Sunteți pe pagina 1din 11

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

Nur Haerat R. Jahuddin, Shinta N. Barnas


I. PENDAHULUAN
Moluskum kontagiosum merupakan penyakit yang disebabkan oleh
poxvirus yang berasal dari genus Molluscipox virus, Molluscum contagiosum
virus (MCV). Moluskum kontagiosum dapat ditemukan di seluruh dunia
dengan distribusi kejadian paling sering pada daerah tropis. Moluskum
kontagiosum bersifat endemis dengan insiden tersering pada daerah padat
penduduk, hygiene yang buruk dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan aktivitas
seksual aktif dan status imunodefisiensi. Angka kejadian moluskum
kontagiosum di seluruh dunia diperkirakan sebesar 2% - 8%, dengan
prevalensi 5% - 18% pada pasien HIV/AIDS.1
Moluskum kontagiosum dapat menular melalui hubungan seksual,
akan tetapi itu bukan satu-satunya cara penularannya. Transmisi juga dapat
terjadi melalui kontak kulit atau kontak membran mukosa.2
Diagnosis moluskum kontagiosum pada sebagian besar kasus dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis yang tampak. Secara klinis
tidak terlalu sukar untuk menegakkan diagnosis moluskum kontagiosum,
karena bentuk lesi cukup khas, berupa papul padat dengan umbilikasi sentral,
serta distribusi lesi tertentu pada anak dan dewasa.3
Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa komplikasi
pada pasien imunokompeten. Sebelum melakukan penatalaksanaan sebaiknya
mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluarga pasien mengenai resiko dan
keuntungan pengobatan.2
Meskipun beberapa pasien menunjukkan gejala asimtomatik, pruritus
merupakan gejala yang sering muncul, terutama pada pasien dengan dermatitis
atopi. Konjungtivitis kronik dan keratitis juga dapat terjadi apabila lesi
moluskum berlokasi di kelopak mata. Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi
akibat adanya trauma pada lesi, misalnya garukan.2,4
II. DEFINISI
Moluskum kontagiosum merupakan penyakit yang disebabkan oleh
poxvirus yang berasal dari genus Molluscipox virus, Molluscum contagiosum

virus (MCV). Moluskum kontagiosum merupakan penyakit infeksi pox virus


yang paling sering terjadi, dan terutama mengenai pada anak-anak. Sedangkan
pada orang dewasa, moluskum kontagiosum dapat tertular dari hubungan
seksual serta dapat pula merupakan indikasi adanya imunodefisiensi misalnya
pada pasien AIDS.1,5
III.EPIDEMIOLOGI
Tiga kelompok utama yang terkena adalah: anak-anak, dewasa yang
aktif secara seksual, dan orang-orang dengan imunosupresi, terutama mereka
terinfeksi HIV. Prevalensi infeksi moluskum telah meningkat secara signifikan
dalam beberapa dekade ini, tercatat peningkatan 11 kali lipat pasien datang
dengan infeksi ini dalam 2 dekade. Peningkatan ini terjadi pada seluruh
jumlah penyakit melalui hubungan seksual. Rata-rata variasi berdasarkan
lokasi dan diperkirakan infeksi sub-klinis lebih umum terjadi daripada klinis.
Pasien yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus memiliki resiko tinggi
terkena infeksi yang lama, dan pasien yang memiliki riwayat atopi dapat
memiliki lesi yang lebih banyak dan masa infeksi yang lama.2
Moluskum kontagiosum dapat menular melalui hubungan seksual,
akan tetapi itu bukan satu-satunya cara penularannya. Transmisi juga dapat
terjadi melalui kontak kulit atau kontak membran mukosa. Handuk mandi,
kolam renang dan bak mandi telah dilaporkan sebagai sumber infeksi, dan
individu-individu yang terlibat olahraga yang mengharuskan kontak jarak
dekat (contoh: gulat) juga bisa menjadi resiko tinggi. Insidensi moluskum
meningkat pada individu dengan dermatitis atopi dan immunosupresi. Pada
pasien dengan dermatitis atopi dan pasien immunosupresi dapat tertular
melalui infeksi yang luas, garukan pada kulit, dan penggunaan steroid
topikal.2,4,6,7
IV. ETIOLOGI
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe
poxvirus yang berhubungan, MCV-1 sampai MCV-4, dan varian-variannya.
Meskipun proporsi dari infeksi disebabkan oleh beragamnya letak geografis,
di seluruh dunia infeksi MCV-1 merupakan yang paling sering. Pada anakanak sebetulnya semua infeksi disebabkan oleh MCV-1. MCV merupakan

