Sunteți pe pagina 1din 16

Pengaturan Metabolisme Energi Tubuh ketika Berpuasa

Nur Azreen Binti Mohamad Hamid


102014245
Email : reenhamid94@gmail.com
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, 2014

Pendahuluan
Proses metabolisme didalam tubuh merupakan suatu perombakan senyawa yang
ada menjadi bentuk-bentuk yang diperlukan oleh tubuh. Proses metabolisme dalam tubuh
yang sangat penting sebagi sumber energi dan untuk bertahan hidup sel adalah metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Bahan- bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein bisa
ada didalam tubuh melalui asupan makanan yang masuk kedalam tubuh. Sumber bahan
makanan yang diperlukan tubuh adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Kurang atau lebihnya asupan dari sumber bahan makanan tersebut akan menimbulkan
gangguan pada tubuh. Berpuasa merupakan beberapa penyebab terjadinya kelaparan.
Kelaparan adalah kondisi dimana tubuh kekurangan asupan energi dan unsur-unsur nutrisi
seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral yang biasanya didapatkan dari bahan
makanan. Dalam kondisi kelaparan lebih dari satu hari, mulai akan terjadi perubahanperubahan metabolisme untuk mengimbangi kekurangan yang terjadi. Meskipun tubuh dapat
melakukan adaptasi metabolisme dalam kondisi lapar, tetap harus dilakukan perbaikan pola
makan.
PERBAHASAN
Metabolisme Energi
Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang terjadi dalam jaringan tubuh. Terdiri dari
dua bagian, yaitu anabolisme (pembentukan) dan katabolisme (pemecahan). Metabolisme
sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu metabolisme materi dan metabolisme energi. Pada
pembahasan kali ini, kita hanya akan membahas metabolisme energi. Metabolisme energi
terdiri dari perubahan kimia, lemak, karbohidrat, dan protein yang dipecah dan dioksidasi
menjadi energi atau disintesis menjadi komponen ATP (adenosin triphospate).1

1|UKRIDA

Dalam kondisi normal (tidak berpuasa), karbohidrat akan diubah menjadi bentuk yang
lebih sederhana (monosakarida) hingga akhirnya akan diserap di dalam jejunum dan ileum
dalam bentuk glukosa.2 Glukosa nantinya akan diubah menjadi energi melalui proses
glikolisis Embden Meterhof (EM) dilanjutkan dengan proses oksidasi piruvat menjadi asetil
koA, dan terkahir akan melalui Sikulus Asam Sitrat (SAS). Selain diubah menjadi energi,
glukosa juga sebagian akan disimpan dalam bentuk glikogen melalui proses yang dikenal
sebagai proses glikogenesis.
Untuk protein nantinya akan dipecah untuk membentuk asam amino oleh enzim-enzim
yang berada dalam traktus gastointestin. Asam-asam amino ini akan memperbaruhi simpanan
protein dalam hati serta otot dan menggantikan protein yang diurakan pada saat sebelum
makan. Asam-asam amino berlebih dan tidak digunakan untuk sintesis protein akan diubah
oleh hati menjadi aseti-KoA atau piruvat yang kemudian akan memasuki siklus asam sitrat
membentuk energi.2
Lemak dalam makanan terdiri atas trigliserida dan kolesterol akan dicerna oleh enzim
lipase. Trigliserida rantai karbon sedang akan diserap langsung ke dalam aliran darah
sementara terigliserida dengan rantai karbon yang panjang diserap ke dalam aliran limfe
setelah diemulsi oleh getah empedu menjadi bentuk misel yang larut air dan dicenakan oleh
enzim lipase. Misel akan membentuk trigliserida kembali dan diangkut sebagai kilomikron
lewat cairan limfe dan aliran darah ke dalam hati. Di dalam hati, kilomikron akan diubah
menjadi kolesterol dan trigliserida yang selanjutnya akan disimpan di dalam jaringan
adiposa.2
Pada pembahasan kali ini, kita tidak akan membahas proses metabolisme energi dalam
keadaan normal seperti yang telah diringkas diatas. Namun, sesuai dengan skenario yang ada,
kita akan membahas bagaimanna metabolisme energi yang terjadi dalam tubuh pada saat
berpuasa. Pembahasan lebih lanjut akan diberikan di bawah ini.
Metabolisme Energi Saat Kelaparan
Saat berpuasa panjang (1-3 hari bahkan lebih) seseorang akan kelaparan. Pada saat seperti
inilah, tubuh kekurangan asupan glukosa sehingga melalui proses metabolisme energi, tubuh
akan berusaha untuk bisa menghasilkan cukup glukosa bagi jaringan (terutama bagi otak).
Upaya pemenuhan glukosa tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah simpanan
glikogen dalam tubuh menjadi glukosa dan menguraikan protein menjadi asam-asam amino

