Sunteți pe pagina 1din 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society). Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan
napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada
wanita hamil. Gejala klinik yang klasik berupa batuk, sesak nafas, dan mengi
(wheezing), serta bisa juga disertai nyeri dada. Serangan asma umumnya
berlangsung singkat dan akan berakhir dalam beberapa menit sampai jam,
dan setelah itu penderita kelihatan sembuh secara klinis. Pada sebagian kecil
kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana penderita tidak memberikan
respon terhadap terapi (obat agonis beta dan teofilin), hal ini disebut status
asmatikus.
Penelitian di Australia pada akhir tahun 90-an menunjukkan bahwa
sekitar 30% ibu hamil dan penderita asma justru gejala asmanya membaik,
50% tidak ada perubahan dari kondisi sebelum hamil, dan hanya 20% yang
asmanya memburuk. Biasanya serangan asma akan timbul mulai usia
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan
jarang terjadi (Evariny A, 2008). Di Amerika Serikat insiden asma pada
kehamilan berkisar antara 0.5 sampai 1.0 % dari seluruh kehamilan. Angka
abortus, partus dan prematur maupun kematian pada ibu atau janin umumnya
tidak mengalami peningkatan pada ibu-ibu yang mendapat kontrol asma
dengan baik. Sementara itu hamil dengan serangan asma yang berat
merupakan suatu problema yang serius dengan angka abortus, partus,
prematur serta angka kematian ibu dan anak yang meningkat. (Anonymous,
2007). Pada tahun 2004 lalu, tim peneliti dari John Hunter Hospital di
Newcastle menemukan bahwa jenis kelamin bayi yang sedang dikandung

berpengaruh terhadap reaksi asma yang diidap si ibu. Para calon ibu yang
mengandung bayi laki-laki cenderung membaik gejala asmanya, sedangkan
calon ibu yang mengandung bayi perempuan cenderung bereaksi sebaliknya.
Penderita asma kebanyakan tidak mengalami kesulitan selama
berlangsungnya kehamilan dan nifas. Infeksi jalan nafas seperti bronkhitis
dan bronkopneumonia, dan kadang-kadang tekanan emosional dapat
menimbulkan atau memperberat serangan asma. Pengaruh asma pada ibu dan
janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan
janin akan kekurangan oksigen (hipoksia). Keadaan hipoksia bila tidak segera
ditangani tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran,
persalinan prematur atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan
(pertumbuhan janin). (HanifaWiknjosastro, 1976)
Penderita asma selama kehamilan perlu mendapatkan perawatan yang
baik untuk mengurangi timbulnya serangan asma saat kehamilan. Peran
perawat sangat diperlukan dalam memberikan penanganan, seperti health
education kepada penderita untuk mencegah timbulnya stress, menghindari
faktor-faktor pencetus timbulnya asma seperti zat-zat alergi, infeksi saluran
napas, dan faktor psikis, serta edukasi tentang pengaruh obat-obat asma pada
kehamilan. (Sarwono Prawirohardjo, 1991). Dengan pengobatan asma yang
benar dan terkontrol serta senantiasa berkonsultasi kepada dokter, kehamilan
dan janin akan tumbuh sehat hingga tiba saat melahirkan dan menyusui.
Penting diperhatikan bagi penderita asma saat hamil dapat melanjutkan obat
asma selama hamil sesuai dengan saran dokter, berkonsultasi kepada dokter
untuk mengendalikan asma, dan tetap memberikan ASI selama menggunakan
obat asma
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep ibu hamil dengan asma?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan asma?

1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
1. Menjelaskan konsep ibu hamil dengan asma.

2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan asma.


1.3.2 TUJUAN KHUSUS
1. Menjelaskan definisi ibu hamil dengan asma.
2. Menjelaskan klasifikasi ibu hamil dengan asma.
3. Menjelaskan etiologi ibu hamil dengan asma.
4. Menjelaskan patofisiologi ibu hamil dengan asma.
5. Menjelaskan manifestasi klinis ibu hamil dengan asma.
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik ibu hamil dengan asma.
7. Menjelaskan penatalaksanaan ibu hamil dengan asma.
8. Menjelaskan komplikasi ibu hamil dengan asma.
9. Menjelaskan prognosis ibu hamil dengan asma.
10. Menjelaskan WOC ibu hamil dengan asma.
11. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan
asma.
1.4

