Sunteți pe pagina 1din 31

Definisi

Penyakit jantung rematik, yang dalam istilah medisnya Rheumatic Heart Disease merupakan
suatu kondisi jantung yang mengalami kerusakan pada katup jantung dan selaputnya berupa
penyempitan, perlengketan, dan kebocoran katup mitral, yang disebabkan gejala sisa ketika
terserang demam rematik. Gejala penyakit jantung ini ditandai dengan demam rematik.
Adapun demam rematik itu sendiri merupakan demam yang terjadi karena terinfeksi kuman
Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernapasan bagian atas.
Epidemiologi
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo)
adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan
bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 515 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara
orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun,
dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.
Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan
penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal
jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan
gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka kematian PJR
bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per 100,000 populasi di
Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh
dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio WHO Amerika
sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs ( Disability-adjusted life years )
kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4
per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling
banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak
usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik
tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan
60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih
sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini
memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini
memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi.
Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi
murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni
insufisiensi.
Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat (National
Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor
satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah kematian akibat penyakit
ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia sebanyak 80.812
penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah penderita penyakit kardiovaskuler
yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1% hipertensi, 14.5% demam rematik dan
rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan, 2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang
katup jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia
sebesar 7.2% berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga

kesehatan hanya ditemukan sebesar 0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan sebesar 12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif
menyerupai gejala penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar
antara 2.6% di Lampung sampai 12.6% di NAD
Etiologi dan Faktor Resiko
Streptococcus Pyogenes

Klasifikasi
: Kokus, gram positif
Epidemiologi : habitatnya di kulit, membran mukosa. Dan penyebarannya melalui
droplet yang terjadi biasanya di ruangan yang ramai
Struktur
:
Kapsul :
terdiri dari asam hyaluronat yang tidak terdeteksi
sehingga tidak dianggap benda asing oleh tubuh
Dinding sel :
Fimbria : mempunyai protein-M sebagai faktor virulensi utama
Karbohidrat
Protein F:untuk membantu bakteri menempel pada pharinx
Produk :
Sitokin
Streptolysin O dan S: untuk merusak sel-sel dengan cara melisis sel-sel
di sekitarnya
Streptokinase : membantu mengubah plasminogen menjadi plasmin
sehingga penyebaran infeksi semakin mudah
C5a peptidase : inaktivator c5a
Streptodornase
: membantu nekrosis DNA sel

Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.


Streptococcus -hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis
berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus
pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab
terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan
penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis,
dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.
Morfologi dan identifikasi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti
rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai
akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau
kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus
terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak
memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan
cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus
atau lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram
negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur

beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa
strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung
yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita
demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini;
bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus
demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi
terhadap streptococcus.
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal
dengan status reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.
Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju,
jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah
yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang
letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran
rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Agen penyebab adalah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus group A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
reumatik, baik pada serangan utama atau pada serangan ulang.
Faktor predisposisi DR dan PJR adalah :
1
2
3
4
5

Riwayat infeksi Streptococcus sebelumnya


Genetik : lebih sering pada kembar monozigotik dan berhubungan dengan antigen
HLA
Kemiskinan dan kepadatan penduduk
Usia : 90% serangan DR pertama pada usia 5-15 tahun
Sistem imun

Kuman Streptokokus grup A merupakan kuman yang terbanyak menimbulkan


tonsilofaringitis, di mana juga menyebabkan demam reumatik. Hampir semua Streptokokus
grup A adalah beta hemolitik.
Infeksi terjadi apabila organisme melekat pada permukaan endokardium selama
episode bakteremia. Pada beberapa kasus, penyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada
kasus pemakai obat terlarang intravena yang menyuntikkan bahan tercemar secara langsung
ke dalam aliran darah; infeksi di tempat lain atau riwayat tindakan gigi, bedah, atau intervensi
lainnya (misal: kateterisasi urin) juga dapat menyebabkan penyebaran kuman ke aliran darah.
Namun, pada kasus lain, sumber bacteremia tidak jelas dan mungkin berkaitan dengan cedera
ringan di kulit atau mukosa, seperti yang mungkin ditemukan selama menggosok gigi.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang
penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah
berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum

diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam
penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produkproduk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNAase
misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita
yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar
antibodi lainnya sudah normal kembali. ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang
paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus.
Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan
kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus,
maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian
atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.
Streptococcus -hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok serologis
berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A (Streptococcus
pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan bertanggung jawab
terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan etiopatogenesis demam rematik dan
penyakit jantung rematik. Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis,
dengan puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun.
Patofisiologi
Teori yang paling dapat diterima adalah teori imunologi.
Streptokokus memiliki kapsul yang terdiri atas protein M kemudian menempel pada endotel
mukosa (saluran napas atas), mensekresi toksin yang dapat memicu radang dan membantu
penyebaran ke aliran darah. Sel APC mempresentasikan antigen SGA yang berupa protein M
pada sistem imun spesifik (sel B dan sel T), kemudian sel ini tersensitasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi.

Mekanisme patogenesis Streptokokus


Proses sensitasi akan memicu sekresi antibodi terhadap protein M oleh sel plasma, aktivasi
sel T menjadi sel T efektor dan sel memori terhadap antigen protein M. Perlu diketahui,
bahwa didalam tubuh kita protein M juga dimiliki oleh jaringan ikat kulit, SSP, sendi,
sarkolema dan myosin jantung, akibatnya selain menyerang kuman SGA, sel-sel spesifik
tersebut menyerang jaringan sendiri (Autoimunitas) akibatnya terjadi kerusakan jaringan dan
muncul manifestasi DR.
Apabila DR tidak segera diatasi maka proses lebih lanjut adalah kelainan yang terjadi pada
katup yang disebut sebagai Penyakit Jantung Reumatik PJR.

Teori yang paling dapat diterima adalah teori imunologi.Streptokokus memiliki


kapsul yang terdiri atas protein M kemudian menempel pada endotel mukosa (saluran
napas atas), mensekresi toksin yang dapat memicu radang dan membantu penyebaran
ke aliran darah. Sel APC mempresentasikan antigen SGA yang berupa protein M pada
sistem imun spesifik (sel B dan sel T), kemudian sel ini tersensitasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi.

Proses sensitasi akan memicu sekresi antibodi terhadap protein M oleh sel
plasma, aktivasi sel T menjadi sel T efektor dan sel memori terhadap antigen protein
M. Perlu diketahui, bahwa didalam tubuh kita protein M juga dimiliki oleh jaringan
ikat kulit, SSP, sendi, sarkolema dan myosin jantung, akibatnya selain menyerang
kuman SGA, sel-sel spesifik tersebut menyerang jaringan sendiri (Autoimunitas)
akibatnya terjadi kerusakan jaringan dan muncul manifestasi DR.Apabila DR tidak
segera diatasi maka proses lebih lanjut adalah kelainan yang terjadi pada katup yang
disebut sebagai Penyakit Jantung Reumatik PJR.
Manifestasi Klinis
1. Artritis
Adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada demam rematik akut. Sendi
yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya dalah sendi besar seperti
lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba
dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.
Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat
sembuh sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu.
Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin
dapat merupakan diagnosis terapetik pada arthritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak
membaik dalam 24-72 jam, maka diagnosis akan diragukan.
2. Karditis
Merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50%, atau
berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis
itu asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya
mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bisisng jantung.
Katup mitra-lah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta.
Katup aorta sendiri dikenai. Adanya regurgutasi mitral ditemukan dengan bising
sistolik yang menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bisisng middiastolik (bising Carey Coombs). Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat
mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan dengan Doppler dapat menentukan
fungsi dari jantung. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga
terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tidak akan berdiri sendiri,
biasanya pankarditis.
3. Chorea
Didapatkan pada 10% dari demam rematik yang dapat merupakan manifestasi
klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA dengan chorea
cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan pada
umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada
anak ini merupakan emosi yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang
perhatian terhadap lingkungannya sendiri. Gerakan gerakan tanpa disadari akan
ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral.
Dan gerakan ini menghilang saat tidur.

4. Eritema Marginatum
Ditemukan kira-kira 5% dari pasien demam rematik, dan berlangsung
berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Tidak nyeri dan tidak gatal.
5. Nodul Subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam
pada demam rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama oleh pasien
demam rematik ini.