2|UKRIDA

yang nantinya akan diubah menjadi glukosa lewat proses yang dikenal sebagai
glukoneogenesis.
Selain glikogen dan protein yang diubah menjadi glukosa, melalui proses lipolisis, lemak
yang disimpan dalam jaringan adiposa akan diuraikan menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Gliserol dan laktat yang merupakan hasil metabolisme glukosa dalam keadaan anaerob dapat
diubah oleh hati menjadi glukosa. Sementara itu, asam-asam lemak yang tidak bisa diubah
menjadi glukosa akan ditukar dengan asam-asam amino dari otot. Otot dapat menggunakan
asam lemak sebagai sumber energi dengan menghasilkan limbah metabolik yang berupa
keton bodies. Asam-asam amino yang didapat dari pertukaran di otot nantinya akan diubah
menjadi glukosa lewat glukoneogenesis dalam hati.
Dengan cara menggunakan glikogen, protein, serta lemak untuk membentuk glukosa
kembali, otak serta jaringan-jaringan tubuh dapat hidup dan bekerja sesuai dengan fungsi
masing-masing. Apabila puasa bekepanjangan sehingga mengakibatkan kelaparan yang
teramat-sangat, secara berangsur-angsur otak akan mengubah metabolisme energinya dari
pemakaian glukosa menjadi pemakaian keton bodies sebagai sumber energi kedua. Tujuannya
untuk mempertahankan protein tubuh agar fungsi organ-organ penting dapat terpelihara.
Seluruh proses adaptasi baik bagi puasa singkat maupun puasa lama, dikoordinasikan oleh
hipotalamus dan diatur oleh kelenjar adrenal, tiroid dan pankreas.2
Glikogenolisis
Sebelum masuk ke glikogenolisis, kita akan membahas sedikit mengenai glikogenesis.
Glikogenesis adalah proses pembentukan glikogen dari glukosa. Hal ini bertujuan untuk
menyediakan cadangan energi terutama di hati dan otot. Glikogen yang terbentuk dari proses
glikogenolisis merupakan polimer-polimer bercabang. Rantai lurusnya disebut dengan ikatan
glikosidik -1,4. Percabangannya dinamakan ikatan glikosidik -1,6. Ketika gula dalam
darah menurun, maka rantai-rantai glikogen tersebut akan mengalami pemecahan untuk
menbentuk glukosa kembali yang dikenal dengan proses glikogenolisis.3
Glikogenolisis adalah sintesis glikogen menjadi glukosa (pada hati) dan menjadi asam
piruvat serta laktat (pada otot). Mengapa hanya dapat menjadi glukosa bila proses terjadi di
hati? Karena di dalam hati terdapat enzim glukosa 6-fosfatase. Meskipun demikian, nantinya
asam piruvat maupun laktat dapat dijadikan glukosa dengan cara memasuki siklus cori.
Glikogen sendiri adalah sumber bahan bakar darurat yang mengasilkan glukosa untuk
membentuk ATP dalam keadaan tidak ada oksigen atau apabila terjadi kekurangan
3|UKRIDA

