Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
dalam
dan
sel
telur)
berasal
dari
pasangan
suami
istri,[4] dan
embrio
yang prosesnya cukup rumit itu berulang kali. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
keberadaan bank sperma itu kemudian disalahgunakan untuk tujuan-tujuan tertentu yang
sifatnya negatif, misalnya untuk menyimpan sperma dari orang-orang yang ber-IQ tinggi yang
pada suatu saat sperma itu digunakan untuk membuahi sel telur dari wanita yang ber-IQ tinggi
dengan harapan akan diperoleh anak yang genius.
Di luar dugaan teknologi reproduksi bayi tabung dan bank sperma itu kini telah dianggap sebagai
jalan keluar yang baik oleh sementara kaum wanita yang ingin mempunyai anak akan tetapi
tidak mau menikah. Dengan bantuan teknologi reproduksi bayi tabung atau fertilisasi in
vitro seorang wanita yang sudah dewasa dapat hamil dan mempunyai anak tanpa harus
menikah, atau mempunyai suami, tanpa harus melakukan hubungan sanggama. Peristiwa
semacam itu telah terjadi, satu diantaranya adalah Afton Blake, seorang wanita sarjana psikologi
dari Los Angeles Amerika Serikat. Blake dengan Bank Sperma dan teknologi reproduksi bayi
tabung telah berhasil melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Doron[8]
Penemuan dan penerapan teknologi reproduksi Bayi tabung tersebut di atas tentu saja
mempunyai pengaruh di bidang kehidupan lainnya, misalnya dibidang agama, moral dan hukum.
Di bidang hukum, apakah hukum kita sudah siap menangani hasil-hasil perkembangan ilmu dan
teknologi dibidang kedokteran tersebut. Harus diakui bahwa di Indonesia belum ada hukum
yang mengatur secara khusus perihal bayi tabung yang pada tahap sekarang ini masih
merupakan tahap percobaan. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah menyusun undangundang yang mengatur tentang masalah yang berkaitan dengan penerapan teknologi reproduksi
bayi tabung. Dalam usahanya membuat undang-undang, pemerintah harus memperhatikan nilainilai ajaran Islam.
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan selalu mendorong kepada
pemeluk-pemeluknya untuk menggali dan menyelami lautan ilmu pengetahuan, menyambut
penemuan baru tentang teknologi reproduksi bayi tabung ini sebagai perkembangan pikiran
manusia yang patut dipuji dan disyukuri, asal penerapan penemuan ilmu dan teknologi itu tidak
bertentangan dengan syariat Islam, dan tidak melanggar batas-batas moral kemanusiaan.
Penemuan ilmu dan teknologi reproduksi bayi tabung itu bila digunakan untuk kebaikan dan
untuk kemaslahatan manusia akan menjadi rahmat yang patut disyukuri. Sebaliknya bila
digunakan untuk perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam tentu saja akan
menyesatkan bagi manusia itu sendiri, karenanya harus ditinggalkan.
Reproduksi Manusia Menurut Al-Quran
Untuk mempermudah memahami ayat-ayat Al-Quran tentang reproduksi manusia yang tersebut
di berbagai surat, maka perlu dikumpulkan terlebih dahulu ayat-ayat yang membahas tentang
benih dan proses pembuahannya, tentang sifat-sifat sperma yang membuahi, tentang
bersarangnya blastula di dalam rahim, dan tentang evolusi perkembangan embrio di dalam
rahim.
Mengenai benih dan proses pembuahannya, Al-Quran menyebutkan sampai sebelas kali,
[9] dengan menggunakan kata-kata nuthfah yang di samping dapat diartikan sebagai setitik dari
mani, juga dapat diartikan sebagai hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma yang
disebut zygote.
Kata nuthfah yang artinya setitik dari mani menunjukkan bahwa setiap sperma atau mani (yang
dikeluarkan oleh seorang laki-laki pada waktu melakukan hubungan senggama) mengandung
ratusan juta spermatozoa,[10] mereka akan masuk ke dalam tuba fallofii baik yang disebelah
kanan maupun yang disebelah kiri. Dan diantara sekian juta spermatozoa itu hanya
satu spermatozoa yang berhasil menembus dan membuahi sel telur, yang lain mati diserap oleh
tubuh wanita tersebut.[11]
Satu spermatozoa yang berhasil menembus dan membuahi sel telur itulah yang dimaksud oleh
kata nuthfah min mani yang diartikan nuthfah dari mani, sebagaimana firman Allah dalam alQuran: Bukankah (asalnya) manusia itu setitik dari mani yang dipancarkan[12]
Jadi
berdasarkan
ayat
mani
(nuthfah
min
mani)
menunjukkan spermatozoa yang belum membuahi sel telur. Dengan demikian pengertian
dipancarkan dalam ayat tersebut adalah dipancarkan ke dalam liang kelamin wanita[13].
Dari uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa yang dibutuhkan untuk memenuhi sel telur wanita
hanya satu spermatozoa saja dari sekian ratus juta spermatozoa yang terdapat dalam sperma
yang dikeluarkan oleh seorang laki-laki pada waktu melakukan hubungan sanggama.
Di samping itu kata nuthfah dalam ayat-ayat tersebut harus diartikan sebagai spermatozoa yang
belum membuahi sel telur. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena di ayat yang lain,
kata nuthfah dapat diartikan sebagai hasil penyatuan antara sel telur dan spermatozoa,
sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Hajj (22) : 5 yang artinya: Hai manusia jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan dari kubur) maka (ketahuilah), sesungguhnya kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari nuthfah , kemudian dari alaqah
Pada
ayat
tersebut
ditunjukkan
bahwa
kemudian
akan
terjadi alaqah (sesuatu yang bergantung). Jadi, alaqah itu menunjukkan perkembangan lebih
lanjut dari nuthfah. Nuthfah merupakan perkembangan lebih lanjut dari turab (tanah)[14]. Tidak
logis bila nuthfah dalam ayat ini diartikan sebagai sel sperma (spermatozoa). Karena sel sperma
tidak mungkin dapat berkembang menjadi alaqah tanpa harus ada penyatuan dengan sel telur
lebih dahulu.
