Sunteți pe pagina 1din 38

Laporan Kasus RA1

ASITES
PENYAJI

: - Margareth Sitorus
- Meliani
- Ida Meita Sagala
- M. Kamal Hafiz
- Syed M. Kamal

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal : 7 Mei 2015
Nilai :

(dr. Ananda W. Ginting)

(dr. Bayu Rusfandi Nst, Sp.PD)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan judul ASITES
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada PPDS
pembimbing, dr. Ananda W. Ginting yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kebaikan penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan
kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..........................................................................................

Kata Pengantar .................................................................................................

ii

Daftar Isi ........................................................................................................... iii


Bab 1 Tinjauan Pustaka ...................................................................................

1.1.

Latar Belakang ........................................................................................

1.2

Definisi ....................................................................................................

1.3

Epidemiologi ...........................................................................................

1.4

Patofisiologi Asites .................................................................................

1.5

Manifestasi Klinis ...................................................................................

1.6

Diagnosis dan Diagnosis Banding...........................................................

1.7

Terapi ...................................................................................................... 11

1.8

Edukasi dan Pencegahan ......................................................................... 14

1.9

Prognosis ................................................................................................. 15

Bab 2 Status Orang Sakit ..................................................................................... 16

Bab 3 Follow Up Harian Di Ruangan ............................................................. 26


Bab 4 Diskusi ..................................................................................................... 30
Bab 5 Kesimpulan ............................................................................................. 31
Daftar Pustaka ................................................................................................... 32

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1

Latar Belakang
Asites adalah akumulasi cairan di dalam rongga peritoneum. Kata asites

berasal dari bahasa yunani askites dan askos yang berarti kantong atau perut.
Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Penyebab asites dapat digolongkan
ke cirrhotic asites dan non-cirrhotic asites1.
Cirrhotic asites adalah asites yang terjadi sebagai komplikasi penyakit
sirosis hati, asites ini paling sering dijumpai di Indonesia. Dalam kurun waktu 10
tahun sejak diagnosis ditegakkan, sekitar 50% pasien sirosis mengalami
komplikasi berupa asites. Beberapa studi yang dilakukan pada pasien dewasa
mengemukakan bahwa adanya asites pada kasus sirosis merupakan tanda
prognosis buruk dengan survival rate dua tahun setelah asites timbul sebesar
50%1.
Non-cirrhotic asites dapat disebabkan oleh beberapa penyakit. Pertama
adalah asites yang disebabkan penyakit malignan seperti peritoneal karsinoma,
hepato selular karsinoma, limfoma dll. Selain itu penyakit congestive heart failure
dapat menyebabkan asites. Infeksi tuberculosis dan infeksi Chlamydia. Pankreatic
asites disebabkan ekstravasi cairan pancreas dari sistem pankreatik duktal1.
1.2

Definisi
Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan

cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut. Rongga
perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma1. Penyebab utama
asites merupakan hipertensi portal yang berhubungan dengan sirosis hepar. Akan
tetapi, keganasan dan infeksi juga dapat menyebabkan asites12.
1.3

Epidemiologi
Pada kebanyakan kasus (kira-kira 75%), asites disebabkan oleh penyakit

sirosis hati, sedangkan 12% kasus disebabkan oleh keganasan peritoneal


("malignant asites"), 5% kasus disebabkan oleh gagal jantung, 2% kasus

disebabkan oleh tuberkulosis peritoneal, dan sisanya disebabkan oleh penyebab


lain seperti sindrom nefrotik dan penyakit pankreas2,3.

1.4

Patofisiologi2,4

1.4.1 Hipertensi portal peningkatan tekanan vena porta merangsang pelepasan


sitokin vasodilator seperti NO, prostasiklin, adenosin, endotoksin) yang
selanjutnya mengakibatkan vasodilatasi perifer dan splanchnic. Vasodilatasi
ini mengakibatkan tubuh mendeteksi terjadinya penurunan volume plasma
melalui baroreseptor. Keadaan hipovolemik ini kemudian mengaktifkan
sistem

renin-angiotensin-aldosteron,

sistem

saraf

simpatis,

dan

meningkatkan sekresi antidiuretik hormon yang selanjutnya mengakibatkan


vasokonstriksi renal dan retensi garam dan air.

Pre-hepatik : kompresi atau trombosis vena porta; schistosomiasis

Hepatik : sirosis hepatis; nekrosis hepatik akut; hepatitis viral

Post-hepatik : sindrom Budd-Chiari, myeloproliferative disorders,


perikarditis

konstriktif;

gagal

jantung

kanan,

keadaan

hiperkoagulabilitas
1.4.2 Hipoproteinemia Konsentrasi protein plasma yang rendah, terutama
albumin, menurunkan tekanan osmotik plasma. Normalnya, tekanan
osmotik yang relatif tinggi cenderung menarik cairan ekstravaskular
kembali ke intravaskular. Pada keadaan hipoproteinemia, gradien osmotik
berkurang sehingga cairan yang ditarik dari ekstravaskular juga sedikit. Jika
jumlah cairan ekstravaskular melebihi kapasitas limfatik hepar dan usus,
maka terjadilah asites.

Sindrom nefrotik

Protein-losing enteropathy

Malnutrisi

1.4.3 Neoplasma Sel tumor akan melepaskan faktor pertumbuhan, seperti


VEGF, b-FGF, TGF dan , IL8, yang berperan dalam neovaskulariasi dan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler

memudahkan terjadinya akumulasi protein dan albumin di rongga


peritoneum. Peningkatan tekanan osmotik ini menarik cairan dari
intravaskuler ke rongga peritoneum. Selain itu, tumor hepar yang besar yang
mengkompresi atau tumbuh ke dalam vena porta atau vena hepatik akan
mengakibatkan hipertensi portal dan asites.

Peritoneal carcinomatosis

Pseudomyxoma

1.4.4 Infeksi Infeksi seperti tuberkulosis peritoneal menyebabkan suatu


kondisi inflamasi kronis di rongga peritoneum. Mediator inflamasi akan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
memudahkan protein plasma dan cairan untuk merembes dari intravaskular
ke rongga peritoneum.

Tuberkulosis

Parasit (strongyloidosis, entamoeba)

1.4.5 Miscellaneous Pankreatik asites terjadi akibat ruptur duktus pankreatikus


atau kebocoran sekresi pankreas dari suatu pseudocyst. Iritasi peritoneum
oleh sekresi pankreas akan mengganggu permeabilitas membran peritoneum
sehingga terjadi akumulasi protein plasma dan cairan di rongga peritoneum.
Pada

pembedahan

abdomen

jika

terjadi

cedera

limfatik

dapat

mengakibatkan terjadinya asites kilus.