glukosa.3 Enzim yang berperan dalam proses ini antara lain adalah enzim fosforilase,
transferase, dan debranching enzim.
Fosforilase merupakan enzim regulator yang mengkatalis reaksi pemecahan ikatan
glikosidik/fosforolisis (pemecahan dengan fosfat). Oleh fosforilase, tiap satu molekul glukosa
pada rantai lurus glikogen dilepaskan menjadi glukosa 1-P, sampai tinggal kurang lebih 4
molekul glukosa pada cabang. Setelah itu, kerjanya akan beralih pada enzim transferase.
Enzim ini memindahkan kurang lebih 3 segmen glukosa dari 4 sisa glukosa ke rantai lurus
yang berdekatan dan meninggalkan satu glukosa pada cabang tersebut. Debranching enzim
akan mengambil alih setelahnya dengan menghidrolisis tempat percabangan, memutuskan
satu molekul glukosa pada cabang tersebut menghasilkan glukosa bebas.4
Proses glikogenolisis sendiri melalui beberapa tahap-tahap berikut ini. Glikogen yang
terdiri dari unit glukosil 1,4 dan 1,6 akan mengalami pemecahan dengan bantuan fosfat oleh
enzim fosforilase, lalu dilanjutkan oleh enzim glukan transferase dan terakhir oleh
debranching enzyme (hal ini telah dijelaskan sebelumnya). Glukosa dari pemecahan oleh
debranching enzyme sudah merupakan glukosa bebas, sementara glukosa dari pemecahan
dengan fosforilase masih dalam bentuk glukosa terikat fosfat (glukosa 1-p).
Glukosa 1-p tersebut kemudian dengan bantuan enzim fosfoglukomutase menjadi
glukosa 6-p. Di hati, glukosa 6-p dapat diubah menjadi glukosa oleh enzim glukosa 6fosfatase. Glukosa 6-p yang berada di otot, harus melalui jalur pembentukan laktat maupun
asam piruvat, untuk bisa kembali menjadi glukosa. Proses tersebut akan dibahas pada
pembahasan berikutnya.
Proses glikogenolisis tidak terlepas dari peranan hormon epinefrin dan glukagon dalam
darah. Kadar gula darah yang menurun, merangkasang peningkatan glukagon ataupun
peningkatan epinefrin ke reseptor di hati yang kemudian mengaktifkan adenilat siklase,
yang mensintesis cAMP dari ATP. cAMP kemudian berikatan dengan protein kinase A
(protein kinase dependen-cAMP) sehingga terjadi pengaktifan subunit katalitik.3
Protein kinase A mengaktifkan fosforilase kinase melalui fosforilasi. Fosforilase kinase
manambahkan sebuah fosfat ke residu serin spesifik pada fosforilase, sehingga mengubah
fosforilase b menjadi fosforilase a yang aktif. Protein kinase A juga memfosforilasi glikogen
sintase, menyebabkan aktivitas enzim berkurang. Akibat inhibisi terhadap glikogen sintase
dan pengaktifan glikogen fosforilase, terjadi penguraiann glikogen menjadi glukosa 1-p. Pada
gambar, garis terputus-putus menyatakan reaksi yang menurun di hati individu yang sedang
puasa (kondisi kelaparan).3
4|UKRIDA

Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah pembentukan glukosa dari sumber-sumber non karbohidrat
seperti asam laktat, beberapa jenis asam amino, gliserol, dan beberapa jenis asam lemak.
Lokasi glukoneogenesis terjadi biasanya berlangsung di hati, tetapi pada orang yang
kelaparan, ginjalnya akan membentuk glukosa. Proses ini juga berlangsung di beberapa
tempat yang sangat terbatas pada sel-sel epitel usus halus. Proses ini bertujuan untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup saat kelaparan, saat masa asupan karbohidrat
terbatas, atau saat latihan berat, yaitu ketika asam laktat yang terbentuk dalam otot diubah
kembali menjadi glukosa dalam hati.4
Glukoneogenesis distimulasi oleh konsentrasi karbohidrat selular yang rendah dan
penurunan gula darah. Proses ini juga distimulasi secara hormonal oleh glukagon, epinefrin
medula adrenal, dan oleh glukokortikoid korteks adrenal.5 Pada manusia, sumber karbon
yang utama untuk glukoneogenesis adalah laktat, gliserol, asam amino, dan alanin. Laktat
dihasilkan oleh glikolisis anaerobik di jaringan misalnya otot yang sedang bekerja atau sel
darah merah. Gliserol dibebaskan dari simpanan triasilgliserol di jaringan adiposa, dan asam
amino terutuma berasal dari simpanan asam amino di otot yang mungkin berasal dari
penguraian protein otot. Alanin adalah asam amino glukoneogenik utama yang dibentuk di
otot dari asam amino lain dan dari glukosa.4
Sintesis Glukosa dari Laktat dan Alanin
Laktat akan terlebih dahulu dirubah menjadi piruvat. Kemudian piruvat mitokondria
mengalami dekarboksilasi membentuk oksaloasetat. Reaksi ini memerlukan ATP dan
dikatalis oleh piruvat karboksilase. Kemudian oksaloasetat direduksi menjadi malat oleh
malat dehidrogenase mitokondria. Pada reaksi ini, glukoneogenesis secara singkat
mengalami overlap (tumpang tindih) dengan siklus asam sitrat.
Malat meninggalkan mitokondria dan dalam sitoplasma dioksidasi membentuk kembali
oksaloasetat. Oksaloasetat sioplasma mengalami dekarboksilasi membentuk PEP (fosfat enol
piruvat) pada reaksi yang tidak memerlukan GTP yang dikatalis oleh PEP karboksikinase.
Dari PEP, akan terjadi jalur yang merupakan kebalikan jalur glikolisis sehingga pada
akhirnya akan menghasilkan glukosa bebas.3
Sintesis Glukosa dari Gliserol
5|UKRIDA

