Sunteți pe pagina 1din 25

TUGAS UJIAN

Pembimbing :
Dr. Uus Rustandi, Sp.An-KIC
Dr. Ruby Satria Nugraha, Sp.An. M.kes

Disusun oleh :

ATIKA QISTY DESMAWAN


1102010040

KEPANITERAAN ILMU ANASTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
2015

1. Sebutkan dan jelaskan mengenai cara menilai potensi jalan


nafas
1. LOOK:
Kesadaran: pasien yang bisa bicara berarti airway bebas, namun tetap

perlu evaluasi berkala.


Agitasi
Nafas cuping hidung
Sianosis
Retraksi
Accessory respiratory muscle
Lihat (look) apakah penderita mengakami agitasi atau tampak lemah. Agitasi memberi kesan

adanya hipoksia, dan tampak lemah memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku
dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan yang,
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.

2. LISTEN:
Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan
napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor
ekspirasi)
Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi
gagal napas
Dengar (liat) adanya suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara nafas tambahan) adalah
pernafasan yang tersumbat. Suara mendengkur, (snoring), berkumur (gargling) dan bersiul
(crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring.
Suara parau (hoarseness dysphonia) menunjukkan sumbatan pada laring. Penderita yang melawa
dan kata-kata kasar (gaduh dan gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap
karena keracunan/ mabuk.

3. FEEL:
Aliran udara dari mulut/ hidung
Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

Raba (feel) lokasi trakhea dan dengan cepat tentukan apakah trakhea berada di tengah.

2. Alat-alat untuk intubasi endotrakeal:

Bag and mask + selang O2 dan O2


Laryngoscope
Endotrakeal tube
Syringes
Stylet
Xylocain jelly
Suction canule
Magil forceps
Oropharingeal tube
Spuit 20cc
Plester
Stetoscope

3. Obat-obat yang digunakan saat intubasi:


1). Sedasi
a) Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb
b) Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb
c) Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb
2). Muscle relaksan
a). Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb
b). Pavulon 0,15 mg/kgbb
c). Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb
d). Norcuron 0,1 mg/kgbb
3). Obat-obatan emergency (troley emergency)
a). Sulfas Atropine
b). Epedrine
c). Adrenalin / Epinephrin
d). Lidocain 2%
3

A. Sebutkan Teknik Induksi Anestesi dan Obat-obatan yang


digunakan untuk masing-masing teknik induksi tersebut
Induksi Anastesi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak

sadar,

sehingga

memungkinkan

dimulainya

anestesi

dan

pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,


intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia
langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan
pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope

Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan

jantung.

Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade)

yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup


terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway

Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway)

atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini


untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan
anestesia
S : Suction

penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Induksi intravena
o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan
terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan

antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan


pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu
diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
o Obat-obat induksi intravena:
Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg
atau 1000 mg
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades
steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml = 25mg). hanya
boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7
mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 3060 detik.
Bergantung

dosis

dan

kecepatan

suntikan

tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam


keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas.
Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor,
tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak
akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat antianalgesi.

Propofol (diprivan, recofol)


Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna

putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml


= 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan
nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan
untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan
dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak
dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita
hamil.
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari

karena

sering

menimbulkan

takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca


anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya
5

diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam


(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk
mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10
mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan
1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100
mg).

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)


Diberikan
dosis
tinggi.
Tidak
menggaggu

kardiovaskular,
induksi

sehingga

pasien

dengan

banyak

digunakan

untuk

jantung.

Untuk

kelianan

anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg


dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Induksi intramuscular
Sampai sekarang

hanya

ketamin

(ketalar)

yang

dapat

diberikan secara intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan


setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen
monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Pemberian
anastetik

harus
lemah,

disertai

O2

analgesinya

minimal
kuat,

25%.

sehingga

Bersifat
sering

digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan.


Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti
halotan.
o Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar
faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya
tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi
6

perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi


refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi
kuat.