poxvirus yang besar, dan berbentuk seperti bata yang bereplikasi dalam
sitoplasma dalam sel. Terdapat beberapa kesamaan genomik dengan poxvirus
yang lainnya. Terdapat empat sub-tipe dari MCV tapi semuanya identik secara
klinis. 98% dari penyakit di Amerika Serikat disebabkan oleh MCV tipe 1.
MCV 3 dan MCV 4 jarang ditemukan. Pada pasien infeksi HIV, MCV 2
merupakan penyebab infeksi paling sering (60%). 2,8,9

Gambar 1. Virion Molluscum contagiosum virus dengan mikroskop electron pembesaran


200.000x (Dikutip dari Kepustakaan 2)

Pada orang dewasa yang sehat, koloni MCV dapat ditemukan di


epidermis dan infundibulum dari folikel rambut. Secara mikroskopis, MCV
belum dapat dibedakan dengan golongan poxvirus yang lainnya. Dan sampai
saat ini, MCV belum dapat dibiakkan atau dikultur pada sel jaringan atau pada
hewan percobaan. 3,7
V. PATOFISIOLOGI
Virus bereplikasi dalam sitoplasma di sel epitel, dan sel yang telah
terinfeksi bereplikasi sebanyak dua kali dari rata-rata. Ada banyak gen MCV
yang dapat merusak sistem imun, termasuk (1) homolog dari kebanyakan
histokompatibilitas tingkat 1 rantai berat, dimana dapat berinterfensi dengan
presentasi antigen (2) homolog kemokin yang menghambat inflamasi dan (3)
homolog glutathione peroxide yang dapat melindungi virus dari bahaya
oksidatif dari peroxida.2
Infeksi virus dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertropi pada
epidermis. Inti virus ditemukan di semua lapisan epidermis. Pusat replikasi
virus ditemukan pada lapisan sel granuler dan malpigi. Badan molluscum

berisi virion dewasa dalam jumlah yang besar. Virion ini berisi struktur seperti
kantung yang kaya akan lipid dan kolagen yang diketahui dapat menghalangi
reaksi imunologis oleh induk. Robekan terjadi pada pertengahan luka dan
keluarnya sel yang telah terinfeksi virus. MCV merangsang tumor jinak
disamping lesi cacar yang biasanya nekrosis disertai virus cacar yang lain.1
VI. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berkisar antara 1 minggu sampai 6 bulan dengan waktu
rata-rata 2 3 bulan. Moluskum kontagiosum sering memperlihatkan papul
kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm
(giant molluscum). Pada lesi yang paling besar terdapat keratotik sentral
sehingga pada bagian tengah lesi terdapat lekukan (delle) atau umbilikasi. Jika
dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. Lesi ini
digolongkan dalam cluster atau dalam bentuk linear. Biasanya merupakan
hasil dari koebnerisasi atau perkembangan lesi pada trauma. Eritema dan
eksema dapat muncul di sekitar lesi; hal ini disebut Moluskum dermatitis.
Papul dapat menjadi eritematosa, hal ini dipercaya merupakan respon imun
dari infeksi. Pasien dengan sindrom immunodefisiensi dapat memperlihatkan
lesi yang besar dan ekstensif baik di daerah genital maupun ekstra genital.2,3,7,10

Gambar 2. Moluskum kontagiosum. A. Moluskum kontagiosum dengan lesi berbentuk papul ,


diameter 1-2 mm, dengan umbilikasi sentral. B. Lesi multiple yang tersebar dan terjadi
inflamasi (Dikutip dari Kepustakaan 2)

Distribusi lesi moluskum kontagiosum, pada anak anak biasanya


terdapat di badan, muka, ekstremitas, perianal, skrotum, dan inguinal. Pada
orang dewasa, biasanya moluskum kontagiosum ditularkan melalui hubungan

seksual, sehingga banyak terdapat di daerah genitalia dan abdomen bagian


bawah. Lesi juga dapat timbul intraoral, perioral, intraocular, periokular, dan
sangat jarang timbul pada telapak tangan atau telapak kaki. 3
VII.

DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
seperti histopatologi yang menunjukkan gambaran seperti HendersonPaterson body, dapatlah ditegakkan diagnosis moluskum kontagiosum.
Penegakan diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara
langsung. Penilaian kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dapat
dilakukan dan evaluasi histopatologi dapat dilakukan pula.2
Pada pemeriksaan histopatologi memperlihatkan epidermis yang
hipertropi dan hiperplastik. moluskum kontagiosum memiliki karakteristik
gambaran histopatologi. Pada bagian atas lapisan basal dapat ditemukan
pembesaran sel yang mengandung inklusi intrasitoplasmi (HendersonPaterson body). 2

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Karsinoma sel basal
Bentuk nodolus merupakan bentuk yang paling sering ditemukan.
Pada tahap permulaan sangat sulit ditentukan malah dapat berwarna seperti
kulit normal atau menyerupai kutil. Gambaran klinis yang khas berupa
gambaran keganasan dini seperti: tidak berambut, berwarna coklat/hitam,
tidak berkilat (keruh). Bila sudah berdiameter 0,5 cm sering ditemukan
pada bagian pinggir berbentuk papular, meninggi, anular, di bagian tengah
cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus (ulcus rodent) kadangkadang ditemukan telangiektasis. 10,11

Gambar 3.Karsinoma sel basal tipe nodular (Dikutip dari Kepustakaan 9)

Gambar 4. Karsinoma sel basal tipe kistik (Dikutip dari Kepustakaan 9)

Saat ini belum ada pilihan terapi yang tepat untuk karsinoma sel
basal. Terapi disesuaikan dengan jenis tumor, lokasi tumor, usia dan
keadaan umum dari pasien. Cryotherapy, kuretase, kauterisasi, dan
photodynamic biasanya digunakan pada lesi yang superficial. Pengobatan
dengan kuretase dan kauterisasi lebih sering digunakan pada pasien
dengan usia lanjut.4
2. Veruka vulgaris
Veruka vulgaris terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat
pada orang dewasa. Tempat predileksinya terutama pada ekstremitas
bagian ekstensor, walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian
tubuh yang lain termasuk mukosa mulut dan hidung.10,11

Gambar 5. Veruka vulgaris pada tangan (Dikutip dari Kepustakaan 7)

Terapi pada veruka vulgaris dapat dilakukan dengan pemberian


bahan kaustik seperti larutan AgNO3 25%, asam trikloroasetat 50%, dan
fenol likuifaktum. Selain dengan pemberian bahan kaustik, veruka juga
dapat diobati dengan pembedahan misalnya bedah beku, bedah scalpel,
bedah listrik, dan bedah laser.10
3. Keratoakantoma
Keratoakantoma sering terjadi pada daerah kulit yang terpapar.
Lebih dari 2/3 timbul pada daerah wajah dan sisanya di daerah tangan.
Lesi awalnya berupa papul berwarna merah mudah yang dapat membesar
dengan cepat, dapat mencapai diameter 1 cm dalam satu sampai dua bulan.
Setelah 5-6 minggu pada bagian tengah dari nodul terbentuk keratin. Jika
dibiarkan dalam 6-12 bulan, lesi ini dapat sembuh spontan namun
meninggalkan bekas luka.4

Gambar 6. Papul keratoakantoma dengan bagian sentral mengalami keratinisasi (Dikutip


dari Kepustakaan 4)

