Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Sesuai deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Millennium Development Goals
yang disepakati seluruh negara didunia termasuk Indonesia, menetapkan bahwa pada tahun 2015
separuh dari penduduk dunia yang saat ini belum mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar
(jamban) harus mendapatkannya.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan
buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit
penyakit seperti diare, tifoid, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Hal ini mendorong
pemerintah untuk mencanangkan program upaya kesehatan lingkungan sebagai program
kesehatan wajib yang salah satunya melalui cakupan pengawasan sarana jamban yang
merupakan sanitasi dasar.1
Berdasarkan hasil UNICEF/WHO Joint Monitoring Programme (JMP), perkembangan
cakupan sanitasi di Indonesia sejak tahun 1990 hingga 2004 sangat lambat, yakni di perdesaan
peningkatan cakupannya hanya sekitar 3% dari 37% hingga ke 40%, sedangkan di perkotaan
mencapai 8%, yakni dari 65% hingga 73%. Menurut kriteria JMP 2006 yang dikatakan memiliki
akses terhadap fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) yaitu rumah tangga yang memiliki akses
terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air
besar (BAB) milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leher angsa atau plengsengan, dan tempat
pembuangan akhir tinja jenis tangki septik. Sedangkan yang dikatakan fasilitas sanitasi
unimproved adalah fasilitas milik bersama, umum dan atau BAB sembarangan, sarana jamban
cemplung, pembuangan akhir tinja tidak di tangki septik.2-3
Dari hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan (BABS). Hal ini
menyebabkan tingginya angka kejadian diare di Indonesia dan dapat terlihat dari angka kejadian
diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pada semua umur. Berdasarkan
1
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 implikasi dari perilaku BABS adalah diare ataupun
penyakit berbasis lingkungan yang merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di
Indonesia dan 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan. Hal seperti ini dapat
dikendalikan melalui intervensi terpadu dengan pendekatan sanitasi total. Ini dibuktikan melalui
hasil studi WHO 2007 yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar. Maka, Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008
menetapkan undang-undang tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di mana salah
satu pilarnya adalah setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sanitasi dasar
untuk mewujudkan komunitas yang bebas dari BABS atau Open Defecation Free (ODF). 2,3,4
Berdasarkan laporan pencapaian milenium di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Susenas 2011 proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar layak,
perkotaan dan perdesaan sebesar 55,60% dengan target Millennium Development Goals (MDGs)
2015 yaitu 62,41%.4
Dari data Riskesdas 2013, sebanyak 59,8% rumah tangga yang memiliki akses terhadap
fasilitas sanitasi improved sedangkan 40,2% rumah tangga dengan fasilitas sanitasi unimproved.
Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik
sendiri lebih tinggi di perkotaan (84,9%); sedangkan proporsi BAB sembarangan lebih tinggi di
perdesaan (20,8%).1,4
Berdasarkan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Karawang 2014 - 2018
didapatkan 38,77% masyarakat masih melakukan BAB sembarangan. Kepemilikan jamban di
Kabupaten Karawang baru mencapai 62% dengan rincian memiliki dan menggunakan 60%
jamban pribadi, 2% MCK/WC umum dan 38% BABS.6,7
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan evaluasi program yang sudah dijalankan,
menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan dan mengidentifikasi faktor risiko
lingkungan berbagai jenis penyakit dan gangguan kesehatan.
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah dan penyelesaian program jamban keluarga di UPTD
Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.
3
Diketahuinya jumlah sarana jamban yang ada, jumlah rumah yang memiliki
jamban keluarga dan jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Evaluator
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat di bangku kuliah.
4
mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkanantara
lain
perencanaan,
Bab II
Materi dan Metode
2.1 Materi
6
Materi yang dievaluasi dalam program pengawasan jamban periode Januari 2015
sampai dengan Oktober 2015 di UPTD Puskesmas Loji, Kabupaten Karawang, Jawa Barat,
antara lain:
1. Pendataan jumlah sarana jamban yang ada.
2. Jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Hasil inspeksi jamban keluarga yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji.
4. Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat.
5. Penyuluhan tentang sarana jamban/program pengawasan jamban.
6. Pencatatan dan Pelaporan.
2.2 Metode
Evaluasi program ini dilaksanakan dengan pengumpulan data, analisis data, dan
pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan
program pengawasan jamban di Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan
Oktober 2015 dengan cara membandingkan cakupan hasil program terhadap tolok ukur yang
telah ditetapkan dan menemukan penyebab masalah dengan menggunakan pendekatan
sistem.
Bab III
Kerangka Teoritis
3.1 Kerangka Teoritis
6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari suatu sistem.
