Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Pembimbing:
dr. Dian Maria Pia, Sp.S
Penyusun:
Albert Kurniawan
2009.04.0.0065
2009.04.0.0067
Julius Tanoto
2010.04.0.0049
2010.04.0.0051
2010.04.0.0052
Elisia
2010.04.0.0054
2010.04.0.0055
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
ILMU PENYAKIT SARAF
Mengetahui:
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
iii
iv
Daftar Gambar
Daftar Tabel vi
BAB I PENDAHULUAN
2.2 Anatomi 3
2.3 Epidemiologi
2.4 Etiologi
2.5 Patogenesis
2.6 Klasifikasi
13
16
18
28
2.11 Penatalaksanaan
29
2.12 Prognosis
36
2.13 Komplikasi
36
38
23
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi vertebra
11
22
26
27
35
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Potts Paraplegia
14
14
15
BAB I
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang juga dikenal
dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral
osteomyelitis adalah penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia.
Penyakit ini mengenai tulang belakang yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi
tiap tahun dikarenakan penyakit ini. ,
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada
tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat
gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak
dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil
tersebut oleh Koch tahun 1882 sehingga etiologi untuk kejadian tersebut
menjadi jelas. ,
Dahulu,
spondilitis
tuberkulosa
merupakan
istilah
yang
Mycobacterium
tuberculosis
pada
tulang
belakang
pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang belakang yang
berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti paraplegia. ,,,
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang
belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasuskasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang
harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita
menjalani tindakan operatif. Tata laksana spondilitis TB secara umum
adalah kemoterapi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), imobilisasi, dan
intervensi bedah ortopedi atau saraf. Banyak penelitian telah dilakukan
untuk mengevaluasi efektivitas pendekatan penanganan spondilitis
tuberkulosa dengan hasil dan rekomendasi yang beragam. ,
BAB II
SPONDILITIS TUBERKULOSIS
2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah
peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh
Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis ini sering ditemukan pada T8
L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis
biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus
vertebrae3.
2.2 Anatomi
10
masih
mempunyai
sisa-sisa
processus
transversus,
2.3 Epidemiologi
Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan
mortalitas
utama
pada
negara
berkembang,
terutama
di
Asia.
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per
tahun. Diperkirakan 20-30% dari penduduk dunia terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kasus ini semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya angka kejadian HIV. Diperkirakan 15% dari kejadian TB
tahun 2007 merupakan kejadian koinfeksi dengan HIV (WHO, 2009).
Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China
dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular
262.000 orang dan angka kematian 140.000 orang pertahun (Hidalgo,
2008).
11
12
2.4 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil
(basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah
Mycobacterium tuberculosis, spesies lainnya seperti Mycobacterium
africanum
(Afrika
Barat),
bovine
tubercle
baccilus,non-tuberculous
mycobacteria (HIV). Bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnonmotile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang
konvensional. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium
tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan
spesies lain.
2.5 Patogenesis
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang
sifatnya
sekunder
dari
TBC
tempat
lain
di
dalam
tubuh.
13
14
ii. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak
atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau
anestesia.
iv. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi.
TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang
masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari
abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang
belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit
yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan
angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium
implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan
vertebra yang massif di depan (Savant, 2007).
Patofisiologi
Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar
mengikuti aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat
dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran
darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh).
Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan
lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan
menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah
(abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa
15
16
Patologi
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta
17
atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah
ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus
infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang
paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang
berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar
yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan,
yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas
vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi
columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang
terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus,
penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga
bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area
metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area
subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat
menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi
sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anakanak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini
dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas
spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat
spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari
vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya
18
dapat
diidentifikasikan.
Termasuk
didalamnya
adalah
19
20
21
4. Klasifikasi ASIA
Untuk menilai derajat keparahan, memantau perbaikan klinis dan
memprediksi prognosis pasien spondilitis TB dengan cedera
medula spinalis digunakan klasifikasi American Spinal Injury
Association (ASIA)
22
tulang
belakang
merupakan
ciri
dari
spondilitis
23
2.8 Diagnosis
Diagnosis dari penyakit spondilitis tuberkulosa biasanya terlambat
karena perkembangan penyakit yang lambat serta gejala yang tidak terlalu
khas.