Kata nuthfah yang disimpan di dalam rahim, menunjukkan adanya perjalanan zygote dari tuba
fallopii tempat terjadinya pembuahan sel telur oleh spermatozoa menuju ke dalam rahim.
Sesampainya di dalam rahim, ia sudah memasuki pertengahan stadium morula,[15] berakhir
pada saat ia berada dalam rahim, pada saat inilah ia memasuki stadiun blastula yang siap untuk
bersarang atau melekat pada dinding rahim.
Keadaan demikian itu ditegaskan di dalam QS. Al-Mursalat (77) 20-23 yang artinya : Bukankah
Kami menciptakan kamu dari air yang hina. Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang
kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan. Lalu kami tentukan bentuknya, maka Kamilah
sebaik-baiknya yang menentukan.
Kata diletakkan di dalam tempat yang kokoh (fiqararin makin) dalam ayat tersebut di samping
menunjukkan bahwa nuthfah itu sudah sampai pada stadium morula,[16] juga menunjukkan
suatu tempat yang terhormat, tinggi, dan kokoh yaitu disebut rahim tempat membesarnya janin
dari stadium blastula sampai ia dilahirkan di dunia.
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination.
Artificial berarti buatan atau tiruan sedangkan insemination berasal dari bahasa Latin yakni
kata inseminatus, artinya pemasukan atau penyampaian. Dalam Kamus Artificial Insemination
berarti pembuahan buatan[17].
Inseminasi buatan dalam bahasa Arab di sebut talqihus shinai seperti tercantum dalam kitab AlFatawa karya Mahmoud Syaltut. Jadi yang dimaksud dengan Inseminasi buatan adalah
pembuahan (penghamilan) buatan yang dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara
alamiah, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut
dengan pertolongan dokter.
Dengan kata lain, Inseminasi Buatan adalah proses pembuahan (penghamilan) di luar rahim
wanita dan atau tanpa melalui hubungan biologis yang alamiah. Sedangkan yang dimaksud
dengan bayi tabung adalah bayi yang diperoleh melalui proses pembuahan yang dilakukan
diluar rahim sehingga terjadinya embrio (Zigote) tidak secara alamiah, melainkan dengan
bantuan teknologi kedokteran[18].
Sejarah Bayi Tabung
Percobaan fertilisasi in vitro, sudah dimulai sejak tahun 1959 oleh Daniel Petrucci seorang
ilmuwan Italia. Ia berhasil melakukan pembuahan sel telur wanita dengan sel sperma secara in
vitro (diluar tubuh wanita).Embrio hasil pembuahan in vitro itu hanya hidup selama 29 hari,
percobaan dihentikan karena cacat, dan mendapatkan kecaman dari masyarakat[19]
Percobaan-percobaan sejenis dilakukan lagi pada bulan Desember 1970 oleh Robert G. Edward
dan Ruth E. Fuwler dari Universitas Cambridge. Pada tahun 1974, D.A Bevis dari Universitas
Leeds di Inggris melaporkan lahirnya tiga bayi dari kehamilan yang diinisiasikan oleh fertilisasi in
vitro. Baru pada tahun 1978, lahirlah Louise Brown yang dianggap sebagai bayi tabung murni
yang
pertama
dari
Inggris.[20] Semenjak
itu,
berbagai
negara
di
dunia
melakukan
program fertilisasi in vitro, ada yang bertujuan untuk menolong pasangan suami isteri mandul
yang menginginkan anak, ada juga yang bertujuan untuk menciptakan generasi penerus
(manusia) yang super.
Di Indonesia pelayanan program fertilisasi in vitro, dimulai sejak tahun 1987 di Rumah Sakit
Anak dan Bersalin Harapan Kita, dengan tujuan untuk menolong pasangan suami isteri yang
tidak mungkin mempunyai keturunan, karena isterinya mengalami kerusakan kedua saluran telur
yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Bayi tabung pertama di Indonesia lahir pada tanggal 2
Mei 1988 dari pasangan suami isteri Markus dan Chai Ai Lian.
Sebelumnya yaitu pada tahun 1983 telah dilahirkan sebanyak 150 sampai 200 bayi tabung di
Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat program fertilisasi in vitro-transfer
embrio dimulai pada Eastern Virginia Medical School di Nurfolk dan bayi tabung yang pertama
lahir pada bulan Desember 1981.[21]
Tujuan Bayi Tabung
Pada mulanya pelayanan program fertilisasi in vitro, bertujuan untuk menolong pasangan suami
isteri yang tidak mungkin mempunyai keturunan secara alamiah, karena isterinya mengalami
kerusakan pada tuba fallopii yang tidak dapat diperbaiki.
Dalam perkembangan selanjutnya, metode ini sangat baik dan efektif sekali digunakan untuk
menolong pasangan suami isteri dengan berbagai kelainan dan penyakit lainnya, sehingga
secara alamiah mereka tidak dapat hamil, seperti terjadinya kemandulan yang tidak dapat
diterangkan sebabnya, sperma suami yang kurang baik, dan adanya kelainan lendir mulut rahim
yang menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim.
Menurut dokter Sudradji Sumapradja, penerapan teknologi fertilsasi in vitro bukan hanya
bertujuan untuk memperoleh anak saja, melainkan juga dapat digunakan untuk memberikan
kesempatan bagi para ilmuwan mempelajari hal ikhwal reproduksi manusia yang pada gilirannya
akan bermanfaat bagi pengembangan kontrasepsi baru, diagnosa preinplantasi dan terapi gen
untuk menanggulangi sedini mungkin kelainankongenital (keturunan)[22] Misalnya kalau orang
tuanya pembawa penyakit keturunan yang berhubungan dengan seks/jenis kelamin yang hanya
diturunkan kepada anak laki-laki saja atau kepada anak perempuan saja, maka orang tuanya
akan memilih embrio yang tidak dirurunkan penyakitnya.