MANFAAT
1. Manfaat teoritis
Mengetahui konsep tentang ibu hamil denga asma dan asuhan
keperawatan yang harus di terapkan pada ibu hamil dengan asma.
2. Manfaat Praktis
Perawat dapat mengaplikasikan proses keperawatan secara
profesional dan holistik pada klien ibu hamil dengan asma yang di
dasarkan pada ilmu pengetahuna sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan klien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
3

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang


dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society).
Asma adalah suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang
banyak diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil.(Gibbs dkk:1992)
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita
hamil, ditandai dengan meningkatnya kepekaan saluran trakeobronkial
terhadap berbagai rangsangan. Sehingga terjadi bronkospasme, pembengkakan
mukosa dan peningkatan sekresi saluran nafas, yang dapat hilang secara
spontan atau dengan pengobatan
2.2 KLASIFIKASI
Scoggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut :
1. Asma akut intermiten :
Diluar serangan, tidak ada gejala sama sekali. Pemeriksaan fungsi paru
tanpa provokasi tetap normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam
status asmatikus dan dalam pengobatannya sangat jarang memerlukan
kortikosteroid.
2. Asma akut dan status asmatikus:
Serangan asma dapat demikian beratnya sehingga penderita segera mencari
pertolongan. Bila serangan asma akut tidak dapat diatasi dengan obat-obat
adrenergik beta dan teofilin disebut status asmatikus.
3. Asma kronik persisten (asma kronik):
4

Pada asma kronik selalu ditemukan gejala-gejala obstruksi jalan napas,


sehingga diperlukan pengobatan yang terus menerus. Hal tersebut
disebabkan oleh karena saluran nafas penderita terlalu sensitif selain
adanya faktor pencetus yang terus-menerus.
Berdasarkan penyebabnya, asma diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obatobatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

1.4 ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
1.

Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga

menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,


penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
1.

Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan,

yang

masuk

melalui

saluran

pernapasan.

Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,


bakteri dan polusi.
2. Ingestan,

yang

masuk

melalui

mulut.

Seperti : makanan dan obat-obatan.


3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
2.

Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.

3.

Stress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

4.

Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang

yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,


polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5.

Olah

raga/

aktifitas

jasmani

yang

berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika


melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
2.4 PATOFISIOLOGI
Asma adalah suatu gangguan peradangan kronik pada jalan napas
dengan komponen herediter mayor. Menurut lemanske dan busse (1997),
peningkatan responsivitas dan peradangan jalan nafas berkaitan dengan
kromosom 11q13 (reseptor igE afinitas-kuat), 5q (kelompok gen sitokin), dan
14q (reseptor antigen sel T). Juga harus terdapat pemicu di lingkungan bagi
orang yang rentan. Tanda utama asma adalah obstruksi reversible jalan napas
akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus, dan edema mukosa.
Terjadi peradangan jalan napas dan responsivitas terhadap sejumlah
rangsangan, antara lain iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan
olahraga. Sel mast dan eosinofil terangsang oleh faktor sel induk, sitokin, dan
kinase (holgate,1997). Aktivasi sel mast menyebabkan bronkokonstriksi akibat
pembebasan histamin, prostaglandin D2, dan leukotrien. Karena prostaglandin
seri F dan ergonovin menyebabkan eksaserbasi asma, kedua obat yang sering
digunakan di bidang obstetri ini sebisa mungkin dihindari
Secara klinis, asma merupakan suatu spektrum penyakit yang luas
yang berkisar dari mengi ringan sampai bronkokonstriksi berat yang dapat
menyebabkan gagal napas, hipoksemia berat, dan kematian. Akibat fungsional
dari bronkospasme akut adalah obstruksi jalan napas dan berkurangnya aliran
udara. Usaha bernapas meningkat secara progresif dan pasien mengeluh dada
sesak, mengi, atau kehabisan napas. Perubahan oksigenasi selanjutnya
merupakan

cerminan

dari

ketidaksesuaian

ventilasi-perfusi

karena

penyempitan jalan napas tidak merata.


