Sunteți pe pagina 1din 25

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Anestesi
yang berjudul: Anestesi Lokal, makalah ini diajukan guna memenuhi syarat
kepaniteraan klinik Anestesi di RSU. Bhakti Yudha Depok.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan, khususnya kepada Dr.
ujang Sp. An selaku pembimbing.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan

kritik

dan

saran

yang

bersifat

membangun

demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi


yang bermanfaat bagi masyarakat

dan bermanfaat untuk pengembangan

wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih .

Depok, 18 Mei 20011

Penulis

PENDAHULUAN
Obat local anestesi atau yang sering disebut pemati rasa adalah
obat-obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika local atau zat-zat
penghalang rasa setempat adalah obat yang dalam penggunaan local
merintangi secara reversible penerusan impils-impuls saraf ke SSP dan
dengan demikian menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau
dingin.
Obat bius local mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf.
Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Disamping itu anastesi local
mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi atau transmisi dari
beberapa impuls. Artinya anastesi local mempunyai efek yang penting
terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua
jaringan otot.
Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika local secara
sintesis dan yang pertama adalah Prokain dan Benzokain pada tahun 1905.
Yang disususl oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan
cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain, (1947),
mevikain (1957), prilokain (1963), dan buvikain (1967).

JENIS OBAT YANG TERMASUK DALAM ANASTESI LOKAL


Anastesi local dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa
kelompok, sebagai berikut:
-

Senyawa-ester (PABA): kokain,benzokain, prokain, oksibuprokain, dan

tetrakain.
Senyawa-amida: lidokain dan prilokain, mevikain, dan buvikain,

cinchokain, artikain, dan pramokain.


Lainnya: fenol, benzilalkohol, cryofluo-ran, dan etilklorida.

Semua obat tersebut diatas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah.

Perbandingan golongan ESTER dan AMIDA


KLASIFIKASI

POTENSI

MULA

LAMA KERJA

KERJA

(infiltrasi,menit)

Cepat (fast)

45-60

TOKSISITAS

ESTER
Prokain

1 (rendah)

Kloropokain

3-4 (tinggi) Sangat Cepat 30-45

Rendah
Sangat

(very rapid)
Tetrakain

rendah

8-16

Lambat

60-180

(tinggi)

(slow)

Lidokain

1-2

Cepat (rapid)

60-120

Sedang

Etidokain

(sedang)

Lambat

240-480

Sedang

Prilokain

4-8 (tinggi) (slow)

60-120

Sedang

Mepivakain

1-8

Lambat

90-180

Tinggi

Bupivakain

(rendah)

Sedang

240-480

Rendah

Ropivakain

1-5

(moderate)

240-480

rendah

Levobupivakai

(sedang)

Lambat

240-480

4-8 (tinggi) Lambat

Sedang

AMIDA

4 (tinggi)

Lambat

4 (tinggi)

Penggunaan Anestetik Lokal


TOPIKA

INFILTRASI

BLOK

AR EPIDURAL SPINAL

SARA

IV

INTRATEKAL

F
ESTER
Prokain

Kloropokain

Tetrakain

AMIDA

Lidokain

Etidokain

Prilokain

Mepivakain

Bupivakain

Ropivakain

Levobupivakain

Farmakologi.
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan
dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama
dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan
golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini
juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana
golongan ester turunan dari

p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi

kecenderungan alergi lebih besar.


Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan
potensi dan lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan
kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II
meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama
kerja sedang. Group III meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang
memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang. Anestesi lokal juga
dibedakan berdasar pada mula kerjanya. Kloroprokain, lidokain, mepevakain,
prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang relatif cepat. Bupivakain
memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain bermula kerja
lambat.
Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical Uses

Agent
Clinical use

Maximum single dose, mg


Without
With
Epinephrine
Epinephrine

Ester-linked
Cocaine

150
Benzocaine
Topical
Procaine

unknown

Topical

800
1000
Tetracaine
Topical, spinal
Choroprocaine

800
Infiltation, block

1000

Amide-linked

Lidocaine
All

500
Prilocaine
Infil, block, epid
Mepivacaine
Infil, block, epid
Bupivacaine
Infil,block, epid,
Ropivacaine
Block, epidural
Etidocaine
Infil, block, epid

