Sunteți pe pagina 1din 4

BAB IV

TEORI PEMBANGUNAN PERTANIAN


4.1 Pendahuluan
Pertanian mempunyai kaitan erat dengan sektor perekonomian lainnya seperti sektor
industri, sektor pekerjaan umum, sektor perdagangan, dan sebagainnya. Untuk mempercepat
proses pembangunan terbukti diperlukan peningkatan yang simultan dalam hampir semua
sektor yang ada. Pembangunan ekonomi yang memberikan prioritas pada sektor pertanian
tidaklah merupakan kasus yang terjadi di negara indonesia, tetapi merupakan garis kebijakan
yang mulai populer sejak awal tahun 1960-an. Namun sebelum masa tahun 1960-an pertanian
dianggap sebagai sektor yang pasif dalam pembangunan ekonomi, sebagai pengikat dan
pendudung sektor yang lain yang lebih aktif dan yang lebih dinamis yaitu sektor industri. Dalam
banyak leteratur pada saat itu peranan pertanian hanya sebagai sumber tenaga yang tak
terbatas dengan produktivitas marginal nol. Disamping itu pertanian dianggap menyediakan
bahan mentah yang sangat murah bagi sektor industri. Dalam keadaan yang demikian
kebijakan yang dianggap tepat adalah yang dapat menciptakan daya tukar yang lebih
menguntungkan sektor industri. Misalnya, rusia dan india contoh negara yang memprioritaskan
pada sektor industri sampai saat ini belum bisa menyeimbangkan antara pembangunan industri
dan pertanian. Sektro pertanian masih saja ketinggalan dalam pembangunannya.
Belakangan ini telah muncil teori pembangunan ekonomi versi baru yaitu kasus
pembangunan ekonomi Jepang. Negara ini mengadakan pembangunan ekonomi yang berimbang
antara sektor industri dan pertanian. Industri berkembang dengan perpajakan berat dan
pengumpulan dana yang giat dari sektor pertanian termasuk tenaga kerja yang murah. Sebaliknya
sektor pertanian dikembangkan dengan cepat berkat hasil-hasil pertemuan barn dari sektor
industri seperti pupuk, obat-obatan pemberantas hama, mesin pertanian, popa air dan lain
sebagainya. Dengan demikian, Jepang telah mempunyai model pembangunan ekonomi yang
berhasil dan telah dipraktekan di negara-negara lain. Namun ternyata tidak mudah dipraktekan,
karena kedaan negara-negara di luar Jepang berbeda kondisinya dengan negara Jepang.
4.2 Model Pembangunan Pertanian
Jepang merupakan salah satu negara yang berhasil dalam pembangunan pertaniannya,
banyak di tiru oleh negara-negara berkembang lainnya. Namun demikian dalam prakteknya ada
yang berhasil dan gagal. Indonesia sampai tahun 1966 merupakan contoh negara yang gagal
dalam menggunakan potensi-potensi pertaniannya. Johnston menemukan banyak model
pembangunan pertanian yang dilakukan dibanyak negara berkembang seperti model Jepang,
model Mexico, model Stalin dan model Israel. Masing-masing model tersebut punya ciri khas
dan kelebihan serta kekurangannya. Model Stalin diikuti oleh negara-negara sosialis, Eropa
Timur, Cina, Kuba, dan negara lainnya, sedangkan model Israel dipelajari oleh negara Afrika.

