Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
KELOMPOK D3
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
2016
Bab I
Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting untuk dijaga. Gigi dan mulut
merupakan organ tubuh yang memiliki peranan penting, yaitu sebagai alat komunikasi
dan konsumsi makan dan minum sehingga secara tidak langsung, mulut merupakan
tempat masuknya berbagai macam organisme baik hidup maupun mati. Oleh karena itu,
kesehatan mulut sangatlah perlu untuk dijaga.
Gigi merupakan alat yang digunakan untuk mencerna makanan secara mekanik. Agar
gigi dapat bekerja secara optimal, kebersihan gigi perlu dipertahankan agar tidak
menyababkan kerusakan gigi yang dapat mempengaruhi proses pengunyahan.
Gigi
masalah bagi penderitanya karena sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi
ini dapat menyebabkan penumpukan plak yang akhirnya berdampak pada pembentukan
kalkulus. Hal ini disebabkan karena bulu sikat gigi sulit untuk mencapai daerah
interdental, sehingga sisa makanan yang tertinggal kemudian terakumulasi menjadi plak .
Plak yang tertinggal dalam mulut dalam waktu lama akan termineralisasi oleh kalsium
dalam saliva yang kemudian akan memicu terbentuknya kalkulus. Bila hal ini dibiarkan
maka anak-anak akan mengalami berbagai komplikasi yang disebabkan oleh
pembentukan kalkulus yang berlebihan pada gigi anak tersebut. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh United Medical and Dental Schools of Guys and St Thomas
Hospitals, London, UK dan Dental School, University of Nairobi, Kenya mengenai
hubungan antara ketidakteraturan gigi insisif dengan plak dam gingivitis pada kelompok
usia 11-14 tahun. Didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara ketidakteraturan gigi
dengan gingivitis. Secara tidak langsung, gingivitis merupakan salah satu komplikasi
yang disebabkan oleh pembentukan kalkulus yang berlebihan.
Penelitian ini dilakukan terhadap anak berusia 12-14 tahun. Pemilihan dengan kategori
usia ini dikarenakan pada umumnya mereka kurang sadar terhadap kesehatan gigi dan
mulut mereka selain itu hal ini biasanya diperparah oleh kebiasaan makan makanan yang
mengandung karbohidrat dan glukosa. Menurut penelitian UIN Jakarta yang dilakukan di
banten bahwa sebanyak 94.8% anak sekolah SMP memiliki kebiasaan menggosok gigi
setiap hari dengan persentase yang menggosok gigi setelah makan pagi sebanyak 95.7%
dan sebelum tidur malam hanya 26.6%. Meskipun sebagian besar sudah rajin menggosok
gigi setiap hari, namun yang berprilaku benar dalam menggosok gigi masih sangat rendah
yaitu hanya 4.8%.2 Penelitian lain di lakukan di Sekolah Menengah Pertama di Jakarta
dilaporkan bahwa ditemukan prevalensi gigi berjejal sebesar 44.9%. Tingkat insidensi
karang gigi anak usia 10-14 tahun di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 29.4%. 3 Hal ini
menyebabkan keprihatinan peneliti sebagai mahasiswa kedokteran gigi terhadap
kebersihan gigi dan mulut anak-anak di Jakarta yang memiliki masalah gigi berjejal
sebab dengan tingginya tingkat gigi berjejal dan didukung rendahnya pengetahuan
tentang cara menggosok gigi dengan benar.
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara gigi berjejal dan akumulasi kalkulus?
Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara gigi berjejal dan akumulasi kalkulus pada anak usia 12-14
tahun.
Manfaat penelitian
Bagi ilmu pengetahuan, memberikan pemahaman lebih mengenai akumulasi kalkulus
pada gigi berjejal.
Bagi profesi, memberikan tambahan pengetahuan di bidang kedokteran gigi terutama
untuk tindakan pecegahan.
Bagi masyarakat, memberi pemahaman mengenai dampak akumulasi kalkulus pada gigi
berjejal.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. PENGERTIAN GIGI BERJEJAL
Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah
gigi berjejal.4 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek
estetik sehingga pasien datang ke dokter gigi atau spesialis ortodonti untuk meratakan
menjadi susunan gigi yang rapi dan oklusi yang normal.