Tidak khas : Demam, nyeri sendi, anemia, pucat, anoreksia, penurunan BB, pucat.
Khas :
1 Karditis
Bisa
berupa
endokarditis,
miokarditis,
perikarditis atau ketiganya (pankarditis)

2 Poliartritis migrans
Sel radang menyerang banyak sendi dan berpindah-pindah.
3 Khorea
Gangguan pada SSP yang mengakibatkan gerakan tak terkendali, terutama otot wajah
dan ekstremitas.
4
r
t
e
m
a

E
i

marginatum
Jarang terjadi pada pasien dewasa. Berupa bercak merah pada kulit tubuh dan
proksimal ekstremitas. Tidak ada di wajah.

5 Nodul Subkutan
Jarang terjadi pada pasien dewasa. Berupa tonjolan keras dibawah kulit, tidak
berwarna dan tidak nyeri tekan. Muncul minggu pertama serangan dan hilang setelah
1-2 minggu.

Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakit

Stadium I

Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit
waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi
diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tandatanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar.
Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran napas bagian atas pada penderita
demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum
manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III

Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik
(gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa
kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Menurut Jenis Penyakit

Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)

Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anakanak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan
katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral
yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke
atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena
beban volume maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa
dikatakan bahwa insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat
kardiomegali yang merupakan salah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik
insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan,tandatanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal
jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.

Stenosis Mitral

Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral
(tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat
membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,
sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan.
Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang
berat

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)

PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus
ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat
disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi
sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses
radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh
karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan.
Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka
klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat
dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi
klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal jantung.

Stenosis aorta

Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan
kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan
nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat

Manifestasi Klinis
Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantung
Pancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%)
dan merupakan komplikasi yang serius.Pasien mengeluh dyspnea, rasa
tidak nyaman pada dada dari ringan hingga sedang, pleuritic chest pain,
edema, batuk, atau orthopnea.Pada pemeriksaan fisik, carditis dapat
dideteksi dengan terdengarnya murmur yang sebelumnya tidak ada dan
takikardia yang tidak berhubungan dengan demam. Murmur baru atau
berubahnya bunyi murmur berhubungan dengan terjadinya rheumatic
valvulitis. Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung
dan pericarditis.
1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur
Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan
insufisiensi katup. Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik
akut adalah :
a. Apical pansystolic murmur
Dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur yang
disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak
dipengaruhi oleh respirasi atau posisi pasien. Intensitas murmur
biasanya 2/6 atau lebih besar.
b. Apical diastolic murmur
Dikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari murmur
ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena
volume yang sangat besar saat pengisian ventrikel dikarenakan
aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat terdengar
lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada
saat pasien dengan posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas
saat ekspirasi.
c. Basal diastolic murmur
Murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan karakteristik
murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada
bagian kanan atas dan midsternal pada ekspirasi dalam.
Derajat mur-mur :
a. Derajat 1 : bising yang sangat lemah
b. Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar
c. Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran bising
d. Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bising
e. Derajat 5 : bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop
ditempelkan sebagian saja pada dinding dada

f. Derajat 6 : bising paling keras dan tetap terdengar meskipun


stetoskop diangkat dari dinding dada
2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang
berat atau myocarditis.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda
gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi
basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.
3. Pericarditis
Terdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya
pericarditis.
Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak
terlihat, dan terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat
menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan darurat, jika
terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.
Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantung
Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan
nodul subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga
dapat didapatkan.
1. Polyarthritis
Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik
akut (pada 70-75% pasien).Karakteristik dari arthritis adalah biasanya
dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas bagian bawah (lutut dan
pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya
di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada
sendi yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses
inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang terkena.
Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap
selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri
akan berkurang dengan pemberian aspirin.
2. Sydenham chorea
Tterjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik.Keluhan pasien
adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki
tanpa tujuan, kelemahan yang menyeluruh, dan emosional yang labil.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints, hipotonia,
fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami
resolusi dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
3. Erythema marginatum
Ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung
berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi
eritematous dengan warna pucat pada bagian tengah dan disekelilingnya,
dengan tepi yang bergelombang.

Gambar 2.3 Erythema marginatum


(Binotto, 2002)
4. Subcutaneous nodules
Terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik.Jika terdapat nodul,
maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan
pergelangan tangan, prosesus spinosus dari vertebra.Nodul ini teraba
keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan sekitarnya, dan tidak
ada nyeri tekan.Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami
resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik
carditis, jika pada pasien tidak didapatkan gejala carditis, maka
terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan lain.