Sebagai contoh penyakit keturunan yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya adalah
penyakit hemofilia suatu penyakit dimana darah tidak dapat membeku bila terjadi luka pada
tubuh.
Hemofilia biasanya terjadi pada anak laki-laki, maka teknik sex selection merupakan jalan
keluar
untuk
menanggulangi
penyakit
keturunan
seperti
itu
yaitu
dengan
jalan
cara
memperoleh
sel
sperma
yang
mengandung kromosom
x dan
yang
mengandung kromosom y? Untuk memperoleh seorang anak yang dikehendaki, apakah anak
laki-laki ataupun perempuan cukup dengan memisahkan kromosom x dan kromosom y pada
sperma. Bila kromosom x yang membuahi sel telur, maka anak yang lahir nanti pasti anak
perempuan. Sebaliknya bila yang membuahi itu sel sperma yang mengandung kromosom
y maka anak yang lahir nanti pasti anak laki-laki. Untuk membedakan antarakromosom
x dan kromosom y, maka sperma dimasukkan ke dalam botol. Oleh karena sperma yang
mengandung kromosom
maka kromosom
x akan
x lebih
berat
terkumpul
daripada
dibagian
yang
bawah,
mengandung kromosom
sedang
sperma
y,
yang
mengandumng kromosom y oleh karena lebih ringan akan berada di bagian atas. Berdasarkan
pengamatan, endapan kromosom di bagian bawah 90% terdiri darikromosom x, dan endapan
bagian atas bisa 70% terdiri dari kromosom y.[23]
Tujuan lain adalah untuk menciptakan generasi penerus yang genius. Untuk maksud itu,
dibutuhkan adanya sperma donor dari orang-orang pemegang nobel yang mempunyai IQ tinggi.
Untuk maksud itu di Amerika Serikat didirikan bank sperma, khusus untuk menyimpan spermasperma dari orang-orang yang genius, sebagaimana telah dianjurkan oleh H.J Muller seorang
tokoh masyarakat Amerika.
Robert Graham seorangh tukang kaca mata menanggapi saran itu. Dia lalu meninggalkan usaha
kaca mata itu, dan pada tahun 1979 membuka bank sperma di Escodindo California. Bank
sperma itu diberi nama The Depository For Germinal Choice yang hanya menyimpan sperma
dari para pemenang hadiah nobel.[24] Di Amerika, bank sperma donor itu merupakan komoditi
yang dikirim ke Eropa melalui pos, tentu saja akan dipergunakan untuk membuahi sel telur yang
berasal dari wanita yang ber IQ tinggi, dengan harapan diperoleh anak yang genius.
Proses Bayi Tabung
Fertilisasi in vitro-transfer embrio pada manusia merupakan salah satu terapi[25] pada pasangan
suami isteriinvertil yang disebabkan tuba fallopii isterinya mengalami penyumbatan yang tidak
mungkin dapat diperbaiki lagi, sehingga secara alamiah sel sperma tidak dapat bertemu dengan
sel telur yang sudah matang di dalamtuba fallopii, padahal bertemunya sel sperma dan sel telur
di dalam tuba fallopii itu merupakan syarat pertama untuk tejadinya suatu konsepsi (secara
alamiah).
Untuk menanggulangi keadaan demikian itu diperlukan konsepsi buatan dengan jalan fertilisasi
in vitro. Untuk melakukan fertilisasi in vitro transfer embrio terhadap tujuh tindakan dasar yang
harus dilakukan oleh tenaga medis yaitu :
Pertama, isteri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur
mengeluarkan sel telur. Obat itu dapat berupa obat makan atau obat suntik yang diberikan setiap
hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang.
Kedua, pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari dengan melakukan pemeriksaan darah
isteri, dan pemeriksaan dengan ultrasonografi. Ada kalanya indung telur gagal beraksi terhadap
obat itu. Apabila terjadi demikian, maka pasangan suami isteri itu dapat mengikuti program pada
kesempatan lain, mungkin dengan menggunakan obat atau dosis di obat yang berlainan.
Ketiga, pengambilan sel telur dilakukan dengan pungsi (penusukan jarum) melalui vagina
dengan tuntunanultrasonografi.
Keempat, setelah tenaga medis berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, maka beberapa sel
telur itu dibuahi dengan sel sperma suaminya. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma
yang baik saja yang akan dipergunakan untuk membuahi sel telur isteri di dalam tabung petri.
Kelima, sel telur isteri dan sel sperma suami yang sudah dipertemukan di dalam
tabung petri tersebut, kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya
dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi
pembuahan sel.
Keenam, embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini, kemudian diimplantasikan ke
dalam rahim isteri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
Ketujuh, apabila dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan ke dalam rahim tidak terjadi
menstruasi maka dilakukan pemeriksaan air kemihnya untuk kehamilan. Kehamilan baru dapat
dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi seminggu kemudian.[26]
Proses ini dapat diulang beberapa kali pada pasangan suami isteri yang mengalami kegagalan
sampai mereka memperoleh suatu keberhasilan.
Dari segi teknik, bayi tabung terbagi atas dua macam, yaitu:
1. Fertilization in vitro (FIV), yaitu dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri,
kemudian diproses dalam vitro (tabung) dan setelah terjadi pembuahan lalu ditransfer ke dalam
rahim isteri. Ovum diambil dari kandung telur isteri (dihisap dengan sejenis suntik melalui
sayatan pada perut) tepat pada saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur).
