Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Ensefalitis :
1. Ensefalitis Supuratif Akut disebabkan oleh Bakteri penyebab ensefalitis supurativa
adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa. Ensefalitis
disebabkan karena peradangan yang dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis
media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru,
bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke
dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila
kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Manifestasi klinis Secara umum
gejala berupa trias ensefalitis ; Demam , Kejang dan Kesadaran menurun Bila berkembang
menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan
kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tandatanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.
2. Ensefalitis Sifilis. Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium
yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi
susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat. Manifestasi klinis Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua
bagian : (1) Gejala-gejala neurologist Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan,
afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil AgryllRobertson,nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanangangguan motorik yang progresif. (2) Gejala-gejala mental Timbulnya proses dimensia yang
progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang
efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.
3. Etiologi
Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut:
Agens Penyebab
Togaviridae
Alfavirus :Virus Ensefalitis Equine Eastern, Virus Ensefalitis Equine Western,Virus
Ensefalitis Equine Venezuela
Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan Bunyaviridae Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon
Paramyxoviridae
Paramiksovirus: Virus Parotitis dan Virus Parainfluenza
Morbilivirus : Virus Campak
Orthomyxoviridae : Influenza A dan Influenza B
Arenaviridae :Virus khoriomeningitis limfostik
Picornaviridae
Enterovirus : Poliovirus, Koksakivirus A, Koksakivirus B , Ekhovirus .
Reoviridae
Orbivirus: Virus demam tengu Colorado
Rhabdoviridae : Virus Rabies
Retroviridae
Lentivirus Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2
Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah atau
muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi. Penularan
Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya gejala klinik.
Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar terjadi penularan Mumpsvirus, bila
dibandingkan dengan penularan virus Measles atau Varicella-zoster.
Penyebab
karena
Togavirus
dalam
siklus
biologiknya
membutuhkan
invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya nyamuk dan caplak. Infeksi pada manusia
terjadi melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandung Togavirus. Manusia
adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain yang patogenik terhadap
berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus, marmot, anak ayam dan kera. Virus ini
mencapai otak melalui saraf olfaktoris, kemudian menyebar dari sel ke sel sehingga
menimbulkan nekrosis neuron yang luas .
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa disebabkan
oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO, Coxsackie dan
Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para
infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah
dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis epidemika, Mononukleosis
infeksiosa. Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar yaitu: di
negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV- 1), virus gondok,
enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein Barr. Di Amerika Serikat terdapat
ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern equine virus, Bunyavirus
termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah dan Timur, Virus Ensefalitis Tickborn adalah endemis. Herpes simpleks-type 2 merupakan penyebab penyakit paling banyak
pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak.
Virus Valley fever di Afrika dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia.
Ensefalomieletis pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan
dengan campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr,
cytomegalovirus, coxsackie B, Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi sangat
rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang lemah termasuk
pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi ensefalitis yang disebabkan oleh
Herpes zoster atau Cytomegalovirus.
Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari
infeksi di paru-paru. Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding
dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang intrakranial, baik di permukaan korteks
maupun di araknoid dapat dibentuk granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya
berkembang menjadi abses.Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan serebrospinal akan
memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada
komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H. influenzae
eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk memulai infeksi pada CSS.
Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua kelompok umur, dan pada
penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen penyebab yang paling sering.
4. Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah,
penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran
melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di
dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga
bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai
perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat
membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari
2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau
ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui
parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa
kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang
(rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus
koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread
misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf
pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam
otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis
terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan
pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit
penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi
terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur
hangat. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan
ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak
matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot
dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan
ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak,
ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa:
fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata
misalnya mikrosefalus, dll
5. Tanda dan Gejala
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
1. Pada neonatus temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
c. Menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah,diare,tonus otot
melemah, menangis lemah.
2. Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
fokal,
dan
aktivitas
kejang.
Temuan
ini
dapat
membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West
Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise,
nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan
fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot
proksimal, dan flaccid paralysis.
Dari pemaparan diatas ciri khas dari penderita meningoensefalitis yang tampak adalah
demam akut yang tinggi, kesadaran menurun (lethargi atau gaduh,gelisah), nyeri
kepala,muntah dan kaku kuduk
5. Pathway (terlampir)
6. Pemeriksaan Penunjang
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung
WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis ditandai
dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa rendah. Viral
meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai sedang, normal atau
sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis menunjukkan
pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa normal.
Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan
protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus,
atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui
bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis
enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis
adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen ensefalitis.
EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat, walaupun perubahan
fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau mungkin menunjukkan
pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, catscratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan
dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus,
tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.