Sementara itu model Jepang dan Mexico merupakan dua model yang berbeda. Yang satu
didasarkan atas usahatani kecil-kecilan seperti di Indonesia, sedangkan yang terakhir
didasarkan perusahaan pertanian yang komersial yang sangat efesien dan jumlahnya tidak
banyak. Sebenarnya model Jepang merupakan model yang paling dekat dengan pertanian di
Indonesia, tepapi syarat yang dimintanya tidak mungkin dapat terpenuhi dalam jangka waktu
sekarang.
Pembangunan pertanian di Jepang berhasil karena disebabkan oleh banyak faktor seperti
1) dilakukan secara serempak antara sektor pertanian dan industri, 2) sektorsektor saling
membantu dan kemajuan yang dicapai sektor industri jauh lebih cepat dari sektor pertanian,
sehingga kenaikan tenaga kerja sektor pertanian semuanya dapat diserap oleh sektor idustri
dan, 3) tidak diinginkannya modal asing sehingga dana-dana pembangunan sebagian besar
disumbangkan oleh sektor pertanian dalam bentuk pajak tanah dan cukai yang berat. Jumlah
penduduk dan tenaga kerja yang terus berkembang dan terkendali secara absolut
menyebabkan dapat diadakannya tabungan dan investasi yang besar.
Keadaan tadi menyebabkan yang diminta oleh model Jepang tidak dapat dipenuhi oleh
negara Indonesia sehingga pembangunan pertaniannya mengalami kegagalan. Ini disebabkan
karena penduduk dan tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan dan pembangunan
sektor industri hampir tidak ada artinya untuk menyerap kelebihan tenaga kerja sektor pertanian.
Bahkan modal atau dana pembangunan pertanian banyak diperoleh dari dana bantuan luar negari,
baik berupa kridit, investasi modal asing maupun hadiah-hadiah.
4.3 Syarat Pembangunan Pertanian
Pada dasarnya keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat
atau pra kondisi yang untuk tiap negara atau daerah sangat bervariasi. Pra kondisi itu meliputi
bidang-bidang teknis, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainnya. Di Jepang pra-kondisi
sebagaian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana yang digunakan untuk
mengembangkan sektor industri, tetapi sektor industri secara simultan memproduksi saranasarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Petani sangat tertarik
untuk menerapkan teknologi baru karena dapat meningkatkan produksi pertanian. Begitu juga
produksi hasil pertanian mendapat pasar yang cukup baik di perkotaan. Disisi lain pemerintah
juga melakukan perbaikan sarana dan prasarana pertanian seperti pembangunan irigasi, jalan
dan penyuluhan pertanian kepada petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru.
A.T. Mosher dalam bukunya yang berjudul Getting Agriculture Moving, (1965) yang telah
diterjemahkan menganalisis syarat-sayarat pembangunan pertanian di banyak negara dan
mengolongkannya menjadi syarat mutlak dan sayarat pelancar pembangunan pertanian. Dalam
pembangunan pertanian ada lima syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya
pembangunan pertanian. Jika satu syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan
pertanian atau pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat mutlak pembangunan
pertanian menurut Mosher tersebut adalah:

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani


2. Teknologi tanaman bisa berkembang
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal
4. Adanya perangsang produksi bagi petani
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontony.
Disamping sayarat mutak tadi ada lima macam syarat pelancar yang adanya tidak mutlak
tetapi kalau ada benar-benar akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Syarat
pelancara pembangunan pertanian tersebut adalah:

1. Pendidikan pembangunan pertanian


2. Kredit produksi usahatani
3. Kegiatan gotong royong petani
4. Perbaikan dan perluasan lahan pertanian
5. Perencanaan nasional dari pembangunan pertanian.
Syarat-syarat tersebut secara bersama-sama dapat membantu menciptakan iklim yang
merangsang usaha-usaha pembangunan pertanian.
4.4 Teknologi dan Pembangunan Pertanian
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat lepas dari kemajuan
teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan caracara baru bidang
pertanian. Demikian juga, revolusi hijau yang dimulai tahun 1970-an disebabkan oleh
penemuan teknologi baru dalam bibit barn dan gandum yang lebih unggul. Teknologi dalam hal
ini diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan keterampilan di bidang industri. Tepi
Mosher mengartikan bahwa teknologi pertanian sebagai cara-cara bertani. Walaupun arti
demikian sebenarnya terlalu luas, namun dapat dipakai. Teknologi yang diterapkan dalam
bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, apakah produktivitas
tanah, modal atau tenaga kerja.
Dalam menganalisis teknologi barn dalam pembangunan pertanian kadangkadang
digunakan dua istilah yang sebenarnya berbeda, namun dapat dianggap sama dan sering
dipertukarkan karena keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik dan
inovasi. Istilah teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi
maupun dalam distribusi barang dan jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan
produktivitas. Inovasi berarti suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang
sudah dikenal sebelummnya.
Dalam penerapan teknologi barn yaitu melaksanakan perubahan teknik atau mengadopsi
inovasi kadang timbul persoalan. Misalnya, penggunaan teknologi telah menimbulkan masalah
pengangguran dan distribusi pendapatan. Sekelompok masyarakat naik pendapatannya tetapi
sekelompok lainnya menurun pendapatannya atau bahkan kehilangan pendapatannya. Di sini