2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sel sperma suami disuntikkan
ke dalam vagina atau uterus isteri. Atau dengan cara mengambil sel sperma suami dan
ovum isteri dan setelah dicampur terjadi pembuahan maka segera ditanam di saluran
telur (tuba fallopii)[27].
Teknik kedua ini lebih alamiah daripada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi
ovum di tuba fallopii setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani/sperma) melalui hubungan seksual.
Dalam hal ini hasil fertilisasi (pembuahan) antara sperma dan ovum di luar rahim langsung
dimasukkan ke dalam saluran telur isteri yang memang merupakan tempat alami sperma
membuahi ovum setelah terjadinya ejakulasi dalam hubungan seksual
Hukum Menyelenggarakan Bayi Tabung
Masalah bayi tabung belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw, pada masa sahabat,
pada masa tabiin dan pada masa tabiit tabiin. Oleh karena itu istilah bayi tabung tidak
ditemukan di dalam Al-Quran dan hadis Nabi serta fatwa-fatwa para sahabat. Ini tidak berarti
bahwa al-Quran dan hadis tidak mengatur masalah proses reproduksi manusia termasuk di
dalamnya proses reproduksi bayi tabung. Dalam hal reproduksi manusia Al-Quran mengaturnya
secara jelas dan terperinci, sebagaimana telah dibahas di muka yaitu pada konteks reproduksi
manusia menurut Al-Quran.
Penyelenggaraan fertilisasi in vitro transfer embrio pada dasarnya merupakan motivasi pribadi
dengan niat yang luhur yang bertujuan untuk memperoleh keturunan demi tercapainya
kebahagiaan hidup rumah tangga dan berlangsungnya regenerasi manusia yang akan
menunjang dan menegakkan agama Allah (Islam)
Untuk
menentukan
bagaimanakah
hukum
menyelenggrakan fertilisasi
in
vitro-transfer
embrio pada manusia ditinjau dari segi hukum Islam, diperlukan suatu alat yang dapat
digunakan untuk menarik garis hukum dari ayat-ayat al-Quran. Salah satu alat itu adalah kaidah
usul fiqih. Dalam kaitannya dengan hukum menyelenggarakan bayi tabung, perlu diperhatikan
suatu kaidah usul fiqih yang berbunyi: Hukum asal hubungan seks adalah haram kecuali datang
dalil yang membolehkannya.
Bertitik tolak dari kaidah usul fiqih tersebut di atas pada dasarnya hukum asal melakukan
hubungan sanggama antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan adalah haram, kecuali
terdapat hukum-hukum yang membolehkannya yaitu diantara mereka itu terikat dalam tali
perkawinan.
Apakah masalah reproduksi bayi tabung dapat dilepaskan dari masalah perkawinan atau
pernikahan? Masalah reproduksi bayi tabung tidak dapat dilepaskan dari masalah perkawinan
atau pernikahan. Karena itu sperma dan sel telur yang digunakan dalam proses reproduksi bayi
tabung harus milik pasangan suami isteri, ketika embrio itu diimplantasikan ke dalam rahim
ibunya mereka (Suami isteri) masih dalam ikatan tali perkawinan.
Jika proses reproduksi bayi tabung dengan sperma bukan milik suaminya atau sel telurnya
bukan milik isterinya hukumnya haram karena tindakan seperti itu mempunyai akibat hukum
yang sama dengan melakukan perbuatan zina yaitu anak yang lahir itu tidak bernasab kepada
ayah biologis (penyumbang sperma) maupun kepada ayah yuridis yaitu suami dari isteri
penerima sperma dari orang lain, walaupun secara teoritis antara penyumbang sperma dengan
wanita penerima sperma itu tidak terjadi perbuatan zina, karena yang dimaksud dengan zina
adalah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang bukan isterinya.
Zina merupakan perbuatan yang keji dan berdosa besar. Dalam hal ini Allah berfirman :
Janganlah kamu hampiri zina, dan sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan
yang terburuk.[28] demikian halnya firman Allah : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, derahlah tiap-tiap seorang dera mereka 100 kali deraan, dan janganlah kamu
dikalahkan dalam menjalankan agama Allah oleh kesihan kamu kepada mereka berdua.[29]
Ketentuan hukum Islam yang demikian ketat itu, demi untuk memelihara kehormatan dan
kesucian pada diri manusia itu sendiri dari perbuatan maksiat dan menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang tercela. Karena itu dalam proses reproduksi bayi tabung sperma dan
sel telurnya harus milik pasangan suami isteri, agar nasab anak yang lahir menjadi jelas siapa
ayah dan ibunya. Jadi penyelenggraan reproduksi bayi tabung yang melibatkan sperma donor
atau sel telur donor termasuk dosa besar dan haram hukumnya, sebagaimana hadis nabi
mengajarkan yang artinya : Dosa yang paling besar di sisi Allah sesudah syirik adalah laki-laki
yang meletakkan (menumpahkan) maninya ke dalam rahim perempuan yang tidak halal
baginya[30]
Di samping itu, hadis nabi juga mengharamkan seseorang melakukan hubungan senggama
dengan wanita lain atau laki-laki lain bukan isterinya atau suaminya. Hadis itu diriwayatkan oleh
Abu Daud, Al-Tirmidzi yang artinya: Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan
akhir menyiramkan spermanya pada vagina wanita lain yang bukan isterinya[31]
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa masalah kehamilan sangat erat kaitannya dengan
perkawinan. Hukum Islam memandang seorang wanita diperbolehkan hamil apabila ada sebab
yang membolehkan kehamilannya itu yaitu adanya perkawinan atau pernikahan lebih dahulu
sebelum terjadi kehamilan.
Di muka telah disebutkan bahwa tersumbatnya tuba fallopii[32] pada hakekatnya merupakan
suatu penyakit yang harus diobati. Pada kasus ini, satu-satunya terapi yang dapat dilakukan oleh
dokter dalam usahanya menolong pasangan suami isteri memperoleh anak adalah dengan
jalan fertilisasi in vitro-transfer embrio.