Gliserol adalah hasil pecahan dari lemak yang disimpan dalam bentuk triasilgliserol.
Gliserol akan diubah menjadi glisero 3-p oleh enzim gliserol kinase. Dengan demikian,
proses ini telah masuk ke dalam proses glikolisis. Nantinya, gliserol 3-p akan diubah menjadi
dihidroksiaseton fosfat (DHAP), yang selanjutnya diubah menjadi furktosa 1,6 bisfosfat.
Fruktosa 1,6 bifosfat oleh bantuan enzim fruktosa 1,6 bisfosfatase menjadi fruktosa 6-p.
Fruktosa kemudian menjadi glukosa 6-p, dimana pada akhirnya glukosa 6-p akan menjadi
glukosa bebeas oleh bantuan enzim glukosa 6-fosfatase.
Sintesis Glukosa dari Asam Amino
Melalui reaksi biokimiawi, beberapa asam amino dalam tubuh dapat diubah menjadi
glukosa atau glikogen; asam amino ini disebut asam amino glukogenik atau glikogenik. Asam
amino yang di dalam tubuh dapat diubah menjadi senyawa-senyawa keton (keton bodies) atau
menjadi Asetil-S-KoA dikenal sebagai asam-asam amino ketogenik. Beberapa asam-asam
amino termasuk keduanya, yaitu sebagai asam amino glikogenik dan ketogenik.6
Dari gambar 8, kita dapat melihat proses perubahan asam-asam amino glikogenik untuk
menjadi glukosa. Histidin, prolin, glutamin, dan arginin akan diubah menjadi glutamat yag
kemudian dengan bantuan enzim transaminase akan diubah menjadi -ketoglutarat. Dengan
berubah menjadi -ketoglutarat, proses ini telah memasuki siklus asam sitrat dan pada
akhirnya akan menjadi glukosa. Isoleusin, metionin, dan valin akan diubah menjadi suksinilKoA dan kemudian masuk ke dalam siklus asam sitrat. Tirosin dan fenilalanin diubah
menjadi fumarat dan kemudian masuk ke dalam siklus asam sitrat dan berlanjut akhirnya
menjadi glukosa.
Pembentukan benda keton
Proses Ketogenesis
Proses ketogenesis merupakan proses pembentukan badan-badan keton di mana
proses ini terjadi akibat pemecahan lemak dan karbohidrat tidak seimbang. Proses
ketogenesis sering terjadi pada keadaan kelaparan dan DM yang tak terkontrol.
Asetil KoA yang terbentuk pada oksidasi asam lemak akan memasuki daur asam sitrat hanya
jika pemecahan lemak dan karbohidrat terjadi secara berimbang. Karena masuknya asetil
KoA ke dalam daur asam sitrat tergantung pada tersedianya oksaloasetat untuk pembentukan
sitrat. Tetapi konsentrasi oksaloasetat akan menurun jika karbohidrat tidak tersedia atau
penggunaannya tidak sebagaimana mestinya. Oksaloasetat dalam keadaan normal dibentuk
6|UKRIDA

dari piruvat. Pada puasa atau diabetes, oksaloasetat dipakai untuk membentuk glukosa pada
jalur glukoneogenesis dan demikian tidak tersedia untuk kondensasi dengan asetil KoA. Pada
keadaan ini asetil KoA dialihkan kepembentukan asetoasetat dan D-3hidroksibutirat.
Asetoasetat,

D-

3-

hidroksibutirat

dan

Aseton

disebut

dengan

zat

keton.

Asetoasetat dibentuk dari asetil KoA dalam tiga tahap. Dua molekul asetil KoA
berkondensasi membentuk asetoasetil KoA. Reaksi yang dikatalisis oleh tiolase ini
merupakan kebalikan dari tahap tiolisis pada oksidasi asam lemak. Selanjutnya astoasetil
KoA bereaksi dengan asetil KoA dan air untuk menghasilkan 3 - hidroksi- 3 metilglutaril
KoA ( HMG - KoA ) dan KoA. Kondensasi ini mirip dengan kondensasi yang dikatalisis oleh
sitrat sintase.Keseimbangan yang tidak menguntungkan bagi pembentukan asetoasetil KoA
diimbangi oleh reaksi ini, yang keseimbangannya menguntungkan karena hidrolisis iaktan
tioester. 3 - Hidroksi - 3 - metilglutaril KoA kemudian terpecah menjadi asetil KoA dan
asetoasetat.
2

