Sunteți pe pagina 1din 30

Bab I

Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Sesuai deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Millennium Development Goals
yang disepakati seluruh negara didunia termasuk Indonesia, menetapkan bahwa pada tahun 2015
separuh dari penduduk dunia yang saat ini belum mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar
(jamban) harus mendapatkannya.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan
buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit
penyakit seperti diare, tifoid, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Hal ini mendorong
pemerintah untuk mencanangkan program upaya kesehatan lingkungan sebagai program
kesehatan wajib yang salah satunya melalui cakupan pengawasan sarana jamban yang
merupakan sanitasi dasar.1
Berdasarkan hasil UNICEF/WHO Joint Monitoring Programme (JMP), perkembangan
cakupan sanitasi di Indonesia sejak tahun 1990 hingga 2004 sangat lambat, yakni di perdesaan
peningkatan cakupannya hanya sekitar 3% dari 37% hingga ke 40%, sedangkan di perkotaan
mencapai 8%, yakni dari 65% hingga 73%. Menurut kriteria JMP 2006 yang dikatakan memiliki
akses terhadap fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) yaitu rumah tangga yang memiliki akses
terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas buang air
besar (BAB) milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leher angsa atau plengsengan, dan tempat
pembuangan akhir tinja jenis tangki septik. Sedangkan yang dikatakan fasilitas sanitasi
unimproved adalah fasilitas milik bersama, umum dan atau BAB sembarangan, sarana jamban
cemplung, pembuangan akhir tinja tidak di tangki septik.2-3
Dari hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan (BABS). Hal ini
menyebabkan tingginya angka kejadian diare di Indonesia dan dapat terlihat dari angka kejadian
diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pada semua umur. Berdasarkan
1

data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 implikasi dari perilaku BABS adalah diare ataupun
penyakit berbasis lingkungan yang merupakan pembunuh nomor satu untuk kematian bayi di
Indonesia dan 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan. Hal seperti ini dapat
dikendalikan melalui intervensi terpadu dengan pendekatan sanitasi total. Ini dibuktikan melalui
hasil studi WHO 2007 yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar. Maka, Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008
menetapkan undang-undang tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di mana salah
satu pilarnya adalah setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sanitasi dasar
untuk mewujudkan komunitas yang bebas dari BABS atau Open Defecation Free (ODF). 2,3,4
Berdasarkan laporan pencapaian milenium di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Susenas 2011 proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar layak,
perkotaan dan perdesaan sebesar 55,60% dengan target Millennium Development Goals (MDGs)
2015 yaitu 62,41%.4
Dari data Riskesdas 2013, sebanyak 59,8% rumah tangga yang memiliki akses terhadap
fasilitas sanitasi improved sedangkan 40,2% rumah tangga dengan fasilitas sanitasi unimproved.
Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik
sendiri lebih tinggi di perkotaan (84,9%); sedangkan proporsi BAB sembarangan lebih tinggi di
perdesaan (20,8%).1,4
Berdasarkan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Karawang 2014 - 2018
didapatkan 38,77% masyarakat masih melakukan BAB sembarangan. Kepemilikan jamban di
Kabupaten Karawang baru mencapai 62% dengan rincian memiliki dan menggunakan 60%
jamban pribadi, 2% MCK/WC umum dan 38% BABS.6,7
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan evaluasi program yang sudah dijalankan,
menindaklanjuti upaya perbaikan yang akan dijalankan dan mengidentifikasi faktor risiko
lingkungan berbagai jenis penyakit dan gangguan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang didapat berupa:
1. Berdasarkan hasil UNICEF/WHO Joint Monitoring Programme, perkembangan cakupan
sanitasi di Indonesia sejak tahun 1990 hingga 2004 sangat lambat, yakni di perdesaan
peningkatan cakupannya hanya sekitar 3% sedangkan di perkotaan mencapai 8%.
2. Dari hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan.
3. Angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per seribu penduduk pada
semua umur.
4. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 implikasi dari perilaku BABS adalah
diare ataupun penyakit berbasis lingkungan yang merupakan pembunuh nomor satu untuk
kematian bayi di Indonesia dan 42% dari penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan.
5. Dari hasil studi WHO 2007, kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar.
6. Berdasarkan laporan pencapaian milenium di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Susenas 2011 proporsi rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar layak,
perkotaan dan perdesaan sebesar 55,60% dengan target Millennium Development Goals
(MDGs) 2015 yaitu 62,41%.
7. Dari data Riskesdas 2013, sebanyak 59,8% rumah tangga yang memiliki akses terhadap
fasilitas sanitasi improved sedangkan 40,2% rumah tangga dengan fasilitas sanitasi
unimproved. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi rumah tangga yang menggunakan
fasilitas BAB milik sendiri lebih tinggi di perkotaan (84,9%); sedangkan proporsi BAB
sembarangan lebih tinggi di perdesaan (20,8%).
8. Berdasarkan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Karawang 2014 - 2018
didapatkan 38,77% masyarakat masih melakukan BAB sembarangan
9. Kepemilikan jamban di Kabupaten Karawang baru mencapai 62% dengan rincian
memiliki dan menggunakan 60% jamban pribadi, 2% MCK/WC umum dan 38% BABS.