Infiltration,
spinal
100

400
500

600

300

500

175

250

250
300

400

Miscellaneous
Dibucaine

50

Spinal
Articaine
Infil, epidural

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan
ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan
bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai
berikut :
Prokain

Lidokain

Bupivakain

- Golongan

ester

amide

- Mula kerja

2 menit

5 menit

- Lama kerja

30-45 menit 45-90 menit

2-4 jam

- Metabolisme

plasma

hepar

- Dosis maksimal

12 mg/kg

amide
15 menit

hepar
6 mg/kg

2 mg/kg

- Potensi

- Toksisitas

10

15

Komplikasi Anestesi Lokal.


Penyulit anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa
diduga sebelumnya, untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang
guna menghadapi kemungkinan terjelek serta bertindak secara hati-hati untuk
meminimalisasi kemungkinan timbulnya komplikasi. Resusotasi set, obat-obat
emergensi, obat anestesi umum dan perlengkapan gawat darurat lain harus
selalu tersedia serta mudah dijangkau.
Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam
dosis yang sesuai dan pada tempat yangtepat . Meski demikian , reaksi toksik
baik yang bersifat lokal maupun sistemik dapat terjadi.
1. Komplikasi local.
Komplikasi ini dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh
darah yang cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau
yang mendapat terapi antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi
dan abses.. Untuk mencegah komplikasi ini kita harus selalu menanyakan
riwayat penyakit dan riwayat pengobatan pada setiap pasien, menghindari
daerah yang kaya pembuluh darah serta melakukan aspirasi pada saat
menyuntikan obat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah kompres hangat,
atau insisi disertai pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses. Nekrose
jaringan dapat terjadi apabila suatu end artery organ dilakukan anestesi lokal
dengan agent yang mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan
nekrotomi disertai pemberian antibiotika yang sesuai .
2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannya
Penyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat
anestesi lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal.
Secara garis besar hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu :
- Hipersensitif.
Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul
tanda-tanda komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan
anamnesa yang teliti serta tes sensitifivas.
- Over dosis.

Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan


konsentrasi obat yang dipakai merupakan salah satu penyebab
tersering terjadinya over dosis. Hal ini sering terjadi pada pasien yang
menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif, dimana
operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.
- Intravasasi.
Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah
sehingga disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul
penyulit sistemik dengan segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara
melakukan aspirasi sebelum kita memasukan obat.
- Hiperabsorbsi.
Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di
daerah wajah, leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami
peradangan

yang

merupakan

daerah

kaya

pembuluh

darah.

Pencampuran epinefrin dapat mengurangi bsorbsi obat anestesi lokal,


disamping juga akan memperpanjang aksinya.
Gejala komplikasi sistemik.
Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler.
Secara umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan
sistema kardio-vaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma
anestesi lokal yang diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih
kecil daripada yang diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi.
1.Susunan Saraf Pusat.
Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda
tergantung dari kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam
plasma hanya sedikit diatas dosis toksis maka akan timbul gejala
stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis toksis akan terjadi depresi
SSP. Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan, dizziness,
kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa
penglihatan kabur dan telinga berdenging.

Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi
hingga kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan
memberikan obat anti konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau
tiopental

2 mg/kg.bb, secara intravena. Depresi pada tingkat ini

bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran menurun.


Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan
tindakan lain yang perlu dilakukan.
Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi
sebagai hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan
pemberian Oksigen dan obat penghambat beta, seperti propanolol.
Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala hipotensi dan bradikardi.
Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi Trendelenburg,
pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat
vasopresor.

Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan

takipnu yang dapat diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin


atau morpin. Depresi pada pusat ini dapat menimbulkan hipoventilasi
yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan Oksigen.
Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang
potensial menyebabkan aspirasi paru.
2.Efek kardiovaskuler.
Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje otot
ventrikel jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi, sedangkan
aksi langsung pada pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi
dan akhirnya hipotensi. Efek ini dapat diatasi dengan pemberian sulfas
atropin, pemberian infus cairan dan atau obat vasopresor.
3. Reaksi alergi.
Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok
anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda
dan gejala yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin,
kortikosteroid hingga terapi definitif untuk syok anafilaktik.
4. Lain-lain.

Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil yang harus
diatasi dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila perlu
dengan pemberian klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.

TEKNIK PEMBERIAN ANESTESI LOKAL


1. Anestesi Permukaan dan Topikal
a. Anestesi permukaan
Anestesi permukaan yang efektif dapat dicapai dengan jalan
mendinginkan kulit sampai 40C. Jika menggunakan es batu, sprai
etil klorid atau kantung karbon dioksida, maka pendinginan
tersebut tidak akan menimbulkan rasa sakit, bahkan dapat
digunakan sebelum dilakukan injeksi maupun grafting kulit.
b. Anestesi topikal
Ahli anestesi pediatri dapat menggunakan anestesi topikal di
hidung dan nasofaring sebelum pemasangan nasotrakeal tube, di
faring untuk mengurangi respon terhadap oral airway, atau di laring
dan

trakea

sebelum

pemasangan

endotrakeal

tube

atau

bronkoskopi. Yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan agen yang


akan digunakan. Lidokain sprai 4% atau jelli lidokain 5% yang
menjadi

pilihan

karena

relatif

aman,

efektif

dan

bersifat

bakteriostatik. Dosis yang tepat untuk lidokain yaitu 5 mg/kg atau


0,125 ml/kg dalam larutan 4%.
Anestesi topikal sangat membantu dalam bronkoskopi diagnostik
atau operatif. Guna keperluan tersebut, agen dapat diberikan
melalui sprai tangan, jet sprai, suntik atau perforated kanula atau
plester. Jika dimungkinkan, gunakan volume sesuai dengan

kebutuhan. Sayangnya, beberapa atomizer yang ada di pasaran


memudahkan terjadinya overdosis. Karena besarnya volume
atomizer

yang

dihasilkan

juga

bergantung

posisi

penyemprotannya, maka sebaiknya dicoba terlebih dahulu sampai


diperoleh posisi yang tepat.
Seperti halnya orang dewasa, respon anak terhadap anestesi lokal
bergantung pada metoda dan kecepatan pemberiannya, daerah
anatomisnya, keasaman jaringan, dan penggunaan vasokonstriktor
atau torniket.
Anestesi topikal juga berguna dalam prosedur sistoskopik. Jelli
dapat diberikan di uretra sehingga memungkinkan ahli anestesi
menggunakan anestesi suplemental yang sangat ringan.
Penggunaan lain anestesi topikal meliputi pengangkatan korpus
alienum dari mata (propakain 0,5%) dan membuka hidung yang
tersumbat (kokain 4%).
2. Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrat adalah anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan
anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang
akan di anestesi sehingga menyebabkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam misalnya daerah kecil di kulit atau
gusi (pencabutan gigi)
Anestesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas
maupun rahang bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi
anestesi infiltrat pada anak-anak cukup dalam karena komposisi tulang
dan jaringan belum begitu kompak.
INDIKASI ANESTESI INFILTRAT
Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi
infiltrat, antara lain :
1. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat
direstorasi.
2. Infeksi di periapikal atau interradikular dan tidak dapat di
sembuhkan kecuali dengan pencabutan.

3. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa


penggantinya sudah mau erupsi
4. Gigi sulung yang persistensi
5. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi
pertumbuhan gigi tetap
6. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
7. Untuk perawatan ortodonsi
8. Sopernumerary tooth
9. Gigi penyebab abses dentoalveolar
10. Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai
anestesi lokal serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa
anestesi lokal saja sudah cukup.
11. Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi
sebaiknya diberikan lebih dahulu sebelum prosedur operatif
dilakukan dimana rasa sakit akan muncul.
KONTRA INDIKASI ANESTESI INFILTRAT
Ada beberapa kasus dimana penggunaan anestesi infiltrat tidak
diperbolehkan, kasus0kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala
yang tidak menyenangkan dan akibat yang tidak diinginkan bisa
dihindari. Kontra indikasinya antara lain :
1. Anak yang menderita infeksi akut dimulutnya. Misalnya akut
infections stomatitis, herpetik stomatitis.
2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini menyebabkan
terjadinya perdarahan dan infeksi.
3. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : congenital heart disease, rheumatic heart disease,
penyakit ginjal / kidney disease.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi
tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut
dapat menyebabkan metastase.
6. Pada penderita diebetes mellitus (DM). Tidaklah mutlak kontra
indikasi.
7. Kurangnya kerjasama atau tidak adaya persetujuan dari pihak
penderita.
ALAT ANESTESI INFILTRAT.
Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi
sulung saat pecabutan antara lain :
1. SYRINGE

Syringe adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering


digunakan pada praktek gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger
yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.
2. CARTRIDGE
Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk
menghindari dan kontaminasi dari larutan. Sebagian besar cartridge
mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge
dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe
standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah
cukup untuk perawatan gigi rutin.
3. JARUM
Pemilihan jarum harus sesuai dengan kedalaman anestesi yang
akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam
3 ukuran ( sesuai standart American Dental Association = ADA ) ;
panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan super pendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi
biasanya mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang
digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman
yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam
jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak
masuk ke jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan
jarum dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
TEKNIK ANESTESI INFILTRASI.
Pada anak-anak bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya
banyak terperforasi oleh saluran vaskuler. Untuk alasan inilah, maka
teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efek
anestesi pada gigi-gigi susu atas tanpa perlu mendepositokan lebih
dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan dijaringan.
Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum
yang digunakan untuk proses pencabutan gigi atau pemasangan
matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut.
Setelah efek suntikan supraperiosteal pada suklus labio-bukal anestesi
yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai
suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti.

Para ahli lainnya lebih suka mengunakan suntikan jet atau suntikan
intraligamental.
PROSEDUR ANESTESI INFILTRAT
1. Daerah bukal / labial / RA / RB
Masuknya jarum ke dalam mukosa 2-3 mm, ujung jarum berada pada
apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anestetikum,
lakukan aspirasi untuk melihat apakah pembuluh darah tertusuk. Bila
sewaktu melakukan aspirasi dan terlihat darah masuk ke karpul, tarik
karpul. Buang darah yang berada di karpul dan lakukan penyuntikkan
pada lokasi lain yang berdekatan. Masukkan obat dengan perlahan
dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,60 ml (1/3 karpul).
2. Daerah palatal / lingual
Masukkan jarum smpai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan
dan tidak boleh mendadak sebanyak 0,2 0,3 cc. Akan terlihat
mikosa daerah tersebut putih / pucat.
3. Daerah interdental papil
Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya
sebanya 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut
memucat.
4. Anestesi intraligamen
Suntikkan intraligamen dilakukan ke dalam periodontal ligamen.
Suntikkan ini menjadi populer belakangan ini setelah adanya syringe
khusus untuk tujuan tersebut. Suntikkan intraligamen dapat dilakukan
dengan jarum dan syringe konvensional tetapi lebih baik dengan
syringe khusus karena lebih mudah memberikan tekanan yang
diperlukan untuk menyuntikkan ke dalam peiodontal ligamen.
3. Anestesi Blok :
a. Anestesi Spinal
Anestesi

spinal

adalah

anestesi

regional

dengan

tindakan

penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid,


anestesi spinal disebut juga sebagai analgesia atau blok spinal
intradural atau blok intratekal.
Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat,
dosis yang di gunakan, efek fasokonstriksi, berat jenis obat, posisi
tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, operasi

tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran


obat.
INDIKASI
Tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum.
Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah
endoskopiurologi, bedah rectum, perbaikan faktur tulang panggul,
bedah obstetric, dan bedah anak.Anestesi spinal pada bayi dan
anak kecil dilakukan setelah bayi di tidurkan dengan anestesi.
KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat di lakukan
punksi lumbal, bakterimia, hipovolemiaberat (syok), koagulopati,
dan