Halotan

menghambat

pelepasan

insulin

sehingga

mininggikan kadar gula darah.


o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan
enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap
sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih
baik disbanding halotan.
o Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial.
Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga
isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal,
sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC
6.0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan
hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk
induksi anestesi.
o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental
atau midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi
inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada

muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter,


sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak
menyebabkna depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin
menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB,
durasi selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2
menit.
o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru
B. Jelaskan mengenai Rapid Sequence Intubation / Induction (RSI)
1. Pengertian
Rapid Sequence Intubation (RSI) adalah suatu prosedur tehnik intubasi
yang dilakukan
setelah preoksigenisasi, kemudian induksi dengan menggunakan obat
induksi yang poten lalu diikuti pemberian obat pelumpuh otot dengan
kerja cepat untuk dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan paralisis
motorik untuk tujuan intubasi secara cepat. Teknik ini didasari pada
pasien dalam keadaan tidak puasa atau lambung penuh yang akan
dilakukan intubasi, yang memiliki resiko aspirasi cairan atau isi lambung.
2. Obat-obat yang digunakan
Obat : Thiopenthone, suxamethonium, efedrin, atropine
3. Teknik RSI
Teknik melakukan RSI, yaitu
1. Pasien selalu dilakukan preoksigenasi sebelum dilakukan induksi. 4
kali tarikan nafas maksimal dari oksigen sudah cukup untuk
denitrogenasi

paru

normal.

Pasien

dengan

penyakit

paru

memerlukan 3-5 menit preoksigenasi.


2. Prekurarisasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi mungkin
mencegah peningkatan tekanan intraabdomen yang berhubungan
dengan fasikulasi yang disebabkan oleh suksinilkolin. Tahap ini
sering ditinggalkan, meski tahap ini dapat menurunkan tonus
8

spingter oesophagus bagian bawah. Jika recorunium dipilih untuk


relaksasi, dosis p[riming kecil (0,1 mg/kgbb) diberikan 2-3 menit
sebelum induksi mungkin mempercepat onset dari aksi.
3. Blade yang besar dan tube endotracheal disiapkan sebelumnya.
Sebaiknya

dimulai

dengan

memakai

stilet

dan

nomor

tube

endotracheal satu sampai setengah nomor dibawah biasanya, untuk


memeaksimalkan kemudahan melakukan intubasi.
4. Asisten melakukan penekanan ringan diatas kartilago krikoid sesaat
setelah

induksi

(Sellicks

Manuver).

Karena

kartilago

krikoid

terbentuk cincin yang tidak putus dan tidak kempes, tekanan diatas
menekan jaringan dibawahnya. Oesophagus lalu kolaps, dan secra
pasif regurgitasi cairan lambung tidak dapat mencapai hipofaring.
Tekanan pada krikoid yang berlebihan (lebih keras daripada yang
ditoleransi orang pada umumnya) dapat menyebabkan ruptur
dinding oesophagus posterior.
5. Tidak ada pemberian tes dosis dari tiopental. Dosis induksi diberikan
secara bolus. Seharusnya dosis ini dimodifikasi bila ada indikasi
bahwa sistem kardiovaskular pasien tidak stabil. Agen RSI lain dapat
menggantikan thiopental.(seperti propofol, ketamin)
6. Suksinilkolin (1,5 mg/kgbb) atau recuronium (0,9 -1,2 mg/kgbb)
dapat diberikan segera setelah tiopenthal, walaupun pasien belum
hilang kesadarannya.
7. Pasien tidak dilakukan ventilasi secara artifisisal, untuk menghindari
pengisian udara perut dimana hal ini dapat meningkatkan risiko
emesis. Setelah reflek spontan pasien berhenti atau respon otot
terhadap
Penekanan

rangsang
pada

hilang,
cricoid

pasien

segera

dipertahankan

mulai

di

sampai

intubasi.

cuff

tube

endotracheal sudah dikembangkan dan posisi tube sudah pasti.


Modifikasi dari RSI klasik memperbolehkan ventilasi yang gentle
selama tekan krikoid dipertahankan.
8. Bila