1. Definisi Gigi Berjejal
Gigi berjejal merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi yang normal. 4
Menurut Nance, gigi berjejal adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara
ruang yang diperlukan di dalam lengkung gigi dengan ruang yang tersedia di dalam
lengkung gigi.6,7 Ditinjau dari segi permasalahan, gigi berjejal dikategorikan menjadi
dua yaitu gigi berjejal simpel dan gigi berjejal kompleks. Gigi berjejal simpel artinya
ketidakharmonisan antara ukuran gigi dengan ruangan yang tersedia di alveolus
dengan tidak disertai gangguan pada skeletal, muskular, atau fungsional oklusi. Gigi
berjejal simpel sering ditemukan pada maloklusi klas I, walaupun dapat dijumpai pula
pada maloklusi klas II dengan protrusi gigi maksila dan skeletal yang normal.
Sedangkan gigi berjejal kompleks artinya gigi berjejal yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan skeletal, fungsi bibir dan lidah, dan disfungsional oklusi yang
menyebabkan ketidakharmonisan antara ukuran gigi dengan ruangan yang tersedia.5,11
2. Derajat Keparahan Gigi Berjejal
Banyak kategori yang digunakan dalam menentukan derajat keparahan gigi berjejal.
Menurut Proffit, derajat keparahan gigi berjejal dikategorikan sebagai berikut :9 a.
Ideal, yaitu kekurangan ruangan sebesar 0-1 mm. b. Gigi berjejal ringan (mild
crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 2-3 mm. c. Gigi berjejal sedang
(moderate crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 4-6 mm. d. Gigi berjejal berat
(severe crowded), yaitu kekurangan ruangan sebesar 7-10 mm. e. Gigi berjejal
ekstrim (extreme crowded), yaitu kekurangan ruangan di atas 10 mm.
3. Etiologi Gigi Berjejal
Etiologi gigi berjejal masih belum diketahui secara pasti. 5 Hooton menyatakan bahwa
gigi berjejal mungkin merupakan hasil evolusi dari manusia modern dengan
terjadinya
pengurangan ukuran gigi.6,7 Brash mengatakan bahwa penyebab gigi berjejal adalah
faktor herediter (keturunan). Akan tetapi, peneliti lain seperti Barber, Moore, Lavelle,
dan Spence mengatakan bahwa faktor lingkungan (misalnya makanan lunak dan
kehilangan panjang lengkung yang disebabkan karies) lebih berpengaruh daripada
faktor herediter terutama pada kedua kelompok etnik yang dibandingkan.6,7 Faktorfaktor lingkungan yang menyebabkan gigi berjejal yaitu :5 a. Kelainan dalam pola dan
urutan erupsi gigi permanen b. Gigi yang transposisi c. Gigi desidui yang tidak
mengalami resorpsi d. Gigi desidui yang premature loss yang menyebabkan
pengurangan panjang lengkung yang dihubungkan dengan miringnya (drifting) gigi
permanen e. Pengurangan panjang lengkung yang dihubungkan dengan karies
interproksimal pada gigi desidui f. Gigi desidui yang persisten. Ukuran gigi dan
dimensi lengkung gigi yang akan dibahas termasuk di dalam faktor herediter yang
berperan di dalam terjadinya gigi berjejal.8,10
Menambal atau merawat gigi susu yang berlubang. Tindakan ini bertujuan untuk
Kebisaan buruk yang biasa dilakukan oleh anak-anak, seperti menghisap jari, bernafas
melaui mulut, mengempeng dot pada massa pertumbuhan gigi tetap. Kebisaan tersebut
dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi tetapnya dan mengakibatkan gigi tumbuh secara
tidak beraturan aatu berjejal 13.
