Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
oleh
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kepada Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua sehingga sebuah kajian yang membahas tentang Hakikat
Pembelajaran: Penggunaan Media Sumber Belajar Dalam Proses Pembelajaran ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Walaupun hasilnya masih jauh dari apa yang menjadi
harapan dosen pengampu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen Program Pasca Sarjana Bahasa
Indonesia sebagai pengampu mata kuliah Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, yaitu Dr. Munaris, M.Pd. yang telah memberikan arahan terkait tulisan ini.
Terimakasih pula kepada teman-teman yang telah memberikan banyak saran dan
pengetahuannya sehingga menambah hal baru bagi penulis. Terutama sumbangannya
berupa referensi mengenai Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini.
Demikian, harapan penulis semoga hasil pengkajian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Abad Melinium yang dicirikan dengan era global telah menuntut peningkatakan
daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, telah menimbulkan orientasi baru dalam
pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yang
bermakna, karena dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita,
sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu
pembelajaran yang bermakna menjadi isu penting dalam pendidikan seperti yang telah
dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century
(Delors, 1995), suatu komisi yang dibentuk oleh UNESCO dan bertugas mengkaji
pendidikan yang tepat untuk abad ke-21.
Laporan itu mengatakan bahwa untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan,
pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi
relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar
sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun
untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling
ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar
pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2)
learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan
keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar menggunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni peserta didik
belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya
saling menghargai antara sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus
mampu membekali setiap peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai
dan sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan
(knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar
itulah dapat terbentuk kompetensi.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki dan
dikuasai peserta didik yang dapat tertampilkan secara nyata dalam memecahkan
/menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupan. Jadi seseorang dikatakan kompeten apabila
padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi
tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun agar setiap individu dapat
survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dalam era global ini.
3
penilaian
BAB II
PEMBAHASAN
individual; sehingga ia disebut asesmen berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang
diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka
asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari).
Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus
dilakukan kepada proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis
kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan individual.
Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis tes
objektif (seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan lain-lain) yang dimasa lalu
mendominasi penilaian di sekolah tidak lagi relevan saat ini. Sudah saatnya (dan secepat
mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh dengan penggunaan asesmen
otentik seperti asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, dan projek.
4. Implementasi Asesmen Otentik
a. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugastugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan
dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang
ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil
yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil
kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis
untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program
tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja
(performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring
guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas,
dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi
komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen
tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic
scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu
performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa
unsur dominan dari suatu performansi.
b. Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat
kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun
kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement
goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan
pencapaian tujuan belajarnya.
Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri
merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu
pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang
merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan
kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa,
ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan
tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang
lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi
(achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (selfjudgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, Apakah tujuanku telah tercapai?
Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?
Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk
membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan
bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan
self-reaction dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
(1)
Goals
(2)
Effort
(3)
Achievement
Self-evaluation
(4)
Self-judgment
(5)
Self-reaction
(6)
SelfEvaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi
yang sangat berperan dalam proses
confidence
belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross
menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan
7
empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua
komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu
bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan
umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka
untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak
peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk
sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini
dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian
adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan
menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan
mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri
dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya.
c. Esai
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan
tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas.
Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka
(extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada
kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun
ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau
jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1) menyebutkan
pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ide-idenya, dan
(4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban
terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup
jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh
peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk asesmen otentik.
Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih
tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus
mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun
atau
terorganisasi.
Kelemahan
esai
adalah
berkaitan
dengan
penskoran.
skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui
penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).
d. Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti
(evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan
portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam
pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis
kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan
semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan
tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah
portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase
portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah
kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu
artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat
dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik
diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat
lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan
pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target
kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif
karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama,
(2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi
kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan demikian, asesmen
portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat tepat untuk menjawab
tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya
peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
(1) Sampel Karya Peserta didik
Sampel karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke
waktu. Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem
matematika, maupun eksperimen.
tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi guru, maupun preferensi peserta didik.
Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan hasil sama
pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses
mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen konvensional yang
hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan memang, penilaian
proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik
mencapai produk yang sebaik-baiknya.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh peserta didik, baik yang
berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry). Sumber informasi
dapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal). Bahan
non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang dapat
menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai pebelajar. Catatan dan bahan evaluasidiri juga merupakan bagian dalam folder.
(2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
OMalley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa self-assessment is
the key to portfolio. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri peserta didik dapat
membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya
apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat
melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi
tujuan
perbaikan
(improvement
goal).
Dengan
demikian
peserta
didik
lebih
: Pertunjukan Drama
2. Petunjuk
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
REFERENSI
14
15
1. Indikator Kompetensi :
mampu membuat ringkasan sepanjang 3 5 kalimat tentang isi bacaan
mampu menjawab sejumlah pertanyaan tentang isi bacaan secara keseluruhan
menunjukkan minat untuk membaca wacana naratif
mampu melakukan perbaikan terhadap draf karangan yang dibuat
mampu membuat sebuah karangan pendek dengan isi, organisasi, dan tata bahasa yang baik
menunjukkan minat terhadap aktivitas mengarang utamanya naratif
mampu menampilkan suatu drama pendek dalam kelompok (sepanjang 5-7 menit)
menunjukkan kerjasama dalam persiapan drama pendek
2. Materi : Wacana naratif dari kesusastraan Indonesia Modern dengan topik Kasih Sayang.
3. Kegiatan belajar Mengajar (sesuai dengan kompetensi dasar, seperti aktivitas belajar mandiri,
kelompok, dan klasikal):
4. Asesmen : Portofolio
4.1 Proses (kompetensi dasar 2.1, 2.3, 2.4, 2.6, dan 2.8)
4.2 Produk (kompetensi dasar 2.2, 2.5, dan 2.7)
2. Pengembangan Instrumen Portofolio
a. Yang memfasilitasi proses
Kompetensi dasar 2.1 : membuat ringkasan (membaca mandiri)
Jurnal Membaca
Judul Buku: ..
Tanggal mulai :
NO. TGL.
HALAMAN
(misalnya, hal.
1 15)
Tanggal selesai:
RINGKASAN
KOMENTAR
(tentang isi yang dibaca)
(perasaan/pendapat
alur/topik/tokoh, dll).
tentang
Ya/
Tidak
Cek
16
6.
7.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Cek
Cek
Catatan:
Guru dapat menggunakan ceklis-ceklis ini dalam proses menulis, dapat pula mengembangkan
ceklis baru sesuai keperluan. Guru juga perlu mempertimbangkan tingkat kelas peserta didik, untuk cocok
tidaknya ceklis ini digunakan. Berdasarkan pertimbangan tertentu, guru dapat juga hanya memberikan
umpan balik secara umum kepada tulisan peserta didik (pada saat konferensi peserta didik-guru), untuk
selanjutnya peserta didik melakukan perbaikan.
Berdasarkan pengalaman penulis, cukup sulit bagi peserta didik untuk membangun kebiasaan baru
menggunakan ceklis evaluasi-diri ini. Karena itu, pada awal-awal menggunakan asesmen portofolio, guru
harus berbicara dengan peserta didik tentang maksud asesmen tersebut, menjelaskan cara-cara melakukan
kegiatan asesmen, menolong mereka melakukannya, dan membangun rasa percaya diri peserta didik untuk
bisa menerima kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang pebelajar.
17
Bagi
saya,
pelajaran
menulis/mengarang
penting/tidakpenting*)
karena
*) pilih salahsatu
Komentar Guru:__________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
Kompetensi Dasar 2.8: Kerjasama dalam Kelompok
Kerjasama dalam Kelompok
Kelompok:
Tugas:
Nama Peserta didik
Inisiatif
Saling
menghargai
Disiplin
Penilaian
(deskriptif)
guru
No.
1.
2.
3.
Kisi-kisi jawaban atas pertanyaan yang diberikan tentang isi bacaan (esai)
Poin yang harus ada
Kriteria Penilaian
5 poin (,,,..,)
Setiap poin nilai 20
4 poin (.......,..,,..)