Asetil

Hasil
KoA

dari
H20

keseluruhan

reaksi

----------------------- Asetoasetat

+2

adalah:
KoA

H+

3Hidroksibutirat terbentuk melalui reduksi asetoasetat di matriks mitokondria. Rasio


hidroksibutirat terhadap astoasetat tergantung pada rasio NADH / NAD+ di dalam
mitokondria. Karena merupakan asam keto - , asetasetat secara lambat mengalami
dekarboksilasi spontan menjadi aseton. Bau aseton dapat dideteksi dalam udara pernafasan
seseorang yang kadar asetoasetat dalam darahnya tinggi. Asetoasetat adalah merupakan salah
satu bahan bakar yang utama dalam jaringan. Situs utama produksi asetasetat dan 3 hidroksibutirat adalah hati. Senyawa-seyawa ini berdifusi dari mitokondria hati ke dalam
darah dan diangkut ke jaringan perifer. Asetoasetat dan 3- hidroksibutirat merupakan bahan
bakar normal pada metabolisme energi dan secara kwantitatif penting sebagai sumber
energi .Otot jantung dan korteks ginjal menggunakan asetoasetat sebagai sumber energi
dibanding glukosa. Glukosa merupakan bahan bakar utama bagi otak dan sel darah merah
pada orang yang mempunyai gizi baik dengan diet seimbang. Tapi otak dapat beradaptasi dan
menggunakan asetoasetat dalam keadaan kelaparan dan diabetes. Pada kelaparan
berkepanjangan, 75% bahan bakar yang diperlukan oleh otak didapat dari asetoasetat.
Asetoasetat dapat diaktifkan melalui pemindahan KoA dari suksinil KoA dalam suatu reaksi
yang dikatalisis oleh suatu koA transferase spesifik. Kemudian, asetoasetil KoA dipecah oleh
tiolase menjadi dua molekul asetil KoA, yang selanjutnya memasuki daur asam sitrat. Hati
7|UKRIDA

dapat membekali organ-organ lain dengan asetoasetat karena hati tidak memiliki KoA
transferase spesifik ini. Asam lemak dilepaskan oleh jaringan adiposa dan diubah menjadi
unit- unit astil oleh hati, yang kemudian mengeluarkannya sebagai asetoasetat. Kadar
asetoasetat yang tinggi dalam darah menandakan berlimpahnya unit asetil yang menyebabkan
berkurangnya laju lipolisis di jaringan adiposa.7

Oksidasi Asam Lemak


Asam lemak mengalami oksidasi menjadi asetil-KoA dan disintesis dari asetil-KoA,
namun oksidasi asam lemak bukan merupakan pembalikan asam lemak sederhana dari
biosintesis asam lemak, tetapi merupakan proses yang sama sekali berbeda dan berlangsung
dikompertemen sel yang berbeda. Pemisahan oksidasi asam lemak dari biosintesis disitosol
memungkinkan tiap proses dikendalikan secara individual dan diintegrasikan sesuai
kebutuhan jaringan. Setiap tahap pada oksidasi asam lemak melibatkan turunan asil-KoA
yang dikatalisis oleh enzim-enzim yang berbeda, menggunakan NAD+, dan FAD sebagai
koenzim, dan menghasilkan ATP. Proses tersebut merupakan suatu proses aerob yang
memerlukan keberadaan oksigen.8
Asam lemak bebas (FAA) adalah asam lemak yang berada dalam keadaan tidak
teresterifikasi. Di plasma, FFA rantai panjang berikatan dengan albumin, dan di sel asamasam ini melekat pada protein pengikat asam lemak sehingga pada kenyataannya asam lemak
ini tidak pernah benar-benar bebas. Asam lemak rantai pendek lebih larut air dan terdapat
dalam bentuk asam tak terionisasi atau sebagai anion asam lemak.
Asam lemak mula-mula harus diubah menjadi suatu zat antara aktif sebelum dapat
dikatabolisme. Reaksi ini adalah satu-satunya tahap dalam penguraian sempurna suatu asam
lemak yang memerlukan energi dari ATP. Dengan adanya ATP dan koenzim A, enzim asilKoA sintase mengatalisis perubahan asam lemak menjadi asam lemak aktif atau asil-KoA
yang menggunakan satu fosfat berenergi tinggi disertai pembentukan AMP dan PPi. PPi
dihidrolisis oleh pirofosfatase anorganik disertai hilangnya fosfat berenergi tinggi lainnya
yang memastikan bahwa seluruh reaksi berlangsung hingga selesai. Asil-KoA sintase
ditemukan di reticulum endoplasma, peroksisom, serta dibagian dalam dan membrane luar
mitokondria.2
Karnitin banyak terdapat di otot, asil-KoA rantai panjang tidak dapat menembus
membrane dalam mitokondria. Namun, karnitin palmitoiltransferase - I, yang terdapat di
8|UKRIDA

membrane luar mitokondria, mengubah asil-KoA rantai-panjang menjadi asilkarnitin yang