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah dan penyelesaian program jamban keluarga di UPTD
Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.
3

1.3.2. Tujuan Khusus

Diketahuinya jumlah sarana jamban yang ada, jumlah rumah yang memiliki
jamban keluarga dan jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.

Diketahuinya cakupan hasil inspeksi program pengawasan jamban di wilayah


kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.

Diketahuinya persentase kepemilikan jamban di wilayah kerja Puskesmas Loji


periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.

Diketahuinya persentase akses fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan


di wilayah kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan Oktober
2015.

Diketahuinya cakupan penyuluhan tentang sarana jamban/program jamban


keluarga di wilayah kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan
Oktober 2015.

Diketahuinya cakupan pencatatan dan pelaporan tentang program pengawasan


jamban di wilayah kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan
Oktober 2015.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Evaluator
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat di bangku kuliah.
4

2. Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu program khususnya


program upaya kesehatan lingkungan terutama program pengawasan jamban.
3. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengambil langkah yang harus dilakukan
untuk

mencapai

tujuan

yang

telah

ditetapkanantara

lain

perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.


4. Menumbuhkan minat dan pengetahuan mengevaluasi.
5. Mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis.
1.4.2 Bagi Perguruan Tinggi
1. Mengamalkan Tridarma Perguruan Tinggi.
2. Mewujudkan kampus sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang
kesehatan.
3. Mewujudkan Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) sebagai universitas yang
menghasilkan dokter yang berkualitas.
1.4.3 Bagi Puskesmas yang dievaluasi
1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program upaya kesehatan
lingkungan terutama program pengawasan jamban di ruang lingkup kerja
Puskesmas Loji.
2. Mengetahui masalah dan hambatan yang ditemui pada saat pelaksanaan program
upaya kesehatan lingkungan terutama program pengawasan jamban di ruang
lingkup kerja puskesmas Loji.
3. Dapat meningkatkan motivasi pemegang program dan pelaksana program agar
dapat berjalan dengan baik.
4. Memperoleh masukan dari saran-saran yang diberikan sebagai umpan balik agar
keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai secara optimal dalam
meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pengawasan jamban sehingga mutu
dari pada pelayanan puskesmas ini menjadi lebih baik dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
1.4.4 Bagi Masyarakat
5

1. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja puskesmas Loji.


2. Dengan tercapainya keberhasilan program, diharapkan dapat menurunkan
prevalensi berbagai penyakit masyarakat yang berbasis kesehatan lingkungan
melalui program pengawasan jamban.
3. Dengan tercapainya keberhasilan program, diharapkan dapat menjadi contoh bagi
daerah-daerah lain di Indonesia.
4. Masyarakat dapat memperoleh akses fasilitas jamban yang layak untuk kebutuhan
sehari-hari.
1.5 Sasaran
Masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat pada periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.

Bab II
Materi dan Metode
2.1 Materi
6

Materi yang dievaluasi dalam program pengawasan jamban periode Januari 2015
sampai dengan Oktober 2015 di UPTD Puskesmas Loji, Kabupaten Karawang, Jawa Barat,
antara lain:
1. Pendataan jumlah sarana jamban yang ada.
2. Jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Hasil inspeksi jamban keluarga yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji.
4. Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat.
5. Penyuluhan tentang sarana jamban/program pengawasan jamban.
6. Pencatatan dan Pelaporan.

2.2 Metode
Evaluasi program ini dilaksanakan dengan pengumpulan data, analisis data, dan
pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan pelaksanaan
program pengawasan jamban di Puskesmas Loji periode Januari 2015 sampai dengan
Oktober 2015 dengan cara membandingkan cakupan hasil program terhadap tolok ukur yang
telah ditetapkan dan menemukan penyebab masalah dengan menggunakan pendekatan
sistem.