6. Malaligment Index
Pengukuran malposisi gigi anterior rahang bawah dilakukan dengan menggunakan
Malaligment Index menurut Van Kirk & Pennell (1959) dengan kriteria (gambar 2):
= Alignment ideal
Alat yang digunakan untuk menilai derajat gigi berjejal terbuat dari plastik dengan
ukuran 2 inci yang salah satu ujungnya membentuk sudut 450 (gambar 1). 12
(Gambar 1)
(Gambar 2)
B. KALKULUS
1. Pengertian Kalkulus
Kalkulus dental adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi
asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami
mineralisasi.14 Kerusakan awal pada margin gingiva pada penyakit periodontal adalah
disebabkan oleh efek patogenik mikroorganisme di dalam plak. 15 Namun, efeknya bisa
menjadi lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi kalkulus karena lebih memberikan
retensi mikroorganisme plak. Pada dasarnya, kalkulus dibagi menjadi dua yaitu kalkulus
supragingiva dan kalkulus subgingiva.15,19
2. Klasifikasi Kalkulus
a. Kalkulus Supragingiva
Kalkulus supragingiva terletak di koronal margin gingiva.Kalkulus biasanya berwarna
putih kuningan dan keras dengan konsistensi liat dan mudah terlepas dari permukaan
gigi.16 Dua lokasi yang paling umum untuk perkembangan kalkulus supragingiva adalah
permukaan bukal molar rahang atas dan permukaan lingual dari gigi anterior mandibula
karena permukaan gigi ini mempunyai self-cleansing yang rendah.16 Kalkulus
supragingiva paling sering terbentuk dibagian permukaan lingual dari gigi anterior
mandibular dan di permukaan bukal dari molar pertama maksila. Kalkulus supragingiva
juga dikenal sebagai kalkulus saliva karena pembentukannya dibantu oleh saliva.23
b. Kalkulus Subgingiva
Kalkulus subgingiva terletak di bawah margina gingiva dan oleh karena itu, kalkulus ini
tidak terlihat terutama pada pemeriksaan klinis rutin. Lokasi dan luasnya kalkulus
subgingiva dapat dievaluasi atau dideteksi dengan menggunakan alat dental halus seperti
sonde. Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauhijauan, dan
konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan gigi. Kalkulus
subgingiva juga terbentuk dari cairan sulkular sehingga kalkulus ini disebut dengan
kalkulus serumal.
3. Komposisi plak dan kalkulus
Berdasarkan hasil penelitian, 20% dari plak gigi terdiri dari bahan padat dan 80% adalah
air. Tujuh puluh persen dari bahan padat ini adalah mikroorganisme dan sisanya 14 30%
terdiri dari bahan organik yaitu karbohidrat, protein dan lemak dimana bahan organik
yaitu kalsium, fosfor, magnesium, potasium dan sodium.17,18 Kalkulus supragingiva
mengandung bahan organik dan anorganik. Proposi anorganik yang mayor pada kalkulus
sekitar 76% kalsium fosfat, Ca3(PO4)2; 3% kalsium karbonat, CaCO3 dan sisanya
magnesium fosfat, Mg3(PO4)2 serta bahan lain. Persentase komponen anorganik pada
kalkulus adalah sama dengan jaringan terkalsifikasi yang lain di dalam tubuh. Komponen
anorganik mengandungi 39% kalsium, 19% fosforus, 2% karbon dioksida dan 1%
magnesium serta sisanya adalah natrium, seng, strontium, bromin, tembaga, magnesium,
tungsten, emas, aluminium, silikon, besi dan fluor.23,18 Komponen organik pada kalkulus
terdiri dari campuran kompleks polisakarida protein, deskuamasi sel epitel, lekosit dan
berbagai jenis mikroorganisme.Komposisi kalkulus subgingiva hampir sama dengan
kalkulus supragingiva. Rasio kalsium biladibandingkan dengan fosfat adalah lebih tinggi
pada kalkulus subgingiva, kandungan natrium meningkat sejalan dengan bertambahnya
kedalaman poket periodontal.15
4. Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus
a. Terdapat kalkulus supragingival menutupi permukaan gigi > 2/3 nya atau
seluruh permukaan gigi.
b. Terdapat kalkulus di sekitar bagian cervikal gigi yang menutupi dan
melingkari seluruh cervikal gigi.
C. KARAKTERISTIK
PERTUMBUHAN
DAN
PERKEMBANGAN ANAK
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya
menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak,
dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih
kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan,
diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya
meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari membesarnya tulang
pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara membesar dan rambut tumbuh
di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan merdu.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia
mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.28,29
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan
estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon
tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat
menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi
juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan
tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak
awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.28,29
Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis
sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya
sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang
yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan
pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata pantang. Sebagai remaja
mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak
bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila
guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan
menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.29
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalahmasalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara
logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka
akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan
kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak
remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan
masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal
ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan
metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada
pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh
Bab III
Kerangka Teori
Gigi berjejal rahang bawah anterior merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar garis
oklusi gigi normal. Penyebab terjadinya gigi berjejal juga dapat disebabkan oleh gigi
sulung yang tanggal sebelum waktunya, gigi yang tidak tumbuh atau tidak ada. Dengan
keadaan gigi yang berjejal menyebabkan penumpukan plak pada gigi tersebut.