peningkatan

meliputi

neuropati,

tekanan
prior

intracranial.Kontraindikasi
spine

surgery,

relative

nyeripunggung,

penggunaan obat-obatan pre-opresigolongan AINS (anti inflamasi


non steroid seperti aspirin, novalgin, paracetamol), heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a
resistent surgeon.
PERSIAPAN PASIEN
Pasien diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)
meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan

fisik

dilakukan

meliputi

daerah

kulit

tempat

penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontra indikasi seperti


infeksi.Perhatikan juga adanya scoliosis atau skiposis.Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematocrit.
Massa protrombin (PT) dan massa tromboplastin parsial (PTT)
dilakukan bila di duga terdapat gangguan pembekuan darah.
Kunjungan

preoperasi

dapat

menenangkan

pasien.Dapat

dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan


anestesi dan operasi lebih lancar.
PERLENGKAPAN
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang tepat untuk monitor pasien, pemberian
anestesi umum dan tindakan resusitasi.

Jarum spinal dan obat anestesi spinal disiapkan, jarum spinal


memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan
ukuran 16-G sampai dengan

30-G. obat anestesi local yang

digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain.


Berat jenis obat anestetik local mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah yang teranstesi. Pada anestesi spinal berat jenis
obat lebih besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal
(hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat kedasar akibat gaya
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan keatas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di
tingkat yang sama di tempat penyuntikkan. Pada suhu 37C cairan
serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, dan duk.
JARUM SPINAL

Dikenal 2 macamjarumsinal, yaitujenis yang ujungnya runcing


seperti ujung bamboo runcing (quince babcock atau greene) dan
jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
TEKNIK
1. Posisi pasien duduk atau decubitus lateral. Posisi duduk
merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pada
posisi decubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu
sisi tubuh berada di meja operasi, panggul dan lutut di fleksikan
maksimal. Dada dan leher di dekatkan kearah lutut.
2. Posisi penusukkan jarum spinal di tentukan kembali, yaitu di
daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal)
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung
pasien
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukkan pada
bidang medial dengan sudut 10-30 terhadap bidang horizontal
kea rah kranial. Jarum

lumbal akan menembus ligamentum

supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum,


lapisan duramater dan lapisan subarachnoid
5. Cabut silet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar
6. Suntikan obat anestetik local yang telah dipersiapkan kedalam
ruang subarachnoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja
obat ditambahkan vasokonstirktor seperti adrenalin

KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan,
nyeri punggung, sakitkepala, retensiourin, meningitis ,cidera
pembuluh darah dan saraf, sertaanestesi spinal total.

b. Anestesi Epidural

epidural

anestesia

merupakan

salah

satu

bentuk

teknik

blok

neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia


spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak,
servikal atau sacral (yang lasim disebut blok caudal). Teknik epidural
sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk
kasus-kasus

obstetri,

analgesia

penanggulangan

post

operatif

dan

nyeri

untuk
kronis.

Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radik saraf berjalan di


dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula
spinalis,

dan

selanjutnya

menuju

kearah

luar.

Onset dari epidural anestesia (10-20 menit),lebih lambat dibandingkan


dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat
anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obatobat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit
diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini
banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia
post

operasi.

Lumbal

epidural

merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi tempat


insersi/tempat

memasukan

epidural

anestesia

dan

analgesia.

Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat


ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan
dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis berakhir pada level
L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal dapat dikatan aman,
terutama apabila secara tidak sengaja sampai menembus dura.
torakal

epidural

secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian


juga resiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan
median dan paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural
lebih banyak digunakan untuk intra atau post operatif analgesia.
Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien dudu, leher
ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis diginakan
terutama

untuk

TEKNIK

penanganan
ANESTESI

nyeri.
EPIDURAL

Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum


epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum
flavum. Dua teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum
telah mencapai ruang epidural adalah teknik loss of resistance dan
hanging

drop.