intubasi

mengalami

kesulitan,

tekanan

pada

krikoid

dipertahankan sampai dan pasien diventilasi secara gentle dengan


oksigen sampai usaha intubasi berikutnya dapat dilakukan. Bila
9

intubasi tetap tidak berhasil, spontan ventilasi seharusnya diadakan


dan dilakukan intubasi sadar.
9. Setelah selesai pembedahan, pasien harus diekstubasi setelah
reflek-reflek jalan napas kembali dan kesadaran sudah pulih.
C. Jelaskan mengenai Malignant Hyperthermia: definisi, pencetus,
angka kejadian, dan penatalaksanaannya
Definisi
Hipertermia maligna adalah suatu komplikasi anestesia yang jarang
namun berpotensi fatal. Keadaan ini ditandai dengan kenaikan suhu
tubuh secara cepat, meningkatnya kekakuan otot, takikardia, dan
asidosis.
Pencetus
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh pemberian anestetik
volatil, namun dapat pula oleh suksametonium. Oleh karena itu
anestetik volatil dan suksametonium sebaiknya dihindarkan selama
anestesia pada pasien dengan risiko tinggi hipertermia maligna.
Semua

hal

yang

diketahui

memicu

keadaan

ini

sebaiknya

dihindarkan selama anestesia.


Angka Kejadian
Kejadian hipertermi maligna biasanya lebih sering pada laki laki
daripada wanita (2 : 1) . Semua Ras dapat terkena, dan insiden
tertinggi terjadi pada individu usia muda dengan rata-rata usia 18.3
tahun. Telah diketahui , bahwa anak anak dibawah usia dibawah 15
tahun didapatkan terjadinya

kemungkinan

hipertermi

maligna

sebesar 52.1 %. Usia termuda yang pernah dilaporkan dan telah


dikonfirmasi dengan uji lab adalah terjadi pada usia 6 bulan dan
yang tertua terjadi pada usia 78 tahun (Rosenberg et al, 2007). Di
china dilaporkan terjadi kejadian Hipertermi maligna pada anak usia
3

tahun

sebelumnya

bulan
yang

dengan

tanpa

dikarenakan

riwayat

pemberian

penyakit
suksinil

keluarga
kolin

dan

sevofluran (shu chia hsu, 2007). Di amerika serikat dilaporkan 1-2


pasien meninggal setiap tahunya karena hipertermi maligna (Anne,
2008).
Penatalaksanaan
Segera hentikan semua zat anestetik volatil.
10

1. Aktifkan situasi kegawatdaruratan.


2. Naikkan ventilasi semenit untuk menurunkan ETCO2. Gunakan
oksigen tinggi dengan melihat SpO2.
3. Berikan dantrolen sodium. Dosis inisial 2,5 mg/kg BB,
dilakukan secara bolus intravena.
4. Dinginkan pasien. Gunakan ice packs di inguinal, aksila dan
leher.
5. Lavase lambung dengan cairan dingin.
6. Hentikan pendinginan jika suhu badan telah mencapai 38,5
C.
7. Ganti CO2 absorber tiap kali telah jenuh.
8. Atasi aritmia sesuai algoritma. Jangan gunakan Ca channel
blocker
9. Dosis lanjutan dantrolen dititrasi sesuai perubahan ETCO2 dan
laju jantung.
10.
Batas dosis total (bolus dan rumatan) dantrolen adalah
10 mg/kg BB, namun boleh ditambah bilamana sangat perlu.
11.
Periksa AGD, elektrolit, kreatinin kinase urin.
Hiperkalemia diatasi dengan insulin dan glukosa, ditambah
hiperventilasi.
12.
Periksa koagulasi lengkap setelah 6-12 jam.
13.
Pastikan semua proses tercatat dan segera dilaporkan
ke Indonesian Malignant Hyperthermia
Jelaskan mengenai
1. Skor mallampati
Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
Grade I: Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
Grade II: Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring

tidak terlihat
Grade III: Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV: Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat

11

2. Cara melakukan konfirmasi posisi ETT setelah dilakukan


intubasi
Melakukan auskultasi pada bagian paru dextra dan sinistra serta
lambung.
3. Skor modifikasi Aldrette
Postanesthesia Discharge Scoring System

Modifikasi dari Aldrete Score yang juga mencakup pengkajian


nyeri, N / V, dan perdarahan bedah, di samping tanda-tanda vital

dan aktivitas.
Score 9 atau 10 menunjukkan kesiapan untuk pindah.

Pendarahan Luka Operasi


Nilai

0 : Berat: lebih dari 3 kali dresing.