Pembentukan plak tergantung dari aliran saliva, variasi makanan serta adanya mekanisme
penyerapan mikroorganisme secara selektif. Acquired pelikel yang terbentuk pada gigi
terutama terdiri dari glikoprotein yang diserap secara selektif ke permukaan kirstal-kristal
hidrosiapatit dari saliva. Bakteri melekat dan membentuk koloni dalam waktu yang
singkat setelah pelikel terbentuk. Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman disebutlah
dengan plak. Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan
kalsium) dan mengeras sehingga menjadi kalkulus. Mineralisasi plak mulai di dalam 2472 jam dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Akumulasi plak akan menjadi matriks
organik untuk mineralisasi deposit selanjutnya. Kristal kecil muncul di dalam matriks
intermikrobial antara bakteri. Pada awalnya, pada matriks akan terjadi kalsifikasi dan
kemudian plak yang terjadi termineralisasi. Plak membentuk lingkungan untuk nukleasi
heterogen kristal kalsium dan fosfat, sehingga plak tersebut berperan di dalam
pembentukan kalkulus. Seringnya ditemukan kalkulus atau karang gigi pada daerah gigi
yang berjejal dikarenakan posisi gigi tersebut sulit dijangkau oleh lidah dan bulu sikat
gigi saat menyikat gigi sehingga plak yang menumpuk tidak dapat dibersihkan, seiring
dengan berjalannya waktu, akumulasi plak yang terkalsifikasi oleh mineral-mineral saliva
akhirnya menjadi kalkulus. Ditambah lagi muara kelenjar saliva sublingualis terdapat
tepat di bagian lingual gigi anterior rahang bawah yang menyebabkan saliva selalu
melewati daerah tersebut sehingga kalsifikasi akumulasi plak terjadi lebih sering
dibandingkan dengan daerah lain dalam rongga mulut.
Kerangka Konsep
Akumulasi
kalkulus
Gigi berjejal
anterior rahang
bawah.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara gigi berjejal antarior rahang bawah dan akumulasi kalkulus
pada anak usia 12-15 tahun.
Bab IV
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah observasional analitik koleratif dengan rancangan penelitian
potong silang (cross sectional).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa di SMPN 22 Jakarta, pada 24 sampai dengan 26 Februari
2016
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah anak dengan usia 12-14 tahun yang memiliki gigi berjejal pada
gigi anterior rahang bawah di SMPN 22 Jakarta.
Cara pengambilan sample dilakukan dengan sistem simple random sampling, agar
= 5
seluruh individu dalam populasi mendapat kesempatan yang sama. Jumlah sampel di
1-
= 90
hitung dengan rumus sebagai berikut.
P1
= 0.50 (gigi berjejal dan berkalkulus)
P2
= [Z1-/2
2 P(1 P)
+ Z1-
(P1 - P2)2
n
= 124
* formula Lemeshow
* nilai P1 dan P2 didapat dari Depkes, 2000
]2
Eksklusi
Alignment ideal
Skor Mal I masing-masing subjek diperoleh dengan menjumlahkan skor Mal I tiap gigi
yang diperikasa pada subjek tersebut. Alat yang digunakan untuk menilai derajat gigi
berjejal terbuat dari plastik dengan ukuran 2 inci yang salah satu ujungnya membentuk
sudut 450. Skala ordinal.
2. Akumulasi kalkulus ialah kalkulus yang melekat pada permukaan gigi anterior rahang
bawah di bagian labial dan lingual. Indeks yang digunakan untuk mengukur banyaknya
kalkulus di dalam rongga mulut subjek penelitian adalah Calculus Index dengan kriteria
sebagai berikut. Skala ordinal.
0
subgingival.
3
a. Terdapat kalkulus supragingival menutupi permukaan gigi > 2/3 nya atau
seluruh permukaan gigi.
b. Terdapat kalkulus di sekitar bagian cervikal gigi yang menutupi dan
melingkari seluruh cervikal gigi.
Sonde
Kaca mulut
Pinset
Head lamp
Bahan :
Cairan Alkohol
Masker
Gloves
Alur Kerja
Pemeriksaan dilakukan di ruangan kelas yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Setiap
subjek penelitian diminta untuk mengisi lembar persetujuan kemudian subjek penilitian
di persilahkan duduk di kursi biasa dengan pencahayaan dari lampu kelas dan dibantu
dengan head lamp. Operator meminta setiap subjek penelitian membuka mulut untuk
menilai kalkulus dan gigi berjejal pada daerah anterior rahang bawah dengan
menggunakan kaca mulut dan sonde yang telah di sterilkan dengan menggunakan cairan
alkohol terlebih dahulu. Jika posisi gigi berjejal, digunakan penggaris khusus untuk
mendapat jarak antar kontak gigi ataupun sudut perputaran dari gigi yang berjejal.