1.5

Pankreatik asites

Nefrogenik asites

Myxoedema

Meigs's syndrome

Post-abdominal surgery

Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi pada asites sirosis yaitu5:

a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus


(penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan

tidak bisa menyerap bilirubin. 17 Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya


kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit.
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis 12 Ketika liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema)
dan abdomen (asites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan
ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena
portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi pada asites non sirotik yaitu5 :
a. Asites pada kanker ovarium
Asites pada kanker ovarium merupakan prognosis yang buruk, ditandai
dengan perut membesar karena rongga berisi cairan, yang lama kelamaan
akan menyebabkan penekanan pada rongga traktus gastrointestial sehingga
akan timbul degan keluhan anoreksia. Pada karsinoma Ovari, cairan asites
diproduksi oleh ovarium yang akan menskresikan cairan yang dapat bersifat
serous atau musin.
b.

Asites pada gagal jantung


Pada gagal jantung mengakibatkan peningkatan pada pembulub darah yang
mengalirkan darah ke ventrikel kanan, yakni vena sistemik, edema perifer.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya asites, efusi pluera, dan edema perifer.

c. Asites pada TB peritoneal


Asites adalah salah satu gejala pada TB peritoneal selain demam, keringat
malam, penurunan berat badan dan nyeri abdomen. Bakteri tuberculosis dapat
mencapai saluran cerna melalui penyebaran hematogen dari TB paru primer

atau TB paru milier, menelan spuutm yang terinfeksi atau penyebaran


langsung dari kelenjar limfe, dan organ intraabdominal ( terutama ileum
terminal dan caecum)
Adenosin Deaminase (ADA) merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosa TB Peritoneal dengan tingkat sensitifitas 97%
dan

spesifisitas

98%

Adenosin

deaminase

adalah

suatu

enzim

aminohidrolase yang mengubah adenosin menjadi inosin dan terlibat dalam


katabolisme basa purin. Aktifitas enzim tersebut lebih banyak didapati pada
sel limfosit T daripada limfosit B dan juga dapat menentukan diferensiasi sel
T. Pada TB peritoneal, ADA meningkat karena stimulasi sel T oleh antigen
mikobakterium16.

1.6
1.6.1

Diagnosis dam Diagnosis Banding


Diagnosis6

a) Anamnesis :
Tahap awal untuk menegakkan diagnosis asites adalah dengan melakukan
anamnesis mengenai perjalanan penyakit. Saat melakukan anamnesis sebaiknya
dokter mencari tahu faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan pada hati,
seperti: riwayat kolestasis neonatal, jaundice, hepatitis kronik, riwayat transfusi
atau suntikan, atau riwayat keluarga dengan penyakit hati. Selain itu, biasanya
perlu ditanyakanapakah terjadi peningkatan berat badan yang berlebihan.
b) Pemeriksaan fisik6,13
Tahap selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh.
Pada awal pemeriksaan fisik, perlu dibedakan apakah pembesaran perut yang
terjadi karena asites, atau penyebab lain seperti: kegemukan, obstruksi usus, atau
adanya massa di abdomen. Flank dullness yang biasanya terdapat pada 90%
pasien dengan asites merupakan tes yang paling sensitif, sedangkan shifting
dullness lebih spesifik tetapi kurang sensitif.

Kemudian difokuskan untuk mendeteksi penyakit hati kronis/sirosis hepatis


seperti adanya hipertensi portal dengan adanya tanda-tanda splenomegali,
bendungan vena-vena dinding perut, hernia umbilical, adanya ikterus, spider nevi,
eritema Palmaris, muka abu-abu, atrofi testis atau ginekomasti pada laki-laki, dan
lain-lain.
Pemeriksaan abdomen khusus untuk mendeteksi asites seperti : bunyi
timpani pada perkusi perut pasien yang tidur terlentang disebabkan oleh liku-liku
usus yang berisi udara mengapung diatas cairan asites, perut menbengkak ke
samping kanan dan kiri akibat tekanan dari cairan asites pada dinding perut
(bulging flanks), bunyi pekak pada perut yang berubah apabila pasien dimiringkan
kekiri atau kekanan (shifting dulness) bila cairan sekitar 1500cc.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang setelah anamnesis dan pemeriksan fisik penegakan
diagnosis dapat dibantu oleh pemeriksaan penunjang, berupa pemeriksaan
radiologi, dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi yang dapatdilakukan meliputi
pemeriksaan rontgen toraks dan abdomen, USG, CT-Scan dan MRI abdomen.
Pemeriksaan laboratorium berupa hematologi rutin, fungsi ginjal dan urinalisis13.
d) Punksi asites
Punksi abdomen merupakan cara yang cepat dan ekonomis untuk
mendiagnosis adanya asites, melihat profil/warna cairan dan analisis cairan untuk
menentukan kasus. Punksi asites aman dilakukan walaupun ditemukan adanya
koagulopati. Indikasi punksi asites adalah asites yang baru timbul sebagai
tindakan rutin, pasien yang dirawat berulang kali, bila terdapat tanda-tanda infeksi
seperti demam, nyeri perut dan leukositosis.

Cairan asites dikategorikan menjadi eksudat dan transudat. Berikut adalah


kriteria eksudat dan transudat17.
JENIS TES
Makroskopi

Glukosa
LDH

Neg/Pos Lemah
< 50% plasma
< 2,5 gr/dl
= plasma
< 60% plasma

EKSUDAT
Warna bermacam-macam
Keruh
Sering ada bekuan
BJ > 1018
> 500
PMN > (akut)
MN > (kronik)
Pos
> 50%
> 4,0 gr/dl
< plasma
> 60% plasma