mampu menembus membrane dalam dan memperoleh akses ke system oksidasi- enzim.
Karnitin-asilkarnitin translokase bekerja sebagai pengangkut penukar dimembran dalam
mitokondria. Asilkarnitin diangkut masuk, dan disertai dengan pengangkutan keluar satu
molekul karnitin. Asilkarnitin kemudian bereaksi dengan KoA yang dikatalisis oleh karnitin
palmitoiltransferase-II yang terletak dibagian dalam membrane dalam. Asil-KoA terbentuk
kembali di matriks mitokondria dan karnitin dibebaskan.8
Status nutrisi mengatur lipogenesis
Lipogenesis mengubah kelebihan glukosa dan zat-zat antara, misalnya piruvat, laktat,
dan asetil-KoA menjadi lemak yang membantu fase anabolic siklus makanan tersebut. Status
nutrisi organism merupakan faktor utama yang mengatur laju lipogenesis. Lipogenesis
berkurang pada saupan kalori yang terbatas, diet tinggi lemak, atau difesiensi insulin seperti
pada diabetes mellitus. Keadaan yang terakhir ini menyebabkan peningkatan kadar asam
lemak bebas plasma, dan telah dibuktikan adanya hubungan terbalik antara lipogenesis dihati
dan kadar asam lemak bebas serum. Lipogenesis meningkat jika makanan yang masuk berupa
sukrosa dan bukan glukosa karena fruktosa memintas titik kontrol fosfofruktokinase pada
glikolisis dan memenuhi jalur lipogenik.2
Hormon yang berperan ketika berpuasa
Hormon insulin
Insulin adalah suatu peptida hormon yang disekresikan dari sel-sel beta pankreas pada
pulau langerhans. Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah
serta mendorong penyimpanan nutrien-nutrien tersebut. Hormon insulin meningkatkan
uptake glukosa oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Insulin meningkatkan sintesis
molekul penyimpan energi (anabolisme), seperti : sinteisis glikogen, sintesis trigliserida, dan
sintesis protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi
nutrien spesifik dari darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim yang
terlibat dalam jalur metabolik tertentu.9
Hormon Glukogon

9|UKRIDA

Suatu hormon peptida yang disekresikan sel-sel alfa pulau langerhans pankreas.
Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi
umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja terutama di hati,
tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein.
1. Efek pada Karbohidrat
Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat peningkatan
pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen,
meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.
2.

Efek pada Lemak


Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak dengan

mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesis trigliserida. Glukagon meningkatkan


pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi
badan keton. Dengan demikian, dibawah pengaruh glukagon kadar asam lemak dan badan
keton dalam darah meningkat.10
3. Efek pada Protein
Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein di hati.
Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon pada metabolisme
protein di hati. Walaupun meningkatkan katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki
efek bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein
otot, simpanan protein yang utama di tubuh.
Dengan mempertimbangkan efek katabolik glukagon pada simpanan energi tubuh,
dapat dengan tepat memperkirakan bahwa sekresi glukagon meningkat selama keadaan
pasca-absorptif (puasa) dan menurun selama keadaan absorptif, berkebalikan dengan sekresi
insulin. Insulin sering disebut sebagai hormon pesta dan glukagon sebagai hormon puasa.
Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi
glukosa darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini sel -pankreas meningkatkan sekresi
glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon ini
cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi glukagon,
10 | U K R I D A

yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal. Dengan demikian terdapat
hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa darah dan kecepatan
sekresi sel pankreas, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek glukosa darah
pada sel pankreas. Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa darah menghambat sekresi
glukagon dan merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan

peningkatan

sekresi

glukagon

dan

penurunan

sekresi

insulin.

Karena glukagon meningkatkan glukosa darah dan insulin menurunkan glukosa darah,
perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon terhadap penyimpangan glukosa
ini bekerja sama secara homeostatis untuk memulihkan kadar glukosa darah ke normal.
Demikian juga penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung merangsang
pengeluaran glukagon dan menghambat pengeluaran insulin oleh pankreas, keduanya
merupakan mekanisme kontrol umpan balik negatif untuk memulihkan kadar asam lemak
darah ke normal.
Hormon Epinefrin
Epinefrin merupakan katekolamin dihasilkan oleh medula adrenal, merupakan neuron
pascaganglion

yang mengalami modifikasi. Tidak seperti neuron simpatis

pascaganglion biasa, neuron-neuron yang ada di medula adrenal tidak memiliki serat-serat
akson yang berakhir di organ efektor. Badan sel ganglion di dalam medula adrenal
mengeluarkan zat perantara mereka langsung ke dalam darah setelah mendapat rangsangan
dari serat praganglion. Dalam hal ini zat perantara tersebut dapat digolongkan sebagai
hormon, bukan neurotransmiter.