Pada penyakit ringan, hipoksia pada awalnya dikompensasi dengan
baik oleh hiperventilasi, seperti tercermin oleh normalnya tekanan oksigen
arteri dan berkurangnya tekanan karbondioksida sehingga terjadi alkalosis
7

respiratorik. Seiring dengan bertambah parahnya penyempitan jalan napas,


gangguan ventilasi-perfusi meningkat sehingga terjadi hipoksemia arteri. Pada
obstruksi yang parah, ventilasi sedemikian terganggu karena kelelahan otot
pernafasan sehingga terjadi retensi CO2 awal. Karena adanya hiperventilasi,
hal ini mungkin hanya dijumpai pada awal penyakit karena tekanan CO2 arteri
kembali ke kisaran normal. Akhirnya, pada obstruksi yang sudah kritis, terjadi
gagal napas yang ditandai hiperkapnia dan asidemia.
Walaupun perubahan-perubahan ini pada umumnya reversibel dan
ditoleransi baik pada individu sehat yang tidak hamil, stadium-stadium awal
asma mungkin sudah berbahaya bagi wanita hamil dan janinya. Kapasitas
residu fungsionalyang lebih kecil serta meningkatnya pirau menyebabkan
hipoksia dan hipoksemia lebih mudah terjadi.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen
antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan
kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:
a. Histamin
1. Kontraksi otot polos
2. Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena,
sehingga terjadi edema
3. Bertambahnya sekresi

kelenjar

dimukosa

bronchus,

bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata


b. Bradikinin
1. Kontraksi otot polos bronchus
2. Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
3. Vasodepressor (penurunan tekanan darah)
4. Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah
c. Prostaglandin
1. Bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
2.5 PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA
Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap
fisiologi pernapasan.Ada 4 faktor penting yang terjadi dalam kehamilan
yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan, yaitu
1. Rahim yang membesar,
Kehamilan akan mendorong diafragma ke atas sehingga rongga
dada menjadi sempit. Gerakan paru akan terbatas untuk
mengambil oksigen selama pernapasan dan untuk mengatasi

kekurangan
2.

oksigen

ini,

pernapasan

akan

menjadi

cepat

(hiperventilasi)
Perubahan hormonal
Menurut Rengganis, perjalanan asma pada ibu hamil dipengaruhi
oleh meningkatnya :
a.
Hormon estrogen
Kadar estrogen yang meningkat selama kehamilan
menimbulkan efek pada penurunan kapasitas difusi CO2
pada paru. Hal ini diduga terjadi sebagai akibat
meningkatnya

asam

mukopolisakarida

perikapiler.

Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma selama


kehamilan.dengan
glukokortikoid

menurunkan

sehingga

terjadi

klirens

metabolik

peningkatan

kadar

kortisol. Estrogen juga mempotensiasi relaksasi bronkial


yang diinduksi oleh isoproterenol.
b. Hormon progesteron
Kadar progesteron yang meningkat selama kehamilan
meningkatkan nilai ambang batas kadar CO2 dalam darah
sehingga

kandungan

CO2

dalam

darah

cenderung

meningkat menyebabkan peningkatan frekuensi nafas


hiperventilasi yang bisa disebut sebagai dispnea selama
kehamilan. Progesteron juga bersifat

smooth muscle

relaxant terhadap otot2 polos uterus, genitourinarius, dan


diduga juga terhadap otot2 bronkus.
c. Hormon kortisol
Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan,
demikian pula kadar total kortisol plasma. Mekanisme =
stress psikologis.
3. Meningkatnya volume darah dan cardiac output
Meningkatnya volume darah dan cardiac out put dalam usaha
menyelamatkan janin serta memenuhi kebutuhan metabolik ibu
yang meninggi. Terjadi hemodilusi sehingga menyebabkan ibu
mengalami anemia. Secara fisiologis, Hb dalam darah ibu
mengalami penurunan sehingga kadar O2 dalam darah juga
menurun.

4. Perubahan imunologik.
Faktor daya tahan tubuh ibu sangat erat hubungannya dengan
timbulnya penyakit saluran napas selama kehamilan. Kadar Ig E
mungkin meningkat atau menurun pada seorang wanita hamil.
Bila kadar Ig E pada penderita asma yang hamil

meningkat,

ternyata hal ini menyebabkan penderita lebih rentan dan lebih


sering dapat serangan asma atau lebih berat. (Sarwono
Prawirohardjo, 1991). Faktor peningkatan histamin selama
kehamilan yang berasal dari jaringan janin pun mempunyai efek
asmogenik. Demikian juga protein dasar mayor (MBP= major
basic protein) yang banyak ditemukan dalam plasenta, bila sampai
masuk ke paru-paru.Pada jaringan janin ditemukan histamin
dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap stimulus ini
maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam
jumlah besar mencapai 1000 kali lipat dibandingkan wanita yang
tidak hamil.
2.6 PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
2.6.1 PENGARUH PADA IBU
Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi
ibu, kematian ibu biasanya dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus,
dan

komplikasi

yang

mengancam

jiwa

seperti

pneumotoraks,

pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta kelemahan


otot dengan gagal nafas. Angka kematian secara substantif meningkat
apabila asmanya memerlukan ventilasi mekanis.
2.6.2 PENGARUH PADA JANIN
Asma berat sangat mempengaruhi kehamilan, beberapa penelitian
menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, kelahiran prematur,
janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya
derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi
bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian
perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma
dibandingkan kelompok kontrol. Asma dalam kehamilan juga dihubungkan
dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi preeklampsia ringan, dan