Oleh karena cara tersebut merupakan satu-satunya terapi yang dapat dilakukan oleh dokter
terhadap pasien yang menginginkan anak itu, dan adanya hajat yang besar untuk memperoleh
anak, maka tindakan itu dapat digolongkan pada tingkat darurat. Mengenai hal ini kaidah fiqih
mengatakan: Hajat (necessitiy) dilakukan sebagai keadaan darurat[33] Demikin juga kaidah :
Keadaan darurat membolehkan hal yang dilarang[34]
Pada hakekatnya, menyelenggarakan proses reproduksi bayi tabung yang benihnya dari suami
isteri, danembrio itu diimplantasikan ke dalam rahim isteri tidak dilarang oleh Al-Quran, jalan
yang ditempuh untuk memperoleh anak itu dapat digolongkan atau diklasifikasikan ke dalam
tindakan darurat karena cara itu merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh anak.
Pengertian darurat dalam kasus bayi tabung adalah suatu perbuatan[35] yang dilakukan karena
keadaan memaksa (tidak ada jalan lain), apabila perbuatan itu tidak dilakukan akan
menimbulkan madarat pada pasangan suami isteri itu yaitu timbulnya stres karena tidak
dikaruniai anak oleh Allah swt.
Cara itu ditempuh karena pasangan suami isteri itu mengalami kesulitan untuk memperoleh
anak secara alamiah, karena itu mereka mendapat keringanan dari syara untuk memperoleh
anak dengan jalan bayi tabung. Dalam kasus demikian Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2)
: 185 yang artinya : Allah hendak membikin keringanan bagi kamu dan tidak hendak membikin
keberatan atas kamu. Juga firman Allah dalam QS. Al-Hajj (22) : 78 yang artinya Tuhan tidak
menjadikan atas kamu dalam agama sesuatu perkara yang berat
Dalam hal demikian itu, Rasulullah saw bersabda yang artinya : Aku diutus oleh Tuhan dengan
membawa agama yang condong kepada kebenaran yang mudah dan ringan
Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan hadis tersebut di atas, seorang isteri yang menderita
penyakit pada alat reproduksinya sehingga karena penyakit itu, pasangan suami isteri itu tidak
dapat memperoleh anak secara alamiah, maka pasangan suami isteri itu dibenarkan oleh hukum
Islam untuk menempuh jalan dengan cara bayi tabung asal benihnya dari pasangan suami isteri
itu dan embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri yang mempunyai sel telur itu.
Oleh karena tindakan fertilisasi in vitro-transfer embrio pada manusia merupakan tindakan
darurat, maka setelah pasangan suami isteri itu memperoleh anak dengan cara fertilisasi ini
vitro transfer embrio, mereka tidak dibenarkan oleh hukum Islam untuk mengikuti program yang
kedua kalinya, karena hajat untuk memperoleh anak telah dipenuhi dan pada kasus program
bayi tabung yang kedua itu katagori tindakan darurat sudah tidak lagi. Mengenai kasus ini Allah
berfirman yang artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kamu bangkai, darah,
daging, babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang
siapa dalam keadaan terpaksa, sedang ia tidak menginginkan dan tidak melampaui batas, maka
tidak berdosa baginya[36]
Status Hukum Bayi Tabung
Pada uraian tersebut di atas telah disebutkan bahwa dalam proses reproduksi bayi tabung,
benihnya (sperma dan sel telur) dapat berasal dari pasangan suami isteri atau bukan berasal
dari
pasangan
suami
isteri
dapat diimplantasikan ke dalam rahim isteri atau ke dalam rahim wanita lain yang bukan
isterinya.
Oleh karena itu, pembahasan berikut ini akan dikemukakan dalam tiga bahasan pokok yaitu: (a)
benihnya dari pasangan suami isteri, embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri atau ke
dalam rahim wanita lain, (b) salah satu benihnya
dalam rahim isteri atau ke dalam rahim wanita lain, (c) semua benihnya dari donor, embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita bersuami atau ke dalam rahim seorang gadis.
(a) Benihnya dari Suami Isteri
Hukum Islam membolehkan kepada pasangan suami isteri mandul mengikuti program fertilisasi
in vitro-transfer embrio apabila jalan yang ditempuh tidak bertentangan dengan hukum Islam
yaitu
sperma
dan
sel
telurnya
berasal
dari
pasangan
suami
isteri
ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya, suami isteri itu masih dalam ikatan
perkawinan, alasan tidak dapat memperoleh anak secara alamiah harus dapat dibuktikan dan
motivasi pribadi dengan niat yang luhur untuk mendapatkan anak yang saleh yang akan
menegakkan agama Islam, atau cara itu dilakukan untuk mencegah atau menanggulangi
penyakit keturunan secara dini.
Apabila persyaratan itu dipenuhi maka baik secara yuridis maupun secara biologis genetika anak
(bayi tabung) itu mempunyai kedudukan sebagai anak sah dari pasangan suami isteri . Diantara
mereka ada hubungan nasab, hubungan waris mewaris dan hak perwalian dari orang tuanya
dalam nikah nanti. Di dalam hukum Islam msalah nasab, waris dan perwalian merupakan
masalah penting karena hal itu menyangkut martabat manusia.
Dalam proses reproduksi bayi tabung biasanya dokter membuahi beberapa sel telur, tetapi
yangdiimplantasikan ke dalam rahim ibunya hanya satu atau dua. Bolehlah kelebihan embrio itu
diimplantasikanke dalam rahim wanita lain? Dalam kasus ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama mengatakan hukum mengimplentasikan embrio ke dalam rahim wanita lain
adalah haram.[37] Dengan alasan hadis nabi yang artinya: Tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan (sperma) ke dalam ladang (rahim, vagina)
orang lain.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, tindakan seperti itu termasuk kejahatan yang
menurunkan martabat manusia, merusak tata hukum yang telah dibina dalam masyarakat.