3.2 Tolok Ukur
Tolok ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan digunakan
sebagai target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang meliputi masukan,
proses, keluaran, lingkungan, dan umpan balik pada program pengawasan jamban.
Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam program pengawasan
jamban di wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji, Kabupaten Karawang periode Januari 2015
sampai dengan Oktober 2015.
Bab IV
Penyajian Data
4.1. Sumber Data
Sumber data dalam evaluasi ini diambil, berasal dari:
Data Sekunder :
9
Geografi
a. Lokasi
UPTD Puskesmas Loji terletak di bagian Selatan Kabupaten Karawang, di
Kecamatan Tegalwaru yaitu di jalan raya Pangkalan Loji Kp Munjul Rt 01 Rw 02
Desa Cintalaksana. Puskesmas Loji dapat dicapai dari ibukota Kabupaten
Karawang dengan roda empat (mobil) sekitar 35 km, tersedia kendaraan umum
elf, sedangkan untuk mencapai desa di wilayah kerja dapat dengan roda empat dan
roda dua, tersedia kendaraan umum berupa ojeg. Jarak puskesmas dengan desa
terjauh 7 km dengan desa terdekat 2 km
b. Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja lebih kurang 85,33 km2 dengan batas-batas sebagai berikut
Desa Kutamaneuh
Desa Kutalanggeng
Desa Cintalanggeng
Desa Cintawargi
Desa Cintalaksana
Desa Mekarbuana
Desa Wargasetra
Desa Cigunungsari
Desa Cipurwasari
4.2.2
Persawahan 45 %
Daratan
Perkebunan 15 %
Pegunungan 5 %
35 %
Demografi
Jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas Loji Kecamatan tegalwaru sebanyak
34.152 jiwa yang terdiri dari Laki-laki 17.346 jiwa dan Perempuan 16.806 jiwa.
Sedangkan seluruhnya terdiri dari 18.879 KK.
Desa
Kutamaneuh
Kutalanggeng
Cintalanggeng
Cintawargi
Cintalaksana
Mekarbuana
Wargasetra
Cigunungsari
Laki-laki
2.158
1.481
1.959
1.926
1.923
2.210
2.858
1.641
Perempuan
2.002
1.487
1.979
1.945
1.858
1.966
2.692
1.635
Jumlah
4.160
2.968
3.938
3.871
3.781
4.176
5.550
3.276
11
Cipurwasari
Kec. Tegalwaru
1.190
17.346
1.242
16.806
2.432
34.152
Desa
Kutamaneuh
Kutalenggeng
Cintalanggeng
Cintawargi
Cintalaksana
Mekarbuana
Wargasetra
Cigunungsari
Cipurwasari
Jamkesmas
1.859
811
1.299
915
954
1.173
1.640
1.539
852
11.042
Jamkesda
1.901
699
939
1.350
1.311
2.182
2.894
1.114
949
13.339
Jumlah
3.760
1.510
2.238
2.265
2.265
3.355
4.534
2.653
1.801
24.381
Jika melihat jumlah penduduk miskin, maka jumlah ini sangat tinggi. Meskipun
demikian berarti pula 71 % penduduk di wilayah kerja Puskesmas Loji terjamin
kesehatannya.
- Sarana Kesehatan
Puskesmas dengan tempat perawatan yang terdiri dari gedung utama, gedung Perawatan
dan Unit Gawat Darurat
Puskesmas Pembantu sebanyak 3 buah di Desa Kutamaneuh, Desa Mekarbuana dan Desa
Cipurwasari
12
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang berada di wilayah Puskesmas loji sebanyak 36 unit adalah
sebagai berikut :
Taman kanak-Kanak
: 3 unit
Sekolah Dasar
: 25 unit
Madrasah Ibtidaiyah
: 4 unit
: 1 unit
: 1 unit
Masukan
a. Tenaga(Man)
Petugas Kesehatan Lingkungan (Sanitarian): 1 orang sebagai koordinator program
dan pelaksana program.
b. Dana (Money)
Dana untuk pelaksanaan program diperoleh dari :
APBD
:-
APBN
: (BOK)
c. Sarana
Sarana medis:
Sanitarian kit
: Tidak ada
13
Infocus
: Ada, 1 buah
Layar
: Ada, 1 buah
Leaflet
: Tidak ada
Lembar balik
: Tidak ada
: Ada
: Ada
: Ada, 1 buah
Alat tulis
: Cukup
Sarana transportasi
: Ada
d. Metode (Method)
Pendataan dilakukan setiap awal tahun sampai akhir tahun berupa jumlah
jamban yang ada, jumlah penduduk yang memakai sarana jamban, dan
jumlah akses fasilitas yang layak (jamban yang memenuhi syarat). Pendataan
biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengawasan/inspeksi.
14
sekurang-kurangnya
air.