Ratio :
Protein cairan plasma
LDH cairan plasma

< 0,5
< 0,6

> 0,5
> 0,6

Jumlah sel leukosit


Hitung Jenis
Rivalta
Protein

TRANSUDAT
Kuning muda
Jernih
Bekuan tidak ada
BJ < 1018
< 500
Sel MN

e) Rontgen toraks dan abdomen


Asites masif mengakibatkan elevasi difragma dengan atau tanpa adanya
efusi pleura. Pada foto polos abdomen asites ditandai dengan adanya kesuraman
yang merata, batas organ jaringan lunak yang tidak jelas, seperti: otot psoas, liver
dan limpa. Udara usus juga terlihat mengumpul di tengah (menjauhi garis lemak
preperitoneal), dan bulging flanks.
f) USG
USG adalah cara paling mudah dan sangat sensitif, karena dapat mendeteksi
asites walaupun dalam jumlah yang masih sedikit (kira kira 5-10ml). Apabila
jumlah asites sangat sedikit, maka umumnya akan terkumpul di Morison
Pouch,dan di sekitar hati tampak seperti pita yang sonolusen. Asites yang banyak
akan menimbulkan gambaran usus halus seperti lollipop. Pemeriksaan USG juga
dapat menemukan gambaran infeksi, keganasan dan/atau peradangan sebagai
penyebab asites. Asites yang tidak mengalami komplikasi gambaran USG

umumnya anekoik homogen, dan usus tampak bergerak bebas. 9 Asites yang
disertai keganasan atau infeksi akan memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan
heterogen, dan tampak debris internal. Usus akan terlihat menempel sepanjang
dinding perut belakang; pada hati atau organ lain; atau dikelilingi cairan.. Namun
demikian, USG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi asites pada pasien
obesitas, dan asites yang terlokalisir karena gelombang ultrasound dapat terhalang
oleh jaringan lemak dan gas di dalam lumen.
g) CT Scan
CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites. Asites dalam
jumlah yang sedikit akan tampak terlokalisasir pada area perhepatik kanan,
subhepatik bawah, dan pada kavum douglas.9 Densitas dari gambaran CT Scan
dapat memberi arahan tentang penyebab dari asites.
h) MRI
MRI adalah pemeriksaan yang sangat baik digunakan dalam mendeteksi
cairan di rongga peritoneum. Pada anakanak pemeriksaan MRI ini lebih disukai
karena waktu pemeriksaan yang lebih singkat.
i) Abdominal Parasentesis6,13
Abdominal parasentesis umum dikerjakan pada pasien dengan asites yang
belum diketahui penyebabnya, dan pada pasien dengan penambahan jumlah asites
yang sangat cepat,perburukan klinis, disertai demam dan nyeri perut. Pemeriksaan
ini berguna untuk mendeteksi terjadinya spontaneous bacterial peritonitis (SBP).1
Cairan asites kemudian dikirim untuk mengetahui jumlah sel, albumin, kultur
asites, protein total, gram stain dan sitologi. Pemeriksaan cairan asites meliputi:

Inspeksi
Sebagian besar cairan asites berwarna transparan dan kekuningan. Warna

cairan akan berubah menjadi merah muda jika terdapat sel darah Merah >10
000/l, dan menjadi merah jika SDM >20 000/l. Cairan asites yang berwarna

merah akibat trauma akan bersifat heterogen dan akan membeku, tetapi jika
penyebabnya non trauma akan bersifat homogen dan tidak membeku. Cairan
asites yang keruh menunjukan adanya infeksi.

Hitung jumlah sel


Cairan asites yang normal biasanya mengandung <500 cc/mm3 dan <250

PMN leukosit/mm3. Apabila jumlah PMN >250/mm3 ,bisa diperkirakan


kemungkinan terjadinya SBP. Selain peningkatan PMN, diagnosa SBP ditegakkan
bila jumlah leukosit >500 sel/mm3 dan konsentrasi protein 50.000/mm3 ), dan
30%nya disebabkan oleh karsinoma hepatoseluler.
j) SAAG
Dahulu asites dikategorikan menjadi eksudat dan transudat. Eksudat jika
konsentrasi protein >25 g/l, dan transudat jika konsentrasi protein < 25g/l. Tujuan
pembagian ini adalah untuk mencari penyebab asites, misalnya asites pada kasus
keganasan bersifat eksudat, sedangkan pada sirosis bersifat transudat.
Saat ini pembagian tersebut sudah digantikan oleh pemeriksaan Serum
Asites Albumin Gradient ( SAAG). SAAG ini mengklasifikasikan asites menjadi
hipertensi portal (SAAG) > 1,1 g/dl) dan non hipertensi portal (SAAG< 1.1 g/dl).
Cara penghitungan SAAG adalah dengan menghitung jumlah albumin cairan
asites dikurangi jumlah albumin serum. Hal tersebut erat hubungannya dengan
tekanan vena porta. Pemeriksaan ini 97% akurat untuk membedakan asites dengan
atau tanpanya hipertensi portal. Beberapa penyebab asites berdasarkan pembagian
menurut nilai SAAG dapat dilihat pada tabel dibawah.
Gradien tinggi (>1,1 g/dl)

Gradien rendah (<1,1 g/dl)

Sirosis

Tuberculosis peritoneum

Alcholis hepatits

Karsinoma peritoneum

Gagal jantung

Pancreatic asites

Metastatis kanker hati

Biliary asites

Gagal hati fuminan

Sindroma nefrotik

10

Butt Chiari Syndrome

Serositis

Thrombosis vena porta

Obstruksi atau infark usus

Vena occlusive disease


Fatty liver pada kehamilan
Myxooedema

Kultur atau pewarnaan gram


Sensitivitas kultur mencapai 92% dalam mendeteksi bakteri pada cairan asites.
Hasil kultur yang positif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan hitung neutrofil.
Jika hasil hitung neutrofil dalam batas normal dan pasien tidak bergejala maka
hasil kultur dapat diabaikan. Tetapi jika hitung neutrofil >250 sel/mm3 maka
pasien diterapi sesuai SBP. Di lain pihak, sensitivitas pewarnaan gram hanya
10% untuk deteksi dini kemungkinan SBP
k) Staging Asites9
Stage
1

Hanya dapat dideteksi dengan Ultrasound

Asites moderate, distensi abdomen ringan

Asites masif, distensi abdomen berat

Reafrakter

Tidak atau kurang respon terhadap diuretik; efek samping dari


diuretik

1.6.2

Diagnosis Banding5

Acute Liver Failure

Alcoholic Hepatitis

Biliary Disease

Budd-Chiari Syndrome

Cardiomyopathy, Dilated

Cardiomyopathy, Restrictive

11

1.7

Cirrhosis

Hepatitis, Viral

Hepatocellular Adenoma

Hepatorenal Syndrome

Mediterranean Fever, Familial

Nephrotic Syndrome

Portal Hypertension

Primary Biliary Cirrhosis

Protein-Losing Enteropathy

Tatalaksana

1.7.1. Tatalaksana Non Farmakologis


A. Tirah Baring
Posisi tegak pada pasien dengan sirosis dan asites akan menyebabkan
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis, penurunan
laju filtrasi glomerulus, ekskresi natrium, dan penurunan respon terhadap loop
diuretik. Posisi tirah baring dapat memperbaiki proses pembersihan dari ginjal,
sehingga tirah baring sering direkomendasikan pada pasien asites7. Akan tetapi,
tirah baring juga memiliki efek negatif yaitu dapat menyebabkan atrofi otot dan
memperpanjang masa rawatan di rumah sakit8,14.

