
alel yang berkontribusi terhadap gangguan fenotip ADHD. Studi gen selama ini telah
difokuskan pada system serotonergik dan sistem dopaminergik.1,4,6

Definisi ADHD
Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Associations Diagnostic
and Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi
dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat
dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan
yang sebanding.5
ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk
peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan
mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik. Gejala
inatensi atau hiperaktifitas-impulsivitas yang menyebabkan terjadinya gangguan harus ada
sebelum umur 7 tahun, walaupun banyak individu yang didiagnosis ketika gejalanya
ditemukan setelah beberapa tahun. Gejala-gejala tersebut harus ada minimal pada dua
tempat (misalnya di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja). Gangguan tersebut harus
jelas berhubungan dengan perkembangan fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia,
atau gangguan psikotik lain, dan tidak digolongkan sebagai gangguan mental lain (seperti
gangguan mood, gangguan cemas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).1,3,5
DSM-IV menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan hiperaktif, tipe
dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari keduanya. Anak yang mengalami
gangguan ini sering mengalami masalah dalam pendidikannya, hubungan interpersonal
dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan rasa harga diri yang rendah. ADHD juga
sering bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional, gangguan tingkah laku,
gangguan berbahasa, dan gangguan belajar.2,5
Epidemiologi ADHD
ADHD merupakan gangguan psikiatri yang sering ditemui pada anak dan remaja.
Angka kejadian ADHD bervariasi di beberapa tempat dikarenakan terdapat perbedaan.
Rata-rata prevalensi ADHD di dunia adalah antara 5,29% - 7,1% pada anak-anak dan

remaja. Prevalensi ADHD di Eropa terhitung kurang dari 5%.estimasi angka prevalen
ADHD dipengaruhi beberapa faktor diantaranya perbedaan metodelogi dan kultur, serta
keragaman identifikasi dan kriteria diagnostik yang terus diperbaharui.7
Rasio laki-laki dan perempuan yang menderita ADHD adalah antara 3:1 dan 9:1,
jadi dikatakan anak laki-laki lebih sering menderita ADHD dibandingkan anak perempuan.
Perbedaan rasio yang cukup tinggi antara laki-laki dan perempuan mungkin terjadi karena
bias yang terkait dengan gejala gangguan perilaku, dimana anak laki-laki memiliki gejala
lebih hiperaktif / impulsif dibandingkan anak perempuan.6,7
Gejala Klinis ADHD
Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa tidak mudah untuk membedakan
penyandang ADHD terutama yang tergolong ringan dengan anak normal yang sedikit lebih
aktif dibanding anak yang lainnya. Tidak ada tes untuk mendiagnosa secara pasti jenis
gangguan ini, mengingat gejalanya bervariasi tergantung pada usia, situasi, dan
lingkungan.3,8
Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas
yang mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan
impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang
berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan tenang
di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat
melamun. Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga
sering dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif
atau lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi. Semua anak ADHD
terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir, terkadang dapat terlihat
melamun. Saat hiperaktifitas anak, distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau
impulsivitas mulai berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial dengan
anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD dapat diperkirakan. Oleh
karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD sulit didiagnosis
terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.2,3,8

Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak awal,
bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun
emosional. Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan
pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan
dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas). 2,3,5,8
Diagnosis ADHD
Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:1,2,3,5
1. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian
2. Tipe yang dominant hiperaktivitas dan impulsivitas
3. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas)
Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM IV)
ditegakkan bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian untuk waktu minimal
6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 tahun.
Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif, dan
tak sesuai dengan tahap perkembangan anak.1,2,3,5
Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV)
ditegakkan bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas untuk waktu minimal 6
bulan dan didapat kurang dari 6 gejala gangguan pemusatan perhatian dan dimulai sebelum
usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat
maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak.3,5,8
Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6
atau

lebih

gejala

gangguan

pemusatan

perhatian

dan

atau

lebih

gejala

hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum
usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah.3,5,8
Dalam penelitian klinis, skala pengukuran tingkah laku anak ADHD digunakan
untuk menilai efek pengobatan dan keadaan klinis anak ADHD. Skala pengukuran tersebut
dipakai untuk mengukur perubahan tingkah laku anak ADHD sebelum dan sesudah
pengobatan. Skala pengukuran yang banyak digunakan dalam menilai hasil pengobatan
atau penanganan anak ADHD adalah Conners Parent Rating Scales atau Conners
abbreviated rating scale untuk orang tua dan guru, terdiri dari 10 pernyataan. Kemudian