Setiap poin nilai 25
Dst.
Jumlah
Rerata
18
Komponen
Bobot
1.
Isi Karangan
2.
3.
Organisasi Ide
Penggunaan Kosakata
2
2
4.
Penggunaan Tatabahasa
5.
Penggunaan Mekanika
(ejaan dan tandabaca)
No.
1.
2.
3.
Nama Peserta
didik
Ayu Tika H.
Damar S.
Dst.
skor
(1 5)
Indikator
Relevansi topik dengan substansi tugas,
Pengembangan
thesis
statement,
Wawasan tentang topik
Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide
Kompleksitas dan efektivitas kalimat,
Akurasi penggunaan tatabahasa
Keluasan
kosakata,
Ketepatan
penggunaan kata dan idiom, Ketepatan
bentuk-bentuk kata
Kepatuhan pada konvensi/aturan-aturan
penulisan,
Ketepatan
penggunaan
tanda-tanda baca dan huruf besar,
Kebenaran ejaan
Org.
Kskt.
Ttbhs.
Jml
Rerata
Mknk.
KOMPONEN
Topik
Alur
Akurasi Bahasa
Kelancaran
Improvisasi
Kerjasama (kekompakan)
Jumlah
Rerata (jumlah : 6)
RATING (1-5)
Folder Portofolio
Folder portofolio adalah sekumpulan bukti proses dan hasil belajar yang disimpan dalam suatu
folder yang terbuat dari kantong plastik, amplop besar atau yang lain. Instrumen-instrumen portofolio di atas
mengumpulkan informasi dari berbagai kegiatan kebahasaan yang telah dilakukan, dan disimpan dalam
folder portofolio peserta didik. Informasi itu mencakup domain kognitif (menjawab pertanyaan bacaan
secara esai, membuat ringkasan dari apa yang dibaca, dan lain-lain), domain afektif (minat, kerjasama), dan
psikomotor (karangan dan drama pendek).
Pada akhir masa pembelajaran ini, peserta didik akan menyetorkan foldernya kepada guru. Isi
folder portofolio tersusun berturut-turut dari atas ke bawah adalah:
19
1) Kata pengantar yang isinya penilaian peserta didik terhadap kelebihan dan kekurangan dari
portofolionya, dan dirinya sebagai pebelajar bahasa.
2) Daftar isi Portofolio
3) Entri/karya (termasuk karya terbaik hasil pilihan peserta didik dengan temannya, dan atau
dengan guru), baik berupa naskah, rekaman, foto, dll.
4) Draf-draf untuk mencapai karya-karya tersebut di atas
5) lembar evaluasi diri (misalnya, ceklis minat membaca)
6) Catatan-catatan guru (termasuk penilaian guru terhadap portofolio tersebut).
Analisis dan Pelaporan
Contoh-contoh instrumen di atas menunjukkan bahwa penilaian guru terhadap perkembangan dan
prestasi peserta didik diberikan berupa skor (angka) maupun deskripsi. Tetapi pada dasarnya, semua
penilaian tersebut bersifat deskriptif karena skor-skor yang diberikan merupakan refleksi dari komponenkomponen dengan deskripsi yang jelas (dalam instrumen di atas ditunjukkan hanya komponennya saja). Hal
ini sangat berbeda dengan pemberian skor dalam tes objektif (misalnya, jawaban benar diberi skor 1,
jawaban salah disekor 0).
Untuk menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar portofolio
dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang baik), dan dikomentari secara deskriptif.
Komentar deskriptif tersebut berisi antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saransaran untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk nilai raport, guru akan
memiliki nilai dari setiap entri, setiap folder, dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun
sumatif). Dapat dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh guru. Oleh karena itu, perlu
ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai
bahan penilaian formatif maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot
untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus disesuaikan dengan
tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
20
Penilaian :
No.
1.
Dimensi
Artefak
2.
Deskripsi artefak
3.
Isi Laporan
4.
Penggunaan Bahasa
21
22