B. Diet
Salah satu modifikasi diet yang dapat dilakukan pada pasien asites adalah
membatasi konsumsi natrium. Konsumsi natrium perlu dibatasi sekitar 800 1000
mg (2 gr NaCl) untuk mencapai keseimbangan natrium negatif dan menyebabkan
terjadinya proses diuresis7. Pada pasien dengan asites ringan-sedang, konsumsi
natrium harus dibatasi sekitar 60 90 mmol/hari. Pembatasan konsumsi natrium
khususnya diberikan pada pasien yang tidak respon atau hanya memiliki respon
yang kecil pada terapi dengan obat diuretik9,14.

12

C. Large Volume Paracentesis (LVP)


LVP dilakukan jika terjadi kegagalan pada terapi dengan diuretik dan
modifikasi diet10. LVP merupakan suatu prosedur yang menyebabkan pengeluaran
cairan asites sebanyak lima liter atau lebih. LVP lebih efektif daripada
penggunaan diuretik karena dapat mengeluarkan cairan asites dalam jumlah yang
banyak dan dapat mempersingkat masa rawatan di rumah sakit8. Salah satu
komplikasi yang paling sering terjadi akibat prosedur LVP adalah ParacentesisInduced Circulatory Dysfunction (PICD). Sehingga untuk mencegah terjadinya
PICD, sebelum prosedur LVP sebaiknya diberikan albumin terlebih dahulu. Dosis
albumin yang diberikan adalah 6 8 gram untuk setiap liter cairan asites yang
dikeluarkan. Namun karena albumin cukup mahal, maka terapi pengganti yang
dapat diberikan adalah terlipressin, suatu vasopresin prodrug8. Komplikasi lain
yang dapat timbul akibat LVP adalah infeksi, perdarahan, gangguan elektrolit dan
perforasi organ contohnya adalah usus10.

D. Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS)


TIPS adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan membuat suatu jalur
untuk menghubungkan vena porta dan vena hepatika sehingga menyebabkan
penurunan tekanan porta7. TIPS lebih efektif dalam mengeluarkan cairan asites
jika dibandingkan dengan prosedur paracentesis. Prosedur TIPS dapat
menurunkan tekanan porta dan memperbaiki ekskresi natrium ginjal9. Salah satu
efek samping yang timbul akibat prosedur TIPS adalah hepatik ensefalopati.
Prosedur TIPS tidak dapat dilakukann bila kadar bilirubin > 3 mg/dl, protrombin
time > 20 detik, dan kadar kreatinin serum > 2 mg/dl8. Kontraindikasi absolut
untuk prosedur TIPS adalah gagal hati yang berat dan progresif, ensefalopati
berat, penyakit polikistik liver, dan gagal jantung. Kontraindikasi relatif untuk
prosedur TIPS adalah trombosis vena porta dan vena hepatika, hipertensi
pulmonal, sindrom hepatopulmonal, dan infeksi aktif11. Komplikasi yang dapat
timbul akibat prosedur TIPS adalah fistula pembuluh darah biliar, hematom liver,
migrasi stent, perdarahan intraabdomen, infeksi akibat penggunaan stent,
peritonitis, gagal jantung, trauma liver dan jantung 7,11.

13

E. Peritoneovenosus Shunt (PVS) / LaVeen Shunt


PVS merupakan prosedur yang bertujuan untuk mengembalikan cairan
asites ke sistem vena sentral10. Prosedur PVS khususnya dilakukan pada pasien
dengan asites refrakter. Prosedur PVS lebih baik daripada parasentesis untuk
terapi jangka panjang asites. Prosedur PVS menyebabkan penurunan volume
plasma, menghambat renin, aldosteron, noradrenalin, dan konsentrasi hormon anti
diuretik sehingga terjadi peningkatan diuresis, natriuresis, dan pengeluaran cairan.
Prosedur ini juga diikuti dengan peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus. Komplikasi yang timbul akibat prosedur PVS adalah sepsis,
peritonitis, DIC, dan perdarahan varises akibat peningkatan tekanan porta7.

F. Transplantasi Hepar
Asites

yang

terjadi

pada

pasien

dengan

penyakit

sirosis

hati

mengindikasikan suatu tahap akhir dari penyakit dan harus selalu mendapatkan
pertimbangan terapi yang khusus. Salah satu terapi yang dapat diberikan adalah
transplantasi hepar. Untuk pasien dengan asites refrakter, transplantasi hepar akan
mengontrol keadaan penyakit dengan efektif9.

1.7.2. Tatalaksana Farmakologis


A. Diuretik
Tujuan terapi dengan menggunakan diretik adalah menurunkan morbiditas
dan mencegah komplikasi pada pasien asites10. Sasaran terapi diuretik adalah
penurunan berat badan tidak lebih dari 1 kg/hari pada pasien dengan asites dan
edema dan tidak lebih dari 0,5 kg/hari pada pasien dengan asites7.
Obat diuretik awal yang dapat digunakan adalah Spironolakton, suatu
antagonis aldosteron. Spironolakton bekerja dengan menurunkan reabsorbsi
natrium di tubulus distal. Dosis awal yang dapat digunakan adalah 50 100
mg/hari dan dosis maksimal yang dapat digunakan adalah 400 mg/hari 7. Efek
samping yang paling sering timbul akibat penggunaan spironolakton adalah
hiperkalemia dan ginekomasti9. Efek samping lainnya adalah penurunan libido,
impotensi, kram otot, dan gangguan menstruasi7. Untuk mengatasi ginekomastia,