Bab III
Kerangka Teoritis
3.1 Kerangka Teoritis

Bagan 1.Teori Pendekatan Sistem


Gambar di atas menerangkan sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling
dihubungkan dengan suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan
organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. Bagian atau elemen
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima unsur, yaitu :
1. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
dibutuhkan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut, terdiri dari tenaga (man), dana
(money), sarana (material), metode (method), mesin atau alat yang digunakan (machine),
jangka alokasi waktu (minute), lokasi masyarakat (market), dan informasi (information).
2. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang ada di dalam sistem dan
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Terdiri dari
unsur perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating),
dan pemantauan (controlling).
3. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
4. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem
tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem, terdiri dari lingkungan fisik dan non
fisik.
5. Umpan balik (feedback) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran
dari sistem dan sekaligus sebagai masukan dari sistem tersebut, berupa pencatatan dan
pelaporan yang lengkap, monitoring, dan rapat bulanan.
8

6. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran dari suatu sistem.
3.2 Tolok Ukur
Tolok ukur merupakan nilai acuan atau standar yang telah ditetapkan dan digunakan
sebagai target yang harus dicapai pada tiap-tiap variabel sistem, yang meliputi masukan,
proses, keluaran, lingkungan, dan umpan balik pada program pengawasan jamban.
Digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam program pengawasan
jamban di wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji, Kabupaten Karawang periode Januari 2015
sampai dengan Oktober 2015.

Bab IV
Penyajian Data
4.1. Sumber Data
Sumber data dalam evaluasi ini diambil, berasal dari:
Data Sekunder :
9

Profil Puskesmas Loji tahun 2015.


Data Demografi Puskesmas Kecamatan Loji tahun 2014.
Laporan Pembangunan Kesehatan UPTD Puskesmas Loji tahun 2015, Dinas
Kesehatan Kabupaten Karawang.
Laporan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas Loji tahun 2015.
Laporan Data Dasar Penyehatan Lingkungan, UPTD Puskesmas Loji, Karawang
periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.
Laporan Bulanan Pemeriksaan Penyehatan Lingkungan, UPTD Puskesmas Loji,
Karawang periode Januari 2015 sampai dengan Oktober 2015.
Pedoman Instrumen Penilaian Kinerja Puskesmas Provinsi Jawa Barat.
Laporan Kemajuan Akses Sanitasi Kecamatan Loji, Kabupaten Karawang.
4.2. Data Umum
4.2.1

Geografi
a. Lokasi
UPTD Puskesmas Loji terletak di bagian Selatan Kabupaten Karawang, di
Kecamatan Tegalwaru yaitu di jalan raya Pangkalan Loji Kp Munjul Rt 01 Rw 02
Desa Cintalaksana. Puskesmas Loji dapat dicapai dari ibukota Kabupaten
Karawang dengan roda empat (mobil) sekitar 35 km, tersedia kendaraan umum
elf, sedangkan untuk mencapai desa di wilayah kerja dapat dengan roda empat dan
roda dua, tersedia kendaraan umum berupa ojeg. Jarak puskesmas dengan desa
terjauh 7 km dengan desa terdekat 2 km

b. Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja lebih kurang 85,33 km2 dengan batas-batas sebagai berikut

Sebelah Utara : Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang


Sebelah selatan : Kecamatan cariu Kabupaten Bogor
Sebelah Barat : Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang
Sebelah Timur : Kecamatan Sukasari Kabupaten Purwakarta

Wilayah administrasi UPTD Puskesmas Loji mencakup sembilan Desa yaitu :


10

Desa Kutamaneuh

Desa Kutalanggeng

Desa Cintalanggeng

Desa Cintawargi

Desa Cintalaksana

Desa Mekarbuana

Desa Wargasetra

Desa Cigunungsari

Desa Cipurwasari

Jumlah RT sebanyak 109 dan RW sebanyak 40


Keadaan daerahnya terdiri dari :

4.2.2

Persawahan 45 %

Daratan

Perkebunan 15 %

Pegunungan 5 %

35 %

Demografi
Jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas Loji Kecamatan tegalwaru sebanyak
34.152 jiwa yang terdiri dari Laki-laki 17.346 jiwa dan Perempuan 16.806 jiwa.
Sedangkan seluruhnya terdiri dari 18.879 KK.

Tabel 1. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin di Tiap Desa.7


Penduduk
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Desa
Kutamaneuh
Kutalanggeng
Cintalanggeng
Cintawargi
Cintalaksana
Mekarbuana
Wargasetra
Cigunungsari

Laki-laki
2.158
1.481
1.959
1.926
1.923
2.210
2.858
1.641

Perempuan
2.002
1.487
1.979
1.945
1.858
1.966
2.692
1.635

Jumlah
4.160
2.968
3.938
3.871
3.781
4.176
5.550
3.276
11

Cipurwasari
Kec. Tegalwaru

1.190
17.346

1.242
16.806

2.432
34.152

Berdasarkan sosio ekonomi, maka penduduk di wilayah kerja Puskesmas Loji


terdapat penduduk miskin yang sudah dijamin pelayanan kesehatannya melalui program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bersumber dana APBN dan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) bersumber dana APBD Kabupaten dan Propinsi.
Tabel 2. Penduduk yang Terdaftar sebagai Peserta Jamkesmas dan Jamkesda.7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Desa
Kutamaneuh
Kutalenggeng
Cintalanggeng
Cintawargi
Cintalaksana
Mekarbuana
Wargasetra
Cigunungsari
Cipurwasari