Eksisi

atau

kuretase

dan

kauterisasi

dapat

efektif

pada

keratoakantoma. Kuretase biasanya diperlukan pada terapi, akan tetapi


tindakan ini hanya dapat dilakukan satu kali. Apabila kuretase tersebut
masih belum efektif, maka lesi harus di eksisi lebih luas.4
IX. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa komplikasi
pada pasien imunokompeten. Sebelum melakukan penatalaksanaan sebaiknya
mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluarga pasien mengenai resiko dan
keuntungan pengobatan. 2
a. Pencegahan
Hindari kontak langsung dari kulit ke kulit dengan individu yang
memiliki moluskum. Pada pasien infeksi HIV dengan moluskum pada
daerah dagu sebaiknya meminimalkan cukur atau menumbuhkan jenggot.7
b. Terapi Topikal
Banyak ahli menggunakan cantharidin 0,7% atau 0,9% liquid
untuk pengobatan moluskum. Cantharidin merupakan ekstrak dari
serangga, Cantaharis vesicatoria, yang merangsang vesikulasi pada
dermoepidermal ketika dioleskan secara topikal pada kulit. Obat ini harus
dioleskan dengan hati-hati dan dicuci sekitar dua sampai enam jam
kemudian. Tidak dianjurkan untuk penggunaan pada wajah atau daerah

genital, dan keluarga harus dikonseling berhubungan dengan resiko ringan


dari reaksi ekstrim atau bekas luka. Pengobatan terapi topikal lainnya yaitu
retinoid cream, Imiquimod cream, asam salisilat, cidofovir, pasta
silvernitrat dan tape stripping.2
Marsal JS dkk melakukan penelitian yang menunjukkan KOH atau
potasium hidroksida topikal 10 %-15% dapat berpotensi menjadi
pengobatan yang efektif dan aman bagi pasien pada penanganan utama
dan mengurangi rujukan ahli kulit dan rumah sakit. 1
c. Terapi Sistemik
Cimetidine oral telah menunjukkan kesuksesan. Analisis dari
Cochrane database menunjukkan hanya lima terapi yang berkualitas
tinggi, ditemukan hasil tidak ada satupun intervensi yang meyakinkan
efektifitas dari pengobatan moluskum kontagiosum. Kebanyakan pasien
memilih pengobatan cantharidin topikal sebab dirasakan paling efektif dan
tidak sakit. 2
d. Tindakan
Pengobatan

konvensional,

yaitu

kuretase

dan

kriptoterapi,

meskipun kedua pengobatan ini memberi rasa sakit, penggunaan anastesi


topikal dapat menghilangkan rasa sakit.2

X. KOMPLIKASI
Meskipun beberapa pasien menunjukkan gejala asimtomatik, pruritus
merupakan gejala yang sering muncul, terutama pada pasien dengan dermatitis
atopi. Konjungtivitis kronik dan keratitis juga dapat terjadi apabila lesi
moluskum berlokasi di kelopak mata. Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi
akibat garukan pasien pada lesi.
XI. PROGNOSIS
Umumnya kasus moluskum kontagiosum dapat sembuh sendiri dalam
waktu 6-9 bulan, namun juga dapat sampai beberapa tahun.
DAFTAR PUSTAKA

10

1. Hanson D. Molluscum contagiosum. Dermatology online journal 9(2):2


[Cited

10

Januari

2016].

Available

from

URL:

http://escholarship.org/uc/item/6z11d13p
2. Tom W., Friedlander SF., In: Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI.,Gilchrest
BA., Paller AS., Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
Poxvirus infections. 7th edition.2. New York; McGraw-Hill Medicine 2008;
1911-1913
3. Nugroho SA. Moluskum kontagiosum. Dalam: Daili SF, Makes WI, Zubier F.
Infeksi menular seksual. Edisi 4. Cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2011. hal. 166-8
4. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical dermatology. Forth edition.
USA: Blackwell Publishing; 2008. hal. 243-4
5. Buxton PK. ABC of dermatology. Fourth edition. London: BMJ Publishing;
2003. hal. 93-4
6. Adler A, Cowan F, French P, Mitchell H, Richens J. ABC of sexually
transmitter infection. Fifth edition. London: BMJ Publishing; 2004. hal. 59
7. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical
dermatology. Sixth edition. New York; McGraw-Hill Medicine; 2009. hal.
771-5
8. Bhatia AC. Molluscum contagiosum. Medscape reference [Cited 10 Januari
2016]. Available from file: ///E:/referat/medscape/molluscum contagiosum
9. James DW., Berger TG., Elston DM., Andrews Disease of The Skin:
Clinical Dermatology. Viral diseases. 10th edition. British; Saunders Elsevier
2006; 367-420
10. Handoko RP. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2010. hal. 114-5
11. Siregar. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi 2. Penerbit buku
kedokteran; 2013. hal. 79

11

S-ar putea să vă placă și