Teknik loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih
terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai
dengan meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian stilet atau
introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan
disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada
pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan
dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara
perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu
melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang
epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan
injeksi
AKTIFASI

akan

mudah

dilakukan.
EPIDURAL

Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang


dibutuhkan

untuk

anestesi

epidural

relatif

lebih

banyak

bila

dibandingkan dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila


jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk
mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose epidural. Hal ini
dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter
epidural

yang

telah

terpasang.

Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke


ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan
menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin : 3 ml
lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45
mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan timbul
anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila disuntikan
intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih.
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang
lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan
kesulitan penanganan pada tempat tertentu, misalnya di ruang
persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai marker injeksi intravena
tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga
menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga
false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah
dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang
mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain
menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat
dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara
intravena.
OBAT-OBAT

ANESTESI

EPIDURAL

Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan,


apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk
suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia.
Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan
tunggal

short-

atau

long

acting

anestesi

atau

membutuhkan

pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja


pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%,
3% kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama
termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain.
Hanya obat-obat anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah
diberi label khusus untuk epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan
melalui

kateter

epidural

dikerjakan

dalam

waktu

yang

tetap,

berdasarkan pengalaman praktisi terhadap enggunaan obat tersebut,


atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua segmen
sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi lokal dan
didefinisikan

sebagai

waktu

yang

dibutuhkan

untuk

terjadinya

penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatum. Bila telah


terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak
sepertiga

sampai

setengah

dari

dosis

inisial.

Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang


cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin
bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya
formulasi dari kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan EDTA
tampaknya

menjadi

suatu

permasalahan.

Preparat

bisulfit

menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume


yang besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang
yang berat (diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini
preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan
komplikasi

tersebut.

Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide


dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai
potensi menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan
diijinkan untuk menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi
0,75 % tidak dianjurkan pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada
masa lalu dilaporkan menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi
kedalam intravena. Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan
tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan protein yang
sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan

akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory reentrant arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain
(misal 0,0625%) sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan
untuk analgesia untuk persalinan dan nyeri pasca operasi.Senantiomer dari bupivakain : levobupivakain, tampaknya berefek
anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak menimbulkan efek
toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang toksik dibandingkan
bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan
bupivakain.
KEGAGALAN

BLOK

EPIDURAL

Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas,
dan secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural
sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance
(atau hanging drop). Juga, lebih bervariasinya anatomi dari ruang
epidural dan kurang terprediksinya penyebaran obat anestesi lokal,
karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat diprediksi.
Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam
sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis
lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan,
dengan kata lain kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri.
Demikian

juga

bila

masuk

ke

muskulus

paraspinosus

dapat

menimbulkan kekeliruan loss of resistance. Penyebab lain kegagalan


anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan injeksi
intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat
dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan
waktu yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak
berhasil. Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter
yang keluar dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah
tersebut dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan
ulang dimana pasien diposisikan dengan bagian yang belum terblok
berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat nyeri viseral
pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada
ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti

tarikan

peritoneum.

Pada

keadaan

ini

diperlukan

pemberian

suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan


bersama

nervus

vagus

mengakibatkan

semua

hal

ini.

c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan
melalui tempat yang berbeda yaitu kedalam kanalis sacralis melalui
hiatus sacralis.
Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP
(susunan saraf pusat) dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi
jantung) dengan gejala penghambatan pernafasan dan sirkulasi
darah , dapat juga mengakibatkan hipersensitasi.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC., dr.Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An. Buku
ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Farmako dan Terapi edisi 4 / www.medicastor.com
http://www.geoogle.co.id/anestetika
Prof. Drs. Moh. Apt. Farmasetika. Gajah Mada University Press

REFERAT
ANESTESI
LOKAL

Deabryna hehakaya
Minda wahyuningtias

11-2010-243
11-2009-145

S-ar putea să vă placă și