Gambar 2.4 Subcutaneous nodules


(Binotto, 2002)
Manifestasi Penyakit jantung rematik
Kelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang
sering didapatkan.
1. Stenosis mitral terjadi pada 25% pasien dengan penyakit jantung
rematik, mitral regurgitasi juga dapat terjadi pada penyakit jantung
rematik.
2. Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik berhubungan dengan
aorta insufisiensi. Pada saat auskultasi, dapat hanya terdengar bunyi S2
saja, karena katup aorta menjadi tidak dapat bergerak sehingga tidak
memproduksi suara saat katup menutup. Murmur sistolik dan murmur
diastolic karena stenosis katup aorta dan insufisiensi katup dapat
terdengar lebih jelas pada basis jantung.
3. Aorta regurgitasi
4. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang
disebabkan karena pelebaran dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus
pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi, S1 terdengar
meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah.
P2 akan meningkat, dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya
terdengar menurun jika terjadi pulmonary hypertension.

5. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral


stenosis. Terjadi karena atrium kiri berdilatasi, cardiac output
menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi. Kejadian
thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.
6. Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena
kelainan katup mitral).
Diagnosis dan Diagnosis Banding
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik : didapati manifestasi klinis DR atau PJR
3. Pemeriksaan Hematologi rutin : Leukositosis yang didominasi neutrofil,
hemoglobin rendah, LED cepat, CRP meningkat.
4. Kultur bakteri : (+) streptokokus pada hapusan tenggorok. Apabila hasilnya (-)
maka kemungkinan :
- Telah
mendapat
antibiotika
sebelumnya
- Mikroba tidak dapat tumbuh dengan
kultur biasa
Kultur (+) streptokokus pada ADP.
Terlihat zona hemolitik dengan warna
kehijauan disekelilingnya.
5. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran


PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak
digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV
block tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik,
block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial
fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.
6. Imunologi : dapat diambil 2-3 minggu pasca DR atau 4-5 minggu pasca infeksi
SGA di tenggorokan. Hasil positif bila :

Titer
ASTO
Anti-DNAse

Anak

Dewasa

320
240

210
120

7. Histopatologi : ditemukan Badan Aschoff pada septum fibrosa intervaskular,


jaringan ikat perivaskular dan daerah subendotelial.
Badan atau nodul Aschoff adalah daerah terlokalisir yang berisi sel-sel fibrotik
dengan sebukan sel-sel datia Aschoff dan Anitchow myocyte (histiosit dengan
sitoplasma yang mengandung fibril, nukleusnya tampak seperti ulat bulu).

Nodul Aschoff pada katup jantung (katup tampak mengalami fibrosis, penebalan
dan tumpul)

Badan
Aschoff pada sediaan
jantung. Pewarnaan HE. Tampak sel datia Aschoff dan sel Anitchow. Daerah
terlokalisir didekat pembuluh darah.
Diagnosis demam reumatik ditegakkan bila didapati :
- 2 kriteria mayor
- 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor
Diagnosis akan diperkuat dengan kenaikan titer ASTO dan Anti-DNAse serta
kultur positif pada hapus tenggorok.

Diagnosis Banding :
1. Arthritis Rheumatoid
Poliarthritis pada anak-anak dibawah 3tahun atau lebih, biasanya terjadi secara salisil
dibandingkan dengan arthritis pada demam rematik
2. Sickel cell anemia
Terjadi pada anak dibawah 6bulan. Adanya penurunan hb yang signifikan (<7g/dl).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Pada perjalanan yang kronis
kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang
3. Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis
dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali bising

sistolik (MI). tidak terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus disebabkan dengan
DR karena pada virus disertai dengan valvulitis.
Diagnosis dan DD
Kriteria diagnosis Ducket Jones yang direvisi oleh AHA :
Mayor
Karditis
Poliartritis migrans
Khorea
Eritema marginatum
Nodul subkutan

Minor
Demam
Artralgia dan myalgia
Anemia
Anoreksia dan penurunan BB
Lab : reaksi fase akut
Riwayat DR/PJR sebelumnya

Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai


pedoman, yaitu :
2 manifestasi mayor, atau
1 manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi
streptokokus beta hemolitikus golongan A sebelumnya.