4.3.2
Proses
a. Perencanaan
: 1 kali / tahun
: 8 kali
15
Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat yang berada di kantor kepala
desa.
b. Pengorganisasian
Dibuat struktur organisasi, kepala puskesmas sebagai penanggung jawab
program, melimpahkan kekuasaan kepada Koordinator program (programmer),
kemudian programmer melakukan koordinasi dengan pelaksana program.
Terdapat struktur tertulis dan pembagian tugas yang teratur dalam melaksanakan
tugasnya:
Kepala Puskesmas
H. Ujang Suryana, SKM
Staff Promkes
16
Melakukan
evaluasi
data
hasil
pelaksanaan
kegiatan
Kesehatan
c. Pelaksanaan
Sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, dilaksanakan secara
berkala:
-
Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat (1 tahun sekali), namun tidak
dilakukan.
d. Pengawasan
17
1. Adanya pencatatan setiap bulan dan tahunan dan pelaporan secara berkala
tentang kegiatan pengawasan jamban ke tingkat Kabupaten minimal 1 bulan
sekali.
2. Adanya rapat bulanan di puskesmas Loji tentang hasil pencapaian program
pengawasan jamban.
4.3.3
Keluaran
Data Jumlah Sarana Jamban, dan Jumlah Jamban yang Memenuhi Syarat
a.
1.
keluarga
2. Jumlah jamban yang
: 1612
memenuhi syarat
x 100%
2282
Cakupan
rumah dengan
kepemilikan jamban
5716
Presentase :
x 100%
1612
Presentase : ------------------- x 100 % = 28,20 %
5716
e. Pencatatan dan Pelaporan
Laporan yang disajikan merupakan laporan cakupan hasil inspeksi
4.3.4
Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Lokasi :
Iklim :
Kondisi Geografis :
Umpan Balik
20
a. Adanya rapat kerja bulanan bersama Kepala Puskesmas satu bulan satu kali yang
membahas laporan kegiatan evaluasi program yang telah dilaksanakan.
b. Tidak adanya pencatatan dan pelaporan yang lengkap sesuai dengan waktu yang
ditentukanakan dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan program
pengawasan jamban selanjutnya.
4.3.5 Dampak
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu
bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit seperti diare, tifoid, disentri, cacingan dan gatal-gatal.
Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk
serta estetika.
Bab V
Pembahasan Masalah
No
Variabel
Tolok Ukur
Pencapaian
Masalah
Puskesmas Loji
Puskesmas Loji
Keluaran
-
Cakupan hasil
pengawasan
Inspeksi jamban
Presentase jumlah
rumah yang
memiliki jamban
keluarga
Presentase cakupan
pengawasan
Jamban Keluarga
62,5%
39,92 %
59,56 %
28,20 %
(+) 36,12 %
(+) 4,70 %
(+) 54,88 %
21
yang memenuhi
syarat
Masukan
-
Man
(-)
Money
(-)
Material
Tidak ada
Ada 1 buah
Ada 1 buah
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
(+)
Sanitarian Kit
Infocus
Layar
Leaflet
Lembar balik
Poster
Formulir wawancara/
pengawasan jamban
Buku pedoman
Alat tulis
Sarana transportasi
Ada 1 buah
Ada
Ada
1.
2.
3.
4.
5.
Pendataan
Penyuluhan
Pengawasan
Pemetaan
Pencatatan dan pelaporan
1.
2.
3.
4.
5.
Pendataan dilakukan
Penyuluhan
Pengawasan
Pemetaan
Pencatatan dan
pelaporan
Method
(-)
Proses
-
Pengorganisasian
(+)
22
Pelaksanaan
kemudian melakukan
koordinasi dengan pelaksana
program
sektoral
Dilakukan pendataan
hanya saja tidak ada data
jenis jamban yang
digunakan
(+)
Dilakukan perencanaan
Pengawasan sarana
jamban telah dilakukan
sesuai jadwal
Penyuluhan hanya
terbatas di posyandu saja,
serta kurangnya sarana
dan prasarana penunjang
penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat
Tidak dilakukan
pemetaan sarana jamban
yang memenuhi syarat.
Umpan Balik
Lingkungan
-
Fisik
(+)
Lokasi
(+)
(+)
iklim
Non Fisik
yang memadai.
Tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi keberhasilan
program
Tingkat pendidikan
penduduk rata-rata hanya
lulusan SD
(+)
Bab VI
Perumusan Masalah
6.1. Masalah sebenarnya (menurut keluaran)
Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92 % dari target 62,5%, besar
masalah 36,12 %.
Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%,
besar masalah 4,70 %.