Jamkesmas
1.859
811
1.299
915
954
1.173
1.640
1.539
852
11.042

Jamkesda
1.901
699
939
1.350
1.311
2.182
2.894
1.114
949
13.339

Jumlah
3.760
1.510
2.238
2.265
2.265
3.355
4.534
2.653
1.801
24.381

Jika melihat jumlah penduduk miskin, maka jumlah ini sangat tinggi. Meskipun
demikian berarti pula 71 % penduduk di wilayah kerja Puskesmas Loji terjamin
kesehatannya.
- Sarana Kesehatan

Puskesmas dengan tempat perawatan yang terdiri dari gedung utama, gedung Perawatan
dan Unit Gawat Darurat

Puskesmas Pembantu sebanyak 3 buah di Desa Kutamaneuh, Desa Mekarbuana dan Desa
Cipurwasari

Praktek dokter swasta sebanyak 1 buah

Pondokan bidan sebanyak 13 buah

Rumah bersalin sebanyak 1 buah

Apotik sebanyak 2 buah

Posyandu sebanyak 37 buah

12

Posbindu sebanyak 2 buah

Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang berada di wilayah Puskesmas loji sebanyak 36 unit adalah
sebagai berikut :
Taman kanak-Kanak

: 3 unit

Sekolah Dasar

: 25 unit

Madrasah Ibtidaiyah

: 4 unit

Sekolah Menengah Pertama Negeri : 1 unit


Sekolah Menengah Pertama Swasta : 1 unit
Madrasah Tsanawiyah

: 1 unit

Sekolah Menengah Atas Swasta

: 1 unit

4.3 Data Khusus


4.3.1

Masukan
a. Tenaga(Man)
Petugas Kesehatan Lingkungan (Sanitarian): 1 orang sebagai koordinator program
dan pelaksana program.
b. Dana (Money)
Dana untuk pelaksanaan program diperoleh dari :

APBD

:-

APBN

: (BOK)

c. Sarana
Sarana medis:

Sanitarian kit

: Tidak ada

13

Sarana non medis:

Infocus

: Ada, 1 buah

Layar

: Ada, 1 buah

Leaflet

: Tidak ada

Lembar balik

: Tidak ada

Poster (tentang BABS/jamban)

: Ada

Formulir pengawasan sarana jamban

: Ada

Buku pedoman Kesling

: Ada, 1 buah

Alat tulis

: Cukup

Sarana transportasi

: Ada

d. Metode (Method)

Pendataan dilakukan setiap awal tahun sampai akhir tahun berupa jumlah
jamban yang ada, jumlah penduduk yang memakai sarana jamban, dan
jumlah akses fasilitas yang layak (jamban yang memenuhi syarat). Pendataan
biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengawasan/inspeksi.

Penyuluhan mengenai sarana jamban yang memenuhi syarat kesehatan yang


berdasarkan program STBM. Penyuluhan dilakukan di dalam dan di luar
gedung.

Pemetaan jamban yang sudah memenuhi syarat.


Pemetaan jamban dilakukan setahun sekali di balai desa, terutama di desa
binaan. Pemetaan dilakukan setelah pertengahan tahun atau di akhir tahun
yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan program yang sudah dijalankan
melalui lingkup area/daerah. Dimana pemetaan berisikan tentang kondisi
sarana jamban yang ada, rumah yang memakai jamban, akses fasilitas sanitasi
yang layak (jamban sehat) dan rumah dengan kasus diare/penyakit berbasis
lingkungan yang diakibatkan oleh sarana jamban yang tidak memenuhi syarat
kesehatan.

Pengawasan/inspeksi sarana jamban.

14

Inspeksi dilakukan secara berkala 8 kali (1 minggu 2 kali) oleh petugas


kesehatan lingkungan terlatih bersama dengan kader/perangkat desa/bidan
dengan mengunjungi satu persatu rumah di wilayah kerja puskesmas Loji.
Pengawasan/inspeksi jamban diperiksa secara fisik dimana fasilitas
pembuangan tinja dan menggunakan tangki septik dengan sarana air bersih
dengan kloset leher angsa atau tidak leher angsa yang tertutup dan
pembuangan akhir tidak mencemari sumber air/tanah. Jamban terdiri dari 3
bagian: rumah jamban, lubang jamban dan tempat penampungan tinja yang
disebut septic tank.
Kriteria jamban sehat antara lain ruangan cukup leluasa untuk bergerak,
pencahayaan dan ventilasi cukup, lantai tidak licin, tidak menjadi sarang
serangga, tangki septik

sekurang-kurangnya

10m dari sumber

air.