10

hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita asma


berat.Gangguan pada janin diperkirakan disebabkan oleh kombinasi
beberapa faktor, yaitu berkurangnya aliran darah uterus, berkurangnya aliran
balik vena ibu, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat
keadaan basa. Apabila ibu tidak mampu lagi mempertahankan tekanan
oksigen normal dan terjadi hipoksemia, janin akan berespon dengan
mengurangi aliran darah umbilikus, meningkatkan resistensi vaskular
sistemil dan paru, dan akhirnya mengurangi curah jantung.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe,
wheezing dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada. Pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita :
a.
b.
c.
d.
e.

Nafas cepat dan dalam.


Penderita tampak gelisah
Duduk dengan tangan menyanggah ke depan.
Serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Pernapasan cuping hidung batuk kering ( tidak produktif) karena

f.
g.
h.
i.
j.

secret kental dan lumen jalan napas sempit.


Diaphoresis
Sianosis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan.
Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadaran
Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan
bicara.
Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan berakhir

dalam beberapa menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan sembuh
secara klinis. Pada sebagian kecil kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana
penderita tidak memberikan respon terhadap terapi (obat agonis beta dan
teofilin), hal ini disebut status asmatikus.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
a.

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi


paru.

11

b.

Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun


dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II
a.

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru


menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

b.

Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III
a.

Tanpa keluhan.

b.

Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi


jalan nafas.

c.

Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah


diserang kembali.

4. Tingkat IV
a.

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b.

Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi


jalan nafas.

5. Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas

yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, dan takikardi.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
Spirometri digunakan untok menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversibel. Cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometri sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis asma. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga

12

penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Tes


provokasi bronkial untuk menunjukkan adanya hiperreaktifitas bronkus.
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperreaktifitas bronkus harus dilakukan tes provokasi histamin,
metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin
bahkan inhalasi dengan aquadestilata. Penurunan FEV1 sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi adalah bermakna.
2. Pemeriksaan tes kulit
Tujuan tes kulit yaitu menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik
dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesa, karena alergen yang
menunjukkann tes kulit yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma; sebaliknya tes kulit yang negatif tidak selalu berarti tidak ada
faktor kerentanan kulit.
Pemerikasaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam serum.

3.

Kegunaan pemeriksaan IgE total tidak banyak dan hanya untuk


menyokong adanya penyakit atopi.
4.
Pemerikasaan radiologi
Pada umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah normal.
Pemeriksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan proses patalogik di
paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,
atelektasis dan lain-lain.
a.

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan


bertambah.

b.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran


radiolusen akan semakin bertambah.

c.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada


paru.

d.

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e.

Bila

terjadi

pneumonia

pneumoperikardium,

maka

mediastinum,
dapat

dilihat

pneumotoraks,
bentuk

dan

gambaran

radiolusen pada paru-paru.


5.

Analisa gas darah

13

Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan


serangan asma berat. Pada keadaan tersebut dapat terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis respiratorik.
a. Analisa

gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.


b. Kadang

pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

c. Hiponatremia

dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.


d. Pada

pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E

pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
6. Pemeriksaan eosinofi dalam darah
Pada penderita asma jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Selain dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan
cukup tidaknya dosis kortkosteroid yang diperlukan penderita asma,
jumlah

eosinofil

total

dalam

darah

dapat

membantu

untuk

membedakan asma dari bronkitis kronik.


7. Pemeriksaan sputum. Untuk melihat adanya:
a.

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari


kristal eosinofil.

b.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)


dari cabang bronkus.

c.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya


bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.

2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus
meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi
inflamasi saluran nafas, dan memelihara fungsi paru rata rata mendekati
normal. Kesuksesan manajemen asma selama kehamilan membutuhkan
kerjasama antara ahli obstetri, bidan, dokter dan perawat khusus asma dan

14

pasien sendiri. Terapi farmakologi asma selama kehamilan tidak mempunyai


perbedaan dengan terapi asma pada wanita yang tidak hamil. Idealnya, selama
kehamilan klien tidak menggunakan terapi obat-obatan terutama selama
trimester pertama karena dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital.
Edukasi dan pencegahan lebih diutamakan untuk pasien asma dalam
kehamilan.
Penatalaksanaan non farmakologik:
a.