angka-angka dalam tabel 2 tersebut dijumlahkan. Apabila jumlahnya 15 dianggap anak


bersangkutan menderita hiperkinetik/ADHD. Skor 12 dicurigai gangguan hiperkinetik
dapat dikonsultasikan ke seorang ahli (Psikiater anak). Setiap item dinilai seperti di atas (03), bila penilaian > 15, dapat didiagnosis ADHD. 1,5
Etiologi ADHD
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi belum ada satu pun
penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua gangguan yang ada. Berbagai virus, zatzat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah
selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak, berperan penting sebagai faktor penyebab ADHD ini. Terdapat
beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya ADHD, secara umum karena
ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi
untuk mengatur perhatian dan aktivitas. Beberapa penelitian menunjukan adanya
kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang
menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan.1,3,4,6
Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan video game mempunyai andil dalam
memunculkan atau memperberat gejala ini. Namun dugaan ini dibantah oleh penelitian
bahwa pengaruh tersebut tidak bermakna secara signifikan. Anak dengan ciri ADHD tetapi
tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga ada kaitan dengan faktor
emosi dan pola pengasuhan.1
Sampai saat ini, etiologi ADHD yang pasti belum diketahui. Secara umum,
gangguan ini disebabkan oleh faktor genetik sebagai penyebab primer yang utama,
meskipun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh.1,3,4
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ADHD diantaranya :

1.

Faktor genetika

Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor


penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota
keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka
anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu
mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika
gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuantemuan dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa
ADHD ada kaitannya dengan keturunan.4,8
Ada beberapa gen (diduga transporter gen dopamin lokus DAT 1 atau DR 4)
yang berhubungan dengan reseptor dopamine, transport dopamine, enzim dopamin
beta hidroksilase, dan keto-o-metiltrasferase (enzim yang memetabolisme
dopamine), yang mengalami perbedaan varian dalam kondisi normal. Varian
val/val (varian lain val/met dan met/met) akan menyebabkan metabolism dopamine
menjadi cepat sehingga terjadi kekurangan persediaan dopamin, sehingga
menurunkan aktifitas dopamin prefrontal sehingga proses informasi prefrontal akan
terganggu.4,6,9
2. Faktor neurobiologist
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa
terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul
pada kerusakan fungsi lobus prefrontal. Demikian juga penurunan kemampuan
pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus
prefrontal.

Temuan

melalui

MRI

(pemeriksaan

otak

dengan

teknologi

tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini


meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah
korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini
berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi
respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa

dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai
korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD. 4,9
3. Faktor lateralisasi
Dihubungkan dengan disfungsi pada hemisfer kanan yang yang mengatur
pemusatan perhatian, konsentrasi dan fungsi emosi.1
4. Faktor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi faktor resiko diantaranya
masalah saat kehamilan (ibu merokok, depresi, minum alkohol, kekurangan
oksigen, keracunan plumbum) dan kelahiran (trauma lahir, infeksi), penggunaan
mariyuana pada awal masa remaja, konsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
zat pewarna, penggunaan obat-obatan seperti fenobarbital jangka panjang.
Lingkungan social yang buruk seperti disfungsi perkawinan dan keluarga, sosial
ekonomi yang rendah dikatakan berhubungan dengan terjadinya ADHD.1,4,6
Aspek Genetik ADHD
Beberapa studi genetik resmi telah membahas kontribusi kedua faktor genetik dan
lingkungan untuk pengembangan ADHD. Perkiraan heritabilitas selalu mengacu populasi
tertentu. Mereka tidak mengukur langsung predisposisi genetik individu. Studi kembar,
keluarga, dan adopsi telah membantu menetapkan pengaruh dari genetik dan lingkungan
pada ADHD.4,6
Studi kembar dapat menunjukkan apakah ada dasar genetik untuk gangguan ini
dengan mempelajari kelompok besar kembar identik dan non-identik. Kembar identik
memiliki informasi genetik yang sama, sementara kembar non-identik tidak. Oleh karena
itu, jika gangguan ditularkan secara genetik, baik kembar identik harus terpengaruh dengan
cara yang sama dan konkordansi tingkat-kemungkinan mereka berdua terkena-harus lebih
tinggi daripada yang ditemukan pada kembar non-identik. Ada beberapa studi kembar besar
dalam beberapa tahun terakhir yang memberikan bukti kuat bahwa ADHD sangat
diwariskan. Mereka memiliki hasil yang sangat konsisten terlepas dari fakta bahwa mereka