Dalam kasus ini tidak mengimplantasikan embrio ke dalam rahim wanita lain telah merusak
hukum perkawinan, khususnya dalam hal sahnya anak. Sebagai konsekuensi dari pendapat itu
maka apabila terjadi kasus bayi tabung yang melibatkan rahim wanita lain, anak yang lahir
bukan anak sah dari pasangan suami isteri penghamil dan bukan anak sah dari pasangan suami
isteri pemilik embrio. Oleh karena itu ia tidak mempunyai hubungan nasab dengan ibu penghamil
maupun dengan pasangan suami isteri pemilik embrio (penyewa rahim).
Dalam kasus seperti itu penerapan teknologi fertilisasi in vitro-transfer embrio bukannya menjadi
rahmat bagi manusia tetapi sebaliknya menjadi laknat yang harus ditinggalkan dan dijauhi,
karena menyesatkan manusia dan menjadi sumber konflik dalam kehidupan rumah tangga.
Pendapat kedua mengatakan, bahwa kelebihan embrio hasil pembuahan secara in vitro itu
diperbolehkan untuk diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bukan isterinya, karena
rahim ibunya mengalami gangguan sehingga tidak dapat menghamilkannya, dengan alasaan
tindakan ini termasuk tindakan darurat.
Untuk memperkuat pendapatnya itu dokter Ali Akbar mengemukakan alasan dengan
mengqiyaskan sistemembrio mendapat energi dari ibu penghamil sama dengan seorang bayi
menyusui pada ibu susuan, karena fungsi rahim tempat membesarkan embrio itu hanya
memberi makan yaitu sumber energi yang terdiri dari ikatan kimia asam amino sebagai protein,
glukosa sebagai zat arang (karbohidrat) dan asam lemak sebagai lemak, disamping O 2 yang
diserap melalui uterus (rahim).[38]
Menyusukan anak kepada wanita lain diperbolehkan oleh ajaran Islam sebagaimana Allah
berfirman di dalam QS. al-Baqarah (2) : 233 yang artinya: Jika kamu menghendaki perempuan
lain menyusukan anakmu, maka tiada berdosa kamu bila kamu berikan upahnya secara maruf.
Berdasarkan pendapat kedua tersebut di atas, timbul pertanyaan apakah darah si-ibu penghamil
yang berfungsi sebagai makanan embrio tidak mempengaruhi sifat-sifat anak itu? Menurut ilmu
embriologi, terjadinya manusia dimulai dengan pembuahan yaitu suatu proses dimana dua sel
yang sangat khusus sifatnya, spermatozoa dari pria dan sel telur wanita bergabung untuk
membentukk organisme baru yang disebut zygote. Zygote ini merupakan manusia satu sel,
[39] ia telah diwarisi oleh sifat-sifat dari ayah ibunya yaitu masing-masing mewariskan 23
kromosom dari sperma ayah dan 23 kromosom dari sel telur ibunya, dengan demikian sifat atau
watak yang diwariskan ayah ibunya itu jumlahnya seimbang.
Dengan demikian darah ibu penghamil yang memberi makan pada embrio tidak akan
mempengaruhi sifat-sifat anak yang telah diwariskan atau yang diturunkan oleh ayah ibunya
sejak terjadinya konsepsi atau pembuahan.
Menurut ilmu keturunan, setiap individu atau makhluk hidup selalu menurunkan sifat-sifat kepada
anak-anaknya. Faktor yang menurunkan sifat-sifat ini tidak terletak di dalam darah, tetapi terletak
dalam
suatu
benda
yang
dinamakan kromosom.[40] Di
Dalam kasus surrogate mather, penulis lebih condong mengikuti pendapat kedua (dengan
alasan-alasan yang telah dikemukakan) dari pada pendapat pertama, karena menurut hemat
penulis hadis yang dijadikan landasan, untuk mengharamkan surrogate mother itu tidak tepat,
karena embrio yang akan diimplantasikanke dalam rahim wanita lain itu pada hakekatnya bukan
sperma
sebagaimana
yang
dimaksudkan
dalam
hadis
yang
dijadikan
landasan
mengharamkan surrogate mother tersebut dimuka, tetapi embrio itu sudah merupakan suatu
organisme
baru
hasil
penyatuan
antara
sel
sperma
dan
sel
telur,
bila embrio itudiimplantasikan ke dalam rahim dapat tumbuh menjadi janin, sedang sperma bila
ditanamkan ke dalam rahim tidak akan tumbuh menjadi janin apabila sel sperma itu belum
membuahi sel telur di dalam tuba fallopii. Danembrio itu mempunyai kemampuan untuk
membelah diri daro satu sel menjadi dua sel, dua sel menjadi empat sel dan seterusnya secara
diferensial, sedang sel sperma tidak mempunyai kemampuan untuk membelah diri seperti itu.
[43]
Di samping itu, menurut ajaran Islam embrio itu pada dasarnya sudah merupakan manusia,
sedang sperma belum merupakan manusia. Dalam hal ini hadis nabi menerangkan bahwa: Tiap
manusia terjadi dalam perut ibunya sebagai nuthfah selama 40 hari, sesudah itu menjadi alaqah
selama itu pula, kemudian menjadi mudghah selama itu pula.
Konsekwensi
dari
hadis
tersebut
di
atas,
maka
pengguguran
kandungan
atau
pemusnahan embrio hasil pembuahan di dalam tabung petri merupakan pembunuhan terhadap
jiwa manusia, karena embrio itu merupakan awal kejadian manusia. Tindakan itu merupakan
dosa
besar,
dan
pelakunya
dapat
dikenakan
hukuman
memerdekakan
hamba
sahaya[44] apabila hamba sahaya itu sudah tidak ada, maka diganti dengan diyat. Sedang
pemusnahan sperma tidak mempunyai konsekuensi hukum seperti itu, misalnya membuang
sperma yang tidak digunakan untuk membuahi sel telur di dalam tabung petri.