Sehingga dapat menetapkan skor untuk pengelompokan kriteria gigi berjejal. Gigi yang
diteliti meliputi gigi 33,32,31,41,42,43. Penilaian kalkulus yang ada pada rongga mulut
subjek penelitian dinilai dengan membandingkan kriteria pada tabel indeks kalkulus. Beri
skor pada setiap gigi dan jumlahkan, lalu hasilnya dibagi dengan banyak jumlah gigi
yang diperiksa.
Analisis Data
Data yang diperoleh di uji statistik korelasi Spearman karena penelitian yang dilakukan
adalah observasi analitik koleratif.
Z = rs
n 1
nilai Z hitung
rs
Daftar Pustaka
1. Tuhuteru,Daul
Kebersihan
Gigi
R.
(2014).Status
dan
Mulut
Pasien
2.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52601/5/Chapter%20I.pdf
4. Susanto C. Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri 1
Binjai (Skripsi). Medan; Universitas Sumatera Utara: 2010
5. Ngan P, Alkire RG, Fields H. Management of space problem in the primary and mixed
dentit ions. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1330-9.
6. Golwalkar SA, Msitry KM. An evaluation of dental crowding in relation to the
mesiodistal crown widths and arch dimensions. J Indian Orthod Soc 2009; 43 (2):
7. Radnzic D. Dental crowding and its relationship to mesiodistal crown diameters
and arch dimensions. Am J Orthod Dentofac Orthop 1988; 94: 50-6. 22-9
8. Lundstrom A,ed. Introduction to orthodontics. Stockholm: Minab Gotab, 1985:85114.
9. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics. Edisi keempat.
United States: Mosby Elsevier. 2007: 6
10. Hassan R, Rahimah AK. Occlusion, malocclusion, and method of measurement an
overview. J Orofacial Science 2007; 2: 3-9.
11. Susanti R, Idris W. Perawatan maloklusi kelas III disertai crowding berat. M. I.
Kedokteran Gigi 2005; 20 (50): 19-25
12. Susanto C. Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri
1 Binjai (Skripsi). Medan; Universitas Sumatera Utara: 2010
13. Albandar Jasim M. Ginigval State and Dental Calculus in Early-Onset
Periodontitis.
14. Albandar
Jasim M. Ginigval State and Dental Calculus in EarlyOnset Periodontitis.J Periodontology Online 1996; 67(10): 1-4.
15. Romanita G. Gingivitis and Periodontitis Patient.
http://www.dentistry.utoronto.ca/dpes/periodontic/patients/gingiviti
s-and- periodontitis-patient (September 1. 2014).
Mohamed. Associationofsalivarycalcium,phosphate,
pHandflowrateonoralhealth. J Indian Society of Periodontology
2013; 17(4): 2-3
16.Fiyaz
17.Glickman
19.Nupur
Sah.EstimationandComparisionofsalivarycalcium
levelsinhealthysubjectsandpatientwithgingivitisand
periodontitis. J Archives of Oral Science & Research 2012;2(1):
13-16.
20. Morris, Cecile. Impactofcalciumonsalivaryamylase,
starchpasteapparentviscosityandthicknessperception. J
Sheffield Hallam Uni 2011; 3: 112-16.
21. Khashu Himanshu. Salivarybiomarkers:APeriodontal
Overview. J Oral Health Community Dent 2012; 6(1): 2-3
22. Hassan Shatha A.Salivarycalciumconcentrationinpatients
withhighincidenceofcalculusformation. J Dep. Basic Dent
Sciences 2005; 5(1):88-90
23. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. CarranzasClinical
Periodontology. 11 th ed., Singapore: Elsevier., 2012: 219-240
25. Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Otuyemi OD, Jones SP. Methods of
assessing and grading malocclusion: A review. Aust Orthod J 199
26. Hassan
Shatha A.Salivarycalciumconcentrationinpatients
withhighincidenceofcalculusformation. J Dep. Basic Dent
Sciences 2005; 5(1):88-90
27. Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
28. Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BK
Gunung Mulia.
29. Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
30. Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni
Lampiran
INFORMED CONSENT
Tempat/Tanggal Lahir
Alamat
(..)
Pembuat pernyataan
(.)