jelas bahwa pengenalan teknologi baru akan selalu menimbulkan oposisi dari sekelompok
masyarakat yang merasa dirugikan oleh teknologi barn itu, yang kedudukannya terancam.
4.5 Menuju Teori Pembangunan Pertanian
Di Indonesia teori-teori pembangunan pertanian dibahas atas aspek-aspek ekonomi dari
pembangunan pertanian dan persoalan pertanian, pada umumnya ada empat sudut pandang:

1. Pandangan sektoral yaitu pertanian ditinjau sebagai suatu sektor ekonomi berhadapan
dengan seketor-sektor lain dalam perekonomian nasional.

2. Pandangan masalah efesiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi pertanian.


3. Pandangan dari segi komoditi terutama komoditi utama yag dihasilkan.
4. Pandangan dari segi pembangunan daerah.
Pandangan pertama dan keempat dapat digolongkan sebagai pendekatan ekonomi makro,
sedangkan pandangan yang kedua dan ketiga sebagai pendekatan ekonomi mikro.
Di sisi lain, secara ekonomi makro pembangunan pertanian dapat dianalisis melalui tiga
kerangka pemikiran:

1. Peranan pertanian dalam pebangunan pertanian


2. Sifat-sifat ekonomi daripada pertanian tradisional
3. Proses ekonomi daripada modernisasi pertanian
Kerangka pemikiran kesatu dan kedua adalah sama dengan padangan sektoral. Namun di di
Indonesia teori yang dikembangkan tersebut belum mengena. Ini terjadi karena sektor industri
tidak menggantungkan pada sektor pertanian dalam persedian tenaga kerja.
Selain masalah tenaga kerja teori pembangunan sektoral juga meninjau kemungkinan
pemindahan sumberdaya dari pertanian ke luar pertanian maupun sebaliknya. Teori ini juga belum
begitu mengena di Indonesia. Sebaliknya sektor industri tidak dapat diharapkan mengirim dana ke
sektor pertanian karena prospek keuntungan tidak lebih besar dari sektor pertanian.
Dari segi ekonomi makro, dalam hal yang berhubungan dengan efesiensi penggunaan faktor
produksi tanah, tenaga kerja dan modal, para ahli sudah sampai pada konsesus bahwa di negara
yang sedang berkembang persoalannya tidak begitu berbeda dengan persoalan di negara yang
sudah maju. Kelemahan dari efesiensi justru terletak pada instansi pemerintah yang kurang
menyadari persoalan yang dihadapi petani. Pemerintah selalu mengangap bahwa petani kolot dan
sukar untuk menerima anjuran dalam mengadopsi teknologi.
Pendekatan pembangunan pertanian dari segi komoditi terutama bersumber pada
kenyataan"peranan" yang besar dari komoditi itu secara nasional atau bagi suatu daerah
tertentu, misalnya karet, kopi kopra dan lain sebagainnya. Kelemahan dari pedekatan ini
nampak jelas jika kurang diperhatikan hubungan dan implikasinya dalam ruang lingkup yang
lebih luas. Misalnya analisis beras yang selalu difokuskan pada swasembada beras akan lebih
memberoskan

sumberdaya

ekonomi

perkembangan perekonomian dunia.

bila

tidak

diperhatikan

hubungannya

dengan

S-ar putea să vă placă și