Dari uraian tersebut di atas, pendapat kedua yang membolehkan embrio diimplantasikan ke
dalam rahim wanita lain tidak melanggar syariah Islam (Al- Quran dan Hadis), karnea hal itu
dilakukan
dalam
keadaan
darurat
untuk
menyelamatkan
tidak
mungkin diimplantasikan ke dalam rahim ibunya sebab secara normal rahim ibu hanya mampu
mengandungnya satu atau dua embrio saja. Fungsi rahim disini hanya sebagai tempat untuk
membesarkan
dan
memberi
darah
ibunya
yang
disalurkan
melalui plasenta, darah ibunya itu tidak dapat merubah sifat-sifat anak yang sudah diwariskan
oleh ayah ibunya sejak saat terjadinya pembuahan. Jadi fungsi rahim disini dapat diqiyaskan
sama dengan seorang ibu menyusui anak orang lain. Menyusukan anak kepada wanita lain
dibenarkan oleh hukum Islam sekalipun diupayakan dengan membayar kepada wanita itu secara
maruf.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, dalam kasus proses bayi tabung dengan meminjam
rahim wanita lain (Surrogate mother) penulis mengikuti pendapat kedua, tetapi tidak berarti
bahwa
penulis
membolehkan
sisiembrio hasil
pembuahan
dalam
tabung petri itu diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain. Dal hal ini penulis mengharamkan,
karena madaratnya lebih besar dari pada maslahatnya.
Maslahatnya adalah menyelamatkan kelebihan embrio itu dari tindakan pemusnahan, karena hal
itu termasuk dosa besar. Madaratnya adalah (a) kehadiran anak itu dapat menjadi sumber
konflik antara suami isteri penyewa rahim dengan suyami isteri yang menyewakan rahim,
misalnya setelah anak itu lahir tidak mau menyerahkannya kepada suami isteri penyewa rahim,
(b) kemungkinan terjadinya komersialisasi rahim sehingga seorang wanita cantik tidak mau
mengandung takut body tubuhnya menjadi rusak, (c) tidak tyerjalin hubungan keibuan antara
anak dengan ibu yang menyewa rahim, hal ini tidak sejalan dengan Al-Quran : Kami wajibkan
manusia taat kepada bapak ibunya, ibunya telah mengandungnya yang semakin lama semakin
lemah (karena embrio bertambah besar dan berat), ibunya menyusuinya selama dua
tahun[45]Juga firman Allah : Kami telah memerintahkan manusia berbuat baik kepada ayah
ibunya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah.[46]
Permasalahan lain timbul apabila ketika embrio itu diimplantasikan ke dalam rahim ibunya,
sedang suami isteri itu telah bercerai. Bagaimanakah pandangan hukum Islam, terhadap kasus
ini?
Dimuka telah disebutkan bahwa menurut hukum Islam masalah kehamilan tidak dapat
dilepaskan dari masalah perkawinan, artinya seorang wanita dibenarkan atau diperbolehkan
hamil apabila ia dihamili oleh seorang laki-laki yang masih terikat dalam tali perkawinan
dengannya. Konsekuensinya bila diantara mereka sudah bercerai embrio itu tidak dibenarkan
oleh hukum Islam diimplantasikan ke dalam rahim jandanya, walaupun embrio itu benihnya dari
pasangan suami isteri itu.
b. Salah Satu Benihnya Dari Donor
Menyelenggrakan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan sperma donor hukumnya haram,
Dalam hal ini Allah berfirman : Isteri-isteri kamu itu ladang kamu, oleh karena itu datangilah
ladang kami itu sebagaimana kamu kehendaki dan sediakanlah untuk diri kamu, dan takutlah
kepada Allah[47]
Maksud ayat Al-Quran dan hadis tersebut di atas adalah suami hanya dibenarkan menanmkan
benihnya (sperma) di dalam rahim isterinya, dan isteri tidak dibenarkan menerima benih
(sperma) dari orang lain yang bukan suaminya.
Termasuk dalam pengertian demikian itu adalah adanya larangan membuahi sel telur isteri
dengan sep sperma bukan milik suaminya di dalam tabung petri, karena tindakan membuahi sel
telur isteri dengan sel sperma bukan milik suaminya menciderai perkawinan pasangan suami
isteri itu, dan menurut hukum Islam yang menjadi obyek akad nikah adalah halalnya hubungan
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, termasuk didalamnya melakukan
hubungan sanggama yang dapat mengakibatkan adanya keturunan.
Di dalam hukum Islam, kejelasan status anak mempunyai arti yang penting karena anak sah itu
akan menimbulkan konsekuensi hukum misalnya, anak yang lahir secara sah menurut hukum
Islam, akan menimbulkan konsekuensi hukum bagi kedua orang tuanya yaitu berkewajiban
untuk memberi nafkah, membesarkan, mendidiknya, agar menjadi anak yang saleh, di samping
itu juga terjadi hubungan nasab antara anak dengan ayah ibunya, hubungan waris-mewaris
antara anak dan orang tuanya beserta saudara-saudaranya dan timbul hak perwalian bagi anak
itu.
Anak zina tidak menimbulkan akibat hukum yang demikian itu, anak itu hanya mempunyai
hubungan waris-mewaris dengan ibunya saja, laki-laki yang menyebabkan hamil tidak
mempunyai kewajiban apapun terhadap anak itu, diantara mereka (anak itu dengan laki-laki
yang menghamili ibunya) tidak terdapat hubunganmahram, hubungan waris mewaris, hak dan
kewajiban. Konsekuensi hukum demikian itu berlaku juga terhadap kasus bayi tabung dengan
sperma donor karena benihnya bukan berasal dari pasangan suami isteri.