14

terapi pengganti spironolakton yang dapat digunakan adalah Amiloride. Dosis


amiloride yang digunakan yaitu 10 40 mg/hari. Akan tetapi, amiloride lebih
mahal dan kurang efektif dibandingkan spironolakton7.
Jika pasien tidak respon dengan spironolakton, obat diuretik lain yang
dapat digunakan adalah furosemide. Dosis awal furosemid adalah 20 40 mg/hari
dan dosis maksimal furosemide adalah 160 mg/hari. Efek samping furosemide
yaitu hipokalemia, metabolik hipokloremia alkalosis, hiponatremia, dan
hipovolemia sehingga dapat menimbulkan gangguan ginjal dan ensefalopati9.
Untuk mengurangi resiko hiperkalemia, terapi kombinasi yang dapat
digunakan adalah kombinasi furosemide dan spironolakton. Dosis terapi yang
direkomendasikan yaitu 40 mg furosemide untuk 100 mg spironolakton. Dosis
maksimal yang dapat dipakai untuk terapi kombinasi yaitu spironolakton 400
mg/hari dengan furosemide 160 mg/ahri. Pasien yang mendapatkan terapi
kombinasi ini harus dimonitor secara ketat yaitu penurunan berat badan, elektrolit,
urea, dan kreatinin7.

B. Aquaretic Agent
Aquaretik agent adalah antagonis spesifik vasopressin reseptor (V2).
Aquaretik agent bekerja pada tubulus kolektivus ginjal dan menginduksi ekskresi
cairan tanpa mempengaruhi keseimbangan elektrolit. Salah satu contoh aquaretik
agent adalah satavaptan8.

1.8

Edukasi dan Pencegahan


Asites merupakan komplikasi dari penyakit-penyakit yang dapat diobati.

Sehingga dengan mengobati penyakit yang mendasari akan dapat menghilangkan


asites, contohnya asites pada tuberkulosa peritonitis. Asites yang disebabkan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan memerlukan pengobatan tersendiri.
Biasanya hanya dilakukan pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang14.
Pasien yang mengalami asites sebaiknya membatasi konsumsi garam, membatasi
konsumsi cairan, meningkatkan konsumsi sumber makanan yang mengandung

15

albumin tinggi seperti putih telur dan tidak mengkonsumsi zat yang bersifat
merusak hati seperti alkohol15.
Hal lain yang harus diedukasikan kepada pasien adalah ketika terapi
mengalami kegagalan dan menjelaskan kepada pasien untuk segera menemui
dokter. Pada kebanyakan kasus gagal fungsi hati memiliki prognosis yang buruk.
Sehingga pasien harus di edukasi mengenai seluruh komplikasi yang berpotensi
fatal dan tanda serta gejala yang dapat dikenali pada tahap awal.
Edukasi juga pasien mengenai distensi abdomen yang disertai nyeri
walaupun diuretik yang diberikan sudah maksimal. Hal ini merupakan masalah
yang sering muncul, sehingga beritahu pasien bahwa dia harus segera menemui
dokter15.
1.9

Prognosis
Prognosis pasien dengan asites akibat penyakit pada hati tergantung pada

penyakit yang mendasari, seperti tingkat kesembuhan dari suatu penyakit dan
respon terhadap pengobatan10. Hal ini disebabkan oleh proses perjalanan penyakit
yang kronis dan progresif. Pada pasien dengan asites sekunder pada gagal hati,
memiliki tingkat mortalitas hingga 2 tahun apabila tidak dilakukan pengobatan15.
Terapi parasentesis bersifat aman dan efektif dalam mengurangi jumlah
cairan mulai dari kecil hingga sedang. Tetapi, prosedur ini beresiko menyebabkan
infeksi pada abdomen dan bisa menyebabkan penurunan tekanan darah atau shock
sehingga tidak sesuai dilakukan pada pasien dengan asites berat. Peritoneo-venous
shunt efektif dalam mengurangi asites tetapi dengan resiko mortalitas hingga 30%
pada saat operasi10.

16

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT

No. Reg. RS : 639548


ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Kosto Maria Gultom

Umur

: 49 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: Batak

Agama

: Kristen Katolik

Alamat

: Jl. Pelabuhan Pinang Sebatang Kec.Tualang, Kab.Siak

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

: Perut membesar

Deskripsi

Hal ini dialami os sejak 4 bulan yang lalu, semakin lama perut semakin
membesar. Perut membesar dirasakan semakin menyesak. Riwayat
bengkak seluruh tubuh (-), riwayat kaki bengkak (+) pada os, hal ini
dialami os 1 kali ketika os dalam perjalanan jauh

BAK (+) normal, riwayat BAK keruh (-), BAK seperti teh pekat (-), BAK
seperti cucian daging (-), sakit saat BAK (-), BAB (+) normal, BAB
kehitaman (-), mual (+), muntah (-), muntah bercampur darah (-), muntah
berwarna kehitaman (-), nafsu makan menurun.

Riwayat demam (-), batuk (-), keringat malam (-), penurunan BB (-), nyeri
perut (-), haid (+) normal, riwayat perdarahan dari kemaluan diluar haid
disangkal os, riwayat keluar cairan berbau pada kemaluan disangkal oleh
os

17

Riwayat sesak nafas pada waktu beraktivitas (-), terbangun tengah malam
karena sesak (-), mengambil posisi setengah duduk untuk mengurangi
sesak (-).

Os sudah pernah berobat ke rumah sakit luar dan didiagnosa dengan sakit
kuning.

Os juga telah memeriksakan dirinya ke ahli kandungan dan dinyatakan


tidak ada tanda-tanda keganasan ataupun kelainan pada organ reproduksi

Os menderita hipertensi sejak 9 tahun yang lalu. Tekanan darah tertinggi


sebesar 200 mmHg. Os tidak teratur minum obat hipertensi. Riwayat
diabetes melitus (-)