1 :

Sedang

sampai

kali

dressing
2 : Minimal: tidak memerlukan dressing

Nyeri
Nilai 0 : Nyeri berlanjut dan perlu pengobatan ulang
1 : Nyeri Mengganggu dan tidak dikendalikan pasien operasi
2 : Nyeri Terkontrol oleh pasien dan dikendalikan

Mual dan Muntah


Nilai

0 :
1 :

Sedang:

mengobati

dengan

obat

Ringan:

mengobati

dengan

obat

IM
2 :
PO
12

Aktifitas
Nilai

0 : Tidak dapat bergerak


1

: Bergerak

membutuhkan

: Bergerak bebas dan tidak pusing

bantuan

BP dan Pulse
Nilai

: > 40% dari baseline pra operasi

: 20-40%

dari

baseline

pra

operasi
2

: Dalam 20% dari baseline pra operasi

4. Skor Bromage
Kriteria Nilai

Gerakan penuh dari tungkai = 0

Tak mampu ekstensi tungkai = 1

Tak mampu fleksi lutut = 2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki = 3

Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.


5. Skor PRST untuk menilai kedalaman anestesi
Untuk mengendalikan kedalaman anestesi pasien dihubungkan
dengan monitor bispectral index score (BIS) serta untuk mengendalikan
kecukupan analgesi dinilai menggunakan skor patient response to surgical
stimuli (PRST).
Nilai BIS dikendalikan antara 40 sampai 60 dan nilai PRST <3.
Intervensi hemodinamik dilakukan apabila didapatkan penurunan atau
kenaikan tekanan darah >30% daripada tekanan darah awal, nilai BIS<40
atau >60 dan nilai PRST >3.
Penurunan tekanan darah >30% diintervensi dengan memberikan
efedrin 5 mg intravena, namun bila terjadi penurunan tekanan darah yang
berulang, maka dilakukan pengurangan dosis propofol rumatan. Bila
kenaikan tekanan darah >30%, diatasi dengan cara memberikan bolus
propofol

dosis

0,5

mg/kgBB,

namun

apabila

berulang

dilakukan

peningkatan dosis propofol rumatan. Bila nilai BIS <40, dilakukan


pengurangan

dosis

rumatan

propofol

dan

bila

BIS>60

dilakukan
13

penambahan dosis rumatan, sedangkan apabila nilai PRST>3, diberikan


penambahan fentanil 1 g/kgBB.
6. Cara menilai ketinggian blockade sensorik pada anestesi spinal

RABA HALUS:

Gunakan sepotong kapas, beberapa orang lebih menyukai menggunakan


ujung jari. Sentuhkan kapas tersebut diatas kulit.
Cobalah untuk mengulangi rangsangannya.
Peragakan dengan kedua mata pasien terbuka, tunjukkan padanya
bahwa anda akan meraba kulitnya. Mintalah pasien mangatakan ya
setiap kali dia merasakan sentuhan.
TES perintahkan pasien untuk menutup matanya, lakukan tes pada
daerah kulit yang bermasalah.
TES NYERI:
Roda bergerigi atau rader sering digunakan Dr. Wartenberg, bisa juga
dengan menggunakan peniti atau jarum tajam dan tumpul.
Peragakan Tunjukkan kepada pasien apa yg anda kerjakan, Jelaskan
bahwa anda ingin agar pasien memberitahukan apakah jarum yang
dirasakan tajam atau tumpul. Sentuh area yang terganggu dengan jarum
dan kemudian sentuh dengan jarum tumpul pada area yg sehat.
TES

mintalah

pasien

menutup

kedua

matanya

kemudian

beri

rangsangan tajam dan tumpul secara acak, dan perhatikan respon pasien.
Dermatom Pada lesi radiks saraf, timbul area penurunan sensasi yang
terbatas pada distribusi segmental. Area kulit yang dipersarafi oleh radiks
spesifik dinamai dermatom.
Baal - Sering pasien mengeluh area baal. Pasien harus diinstruksikan
untuk melukiskan area ini dengan satu jari tangan. Kemudian pemeriksa
harus menempatkan peniti di pusat area baal merangsang ke arah luar
sampai pasien memperhatikan rasa nyeri, dengan cara ini batas
kehilangan sensorik dapat ditentukan.
TES SENSASI SUHU:
Isi tabung dengan air hangat dan dingin.