a
b
c

Kriteria ada atau tidaknya Streptococcus hemolitic grup A harus terpenuhi salah
satu dari hal berikut:
Kultur tenggorokan atau hasil rapid test streptococcus antigen positif
Tinggi atau meningkat titer antibodi streptokokus
Riwayat demam rematik sebelumnya atau penyakit jantung rematik
Kriteria ini tidak mutlak, diagnosis demam rematik dapat dibuat pada pasien
dengan chorea saja jika pasien telah terpapar Streptococcus hemolitic grup
A.Setelah diagnosis demam rematik dibuat, gejala yang konsisten dengan gagal
jantung seperti kesulitan bernapas, intoleransi dalam melakukan kegiatan, dan
detak jantung yang cepat tidak sesuai dengan demam, mungkin indikasi karditis
dan penyakit jantung rematik.

Pemeriksaan fisik
Murmur
Murmur demam rematik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup.
Murmur berikut yang paling sering diamati selama fase akut:
Apikal murmur pansistolik
Adalah murmur bernada tinggi, tiupan dari murmur yang terjadi karena regurgitasi
mitral ini dapat menjalar sampai ke ketiak kiri. Murmur jenis ini tidak terpengaruh

oleh respirasi atau posisi. Insufisiensi mitral berhubungan dengan disfungsi katup,
chorda tendineae, dan muskulus papilaris.
Murmur diastolik apikal (juga dikenal sebagai murmur Carey-Coombs)
Terdengar dengan karditis aktif dan menyertai insufisiensi mitral parah.
Mekanisme untuk murmur ini adalah stenosis mitral relatif, bergantung pada besar
volume aliran regurgitasi yang melintasi katup mitral selama pengisian ventrikel.
Murmur jenis ini terdengar jelas dengan bel stetoskop pada pasien dengan posisi
lateral kiri dan nafas saat ekspirasi.
Basal murmur diastolik
Adalah murmur diastolik awal regurgitasi aorta dan bernada tinggi, dapat
terdengar jelas sepanjang perbatasan sternum kanan atas dan midsternalis kiri
setelah ekspirasi yang dalam dengan posisi pasien condong ke depan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya
negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul.
Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi
antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik.
Karena tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi
sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam
hubungannya dengan tes ini.
Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi
antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi
antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus hemolitic
grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada
pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik.
Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji
beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk
mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin O (ASO), antideoxyribonuclease (DNAse) B, antihyaluronidase,
antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes antibodi untuk
komponen seluler Streptococcus hemolitic grup A termasuk polisakarida
antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi anti-M.
Ketika puncak titer ASO (2-3 minggu setelah timbulnya demam rematik),
sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas yang
sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau

glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien


demam rematik dengan tingkat titer ASO normal dan akan naik lebih awal dan
bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO selama demam rematik.
Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk
memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi
aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
Uji deteksi cepat untuk D8/17
Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17
positif pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.
Pemeriksaan radiologi
Roentgenografi dada
Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung
dapat terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan
pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat
pneumonia rematik.

Gambar 2. Kardiomegali
Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi
dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga
parah memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis),
disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung
pada demam rematik akut.

Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk


melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal,
dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral
dapat menandakan kalsifikasi.

Gambar 3. Sistolik Insufisiensi Mitral


Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan
pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari
ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral
dan posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel
kanan).

Gambar 4. Diastolik Insufisiensi Aorta


Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki
pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah
membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri,
Ao : aorta, RV : ventrikel kanan).
The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi
individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik
akut. Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler,
pasien dibagi menjadi 3 kategori : penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit
jantung rematik, dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20
tahun).
Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada
penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit
katup mitral dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.

EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik
akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati
pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin
terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis
yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang
spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit
jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit
jantung rematik kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan
perkembangan ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan
demam rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST
dapat hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.
1

Anamnesis : keluhan demam, menggigil, sesak nafas, batuk, nyeri dada, mual,
muntah, penurunan BB dan nyeri otot atau sendi.