Seperti serat simpatis, medula adrenal memang

mengeluarkan norepinefrin, tetapi zat yang paling banyak disekresi adalah epinefrin. Baik
epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin, yang berasal dari asam amino
tirosin, bedanya norepinefrin memiliki gugus metil. 11
Epinefrin dan norepinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan, epinefrin
biasanya memperkuat aktivitas simpatis. Akan tetapi terdapat perbedaan-perbedaan respons
yang penting yang dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan pengaktifan berbagai reseptor.
Sebagai contoh epinefrin melalui pengaktifan eksklusif resptor 2, menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah yang memperdarahi otot rangka dan jantung. Efek ini adalah diluar efek
vasokonstriktor umum yang diperantarai oleh stimulasi reseptor . Epinefrin juga mampu
11 | U K R I D A

menimbulkan efek-efek khusus, misalnya seperti efek metabolik, karena hormon ini dapat
mencapai bagian-bagian yang tidak mendapat persarafan simpatis.
Epinefrin hanya berfungsi atas perintah sistem saraf simpatis, yang bertanggung
jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi epinefrin selalu menyertai lepas
muatan simpatis umum, sehinga aktivitas simpatis secara tidak langsung mengontrol efek
yang ditimbulkan oleh epinefrin.
Epinefrin memperkuat sistem saraf simpatis dan juga memiliki efek metabolik;
Hormon-hormon adrenomedula tidak esensial untuk hidup, tetapi pada dasarnya
hampir semua organ dipengaruhi zat golongan katekolamin ini. Secara kolektif sistem saraf
simpatis dan epinefrin adrenomedula memobilisasi berbagai sumber daya tubuh untuk
menunjang aktivitas fisik puncak dalam menghadapi bahaya yang mengancam.
Secara umum, epinefrin merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak,
sehingga tersedia energi yang dapat segera digunakan oleh otot.
Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui beberapa
mekanisme yang berlainan. Pertama, hormon ini merangsang glukoneogenesis dan
glikogenolisis di hati, yang terakhir mengacu pada penguraian simpanan glikogen menjadi
glukosa yang kemudian dibebaskan ke dalam darah.

Epinefrin juga merangsang

glikogenolisis di otot rangka. Namun karena adanya perbedaan dalam kandungan emzim
antara hati dan otot, glikogen otot tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa. Bahkan
pemecahan glikogen di otot akan menghasilkan asam laktat. Asam laktat ini dikeluarkan dari
darah oleh hati dan diubah menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot rangka secara
tidak langsung turut berperan meningkatkan kadar glukosa darah.
Epinefrin dan sistem simpatis juga memiliki efek hiperglikemik dengan menghambat
sekresi insulin, dan dengan merangsang sekresi glukagon. Selain meningkatkan kadar gula
darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak darah dengan mendorong lipolisis.
Efek metabolik epinefrin sesuai untuk situasi fight-or-flight.12 Kadar glukosa dan
asam lemak yang meningkat merupakan tambahan bahan bakar untuk menjalankan berbagai
aktivitas otot yang dibutuhkan pada keadaan tersebut dan juga memastikan bahwa otak
mendapat cukup makanan selama krisis saat individu yang bersangkutan tidak mengkonsumsi
nutrien baru (puasa). Otot dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber energi, tetapi
otak tidak.

12 | U K R I D A

Karena efeknya yang luas, epinefrin juga meningkatkan laju metabolisme


keseluruhan. Di bawah pengaruh epenefrin banyak jaringan melakukan metabolisme dengan
tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, kerja jantung dan otot pernafasan meningkat, dan
kecepatan metabolisme hati juga meningkat. Dengan demikian epinefrin serta hormon tiroid
dapat meningkatkan laju metabolisme.
Sekresi katekolamin oleh medula adrenal seluruhnya dikontrol oleh masukan simpatis
ke kelenjar. Apabila diaktifkan, sistem simpatis akan memicu pengeluaran katekolamin
adrenomedula, yang membanjiri sirkirkulasi dengan epinefrin dengan konsentrasi sampai tiga
ratus kali lipat di atas normal. Faktor-faktor utama yang merangsang pengeluaran hormon
adrenomedula adalah berbagai kondisi stres, misalnya trauma fisik atau psikologis,
perdarahan, penyakit, olah raga, hipoksia (O2 arteri rendah), pejanan dingin, dan
hipoglikemia (glukosa darah rendah) atau dalam keadaan puasa.12
Hormon Kortisol
Hormon kortisol dihasilkan oleh korteks adrenal. Kortisol merupakan glukokortikoid
utama yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat serta metabolisme protein dan
lemak. Kortisol memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain,
dan membantu kita mengatasi stres.13
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolisme kortisol adalah meningkatkan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak.
Secara spesifik, kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.