14

Peragakan saya mau anda mengatakan sesuatu jika saya sentuh anda
dengan tabung yang panas atau dingin. Sentuhkan secara acak tabung air
panas dan dingin pada tangan, kaki atau daerah kulit yang terganggu.
TES PROPRIOSEPSI (Indera posisi)
Propriosepsi harus dites pada jari tangan dan kaki bilateral dengan
memegang sisi lateral phalanx distal, sementara bagian proksimal
phalanx dipertahankan tetap. Mula-mula tes ini dijelaskan kepada pasien
dengan matanya terbuka pemeriksa memperlihtakan apa artinya keatas
dan

kebawah.

Kemudian

pasien

menutup

mata

&

pemeriksa

menggerakkan phalanxnya keatas dan kebawah. Pasien hrs menjawab


apakah sendinya ke atas atau ke bawah.
SENSASI RASA GETAR :
Gunakan garpu tala 128 Hz. Garpu tala dengan frequensi yg lebih tinggi
(256 atau 512 Hz) tidak adekuat.
Peragakan Pastikan pasien mengerti bahwa dia akan merasakan
getaran, dengan memukulkan garpu tala dan meletakkannya diatas
sternum atau dagu.
TES mintalah pasien menutup matanya, tempatkan garpu tala pada
tonjolan tulang, tanyakan pasien dapat merasakan getaran tersebut.
Letakkan pada sendi metatarsal falangeal, malleolus medialis, tuberositas
tibialis, spina iliaka anterior superior, di lengan dan pada ujung jari,
masing-masing sendi interfalangeal, pergelangan tangan, siku dan bahu.
Bila sensasi bagian distal normal, tes tidak perlu dilakukan pada bagian
proksimal
PEMERIKSAAN SENSORIK SEKUNDER :
Streognosis :
Identifikasi taktil obyek dinamai sebagai streognosis. Banyak jenis obyek
yang lazim dapat digunakan seperti uang logam, penjepit kertas, kunci
atau kancing baju. Obyek yg tidak diakrabi harus dihindari. Ketidak
mampuan mengenal suatu obyek dinamai astereognois atau agnosia
taktil.
Grafestesia :

15

Ketidakmampuan mengenal angka atau huruf yang dituliskan pada kulit


dinamai grafestesia. Angka sekitar 1 cm tingginya digambarkan pada
bantalan jari tangan dengan menggunakan pensil.
Kehilangan kemampuan membedakan angka atau huruf dikenal sebagai
grafenestesia.
Diskriminasi dua titik :
Kemampuan membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari
dua ujungdisebut diskriminasi dua titik. Berbagai daerah tubuh bervariasi
dalam

kemampuan

membedakan

dua

titik

pada

tingkat

derajat

pemisahan ber-variasi. Normalnya dua titik terpisah 2 4 mm dpt


dibedakan pd ujung jari tangan, 30-40mm dpt dibedakan pada dorsum
pedis. Tes dpt menggunakan kompas, jepitan rambut.
Sensory inattention.
Mintalah pasien untuk mengatakan kepada anda bagian mana yang anda
sentuh (baik dengan kapas ataupun dengan jarum). Sentuhlah pada
bagian kanan dan kemudian pada bagian kirinya. Jika pasien dpt
membedakan masing-masing secara terpisah, kemudian sentuhkan kedua
bagian pada saat yg sama.
Pengertian Nyeri :
Nyeri

didefinisikan

seseorang

dan

sebagai

ekstensinya

suatu

keadaan

diketahui

bila

yang

mempengaruhi

seseorang

pernah

mengalaminya (Tamsuri, 2007).


Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Fisiologi Nyeri :
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
16

7. Skala/Skor Nyeri :
Skala Nyeri menurut
1. VAS

Cara penggunaan Visual Analog Scale (VAS)


VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa
intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan
setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri
diberi tanda no pain dan ujung kanan diberi tanda bad
pain(nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang
garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan
pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda
yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skornya yang
menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skor tersebut dicatat
untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya.