Pemeriksaan secara lengkap terdapat di lampiran formulir inspeksi sarana


jamban.

Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan
Petugas lapangan mencatat kegiatan-kegiatan yang dikerjakan, dalam
format pencatatan pengawasan sarana jamban (register dan formulir lain
yang diperlukan) seterusnya membuat penyajian/visualisasi data dalam
bentuk grafik atau tabel yang diperbaharui secara periodik (bulanan dan
tahunan).
Pelaporan
Puskesmas yang melaksanakan kegiatan ini melaporkannya kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai format yang telah ada dan diberikan
secara periodik (bulanan dan tahunan).

4.3.2

Proses
a. Perencanaan

Pendataan jumlah sarana jamban dan jumlah pengguna

Perencanaan kegiatan di buat 1 bulan sebelumnya, setahun sebelumnya.

Pelaksanaan kegiatan pendataan dan inspeksi sarana jamban

: 1 kali / tahun

: 8 kali

15

o 1 minggu 2 kali oleh petugas kesehatan lingkungan terlatih pada hari


kerja dari jam 09.00 11.00 WIB.

Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat yang berada di kantor kepala
desa.

Kegiatan penyuluhan 12 kali (1 bulan sekali) yang dilaksanakan oleh petugas


kesehatan lingkungan melalui lintas program dan lintas sektor. Bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan
lingkungan dan sosialisi program STBM.

Pencatatan dan pelaporan :


Pencatatan dilakukan setiap kegiatan dilaksanakan : hari kerja pada pukul
11.00-13.00 WIB
Pelaporan dilakukan setiap awal bulan.

b. Pengorganisasian
Dibuat struktur organisasi, kepala puskesmas sebagai penanggung jawab
program, melimpahkan kekuasaan kepada Koordinator program (programmer),
kemudian programmer melakukan koordinasi dengan pelaksana program.
Terdapat struktur tertulis dan pembagian tugas yang teratur dalam melaksanakan
tugasnya:
Kepala Puskesmas
H. Ujang Suryana, SKM
Staff Promkes

Koordinator Kesehatan Lingkungan


Arry Setiawan, AMKl

Lintas Program (Bidan, Dokter, dsb)


Lintas Sektoral (Ketua RW, RT)
Bagan 2. Struktur organisasi bagian Kesehatan Lingkungan Puskesmas Loji

16

Pengorganisasian dalam program pengawasan jamban dibagi berdasarkan


jabatan:
a. Kepala Puskesmas

Sebagai penanggung jawab program.

Monitoring pelaksanaan kesehatan lingkungan

Melakukan

evaluasi

data

hasil

pelaksanaan

kegiatan

Kesehatan

Lingkungan di wilayah kerja.


b.Koordinator Kesehatan Lingkungan
Koordinator program.

Menerima pelaporan hasil kegiatan kesehatan lingkungan dari wilayah


setempat.

Melakukan pencatatan hasil keberhasilan program dan melaporkan hasil


pencatatan kepada Kepala Puskesmas dalam waktu tiap bulan.

c. Pelaksanaan
Sesuai dengan rencana dan metode yang telah ditetapkan, dilaksanakan secara
berkala:
-

Pengumpulan data 1x/tahun.

Kegiatan penyuluhan 12 kali (1 bulan sekali) yang dilaksanakan oleh petugas


kesehatan lingkungan melalui lintas program dan lintas sektor.

Pengawasan jamban 8x/sebulan.

Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat (1 tahun sekali), namun tidak
dilakukan.

d. Pengawasan

17

1. Adanya pencatatan setiap bulan dan tahunan dan pelaporan secara berkala
tentang kegiatan pengawasan jamban ke tingkat Kabupaten minimal 1 bulan
sekali.
2. Adanya rapat bulanan di puskesmas Loji tentang hasil pencapaian program
pengawasan jamban.
4.3.3

Keluaran
Data Jumlah Sarana Jamban, dan Jumlah Jamban yang Memenuhi Syarat

a.

1.