Menurut Mahmoud Sjaltout penghamilan buatan (tentu saja termasuk di dalamnya bayi tabung)
dengan sperma donor merupakan pelanggaran dan dosa besar. Perbuatan itu setaraf dengan
perbuatan zina dan akibatnya sama pula dengan perbuatan ziana yaitu sama-sama
memasukkan mani orang lain ke dalam rahim perempuan yang diantara kedua orang itu tidak
ada hubungan nikah secara syara.[48] Timbul pertanyaan apakah pelakunya (wanita itu) dapat
dikenankan hukuman had?
Dalam kasus bayi tabung dengan sperma donor yang berakibat status hukum anak itu, dapat
diqiyaskan sama dengan anak hasil; perbuatan zina, tetapi ibunya tidak dapat dikenakan
hukuman had[49] Karena unsur zina tidak dipenuhi yaitu hubungan kelamin antara seorang lakilaki dengan seprang perempuan yang dilakukan di luar perkawinan yang sah menurut syara.
Dalam kasus bayi tabung dengan sperma donor yang terjadi hanyalah pertemuan antara sel
telur isteri dengan sel sperma donor di dalam tabung petri setelah terjadi pembuahan embrio itu
kemudian diimplantasikan ke dalam rahim ibunya.
Tidak dipenuhinya unsur zina tersebut diatas sesuai dengan pengertian zina yang dikemukakan
oleh empat mashab yaitu (a) menurut mazhab Maliki, zina adalah jima dengan sengaja oleh
seorang mukalaf pada faraj manusia tidak diragukan labi bahwa ia bukan muhrimnya, (b)
menurut mazhab Hanafi, zina adalah jima seorang laki-laki pada faraj perempuan yang bukan
haknya atau yang diragukan haknya, (c) menurut mazhab Syafii, zina adalah memasukkan
zakar ke dalam faraj perempuan yang diharamkan, yang diingini menurut tabiat yang sehat dari
perempuan yang diharamkan dicampuri dan tidak ada subhat, (d) menurut mazhab hambali zina
adalah melakukan perbuatan cabul dalam faraj.[50]
Jadi tindakan membuahi sel telur dengan sel sperma donor di dalam tabung petri tidak dapat
diqiyaskan sama dengan perbuatan zina, karena itu pelakunya tidak dapat dikenakan sanksi
hukuman had.
Permasalahan lain timbul apabila embrio itu diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis.
Dalam kasus ini status anak yang lahir dapat diqiyaskan sama dengan susuan, karena fungsi
rahim disini hanya sebagai tempat membesarkan embrio dan memberi makan kepada embrio itu
melalui darah ibunya yang disalurkan lewat placenta. Fungsi rahim demikian itu dapat diqiyaskan
sama dengan seorang wanita menyusui bayi orang lain, menyusukan anak kepada wanita lain
diperbolehkan oleh ajaran Islam.
Semua Benihnya Dari Donor
Hukum Islam mengharamkan proses reproduksi bayi tabung yang sel telurnya dan sel
spermanya berasal dari orang yang tidak terikat dalam tali perkawinan yang sah menurut syara
karena hal itu bertentangan dengan Al-Quran dan hadis nabi sebagaimana telah disebutkan
pada pembahasan item b tersebut dimuka.
Apabila terjadi kasus bayi tabung dengan sel telur dan sel spermanya berasal dari orang-orang
yang
tidak
terikat
dalam
tali
perkawinan
yang
sah
menurut
syara
kemudian diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang bersuami, maka status anak
yang lahir dapat diqiyaskan sama dengan anak susuan bagi pasangan suami isteri itu, karena
fungsi rahim disini dapat diqiyaskan sama dengan seorang ibu menyusui anak orang lain yaitu
sama-sama memberi makan atau energi pada embrio atau bayi itu sebagaimana telah dibahas
dimuka.
Pembahasan tentang staus hukum anak (bayi tabung) tersebut dimuka, telah memberi
penjelasan kepada manusia bahwa manusia itu dilahirkan didunia dalam keadaan suci, ia tidak
menanggung dosa atas hal ini Allah berfirman yang artinya: Dan tidaklah seseorang akan
menanggung dosa orang lain yang telah diperbuatnya[51] Juga firman Allah : Barang siapa
mendapat petunjuk, maka sesungguhnya perbuatan yang telah dilakukan oleh orang tuanya
atau orang lain, mengenai ia mendapat petunjuk untuk dirinya sendiri, dan barang siapa
mendapat sesat, maka sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri, karena itu seseorang
tidak akan menanggung dosa orang lain yang diperbuatnya[52]
Penutup
Reproduksi bayi tabungmerupakan proses pembuahan (penghamilan) buatan yang dilakukan
terhadap seorang wanita tanpa melalui hubungan biologis yang alamiah, melainkan dengan cara
memasukkan sperma laki-laki ke dalam vagina atau rahim tersebut melalui bantuan dokter.
Secara hukum, reproduksi bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum. Dalam hal
ini hukum bayi tabung terdiri dari 3 macam, yakni: (1) benihnya dari pasangan suami isteri; di
mana hukum Islam membolehkan kepada pasangan suami isteri mandul mengikuti
program fertilisasi in vitro-transfer embrioapabila jalan yang ditempuh tidak bertentangan dengan
hukum Islam yaitu sperma dan sel telurnya berasal dari pasangan suami isteri; (2) salah satu
benihnya dari donor; dengan menyelenggrakan fertilisasi in vitro ransfer embrio dengan sperma
donor hukumnya haram; (c) semua benihnya dari donor; dimana hukum Islam mengharamkan
proses reproduksi bayi tabung yang sel telurnya dan sel spermanya berasal dari orang yang
tidak terikat dalam tali perkawinan yang sah menurut syara karena hal itu bertentangan dengan
Al-Quran dan hadis nabi.