2.BPS
Behavior Pain Scale
BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada
prosedur yang menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi
tubuh.
Skala ini sudah divalidasi. BPS terdiri dari tiga penilaian, yaitu
ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin
ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4
(respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri maksimal).Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan
sebagai nyeri yang tidak dapat diterima.
Tabel 3. Behaviour Pain Scale

17

Item
Facial expresion

Upper limbs

Descrpition
Relaxed

Score
1

Partially tightened

Fully tightened

Grimacing
No movement

4
1

Partially bent

Fully bent with finger 3


flexion

Permanently
Compliance
ventilation

retracted
with Tolerating movement
Coughing
tolerating

but 2
ventilation

for most of time

Fighting ventilator

Unable

to

control

ventilation
1. Sebutkan Efek samping anestesi spinal

Nyeri tempat suntikan


Nyeri Punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urin
Meningitis

2. Komplikasi anestesi spinal


Intra Operatif:

Hipotensi
Bradikardi
Hipoventilasi
Trauma Saraf
Trauma Pembuluh darah
Mual Muntah
Gangguan pendengaran
Anestesi spinal tinggi atau spinal total

Post Operatif:

Nyeri di punggung
18

Nyeri di tempat suntikan


Nyeri Kepala karena kebocoran liquor
Retensio Urin
Meningitis

3. Keuntungan anestesi spinal dibandingkan anestesi umum:

Lebih murah
Caranya Sederhana
Penggunaan alat minim
Non eksplosif karena tidak menggunakan obat-obatan yang

mudah terbakar
Pasien sadar saat pembedahan
Reaksi stres pada daerah pembedahan kurang bahkan tidak

ada
Perdarahan relatif sedikit
Setelah pembedahan pasien

dibandingkan anestesi umum


Pasien tidak perlu puasa setelah pembedahan selesai

lebih

segar

atau

tenang

4. Kerugian Anestesi spinal dibanding anestesi umum

Terkadang akan sangat sulit untuk menetukan lokasi dural space d

an mendapatkan cerebrospinal fluid.


Anestesi spinal tidak baik jika digunakan untuk pembedahan
dengan

jangka

1aktu

lebihdari

jam. <ika

operasi

atau

pembedahan lebih lama dari % jam maka disarankan


1. Sebutkan obat-obatan dan alat-alat untuk resusitasi jantung
paru otak

19

2. Sebutkan obat-obatan inotropik


Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :
a. Agen inotropik positif
Adalah agen yang meningkatkan

kontraktilitas

miokard,

dan

digunakan untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti


gagal jantung, syok kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.
Contoh: Berberine, Omecamtiv, dopamine, epinefrin (adrenalin),
isoprenalin (isoproterenol), digoxin, digitalis, amrinon, teofilin
b. Agen inotropik negative
Adalah agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan
untuk mengurangi beban kerja jantung.
Contoh : Carvedilol, bisoprolol, metoprolol, diltiazem, verapamil,
clevidipine, quinidin.
20

3. Sebutkan obat-obatan vasopresor


1. Phenylephrine

5. Ephedrine

2. Epinephrine (Adrenaline)

6. Methoxamine

3. Norepinephrine

7. Vasopressin dan Terlipressin

4. Dopamine

8. Isoproterenol
TUGAS TAMBAHAN KELOMPOK

1. MAC adalah
Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration(MAC) anestetik inhalasi
adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50% pasien terhadap
stimulus standar seperti insisi bedah. MAC merupakan ukuran yang berguna karena
merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga dapat membandingkan secara
langsung potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar baku untuk penelitian.
Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada saat
menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh karena itu
memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat menentukan dosis
induksi.

2. Opioid sintetik
PETIDIN
Petidin ( meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping
yang

mendekati

sama.

Secara

kimia

petidin

adalah

etil-1metil-

fenilpiperidin-4-karboksilat.2
Farmakodinamik
21

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor


m (mu). Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek
analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu
paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin,
tetapi leih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis
3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap
nyeri neuropatik. 2
Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut
dalam air.
2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin,
asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah
metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin,
tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin
bentuk asli ditemukan dalam urin.
3. Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia.
4. Seperti morpin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap
sfingter oddi lebih ringan.
5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah
yang tidak ada hubungannya dengan hipiotermi dengan dosis 20-25 mg
i.v pada dewasa. Morfin tidak.
6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
Farmakokinetik
Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik.
Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar
yang dicapai antar individu

sangat

bervariasi.

Setelah pemberian

meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2
jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang
lebih

60%

meperidin

dalam

plasma

terikat

protein.

Metabolisme

meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami


hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami
22

konyugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam


urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam
bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik
otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak
menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk kefetus dan menimbulkan
depresi respirasi pada kelahiran.
Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang
lebih

pendek

daripada

morfin.