Presentase cakupan pemeriksaan jamban yang memenuhi syarat yaitu 28,20 % dari target
62,5%, besar masalah 54,88 %
6.2. Masalah dari unsur lain (penyebab)
Masukan
24
Sarana (Material)
Tidak ada poster, leafet dan lembar timbal balik yang mengenai sarana jamban atau
perilaku stop BABS.
Metode (Method)
Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban yang memadai.
Proses
Pengorganisasian
Struktur organisasi sudah jelas, namun koordinasi belum optimal koordinasi di lintas
program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana program pengawasan jamban.
Pelaksanaan
Penyuluhan hanya terbatas di posyandu dan dalam gedung saja serta kurangnya
sarana dan prasarana penunjang penyuluhan kesehatan tentang penting sarana jamban
yang memenuhi syarat kepada masyarakat.Tidak ada pendataan jenis sarana jamban
tersebut
Lingkungan
Fisik
Desa Kutamaneuh sulit dijangkau terutama bagian pendalaman desa, selain jarak desa
Kutamaneuh yang paling jauh dibandingkan jarak desa yang lain, akses jalan yang
berupa batuan dan tanah kering merupakan masalah utama.
Non-Fisik
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian petani dari total jumlah penduduk
34.152, sebagian besar dari total 18.879 KK memiliki pendapatan rendah. Hal tersebut
dapat mempengaruhi akses untuk mendapatkan sarana jamban yang memadai. Tingkat
pendidikan masih rendah yaitu SD, sehingga kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya sanitasi dasar yang berkualitas (sarana jamban yang memadai) terhadap
kesehatan.Perilaku masyarakat yang masih BABS seperti di saluran irigasi, selokan,
sawah, kebun mempengaruhi keberhasilan program.
25
Bab VII
Prioritas Masalah
Masalah menurut keluaran:
a. Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92 % dari target 62,5%, besar
masalah 36,12 %.
b. Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%,
besar masalah 4,70 %.
c. Presentase cakupan pemeriksaan jamban yang memenuhi syarat yaitu 28,20 % dari
target 62,5%, besar masalah 54,88 %
Prioritas masalah:
No
1
Kriteria
Besarnya masalah
A
4
Masalah
B
1
C
5
26
5
4
5
5
23
5
5
3
3
17
3
4
2
2
16
Bab VIII
Penyelesaian Masalah
8.1. Masalah 1
Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92% dari target 62,5%. Besar masalah
36,12 %
Penyebab antara lain :
Pengorganisasian
Struktur organisasi sudah jelas, namun koordinasi belum optimal koordinasi di lintas
program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana program pengawasan jamban.
27
8.2. Masalah II
Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%. Besar
masalah 4,70 %.
Penyebab antara lain :
Pengorganisasian
Belum optimal koordinasi di lintas program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana
penyuluhan Jamban Keluarga
Metode
Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat padahal sudah ada data
pencatatan setiap bulan tentang jumlah jamban yang memenuhi syarat.
Lingkungan
Non-Fisik
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian adalah petani, dengan pendapatan
rendah, hal tersebut dapat mempengaruhi akses untuk mendapatkan sarana jamban
yang memadai.
Tingkat pendidikan masih rendah sehingga kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
sanitasi dasar yang berkualitas (sarana jamban yang memadai) terhadap kesehatan.
Perilaku masyarakat yang masih BABS menjadi suatu tradisi atau kebiasaan hidup.
28
Bab IX
Penutup
9.1 Kesimpulan
Telah dilaksanakan evaluasi program jamban keluarga di UPTD Puskesmas Loji
periode Januari 2015 hingga Oktober 2015 dengan pendekatan sistem, ditemukan adanya
masalah berupa :
1. Jumlah sarana jamban yang ada sebanyak 5.716, jumlah jamban yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 1.612.
2. Cakupan pengawasan jamban yang masih kurang (39,92%) dari target sebesar 62,5%.
3. Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yang masih kurang (59,56%) dari
target sebesar 62,5%.
4. Kurangnya sarana dan prasarana penunjang untuk penyuluhan dan pelaksanaan program
jamban keluarga.
5. Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban
6. Tidak ada data tertulis tentang penyuluhan jamban keluarga
Sehingga disarankan bagi kepala Puskesmas :
Meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan lintas program supaya kinerja cakupan
inspeksi sarana jamban, dan penyuluhan jamban keluarga dapat ditingkatkan.
29
Mengajukan ke Dinas Kesehatan untuk pengadaan sanitarian kit, leaflet, dan poster atau
baliho.
Memonitoring pelaksanaan pemetaan sarana jamban.
Memotivasi pembuatan laporan rutin setelah petugas kesehatan lingkungan melakukan
penyuluhan program jamban keluarga
Sehingga diharapkan tahun depan program jamban keluarga ini dapat berjalan
dengan baik dan mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan.
30