RPT

: Hipertensi

RPO

:-

ANAMNESIS UMUM ORGAN

Jantung

Saluran Pernapasan

Saluran Pencernaan

Saluran Urogenital

Sendi dan Tulang

Endokrin

Sesak Napas

:-

Edema

:+

Angina Pectoris

:-

Palpitasi

:-

Lain-lain

:-

Batuk-batuk

:-

Asma, bronkitis

:-

Dahak

:-

Lain-lain

:-

Nafsu Makan

Penurunan BB

:-

Keluhan Menelan

:-

Keluhan Defekasi

:-

Keluhan Perut

:+

Lain-lain

:-

Sakit Buang Air Kecil

:-

Buang air kecil tersendat

:-

Mengandung Batu

:-

Keadaan Urin

:-

Haid

:N

Lain-lain

:-

Sakit pinggang

:-

Keterbatasan Gerak

:-

Keluhan Persendian

:-

Lain-lain

:-

Haus/Polidipsi

:-

Gugup

:-

Poliuri

:-

Perubahan Suara

:-

18

Saraf Pusat

Darah dan Pembuluh darah

Sirkulasi Perifer

Polifagi

:-

Lain-lain

:-

Sakit Kepala

:-

Hoyong

:-

Lain-lain

:-

Pucat

:-

Perdarahan

:-

Petechiae

:-

Purpura

:-

Lain-lain

:-

Lain-lain

:-

Claudicatio Intermitten

:-

ANAMNESIS FAMILI : -

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum

Keadaaan Penyakit

Sensorium

: Compos Mentis

Pancaran wajah

: Lemah

Tekanan darah

: 110/60 mmHg (berbaring)

Sikap Paksa

:-

Nadi

: 87 x/i, reguler, t/v : cukup

Reflek fisiologis

:+

Pernapasan

: 20 x/i

Reflek patologis

:-

Temperatur

: 36,6 (axila)

Anemia

(-)

Ikterus

(-)

Dispnu

(-)

Sianosis

(-)

Edema

(+)

Purpura

(-)

Turgor Kulit : Baik


Keadaan Gizi :
BW =

BB

x 100 % = 106,2 %

TB-100

TB : 158 cm
BB : 61,6 kg

BW = 106,2 %
IMT = 24,67 kg/m2 (overweight)

KEPALA :
Mata : konjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),
pupil isokor, ki=ka, reflex cahaya direk (+)/indirek(+), kesan = normal

19

Telinga : dalam batas normal


Hidung : dalam batas normal
Mulut :

Lidah : dalam batas normal


Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris fusiformis

Pergerakan

: Simetris, tidak ada ketinggalan bernapas

Nyeri tekan

:-

Palpasi

Fremitus suara : suara fremitus kanan = kiri, kesan melemah pada kedua
lapangan bawah paru
Iktus

: Iktus kordis tidak terlihat, pelebaran (-)

Perkusi
Paru
Sonor memendek pada lapangan bawah kedua paru
Batas paru-hati R/A

: ICR V/VI dextra

Peranjakan

: 1 cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICR III

Batas kiri jantung

: 1 cm medial Linea Mid Clavicularis Sinistra

Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra

20

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan

: vesikular melemah pada lapangan bawah kedua


paru

Suara tambahan

:-

Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-)
HR : 87 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi

: Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernapas

Palpasi

: Suara fremitus kanan = kiri, melemah pada kedua lapangan bawah


paru

Perkusi

: Sonor memendek pada kedua lapangan bawah paru

Auskultasi

: Suara pernapasan : vesikular melemah pada kedua lapangan


bawah paru
Suara tambahan : (-)

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris membesar

Gerakan lambung/usus

: tidak terlihat

Vena kolateral

: (-)

Caput medusae

: (-)

Hernia Umbilikal

: (-)

Palpasi
Dinding Abdomen

: soepel

Undulasi

: (+)

21

HATI
Pembesaran

: sulit dinilai

Permukaan

: sulit dinilai

Pinggir

: sulit dinilai

Nyeri tekan

: (-)

LIMFA
Pembesaran

: sdn, Schuffner : sdn, Haecket : sdn

GINJAL
Ballotement

: (-), Kiri/Kanan, lain-lain : (-)

UTERUS/OVARIUM

: (-)

TUMOR

: (-)

Perkusi
Pekak hati

: (-)

Pekak beralih

: (+)

Auskultasi
Peristaltik usus

: normoperistaltik

Lain-lain

: double sound (+)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)

INGUINAL

: tdp

GENITALIA LUAR

: edema labia mayor (-)

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum

: tdp

Spincter Ani

: tdp

Lumen

: tdp

Mukosa

: tdp

Sarung tangan

: tdp

22

ANGGOTA GERAK ATAS

ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas Sendi

Lokasi

Edema

: + minimal

+ minimal

Jari tabuh

Arteri Femoralis

: -

Tremor Ujung Jari

Arteri Tibialis Posterior

: -

Telapak Tangan Sembab

Arteri Dorsalis Pedis

: -

Sianosis

Refleks KPR

: +

Eritema palmaris

Refleks APR

: +

Lain-lain

Refleks Fisiologis

: +

Refleks Patologis

: -

Lain-lain

: -

Kiri

Kanan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah

Kemih

Tinja

Hb

: 12,6 g%

Warna

: kuning jernih

Warna

: tdp

Eritrosit

: 3,8 x 106/mm3

Protein

: (-)

Konsistensi

: tdp

Leukosit

: 11,95 x 103/mm3

Reduksi

: (-)

Eritrosit

: tdp

Trombosit : 261 x 103/mm3

Bilirubin

: (-)

Leukosit

: tdp

Ht

Urobilinogen : (+)

Amoeba/Kista : tdp

Hitung jenis :

Sedimen

Telur Cacing

Eosinofil : 3,6 %

Eritrosit : 1-2 /lpb

Ascaris

Basofil

: 0,8 %

Leukosit : 1-2 /lpb

Ankylostoma : tdp

Netrofi

: 72-80 %

Silinder : (-)

T. trichiura

: tdp

Epitel

Kremi

: tdp

: 35,8 %

Limfosit : 13,1 %
Monosit : 9,7 %

: 0-1 /lpb

: tdp

23

RESUME (Diisi dengan hal positif)


Keadaan Umum : Asites
Telaah : Hal ini dialami os sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat oedema pada kedua kaki (+) pada 5 bulan

ANAMNESIS

yang lalu disertai demam. Os didiagnosa hepatitis B.


Dispnea (+), nausea (+), nafsu makan menurun,
riwayat hipertensi (+).
Keadaan Umum

STATUS PRESENS

: sedang

Keadaan Penyakit : sedang


Keadaan Gizi

: kurang

Kepala :
Mata

Conjunctiva palp. Inf pucat (-),pupil isokor, ki=ka,


reflex cahaya direk (+)/ indirek(+), kesan normal

Thoraks depan dan belakang :


Palpasi

: sf kanan=kiri, kesan melemah pada kedua

lapangan bawah paru


Perkusi

: sonor memendek pada kedua lapangan

bawah paru
PEMERIKSAAN FISIK

Auskultasi : vesikular melemah pada kedua lapangan


paru bawah

Abdomen:
Inspeksi : Simetris, Perut membesar
Palpasi : Hepar tidak teraba undulasi (+)
Perkusi : Shifting dullness (+)
Auskultasi : double sound (+)

Ekstremitas: Edema pretibial minimal pada kedua


ekstremitas inferior.