Tabel 2. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
kondisi
Tekanan
Leukosit (/L)
Normal
50-180
mm H2O
Meningitis
bakterial akut
Biasanya
meningkat
<4; 60-70%
limfosit,
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
mendominasi
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan
Normal
atau
meningkat
Tuberculous
meningitis
Biasanya
meningkat
: dapat
sedikit
1-10,000;
didominasi
PMNs tetapi
mononuklear
sel biasa
mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
Protein
(mg/dL)
20-45
Glukosa
(mg/dL)
>50 atau 75%
glukosa darah
Keterangan
100-500
Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
glukosa
darah;
biasanya <40
Terdepresi
atau normal
Organisme
dapat dilihat
pada Gram
stain dan
kultur
<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
Bakteri tahan
asam mungkin
dapat terlihat
pada
>100
100-500;
lebih
tinggi
khususnya
Organisme
normal dapat
dilihat;
pretreatment
dapat
menyebabkan
CSF steril
Fungal
meningkat
karena
bendunga
n cairan
serebrospi
nal pada
tahap
tertentu
Biasanya
meningkat
Viral meningitis
atau
meningoencefali
tis
Normal
atau
meningkat
tajam
Abses (infeksi
parameningeal)
Normal
atau
meningkat
kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal
pengobatan
tidak adekuat
pemeriksaan
usap CSF;
<50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Budding yeast
dapat terlihat
Secara umum
normal; dapat
terdepresi
hingga 40
pada beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)
Normal
Profil
mungkin
normal
7. Penatalaksaan Medis
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satusatunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari
untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak
ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada
ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75
mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.
Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup
B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan
ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim.
Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambuto.
Herpetik
meningoensefalitis
diobati
dengan
asiklovir
intravenous,
cytarabin
atau
Meningitis Serosa
Rejimen terapi
a. 2 bulan pertama
INH 1x400 mg/ hr P.O
Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O
Pirazinamid 15-30 mg/kg/hr P.O
Streptomisin 15 mg/kg/hr P.O
Etambutol 15-20 mg/kg/hr P.O
b. 7-12 bulan berikutnya
INH 1x400 mg/hr P.O
Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O
Steroid, diberikan untuk:
Meningitis Purulenta
1. Pneumokok, Meningokok
Amphisilin 12-18 gr I.V dalam dosis
terbagi per hari, selama minimal 10
hari atau hingga sembuh.
2. Haemophylus Influenzae
Kombinasi amphisilin dan
kloramphenikol selama 10 hari, bila
alergi penisilin berikan kloramphenikol
saja.
3. Enterobakterium
Cefotaxim 1-2 gr gr per 8 jam. Bila
Ensefalitis Sifilis
1. Penisilin parenteral dosis tinggi
Penisilin G dalam air: 12-24
juta unit/hari I.V dibagi 6 dosis
selama 14 hari
Penisilin Prokain G: 2,4 juta
unit/hari
I.M
Probenesid
selama 3 minggu
2. Bila alergi penisilin
Tetrasiklin 4x500 mg P.O selama 30 hari
atau
Eritromisin 4x500 mg P.O selama 30 hari
atau
Kloramfenikol 4x1 gr I.V selama 6
minggu atau
Cefrtiaxone 2 gr I.V / I.M selama 14 hari
8. Komplikasi
a. Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan
monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan
kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.
b. Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga mungkin
terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune complexmediated, tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.
c. Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari untuk 2 sampai
3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis menular
(St Louis, California, dan infeksi Enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa, kasus
yang parah menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat
terjadi dengan hampir semua virus ini Neurotropik. Angka kematian keseluruhan
untuk ensefalitis menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga dari pasien sembuh
sebelum dibuang dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis yang
signifikan, termasuk kelumpuhan atau spastisitas, gangguan kognitif, kelemahan,
ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan pasien dengan gejala sisa neurologis
ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah sakit secara bertahap
memulihkan beberapa atau semua fungsi mereka.
B.Konsep Asuhan Keperawata
1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. Meningoensefalitis dapat
terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula pasien gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat, sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita
penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat kesehatan keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan
lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
6. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
B2 (Blood)
menyebabkan
meningkatnya
transmitter
rangsang
parasimpatis ke jantung.
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Hemiplegi
konvulsif
istirahat
Makan dan minum
:
Mual
muntah,
disertai
dengan
kesulitan
menelan,
sehingga
Terjadi
kerusakan
pada
nervus
kranialis,
yang
terkadang
Kenyamanan
Keamanan
2.
a.
b.
c.
Diagnosa Keperawatan
Hipertermia b.d proses infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral/ penyumbatan aliran
darah.
d. Nyeri akut b.d proses penyakit
e. Risiko cidera b.d aktifitas kejang umum.
f. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
3. Rencana Keperawatan (terlampir)
Referensi
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Suzanne, C. Smeltzer. (2001). Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
NANDA. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jogjakarta: Media
Action