Pemeriksaan fisik : fenomena emboli, splenomegali, clubbing finger (kuku


mencuat ke atas karena penambahan jaringan ikat didasar kuku akibat hipoksia
kronik), petekie, Oslers node, Janeway lesions, Roth spots dan murmur.
Murmur yang terdengar pada keterlibatan katup trikuspid terdengar jelas saat
inspirasi berupa blowing holosistolik pada garis sternal kiri bawah (RivelloCarvallo maneuver).
Pada EI katup trikuspid, 30-50% terdengar murmur. Sedangkan EI katup mitral,
murmur ditemukan >90% pasien.

Kultur darah : diambil pada saat suhu tubuh tinggi, kultur dilakukan sebanyak 3
kali dengan interval minimal 1 jam. Bila dalam kultur ditemukan MO penyebab
maka hasil akan positif dan sangat mendukung diagnosis EI.

Ekokardiografi : sangat berguna bila kultur darah negatif atau bakteremia


persisten yang sumber infeksinya belum diketahui. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan menemukan vegetasi pada katup.
Ekokardiografi transesofageal (Echo-Doppler) lebih terpilih dibanding
transtorakal karena sensitivitas dan spesifitas 88-100% dan 91-100%, dapat
membantu diagnosa EI pada pasien komplikasi seperti PPOK atau katup prostetik.

Perforasi katup mitral dan regurgitasi aorta pada pasien


A Pemerikasaan darah rutin
1 Hb rendah
2 Leukositosis
3 LED meningkat
B Analisis urin
Hematuria dg proteinuria
C Kultur darah (penting pada pasien panas dengan lesi di jantung)
1 Pemeriksaan 3x berturut-turut dg interval minimal 1 jam
2 Sampel darah vena dan arteri (5ml lebih baik 10 ml pada
dewasa)
3 Pengguna antibiotik dikultur 24-48 jam,bila masih negatif
diulang 1 minggu kemudian
4 Terdiri 1 botol kuman anaerob dan 1 botol kuman aerob
diencerkan dalam broth media
Diagnosis Banding
1

Appendicitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan
hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti
yang dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi
peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis
peradangan pada appendix.

Dilatasi kardiomiopati
penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel
dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel
kanan juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah
penyebab paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk
transplantasi jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat
aktivitas, sesak napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung rematik.

Coccidioidomycosis

Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk,
nyeri dada, sesak napas, eritema.
4

Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini,
meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan
kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien
yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan
penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak
usia dini seperti kawasaki disease.

Penatalaksanaan
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
Kelompok
Klinis
Karditis
(-)
Artritis (+)
Karditis(+)
Kardiomegali(-)
Karditis
(+)
Kardiomegali
(+)
Karditis
(+)
Gagal jantung
(+)

Tirah
baring
(minggu)

Mobilisasi
bertahap
(minggu)

>6

>12

Pengobatan
Salisilat :
Awal : 100 mg/BB/hari selama 2
minggu
Lanjutan : 75 mg/BB/hari selama 4-6
minggu
Awal :
Prednison 2 mg/BB/hari selama 2
minggu. Diturunkan secara bertahap
sampai habis selama 2 minggu.
Lanjutan : salisilat 75 mg/BB/hari
mulai minggu ke 3 selama 6 minggu.

2. Eradikasi Kuman Streptokokus


Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik
dapat ditegakkan, obat pilihan pertama (drug of choice) adalan penisilin G
benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit
untuk anak dibawah 30 kg dan 1,2 juta unit untuk penderita diatas 30 kg.
Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama
10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4
dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.
Obat alternatif untuk terapi demam rematik adalah Amoxicillin. Dosis dewasa
500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari, dosis anak <12 tahun 25-50

mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3 g/hari, dan dosis
anak >12 tahun sama seperti orang dewasa.
3. Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan atritis dan demam. Obat
ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam
rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat.
Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6
dosis terbagi selama 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75
mg/kg/hari selama 4-6 minggu.
Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anakanak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu,
untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa
dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat
ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak
mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat
demam rematik.
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg.hari dalam 3-4 dosis terbagi
selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg.\/hari selama
minggu ketiha dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2
minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebpund
phenomenon, pada awal minggu ketiga ditambahkan aspirin 50-75
mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.
OAINS (Naproxen), Dosis dewasa 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat
ditingkatkan hingga 1.5g/hari. Dosis Anak-anak <2 tahun tidak diberikan,
dan dosis anak >2 tahun 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari.
Neuroleptic agents (Haloperidol) diberikan untuk mengatasi Khorea yang
terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat
digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah.
Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh
dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol
pada dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari, anak-anak <3 tahun tidak
diberikan, anak-anak 3-12 tahun 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari, dan
usia >12 tahun diberikan sama seperti dosis dewasa.
Inotropic agents (Digoxin) dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi
tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung
yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan
vasodilator. Dosis pemberian pada dewasa 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian, anak-anak
<2 tahun tidak diberikan, 2-5 tahun 30-40 mcg/kg PO, 5-10 tahun 20-35 mcg/kg PO, dan >10
tahun 10-15 mcg/kg PO.
1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.
2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of
choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.
3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.