24

LABORATORIUM
RUTIN

Darah :

Kemih :

Leukosit: 11,95x103/mm3

Warna : kuning jernih

Eritrosit : 3,80x106/mm3

Protein : (-)

Hematokrit : 35,80

Reduksi : (-)

Monosit : 11,9%

Bilirubin : (-)

Albumin:1,8 g/dL

Urobilinogen : (-)

Natrium : 123 mEq/L

Sedimen

K : 4,6 mEq/L

Eritrosit : 1-2 /lpb

Cl : 96 mEq/L

Leukosit : 1-2 /lpb


Silinder : (-)
Epitel

: 0-1 /lpb

1. Asites non sirotik ec Meigh Syndrome, DD TB


Peritoneal, Hipoalbumin, Sindroma Nefrotik,
DIAGNOSA BANDING

Malignancy
2. Efusi pleura bilateral ec Meigh Syndrome DD
Tuberculosis, Hipoalbumin,
3. Hipertensi terkontrol

DIAGNOSA
SEMENTARA

Asites non sirotik ec Meigh Syndrome, DD TB


Peritoneal, Hipoalbumin, Sindroma Nefrotik,
Malignancy
Aktivitas : tirah baring, aktivitas ringan-sedang
Diet : MB TKTP ekstra putih telur
Tindakan suportif : IVFD
Medicamentosa :

PENATALAKSANAAN

IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I mikro


Inj. Furosemide 1 amp/8jam
Substitusi albumin
Pantau UOP
Balance cairan 500cc

25

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1. Urinalisis
2. Feses rutin

10. Analisa, Sitologi, dan Kultur


Cairan Asites

3. USG Abdomen

11. SAAG

4. CT-Scan Abdomen

12. Tumor Marker (CA 19-9, CA

5. Foto thoraks
6. Viral Marker (HbSAg, Anti
HCV)
7. LFT lengkap
8. RFT
9. Elektrolit

125)
13. ADA
14. Albumin post substitusi

26

BAB 3
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
RENCANA AWAL
NO. RM

Nama Penderita: Kosto Maria Gultom


Rencana yang akan dilakukan masing-masing (meliputi rencana untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan edukasi)
No.

Masalah

Rencana

Rencana terapi

Diagnosa
1. Asites non

Rencana

Rencana

Monitoring

Edukasi

Urinalisis, Feses Non

Lab

sirotik ec

rutin,

Klinis

Meigh

Abdomen, CT- -

Tirah baring

Syndrome, DD

Scan Abdomen, -

Diet MB

TB Peritoneal,

Foto

thoraks,

TKTP

Hipoalbumin,

Viral

Marker

Sindroma

(HbSAg,

Anti Farmakologis :

Nefrotik,

HCV),

LFT -

Malignancy

lengkap,

2. Efusi pleura

USG farmakologis :

Batasi
konsumsi
cairan

Batasi
konsumsi
garam

Perbanyak

IVFD NaCl

makan

09% 10 gtt/I

makanan

micro

yang

Inj.

mengandung

dan

Furosemide

banyak

RFT,

Elektrolit,

bilateral ec

Analisa,

Meigh

Sitologi,

Syndrome DD

Kultur

Cairan

1 amp/8 jam

albumin

Tuberculosis,

Asites,

SAAG, -

Substitusi

seperti putih

Hipoalbumin

Tumor

Marker

albumin 5

telur

3. Hipertensi
terkontrol

(CA 19-9, CA
125),
Albumin
substitusi

fls

Memantau

ADA,

berat badan

post

dan lingkar
perut setiap
hari

27

28

Tanggal
28 04
2015
sd
30 4
2015

S
Perut
membesar
dialami os 4
bulan ini.
Riwayat kaki
bengkak (+),
Riwayat
hipertensi (+)

O
Sens : CM
TD : 100/70
HR : 112
RR : 22
T : 37,0
UOP : 2400 cc
Pemeriksaan Fisik :
Mata : conj.palpebra pucat
(-/-), ikterus (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O,
KGB (-)
Thorax : Sp : vesikuler, St
Abdomen : simetris
membesar, H/L/R sulit
dinilai
Ekstremitas : oedem (+/+)
Lab :
Hematologi :
Hb 12,60 g%, RBC
3,80x106/mm3, WBC
11,95x103/mm3, Ht
35,80%, PLT

A
Asites non sirotik

Terapi
- Ti
rah baring
- Diet MB TKTP
- IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i
micro
- Inj. Furosemide 1 amp/8
jam
- Subs. Albumin :
(3-1,8)x60x0,8 = 59,6; 2 fls
- Diet MB E = 2100 kal, P
= 77,05 gr, L = 68 gr, KH =
290 gr

Diagnostik
- Foto Thorax
Hasil foto thorax :
- tampak perselubungan di
rongga abdomen
- Diafragma kanan letak
tinggi dibanding kiri
- Konsul obgyn
Ginekologi tidak ada
kelainan. Sampai saat ini
tidak dijumpai kelainan di
bagian obgyn
Anjuran : CT-Scan
- CT-Scan whole abdomen
dengan kontras
- USG Abdomen

- Dilakukan punksi cairan


asites sebanyak 2 liter dan
diperiksa sebanyak 3 spuit
untuk pemeriksaan analisa, Hasil USG Abdomen :
sitologi, kultur cairan asites. Hati
Warna cairan kuning (+)
- Permukaan: irreguler
- pinggir : tumpul
- ukuran : mengecil
- parenkim : homogen
kasar
- ascites : (+)

29

261x103/mm3, MCV 94,20


fL, MCH 33,20 pg,
MCHC 35,20 g%, RDW
14,10%, MPV 8,50 fL,
PCT 0,22%, PDW 9,2 fL,
Neutrofil 72,80%,
Limfosit 13,10%, Monosit
9,70%, Eosinofil 3,60%,
Basofil 0,80%

1 05
2015
sd
5 05
2015

Perut
membesar (+)