Jumlah sarana jamban


: 5716

keluarga
2. Jumlah jamban yang

: 1612

memenuhi syarat

b. Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban


Cakupan
Pengawasan
Jamban

Jumlah jamban diperiksa di wilayah kerja


Puskesmas Loji periode Januari 2015-Oktober 2015
Jumlah sarana jamban yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Loji periode Januari 2015-Oktober 2015

x 100%

2282
Cakupan

------------------- x 100 % = 39,92 %


5716

c. Cakupan jumlah rumah dengan dengan pemilikan jamban periode Januari


2015-Oktober 2015
Cakupan jumlah

Jumlah jamban yang ada di wilayah kerja Puskesmas x 100%


18

Loji periode Januari 2015-Oktober 2015

rumah dengan
kepemilikan jamban

Jumlah rumah yang ada di wilayah kerja Puskesmas

Loji periode Januari 2015-Oktober 2015

5716
Presentase :

------------------- x 100 % = 59,56 %


9597

Target : setiap rumah harus memiliki jamban

d. Cakupan Pengawasan JAGA yang memenuhi syarat


Cakupan
Pengawasan
Jamban yang
memenuhi syarat

Jumlah jamban yang memenuhi syarat di wilayah


kerja Puskesmas Loji periode Januari 2015 - Oktober
2015
=
Jumlah jamban yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Loji periode Januari 2015 Oktober 2015

x 100%

1612
Presentase : ------------------- x 100 % = 28,20 %
5716
e. Pencatatan dan Pelaporan
Laporan yang disajikan merupakan laporan cakupan hasil inspeksi

pengawasan jamban dari jumlah jamban yang ada


Tidak ada laporan tentang jenis jamban yang digunakan oleh penduduk di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Loji.

Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat.

Tidak ada laporan tentang penyuluhan yang dilakukan.


19

4.3.4

Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
Lokasi :

Semua lokasi sarana jamban dapat dijangkau dengan sarana transportasi


yang ada (sepeda motor) karena terdapat akses jalan yang bisa dilalui
sepeda motor. Walaupun sebagian jalan masih berlubang-lubang dan
masih banyak jalan yang belum diaspal tetapi tidak mempengaruhi
pelaksanaan program secara signifikan.

Iklim :

Iklim tidak mempengaruhi pelaksanaan program.

Kondisi Geografis :

Kondisi geografi tidak mempengaruhi program pengawasan jamban.


Berdasarkan keterangan petugas kesehatan lingkungan puskesmas Loji
tidak mempengaruhi.

b. Lingkungan Non Fisik


o Keadaan sosial ekonomi masyarakat dapat mempengaruhi keberhasilan
program. Dari 34.152 penduduk mayoritas mata pencaharian sebagai petani,
dengan tingkat ekonomi yang rendah hal tersebut dapat mempengaruhi akses
untuk mendapatkan sarana jamban yang memadai.
o Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah yaitu SD, sehingga mengurangi
rasa pentingnya terhadap pemakaian jamban
o Perilaku masyarakat yang masih BAB sembarangan seperti di saluran irigasi,
selokan, sawah, sungai, tempat pemeliharaan ikan dan kebun mempengaruhi
keberhasilan program.
o Sebagian besar masyarakat masih belum memiliki sarana jamban yang
memenuhi syarat.
4.3.4

Umpan Balik

20

a. Adanya rapat kerja bulanan bersama Kepala Puskesmas satu bulan satu kali yang
membahas laporan kegiatan evaluasi program yang telah dilaksanakan.
b. Tidak adanya pencatatan dan pelaporan yang lengkap sesuai dengan waktu yang
ditentukanakan dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan program
pengawasan jamban selanjutnya.
4.3.5 Dampak
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu
bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit seperti diare, tifoid, disentri, cacingan dan gatal-gatal.
Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk
serta estetika.
Bab V
Pembahasan Masalah

No

Variabel

Tolok Ukur

Pencapaian

Masalah

Target Provinsi Jawa Barat

Puskesmas Loji

Puskesmas Loji

Keluaran
-

Cakupan hasil
pengawasan
Inspeksi jamban
Presentase jumlah
rumah yang
memiliki jamban
keluarga
Presentase cakupan
pengawasan
Jamban Keluarga

62,5%

39,92 %

59,56 %

28,20 %

(+) 36,12 %

(+) 4,70 %

(+) 54,88 %

21

yang memenuhi
syarat
Masukan
-

Man

Tersedianya petugas sebagai


koordinator dan
pelaksanaprogram
pengawasan jamban yang
terampil di bidangnya.

1 orang tenaga yang


selain berperan menjadi
bendahara puskesmas
juga merangkap sebagai
coordinator pelaksana
program pengawasan
jamban yang terampil dan
kompeten dibidangnya

(-)

Money

Tersedianya dana yang


cukup berasal dari BOK dan
APBD untuk petugas sebesar
Rp 25.000,00 tiap RW

Dana yang tersedia


sebesar Rp 50.000,00

(-)

Material

Tidak ada
Ada 1 buah
Ada 1 buah
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada

(+)

Sanitarian Kit
Infocus
Layar
Leaflet
Lembar balik
Poster
Formulir wawancara/
pengawasan jamban
Buku pedoman
Alat tulis
Sarana transportasi

Ada 1 buah
Ada
Ada

1.
2.
3.
4.
5.

Pendataan
Penyuluhan
Pengawasan
Pemetaan
Pencatatan dan pelaporan

1.
2.
3.
4.
5.