Meperidin

digunakan

juga

untuk

menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk


menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin
kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.2,3,4
Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml,
25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis
untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.2
Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa
pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah,
gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.1,2,3,4
FENTANIL
Fentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x morfin.
Fentanil merupakan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperedin. Lebih
larut dalam lemak dan lebih mudah menembus sawar jaringan.2,3
Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih potendibandingkan dengan morfin.
Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan
lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil
23

(dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.
Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah
(dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor
opioid

pada

terminal

saraf

tepi.

Fentanil

dikombinasikan

dengan

droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.


Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif
hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru
ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan
N-dealkilase

dan

hidrosilasidan,

sedangkan

sisa

metabolismenya

dikeluarkan lewat urin.2


Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 /kg
BB

analgesianya

hanya berlangsung 30 menit, karena itu

hanya

dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.


Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan
pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi
dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan
50 mg/ml.1,2,3,4
Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya
dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah
peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, rennin, aldosteron dan
kortisol.
Obat

terbaru

dari

golongan

fentanil

adalah

remifentanil,

yang

dimetabolisir oleh esterase plasma nonspesifik, yang menghasilkan obat


dengan waktu paruh yang singkat, tidak seperti narkotik lain durasi
efeknya relatif tidak tergantung dengan durasi infusinya.
3. Tekanan Parsial
Dalam proses pencampuran gas, masing-masing gas memiliki tekanan
parsial yang merupakan tekanan hipotetis gas pada saat gas tersebut
menempati volume campuran pada suhu yang sama. Tekanan total
24

campuran gas ideal adalah jumlah dari tekanan parsial masing-masing


gas individu dalam campuran.

25

S-ar putea să vă placă și

  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document67 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Ujian Anestesi
    Ujian Anestesi
    Document25 pagini
    Ujian Anestesi
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Asdkas
    Asdkas
    Document26 pagini
    Asdkas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Hernia TIKA
    Hernia TIKA
    Document39 pagini
    Hernia TIKA
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Batu Saluran Kemih TIKA
    Batu Saluran Kemih TIKA
    Document31 pagini
    Batu Saluran Kemih TIKA
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SGDF
    SGDF
    Document28 pagini
    SGDF
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Referat Transfusi Darah
    Referat Transfusi Darah
    Document33 pagini
    Referat Transfusi Darah
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Ca Mammae
    Ca Mammae
    Document46 pagini
    Ca Mammae
    Fahmi Azhari Basya
    Încă nu există evaluări
  • Status Neuro
    Status Neuro
    Document4 pagini
    Status Neuro
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • PERDARAHAN OBSTETRIK
    PERDARAHAN OBSTETRIK
    Document35 pagini
    PERDARAHAN OBSTETRIK
    tkdsmwn
    Încă nu există evaluări
  • Fraktur Dan Dislokasi: Referat
    Fraktur Dan Dislokasi: Referat
    Document39 pagini
    Fraktur Dan Dislokasi: Referat
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab I
    Bab I
    Document16 pagini
    Bab I
    Daniel Bramantyo
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document67 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab I LPM
    Bab I LPM
    Document30 pagini
    Bab I LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab V & Vi LPM
    Bab V & Vi LPM
    Document4 pagini
    Bab V & Vi LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab Ii LPM
    Bab Ii LPM
    Document18 pagini
    Bab Ii LPM
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Kuesioner Pola Makan
    Kuesioner Pola Makan
    Document4 pagini
    Kuesioner Pola Makan
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • BSK
    BSK
    Document29 pagini
    BSK
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document5 pagini
    Bab Iii
    Unidya Febrina
    Încă nu există evaluări
  • Preskas
    Preskas
    Document6 pagini
    Preskas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Referat HZV
    Referat HZV
    Document19 pagini
    Referat HZV
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • SKABIES LAPORAN
    SKABIES LAPORAN
    Document6 pagini
    SKABIES LAPORAN
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Age Related Maculopathy
    Age Related Maculopathy
    Document18 pagini
    Age Related Maculopathy
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Preskas
    Preskas
    Document6 pagini
    Preskas
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări
  • Referat
    Referat
    Document23 pagini
    Referat
    AtikaQistyDesmawan
    Încă nu există evaluări