Tirah baring (tatalaksana2)


Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien
dengan karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila
sendi yang mengalami inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan
menyebabkan kerusakan sendi permanen.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi (baik golongan
OAINS ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan inotropik.
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
- Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan endokarditis
pada pasien dengan kelainan katup. jantung.
- Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien
dengan alergi penisilin.
- Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
- Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
- Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu,
kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
- Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 46 dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis
diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
- Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu.

Antibiotik
a Penicillin VK
Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.

Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya


terpenuhi dan sangat efektif selama fase multiplikasi aktif.
Konsentrasi inadekuat hanya mengakibatkan efek bakteriostatik.
Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami
metabolime hepatic. Dieksresi di urin.
Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.
Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.
b

Penicillin G benzathine/pencilline G procaine


Farmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide
pada fase multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.
Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.
Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Erythromysin
Farmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan
memblok disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.
Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air
susu.
Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.
Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.

Agen Anti-inflamasi
a Aspirin
Farmakodinamik : menghambat sintesis prostaglandin dengan
siklooksigenase, menghambat agregasi platelet, memiliki antipiretik
dan aktivitas analgesik.
Farmakokinetik : Metabolisme di hati, ekskresi di urin, keringat,
saliva dan feces.
Efek Samping :angioedema, bronkospasme, GI pain,ulserasi,
pendarahan, hepatotoksik.
Kontraindikasi : hipersensitivitas aspirin atau NSAIDs.
b Prednisone
Farmakodinamik : mengontrol atau mencegahinflamsi dengan
mengontrol tigkat sintesis protein, menekan migrasi PMNs dan
fibroblas.
Farmakokinetik : metabolisme di hati, ekskresi di urin.
Efek Samping : Alergi, anafilaksis, angioedema. Bradikardi,
cardiacarrest, pembesaran jantung.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, varicella, infeksi serius yang
belum terobati.

Anngiotensin converting enzyme inhibtors (ACEi)


a Enalapril
Efek samping : hipotensi, pusing, batuk, rash.
Kontraindikasi : hipersensitivitas.
b Captopril
Efek samping : hiperkalemia, skin rash, hipotensi, palpitasi, takikardi.
Kontraindikasi : hipersesitivitas ACEi, anuria.

Antibiotik
1. Penicillin G benzathine
Merupakan drug of choice untuk demam rematik.
Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian
Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U IM
satu kali pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu
kali pemberian. Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U
procaine penicillin dapat digunakan pada anak yang lebih kecil
2. Penicillin G procaine
Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian
Bayi dan anak dengan berat badan <27 kg: 600.000 U IM - 1,2 juta Unit IM.
3. Amoxicillin
Amoxicillin merupakan obat alternatif untuk terapi demam rematik.
Dosis dewasa: 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari
Anak <12 tahun: 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3
g/hari. Anak >12 tahun: sama seperti orang dewasa
4. Erythromycin
Merupakan DOC untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
Dosis dewasa: 1 g/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari
Anak-anak: 30-50 mg/kg/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari
Azithromycin
5. Azithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin.
Dewasa: 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg/hari untuk 4 hari berikutnya.
Anak-anak: 10 mg/kg pada hari pertama diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari
berikutnya
Obat-obat anti inflamasi
Obat anti inflamasi diberikan untuk mengobati inflamasi dan menghilangakan rasa
nyeri dengan derajat ringan hingga sedang. Bila terjadi karditis yang disertai dengan
kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif maka inflamasi harus diatasi dengan
kortikosteroid (prednison).
1. Aspirin
Dosis dewasa: 6-8 g/hari PO selama 2 bulan atau sampai ESR (Erithrocyte
Sedimentation Rate) kembali normal
Anak-anak: 80-100 mg/kg/hari selama 2 bulan atau sampai ESR kembali normal
2. OAINS (Naproxen)
Dosis dewasa: 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5 g/hari
Anak-anak <2 tahun: tidak diberikan
>2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari
3. Kortikosteroid (Prednison)
Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan kardiomegali
ataupun gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah
menghilangkan ataupun mengurangi inflamasi miokardium. Dosis prednison:
Dewasa: 60-80 mg/hari PO
Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).

Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian (Poestika
Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama 2-3
minggu
4. Neuroleptic agents (Haloperidol)
Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol
merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi
gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus
diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan.
Dosis pemberian haloperidol:
Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari
Anak-anak: <3 tahun: tidak diberikan
3-12 tahun: 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari.
>12 tahun: sama seperti dosis dewasa
5. Inotropic agents (Digoxin)
Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi
efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan
jantung yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian
diuretik dan vasodilator (D. Manurung, 1998; Meador, 2009). Dosis pemberian
digoxin:
Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian
Anak-anak<2 tahun: tidak
2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO , 5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO
1 Terapi farmakologis
AHA (American Heart Association) dan ESC (European Society of Cardiology) :
Terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida terbukti membasmi kuman lebih
cepat dari penisilin saja.
a Rekomendasi AHA :
- Katup asli : Ampicillin-Sulbaktam + Gentamisin sulfat atau Vankomisin +
Gentamisin sulfat + Siprofloksasin
- Katup prostetik : Vankomisin + Gentamisin sulfat + Sefepim + rifampisin
b

Rekomendasi ESC :
- Katup asli : Vankomisin + Gentamisin
- Katup prostetik : Vankomisin + Rifampisin + Gentamisin

Terapi invasif/surgikal
a Operasi tradisional
Dibuat sayatan pada sternum untuk mengakses jantung
secara langsung, kemudian katup-katup yang abnormal
akan diganti dengan katup buatan (prostetik). Katup
prostetik berupa katup mekanik, katup biologis atau
katup homograft yang masing-masing punya kelebihan
dan kelemahan sendiri
b

Balloon valvuloplasty
Digunakan pada stenosis katup untuk meningkatkan bukaan dari katup jantung
yang telah mengalami penyempitan. Kateter yang didesain secara khusus

dimasukan ke dalam pembuluh darah paha dan


dipandu ke jantung. Ujungnya diarahkan
kedalam katup jantung yang menyempit.
Setelah disana, balon yang kecil dipompa dan
dikempiskan beberapa kali untuk melebarkan
bukaan katup. Setelah cukup dilebarkan, balon
akan dikeluarkan.
Selama prosedur, dibutuhkan echocardiografi
untuk memperoleh gambaran yang lebih bagus
dari katup.
Tindakan pembedahan diperlukan bila :
- Gagal jantung tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Emboli multipel
- Septikemia yang tidak merespon antibiotika
- Perluasan infeksi intrakardiak
- Endokarditis pada katup buatan
- relapsing endocarditis
- Endokarditis akibat jamur
- Endokarditis pada lesi jantung yang perlu koreksi bedah seperti cacat jantung
bawaan

Komplikasi
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya
sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic
termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan,
biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses
inflamasi
atau
gabungan
kedua
faktor
tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis
dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik)
dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang
yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard
Prognosis
Prognosis tidak akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. selama 5 tahun
pertama perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic. Katup
tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan
ternyata DR akut dengan Payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan
40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bilaa pengobatan
pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penilaian melaporkan bahwa

stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup
mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini.
Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain
terutama kelompok perempuan dengan kelaianan mitral ringan yang menimbulkan
payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan DR atau infeksi
Streptococcus.
Prognosis membaik jika :
DR tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi akan sangat baik jika bila
karditis sembuh pada permulaan serangan akut DR/membaik.
Prognosis memburuk jika :
Gejala karditis lebih berat Ternyata DR akut dengan dengan payah jantung akan
sembuh 30% pada tahun 5 pertama dan 40% setelah 10 tahun Penelitian melaporkan
bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan
katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini.
Penelitian melaporkan selama 10 penelitian menemukan adanya kelompok lain
terutama kelompok perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan
payah jantung yang berat tanpa adanya kekambuhan DR ataupun infeksi.

S-ar putea să vă placă și