dilakukan oleh para peneliti yang berbeda di berbagai belahan dunia. Dalam satu studi
tersebut, Dr Florence Levy dan rekan-rekannya mempelajari 1.938 keluarga dengan anak
kembar dan saudara di Australia. Mereka menemukan ADHD yang memiliki heritabilitas
yang sangat tinggi dibandingkan dengan gangguan perilaku lainnya. Mereka melaporkan
tingkat kesesuaian 82 persen untuk ADHD pada kembar identik dibandingkan dengan
tingkat kesesuaian 38 persen untuk ADHD pada kembar non-identik.4,6,10
Studi adopsi juga mendukung pentingnya genetic faktor etiologi ADHD. Orang tua
biologis dan saudara dari seorang anak dengan ADHD adalah tiga kali lebih sering
terpengaruh dengan ADHD daripada orang tua angkat dan saudara kandung.4,6
Studi keluarga menjelaskan peran keluarga terhadap fenotipe ADHD dan gangguan
terkait. Terjadinya ADHD pada tingkat pertama keluarga pasien adalah sekitar lima kali
lebih tinggi dibandingkan keluarga control. Menariknya, subtype ADHD dari pasien yang
terkena dalam sebuah keluarga tidak memprediksi subtipe dari anggota lain yang terkena
dampak dalam keluarga yang sama. Bahkan jika faktor risiko genetik dibagi dengan kerabat
tingkat pertama, manifestasi klinis ADHD yang berbeda mungkin terjadi. 4,6
Studi menunjukkan bahwa anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD cenderung
memiliki fungsi yang abnormal, atau disregulasi, bahan kimia otak tertentu yang dikenal
sebagai neurotransmitter. Selain itu, anak-anak dengan ADHD mungkin memiliki bagianbagian tertentu dari otak yang lebih kecil atau kurang aktif daripada mereka pada anak-anak
yang tidak memiliki ADHD. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bahan kimia otak,
dopamin, mungkin memainkan peran dalam ADHD. Dopamin adalah zat kimia penting
yang membawa sinyal antara saraf di otak. Hal ini terkait dengan banyak fungsi, termasuk
gerakan, tidur, mood, perhatian, dan belajar.9,10
Dopamin dilepaskan ke celah sinaptik oleh potensial aksi melalui mekanisme
calcium dependent.

masuknya kalsium memicu menyatunya vesikel neurotransmitter

dengan membrane presinaptik. Dopamin kemudian dilepaskan ke celah sinaptik dari di


mana ia menyebar dan terikat pada reseptor pasca-sinaptik. Ini mengubah potensial lokal
transmembran sel. Dopamin memberi efek dengan berikatan dengan reseptor dopamin