Pendataan dilakukan
Penyuluhan
Pengawasan
Pemetaan
Pencatatan dan
pelaporan

Method

(-)

Proses
-

Pengorganisasian

Dibentuk struktur organisasi,


kepala Puskesmas sebagai
penanggungjawab program,
melimpahkan kekuasaan
kepada coordinator program

Struktur organisasi sudah


jelas, namun koordinasi
belum optimal di lintas
program dan lintas

(+)

22

Pelaksanaan

kemudian melakukan
koordinasi dengan pelaksana
program

sektoral

Sesuai dengan rencana dan


metode yang telah
ditetapkan, dilaksanakan
secara berkala :
pengumpulan data 1 kali/
tahun ; pengawasan jamban
8 kali/ bulan ; penyuluhan 12
kali yang dilaksanakan oleh
petugas kesehatan
lingkungan melalui lintas
program dan lintas sektoral

Dilakukan pendataan
hanya saja tidak ada data
jenis jamban yang
digunakan

(+)

Dilakukan perencanaan
Pengawasan sarana
jamban telah dilakukan
sesuai jadwal
Penyuluhan hanya
terbatas di posyandu saja,
serta kurangnya sarana
dan prasarana penunjang
penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat
Tidak dilakukan
pemetaan sarana jamban
yang memenuhi syarat.

Umpan Balik

Lingkungan
-

Fisik

Adanya rapat kerja bulanan


dengan Dinas satu bulan satu
kali yang membahas laporan
kegiatan evaluasi program
yang telah dilaksanakan

Dilakukan rapat kerja


bulanan
Tidak dilakukan
pencatatan dan pelaporan

(+)

Lokasi

Desa Kutamaneuh sulit


dijangkau, selain jarak
yang jauh, akses jalan
berupa tanah kering dan
bebatuan

(+)

Sebagian besar penduduk


bermata pencaharian

(+)

iklim

Non Fisik

Keadaan sosial ekonomi


masyarakat dapat
mempengaruhi keberhasilan
program

petani dan tidak


memiliki sarana jamban
23

yang memadai.
Tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi keberhasilan
program

Tingkat pendidikan
penduduk rata-rata hanya
lulusan SD

(+)

Bab VI
Perumusan Masalah
6.1. Masalah sebenarnya (menurut keluaran)
Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92 % dari target 62,5%, besar
masalah 36,12 %.
Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%,
besar masalah 4,70 %.
Presentase cakupan pemeriksaan jamban yang memenuhi syarat yaitu 28,20 % dari target
62,5%, besar masalah 54,88 %
6.2. Masalah dari unsur lain (penyebab)
Masukan
24

Sarana (Material)
Tidak ada poster, leafet dan lembar timbal balik yang mengenai sarana jamban atau
perilaku stop BABS.

Metode (Method)
Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban yang memadai.

Proses

Pengorganisasian
Struktur organisasi sudah jelas, namun koordinasi belum optimal koordinasi di lintas
program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana program pengawasan jamban.

Pelaksanaan
Penyuluhan hanya terbatas di posyandu dan dalam gedung saja serta kurangnya
sarana dan prasarana penunjang penyuluhan kesehatan tentang penting sarana jamban
yang memenuhi syarat kepada masyarakat.Tidak ada pendataan jenis sarana jamban
tersebut

Lingkungan
Fisik
Desa Kutamaneuh sulit dijangkau terutama bagian pendalaman desa, selain jarak desa
Kutamaneuh yang paling jauh dibandingkan jarak desa yang lain, akses jalan yang
berupa batuan dan tanah kering merupakan masalah utama.
Non-Fisik
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian petani dari total jumlah penduduk
34.152, sebagian besar dari total 18.879 KK memiliki pendapatan rendah. Hal tersebut
dapat mempengaruhi akses untuk mendapatkan sarana jamban yang memadai. Tingkat
pendidikan masih rendah yaitu SD, sehingga kurangnya pengetahuan tentang
pentingnya sanitasi dasar yang berkualitas (sarana jamban yang memadai) terhadap
kesehatan.Perilaku masyarakat yang masih BABS seperti di saluran irigasi, selokan,
sawah, kebun mempengaruhi keberhasilan program.

25

Bab VII
Prioritas Masalah
Masalah menurut keluaran:
a. Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92 % dari target 62,5%, besar
masalah 36,12 %.
b. Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%,
besar masalah 4,70 %.
c. Presentase cakupan pemeriksaan jamban yang memenuhi syarat yaitu 28,20 % dari
target 62,5%, besar masalah 54,88 %
Prioritas masalah:

No
1

Kriteria
Besarnya masalah

A
4

Masalah
B
1

C
5
26

2 Berat ringannya akibat yang ditimbulkan


3 Keuntungan social yang diperoleh
4 Teknologi yang tersedia
5 Sumber daya yang tersedia
Total

5
4
5
5
23

5
5
3
3
17

3
4
2
2
16

Yang menjadi prioritas masalah adalah:


1. Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92 % dari target 62,5%, besar
masalah 36,12 %.
2. Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%,
besar masalah 4,70 %.