Hormon ini merangsang glukoneogenesis hati, yang mengacu pada perubahan sumbersumber nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati. Di antara waktu
makan dan sewaktu puasa, saat tidak ada nutrien baru yang diserap masuk ke darah untuk
digunakan dan disimpan, glikogen di hati cenderung habis karena terurai menjadi glukosa
untuk dibebaskan ke darah. Glukoneogenesis adalah faktor penting untuk mengganti
simpanan glikogen hati dan mempertahankan kadar glukosa darah yang normal diantara
waktu makan atau sewaktu puasa. Penggantian ini penting karena otak hanya dapat
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, namun jaringan saraf sama sekali
tidak dapat menyimpan glikogen. Dengan demikian konsentrasi glukosa dalam darah harus
dipertahankan pada kadar yang sesuai agar otak yang tergantung glukosa mendapat nutrisi
yang adekuat.

13 | U K R I D A

b.

Hormon ini menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan,
kecuali otak, sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang mutlak memerlukannya
sebagai bahan bakar metabolik.

c.

Hormon ini merangsang penguraian protein di banyak jaringan, terutama otot. Dengan
menguraikan sebagian protein otot menjadi asam-asam amino konstituennya, kortisol
meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi ini siap
digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai di tempat lain yang memerlukannya, misalnya
untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel yang baru.

d.

Hormon ini meningkatkan lipolisis, penguraian simpanan lemak di jaringan adiposa,


sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke dalam darah. Asam-asam lemak yang
dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang
dapat memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa, sehingga glukosa dapat
dihemat untuk otak.
Efek kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak
menjadi penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan
membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa. Di samping itu asam-asam
amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki
jaringan yang rusak apabila terjadi cedera fisik. Dengan demikian terjadi peningkatan
ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.
Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone / GH)
Hormon pertumbuhan (GH) dihasilkan oleh hipofisis anterior. Semua hormon
hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan. Dua faktor terpenting yang
mengatur sekresi hormon hipofisa anterior adalah (1) hormon hipotalamus dan

(2) umpan

balik oleh hormon organ sasaran. 13


GH diatur oleh dua hormon hipofisiotropik yaitu : growth hormone-releazing
hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan (GH) sementara growth
hormone-inhibiting hormone (GHIH) yang juga dikenal sebagai somatostatin, menghambat
sekresi GH.
14 | U K R I D A

Sekresi hormon pertumbuhan (GH) yang terus tinggi diluar masa pertumbuhan
mengisyaratkan bahwa hormone ini memiliki pengaruh penting selain pengaruhnya pada
pertumbuhan.

Efeknya

mendorong

pertumbuhan

sudah

banyak

diketahui.

Efek

metaboliknya yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan juga diketahui, tetapi peran
fisiologis hormon ini belum jelas benar.
Hormon pertumbuhan (GH) meningkatkan kadar asam lemak di dalam darah dengan
meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa, dan meningkatkan
kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot. Otot menggunakan
asam lemak dan tidak menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya. Dengan
demikian efek metabolik keseluruhan hormon pertumbuhan (GH) adalah untuk memobilisasi
simpanan lemak sebagai sumber energi utama, sementara penyimpanan glukosa untuk
jaringan yang bergantung pada glukosa, misalnya otak. Otak hanya dapat menggunakan
glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya namun jaringan saraf tidak dapat menyimpan
glikogen (bentuk simpanan glukosa).

Pola metabolik ini dapat digunakan untuk

mempaertahankan tubuh selama periode puasa jangka panjang atau situasi lain saat
kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia.
Kesimpulan
Tubuh mempunyai metabolisme energi yang sempurna. Seluruh simpanan dalam tubuh
baik yang merupakan karbohidrat, protein, dan lemak, diubah menjadi glukosa untuk
memenuhi kebutuhan glukosa tubuh. Namun dalam kasus ini, wanita tersebut pingsan
dikarenakan mengalami kekurangan glukosa akibat gangguan metabolism energi pada tubuh.
Daftar Pustaka
1. Dewi N. Nutrion and food: gizi untuk keluarga. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara;
2010.h.8.
2. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2006.h.66-70.
3. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
4. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi 27. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.

15 | U K R I D A

5. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004.
6. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan (churchill livingstones mini encyclopaedia of
nursing). Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.270.
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.h.272-4.
8. Gibson J. Fisiologi & anatomi modern untuk perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2003.
9. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004.
10. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012.
11. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan (churchill livingstones mini encyclopaedia of nursing).
Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.270.
12. Sediaoetama AD. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi. Edisi 1. Jakarta: Dian Rakyat;
2012.
13. Sediaoetama AD. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi. Edisi 2. Jakarta: Dian Rakyat;
2012.

16 | U K R I D A

S-ar putea să vă placă și