Diagnosis
dini
spondilitis TB
sulit
ditegakkan
dan
sering
24
umumnya
diagnosis
melalui
pemeriksaan
seperti
anamnesis,
penunjang.
pada
pemeriksaan
Keberhasilan
penyakit-penyakit
fisik,
melakukan
diikuti
pada
dengan
diagnosis
dini
negatif, tetapi
25
26
27
29
titer
anti-staphylococcal
dan
anti-streptolysin
yang
dilaporkan
memiliki
sensitivitas
60-80%,
tetapi
30
2.9.2 Radiologi
1. X-Ray
Di negara-negara berkembang, x-ray masih tetap menjadi landasan
pencitraan tulang belakang. X-ray sering memberikan informasi yang
cukup untuk diagnosis dan pengobatan spondilitis tuberkulosa. X-ray
dapat menjelaskan perubahan yang konsisten pada spondilitis tuberkulosa
sampai dengan 99% dari kasus (Polley and Dunn, 2009). Temuan pada Xray meliputi penghalusan dari lempeng akhir vertebra, kehilangan tinggi
disk, kerusakan tulang, formasi baru-tulang dan abses jaringan lunak
(Watts and Lifeso, 1996). X-ray sulit untuk menilai kompresi sumsum
tulang belakang, keterlibatan jaringan lunak dan abses. Kelainan yang
jelas pada x-ray, biasanya pasien sudah mencapai stadium lanjut penyakit
dengan mayoritas memiliki kolaps vertebra dan defisit neurologis (Grag
and Somvanshi, 2011).
31
dan
(30%).
tulang.
CT scan
bernilai
terbesar
pada
penggambaran
32
badan
vertebral
sangat
mungkin
terdiagnosis
spondilitis
Gambar 2.7 X-Ray dan MRI C6-C7 (Garg and Somvanshi, 2011)
Keterangan : X-ray dari daerah serviks yang menunjukkan spondilitis
tuberkulosa pada C6-C7 dan abses retropharyngeal (foto kiri). Gambar
MRI dari pasien yang sama, yang menunjukkan penghancuran C6-C7.
33
staphylococcal / suppurative
(leukemia,
Hodgkin`s
disease,
34
2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa ditujukan untuk eradikasi
infeksi , memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan
atau memperbaiki kifosis. Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan
pada tercapainya favourable status yang didefenisikan sebagai pasien
dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan
bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan sistem saraf pusat, fokus infeksi
yang tenang secara klinis maupun secara radiologis (Currier and Eismont,
1992).
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegah
paraplegia.
35
awal,
terapi
medikamentosa
memberikan
hasil
yang
lebih
36
37
38
39
spinal
epidural
tanpa
keterlibatan tulang).
Menurut Jutte et al. (2006), terdapat dua jenis prosedur bedah yang
dilakukan pada spondilitis tuberkulosa :
1. Debridement lokasi yang terinfeksi.
Pada operasi ini tidak ada upaya dilakukan untuk menstabilkan tulang
belakang.
2. Debridement dengan stabilisasi tulang belakang (spinal rekonstruksi).
Merupakan operasi dengan prosedur yang lebih luas dan rekonstruksi
dilakukan dengan cangkok tulang. Stabilisasi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan bahan buatan seperti baja, serat karbon, atau
titanium.
40
41
2.12 Prognosis
Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi
klinik yang terjadi. Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh
usia, deformitas kifotik, letak lesi, defisit neurologis, diagnosis dini,
kemoterapi, fusi spinal, komorbid, tingkat edukasi dan sosioekonomi.
Usia
muda
memiliki
prognosis
lebih
baik.
Namun,
menurut
42
43
BAB III
KESIMPULAN
Spondilitis tuberkulosa atau penyakit Pott`s adalah peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh Mycobacterium
tuberculosa. Pada anak-anak biasanya infeksi spondilitis tuberkulosa
berasal dari fokus primer di paru-paru, sedangkan pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan dengan meilhat
manifestasi klinis seperti nyeri tulang belakang terlokalisir, bengkak
perivertebral, tanda dan gejala sistemik TB, tanda defisit neurologis.
Disertai pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung.
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa meliputi
pemeriksaan laboratorium berupa LED, tuberculin skin test/ Mantoux test/
Tuberculine
Purified
Protein
Derivative
(PPD),
kultur
urin
pagi,
pemeriksaan mikroskopik dengan Ziehl-Nielsen, tes darah untuk titer antistaphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins, pemeriksaan CSF,
ELISA, PCR. Kemudian pemeriksaan radiologi meliputi X-ray, CT scan,
MRI, CT guided needle biopsy.