dikategorikan menjadi dua famili, yaitu, D1-like dan D2-like. Jenis reseptor D1-like (D1/
D5) berikatan dengan kelas Gs dari protein G dan mengaktifkan adenilat siklase. Jenis
reseptor D2-like (D2/D3/ D4) berpasangan dengan protein Gi yang menghambat produksi
cAMP. Reseptor presinaptik (autoreseptor) memantau kadar dopamine ekstraseluler dan
sintesis dopamin. Blokade reseptor ini mengarah peningkatan produksi dan pelepasan
presinaptik dari dopamin. Stimulasi memiliki efek berlawanan. Pembersihan dopamin dari
celah sinaps diatur oleh produk dari tiga gen, yaitu, dopamin transporter (SLC6A3 / DAT1),
monoamine oxidase-A (MAO-A) dan katekol-o-metil transferase (COMT). DAT1
bertanggung jawab untuk penyerapan cepat dopamin dari celah sinaptik, sementara MAOA dan COMT terlibat dalam katabolisme dopamin.9,11,12
Kandidat gen polimorfisme yang diperiksa di sini (yaitu DAT1, DRD4) adalah
beberapa gen paling sering dipelajari dalam ADHD dan telah menunjukkan hubungan yang
nyata dengan ADHD. Selanjutnya, hasil meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa
sementara setiap polimorfisme ini secara signifikan terkait dengan ADHD, ada juga ada
heterogenitas yang signifikan dalam efek yang ditemukan di studi yang berbeda,
menunjukkan ada kemungkinan akan moderator penting yang mempengaruhi asosiasi.6,9,11
Dopamine DR Receptor (DRD4)
Gen D4 reseptor dopamin (DRD4) terletak di dekat wilayah telomerik kromosom 11q dan
merupakan gen yang sangat bervariasi. Terdapat variasi genetik di dalamnya yaitu pada
varian yang disebut alel 7-repeat (7R). Bila terdapat variasi gen 7R ini, risiko untuk
menderita ADHD meningkat, dan ini telah ditemukan dalam banyak studi. Gen ini memiliki
hubungan relevan dengan ADHD karena reseptor D4 diekspresikan pada region otak yang
berpengaruh penting terhadap fungsi atensi dan inhibisi, yaitu singulat anterior.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran alel DRD4 7R, terkait dengan respon
yang lebih rendah dari ADHD untuk metilpenidat (misalnya, Ritalin, Konser), pengobatan
utama untuk ADHD. Dosis metilpenidat mungkin harus ditingkatkan untuk secara efektif
mengobati individu dengan alel DRD4 7R.

Dopamin Transporter (DAT1)


Gen dopamin transporter (DAT1), yang terletak di kromosom 5p15.3, banyak terdapat
dalam striatum manusia, di mana ia bertindak sebagai sarana utama dopamin re-uptake.
Ada tiga alasan utama untuk peran sentral DAT1 dalam genetika ADHD. Pertama,
neurotransmisi dopaminergik dikendalikan oleh protein DAT. Kedua, protein DAT adalah
target utama untuk metilpenidat. Transport dopamin adalah tempat utama reaksi obat
metilpenidat, pengobatan stimulan umum untuk ADHD. Metilpenidat menghambat
transporter, sehingga meningkatkan tingkat dopamin ekstraseluler. Ketiga, pada percobaan
dengan tikus, disebutkan DAT1 menyebabkan perilaku sugestif ADHD: hiperaktif dan
defisit dalam hambatan perilaku. Oleh karena itu, DAT1 adalah target pertama di Studi
asosiasi. Polimorfisme utama DAT1 terdiri dari Variable Number Of Tandem Repeats
(VNTR) dari 40 pasangan basa (Bp) yang terletak di wilayah 3'-untranslated region
(3'UTR). Ulangan alel sepuluh (10R) dan sembilan (9R) adalah yang paling umum di
seluruh dunia. Terdapat dua analisis yang mengungkapkan dampak yang signifikan tetapi
sangat kecil tentang VNTR pada ADHD, sementara dua meta-analisis lain menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara polimorfisme dengan ADHD. 10,11,12
Sementara 10R adalah alel risiko untuk ADHD masa kanak-kanak, 9R telah
dikaitkan dengan ADHD dewasa. Hubungan dengan hanya satu gejala juga telah
dilaporkan. Menggunakan sifat kontinyu, menyatakan bahwa DAT1 mungkin secara khusus
terkait dengan kurangnya perhatian.6,10,11,12
Meskipun beberapa poin perlu penyelidikan lebih lanjut, seperti kemungkinan
sumber heterogenitas, bukti untuk kedua gen DAT1 dan DRD4 sebagai gen kerentanan
ADHD sudah ada, dengan jumlah ulangan dan dikonfirmasi oleh meta-analisis. Gen
kandidat lainnya, seperti DRD5, 5HTT atau SLC6A4 dan HTR1B, telah terkait juga dengan
ADHD, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil dari studi. Gen seperti DRD2 dan
ADRA2A memiliki hasil yang tidak konsisten dan tidak mencapai signifikansi dalam metaanalisis, tetapi tetap semenarik untuk diteliti. Penelitian terbaru telah difokuskan terutama
dalam identifikasi kerentanan gen dengan metodologi berbeda.6

10

S-ar putea să vă placă și