Kimia Klinik
Albumin 1,8 g/dL, ureum
25,00 mg/dL, kreatinin
0,51 mg/dL, Na 123
mEq/L, K 4,6 mEq/L, Cl
96 mEq/L
Sens : CM
TD : 100/60
HR : 92
RR : 21
T : 36,3
UOP : 3000 cc
Pemeriksaan Fisik :
Mata : conj.palpebra pucat
(-/-), ikterus (-/-)
Leher : TVJ R-2 cmH2O,
KGB (-)
Thorax : Sp : vesikuler, St

Limpa
- ukuran : membesar
Kesimpulan : SH st DC
- LFT lengkap, HbsAg,
Anti HCV, Gastroskopi

Ascites ec SH

- Tirah baring
- Diet MB TKTP
- IVFD D 5% 10gtt/i
threeway
- Inj. Furosemide 1 amp/8
jam
- Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Spironolakton 4 x 100 mg
- Propanolol 2 x 10 mg
- Lactulac Syr 30 cc/12 jam
- Inj. Vit K/hari selama 3
hari

Hasil CT-Scan :
Kesimpulan :
- Asites massif dengan
floating bowel dan organ
intraabdomen
- Organ organ
intraabdomen lainnya
dalam batas normal

30

Abdomen : simetris
membesar, H/L/R sulit
dinilai
Ekstremitas : oedem (+/+)
Lab :
Hematologi :
Hb 10,30 g%, RBC
3,24x106/mm3, WBC
7,42x103/mm3, Ht 3050%,
PLT 149x103/mm3, MCV
94,10 fL, MCH 31,80 pg,
MCHC 33,80 g%, RDW
14,90%, MPV 9,40 fL,
PCT 0,22%, PDW 9,6 fL,
Neutrofil 36,00%,
Limfosit 36,40%, Monosit
14,70%, Eosinofil 12,10%,
Basofil 0,80%
Kimia Klinik
Albumin 1,4 g/dL, ureum
34,60 mg/dL, kreatinin
1,10 mg/dL, Na 130
mEq/L, K 3,3 mEq/L, Cl
104 mEq/L

- Aminoleban 1 fls/hari
- Subs Albumin
- Punksi cairan asites

31

BAB 4
DISKUSI
TEORI

KASUS

Asites yang ditandai dengan perut membesar karena rongga yang Pada kasus didapati pasien dengan penurunan nafsu makan
berisi cairan lama kelamaan akan menyebabkan penekanan pada
dan mual sering muncul
traktus gastrointestinal sehingga menyebabkan anoreksia
Pada penyakit hati kronis/sirosis hepatis ditandai dengan hipertensi Pada kasus tidak didapati tanda tanda penyakit hati
portal dengan adanya splenomegali, bendungan vena-vena dinding
kronis/sirosis hepatis
perut, hernia umbilikal, adanya ikterus, spider nevi, eritema Palmaris,
muka abu-abu, atrofi testis atau ginekomasti pada laki-laki, dll
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan berupa pemeriksaan Pada kasus sudah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
radiologis (foto rontgen dada dan abdomen, USG, CT Scan) dan
membantu menegakkan dignosis. Pemeriksaan yang sudah
laboratorium (hematologi rutin, fungsi ginjal dan urinalisis)
dilakukan berupa hematologi rutin, fungsi ginjal, urinalisis,
foto rontgen dada dan abdomen, USG abdomen dan CT
Scan abdomen.
Penatalaksanaan non farmakologis : tirah baring, restriksi garam, Pada kasus didapati tatalaksana non farmakologis yang
Large Volume Paracentesis, Transjugular Intrahepatic Portosystemic
diberikan adalah tirah baring, diet tinggi kalori tinggi
Shunt, Peritoneovenosus Shunt, Trasplantasi Hepar
protein, dan paracentesis

Penatalaksanaan Farmakologis : Spirnolakton, Furosemide, terapi Pada kasus didapati tatalaksana farmakologis yang diberikan
kombinasi spironolakton dan furosemide
adalah terapi kombinasi spironlakton dan furosemide,
propanolol, lactulac, vitamin K, aminoleban, cefotaxim

32

BAB 5
KESIMPULAN
Ibu Kosto Maria Gultom, usia 49 tahun, menderita asites ec sirosis hepatis

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Feldman, M., 2010. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis, 9th Edition ofGastrointestinal and Liver Disease. Sounders
& Elsevier, pp: 1517-1578
2. Krige J.E.J., Beckingham I.J., 2011. Portal hypertension - 2. Ascites, encephalopathy, and other conditions. BMJ 322 : 416
3. Park F., Kravetz, D., 2010. Ascites. Available from :
http://gastro.ucsd.edu/fellowship/Documents/Ascites-Park022310.pdf
4. Hou W., Sanyal A.J., 2010. Ascites : Diagnosis and Management. Med Clin N Am 93 : 801-817
5. Sood, R., 2009. Ascites : Diagnosis and Management. Journal of Indian Academy of Clinical Medicine 5 (1) : 81-89.
6. Rodes J. Pathogenesis and treatment of ascites. J Intern Med 1996; 240: 111-4.
7. Sood, R, 2010. Ascites : Diagnosis and Management. Journal of Indian Acaemy of Clinical Medicine. 5(1) : 81 83
8. Kin-Kong LI, M., 2009. Management of Ascites. The Hongkong Medical Buletin. 4(1) : 27 29
9. Kuiper, J.J., DeMan, R.A., Van Buuren, H.R., 2007. Review Article : Management of Ascites and Associated Complications
In Patients With Cirrhosis. Aliment Pharmacol Ther. 26(2) : 183 193
10. Shah, R., 2014. Ascites. Available from : emedicine.medscape.com/article/170907-treatment [Accesed May 1, 2015]
11. Puppala,

S.,

2014.

Transjugular

Intrahepatic

Portosystemic

Shunt.

Available

from

emedicine.medscape.com/article/1423244-overview#a17 [Accesed May 1, 2015]


12. Fauci, A.S., Longo, D.L., 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
13. Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E.A., 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius

34

14. Sudoyo, A.W., Setiohadi B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I.
Jakarta: Interna Publishing
15. Sherlock, S., Dooley J., 2002. Disease of the Liver and Biliary System 11th Ed. London: Blackwell Science Ltd a Blackwell
Publishing Company
16. Mimidis, K., Ritis, K., Kartalis, G., 2005. Peritoneal Tuberculosis. Annals of Gastroenterology. 18 (3):325-329
17. Godong, B., 2013. Patofisologi dan diagnosis asites pada anak. J Indon Med Assoc. 63 (1) 32-35

S-ar putea să vă placă și