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa dapat diberikan terapi
konservatif dan operatif sesuai indikasi.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Martini F. H, Welch K, The Lymphatic System and Immunity. In :
Fundamentals of Anatomy and Physiology. 5th ed. New Jersey,
2001 : 132,151
2. Hidalgo A. Pott disease (Tuberculous Spondylitis). Didapat dari
http://www.emedicine.com/med/topic1902.htm
3. Savant C, Rajamani K. Tropical Disease of the Spinal Cord. In:
Critchley E, Ersen A,editor. Spinal Cord Disease : Basic Science,
Diagnosis and Management. London : Springer-Verlag, 1997: 37887.
4. Lindsay, KW, Bone I, Caliander R. Spinal Cord and Root
Compresion. In : Neurology and Neurosurgery Illustrated. 2 nd ed.
Edinburgh : Churchill Livingstone, 1991 : 388.
5. Camillo FX. Infections of the Spine Canale ST, Beaty JH, ed.
Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11.2008. vol 2, hal
2237.
6. Cormican L, Hammal R, Messenger J, Milburn HJ. Current
Difficulties in the Diagnosis and Management of Spinal
Tuberculosis. Postgrad Med J. 206; 82 : 46-51
7. Sinan T, Al-khawari H, Ismail M, Bennakhi A, Sheikh M. Spinal
tuberculosis : CT and MRI feature. Ann Saudi Med 2004; 24:437-41
8. Vitriana. Spondylitis Tuberkulosa. 2002. Bagian Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi FK, Unpad. Hal 1.
9. Janitra R, Zuwanda. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis
Tuberkulosis. CDK-208/ vol 40 no 9. 2013. Hal 661.
10. Currier B.L,Eismont F.J.Infections of The Spine.In:The spine.3rd
ed.Rothman Simeon eeditor.Philadelphia:W.B.Sauders,1992:135364
11. Rohen,J.W.
&
Drecoil,
E.L.(2009)
Embriologi
Fungsional
14. http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_208Diagnosis%20dan
%20Penatalaksanaan%20Spondilitis%20Tuberkulosis.pdf
15. Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS, Sudibjo
AI, at all eds, Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,Dian Rakyat,
Jakarta 1999:341
16. Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer
A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta
Kedokteran Media Aesculapius Jakarta 2000 : 58
17. Garg,R.K. Somvanshi,D.S. Spinal Tuberculosis: A Review. J Spinal Cord
Med. Sep 2011; 34(5): 440454
18. Garfin S.R. and Vaccaro A.R 1997. Spinal Infections In: Orthopaedic
Knowledge. Spine Update. AmericanAcademy of Orthopaedic surgeon.
P.261-263.
19. Kotil K, Alan MS, Bilge T.2007. Medical management of Pott disease in
the thoracic and lumbar spine: a prospective clinical study. J Neurosurg
Spine 2007;6(3):2228
20. Moesbar N. 2006. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Majalah
kedokteran Nusantara 39(3).
21. Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri, vol 10, no 3, oktober 2008
I Gede Epi paramarta, Putu Siadi Purniti, Ida Bagus Subanada, Putu
Astawa
22. Owolabi LF, Nagoda MM, Samaila AA, Aliyu I. 2010. Spinal tuberculosis in
adults: a study of 87 cases in Northwestern Nigeria. Neurology
Asia 2010;15(3):23944
23. Moesbar N. 2006. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Majalah
kedokteran Nusantara 39(3).
24. Garg,R.K. Somvanshi,D.S. Spinal Tuberculosis: A Review. J Spinal Cord
Med. Sep 2011; 34(5): 440454
25. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley
E,Eisen A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and
Management. London :Springer-Verlag, 1997 : 378-87
26. James SK. Spinal Cord Injury Rehabilitation. South Carolina. 2005
27. Hidalgo JA, Alangaden G, Cunha BA, et al..2008. Pott disease:
tuberculous spondylitis [Internet] New York: WebMD LLC; 2008
28. Currier B.L,Eismont F.J.Infections of The Spine.In:The spine.3rd
ed.Rothman Simeon eeditor.Philadelphia:W.B.Sauders,1992:1353-64
29. Jutte PC, Van Loenhout-Rooyackers JH. 2006. Routine surgery in
addition to chemotherapy for treating spinal tuberculosis. Cochrane
46
Database
Syst
Rev 2006;(1):CD004532.
DOI:
10.1002/14651858.CD004532
30.
47