Bab VIII
Penyelesaian Masalah
8.1. Masalah 1
Cakupan hasil pengawasan/inspeksi sarana jamban 39,92% dari target 62,5%. Besar masalah
36,12 %
Penyebab antara lain :

Pengorganisasian
Struktur organisasi sudah jelas, namun koordinasi belum optimal koordinasi di lintas
program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana program pengawasan jamban.

Penyelesaian antara lain :

Meningkatkan koordinasi antara penanggung jawab dengan koordinator program,


koordinator dengan pelaksana serta mengoptimalkan koordinasi lintas program dan
lintas sektoral seperti mengikuti rapat mingguan desa dan kecamatan bekerja sama
dengan promosi kesehatan, program rumah sehat, program PHBS dan sebagainya.

27

8.2. Masalah II
Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yaitu 59,56 % dari target 62,5%. Besar
masalah 4,70 %.
Penyebab antara lain :

Pengorganisasian
Belum optimal koordinasi di lintas program dan lintas sektoral antar petugas pelaksana
penyuluhan Jamban Keluarga

Metode
Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat padahal sudah ada data
pencatatan setiap bulan tentang jumlah jamban yang memenuhi syarat.

Lingkungan
Non-Fisik
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian adalah petani, dengan pendapatan
rendah, hal tersebut dapat mempengaruhi akses untuk mendapatkan sarana jamban
yang memadai.
Tingkat pendidikan masih rendah sehingga kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
sanitasi dasar yang berkualitas (sarana jamban yang memadai) terhadap kesehatan.
Perilaku masyarakat yang masih BABS menjadi suatu tradisi atau kebiasaan hidup.

Penyelesaian antara lain :

Meningkatkan koordinasi antara penanggung jawab dengan koordinator program,


koordinator dengan pelaksanaserta mengoptimalkan koordinasi lintas program dan
lintas sektoral seperti mengikuti rapat mingguan desa dan kecamatan bekerja sama

dengan promosi kesehatan, bidan desa dan sebagainya.


Melakukan pemetaan jamban yang memenuhi syarat sesuai dengan pencatatan bulan
yang ada.

28

Dilakukan penyuluhan secara intensif dengan meningkatkan frekuensi penyuluhan tidak


hanya 1x dalam 1 bulan, bervariasi dengan memberikan contoh sarana jamban yang
memadai dan yang tidak memenuhi syarat di lapangan. Penyuluhan tentang pentingnya
sarana jamban sehat dengan kesehatan. Penyuluhan diharapkan menambah pengetahuan
masyarakat sehingga mengubah sikap dan perilaku dalam hal BABS. Mulai
mensosialisasikan dan menerapkan sistem program STBM yang salah satu pilarnya

adalah ODF atau stop BABS.


Dilakukan kerjasama lintas sektoral dengan dinas perumahan, dinas sosial dan
sebagainya.

Bab IX
Penutup
9.1 Kesimpulan
Telah dilaksanakan evaluasi program jamban keluarga di UPTD Puskesmas Loji
periode Januari 2015 hingga Oktober 2015 dengan pendekatan sistem, ditemukan adanya
masalah berupa :
1. Jumlah sarana jamban yang ada sebanyak 5.716, jumlah jamban yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 1.612.
2. Cakupan pengawasan jamban yang masih kurang (39,92%) dari target sebesar 62,5%.
3. Presentase kepemilikan jamban dengan jumlah rumah yang masih kurang (59,56%) dari
target sebesar 62,5%.
4. Kurangnya sarana dan prasarana penunjang untuk penyuluhan dan pelaksanaan program
jamban keluarga.
5. Tidak dilakukan pemetaan sarana jamban
6. Tidak ada data tertulis tentang penyuluhan jamban keluarga
Sehingga disarankan bagi kepala Puskesmas :
Meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan lintas program supaya kinerja cakupan
inspeksi sarana jamban, dan penyuluhan jamban keluarga dapat ditingkatkan.

29

Mengajukan ke Dinas Kesehatan untuk pengadaan sanitarian kit, leaflet, dan poster atau
baliho.
Memonitoring pelaksanaan pemetaan sarana jamban.
Memotivasi pembuatan laporan rutin setelah petugas kesehatan lingkungan melakukan
penyuluhan program jamban keluarga
Sehingga diharapkan tahun depan program jamban keluarga ini dapat berjalan
dengan baik dan mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan.

30

S-ar putea să vă placă și