Memberikan penyuluhan.

b.

Menghindari faktor pencetus.

c.

Pemberian cairan.

d.

Fisiotherapy.

e.

Beri O2 bila perlu.

f.

Low impact exercise, seperti berjalan kaki dan berenang mungkin


dapat membantu selama periode kehamilan.

g.

Mencegah stress.

h.

Mencegah penggunaan obat yang dapat memicu timbulnya


serangan.

Penatalaksanaan farmakologis
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan pengobatan asma pada kondisi tidak
hamil. Asalkan tetap memperhatikan tingkat keparahan gejala yang terjadi.
Obat-obatan spesifik asma selama kehamilan.
a. Pengobatan profilaksis
Beklometason dianjurkan sebagai pilihan kortikosteroid inhalasi selama
kehamilan karena pengalaman yang lebih banyak dalam penggunaannya
yang telah dipublikasikan. Ini disebabkan karena tidak ditemukannya
kelainan teratogenik pada bayi dari ibu hamil yang menggunakannya.
Selain itu, buesonid juga dapat diberikan sebagai pilihan untuk wanita
hamil.
b. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan kepada pasien asma untuk
pengobatan

asma

berat

selama

kehamilan.

Walaupun

demikian

kemungkinan terjadinya efek yang merugikan harus tetap diperhatikan.


Jika

membutuhkan

kortikosteroid

sistemik,

dianjurkan

pemberian

15

prednison atau metilprednisolon karena preparat ini dimetabolisme di


plasenta dan hanya 10% obat aktif yang dapat mencapai janin.
Disimpulkan kortikosteroid sistemik hendaklah dipergunakan secara
selektif, hanya untuk kasus asma berat dan tidak digunakan secara
kontiniu, disebabkan efek samping dari pemberian kortikosteroid sistemik
yaitu preeklampsi, prematur, berat badan lahir rendah dan kelainan
kongenital berupa oral cleft selama trimester pertama kehamilan.
c. Bronkodilator :
1. 2 Agonis
Tidak terbukti adanya resiko teratogenik pada penggunaan secara sering
inhalasi 2 agonis. Meta-proteronol, terbutalin dan albuterol dilaporkan
obat-obat yang paling sering digunakan.
2. Antikolinergik
Contoh dari obat ini adalah ipratropium bromide. Walaupun sedikit
pengalaman dengan obat ini, kelihatannya obat ini aman digunakan
selama kehamilan. Ipratropium bromide dapat digunakan pada wanita
hamil dengan asma yang tidak memberikan respon terhadap terapi
dengan 2 agonis.
3. Golongan Xantin, misal: aminofilin dan teofilin. Bekerja sebagai
bronkodilator dengn cara menghambat kerja enzim fosfodisterase.
Penggunaan teofilin tidak berhubungan dengan adanya malformasi
kongenital atau kematian janin walaupun dilaporkan 3 kematian bayi
dari ibu yang diterapi dengan teofilin menunjukkan kelainan kongenital
jantung. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya hubungan antara
penggunaan teofilin dengan resiko terjadinya kelahiran preterm,
kelainan kongenital dan preeklampsi, sementara penelitian-penelitian
lain tidak mendapatkan adanya hubungan.
Kerugian teofilin yaitu :
a. Dapat

menimbulkan

nausea

pada

awal

kehamilan

dan

gastroesofageal refluks pada akhir kehamilan.


b. Dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan dan prematur.
c. Menghalangi persalinan.

16

a. Toksis terhadap neonatus melalui plasenta.


d. Antihistamin,

Ekspektorans

dan

antibiotika

Walapun secara langsung bukan sebagai obat asma, namun sering


digunakan pada penderita asma. Dipenhidramin, tripilinamin, feniramin,
klorfeniramin, fenilefrin merupakan obat-obat yang dapat dipergunakan
secara aman pada ibu hamil.
Antibiotik kemungkinan diperlukan untuk pengobatan infeksi oleh
bakteri pada penderita asma selama kehamilan. Penisilin, eritromisin
dan sefalosporin aman digunakan selama kehamilan.
e. Obat-oabat anesthesia
Anestesia sering diperlukan pada berbagai macam kasus ginekologik
maupun obstetric, Dietil eter mempunyai efek bronkodilatasi namun
sangat iritatif terhadap mukosa bronkus sehingga dapat menyebabkan
kontriksi bronkus yang berlebihan, sedangkan sikopropan dapat
menyebabkan bronkospasmus. Nitrous oksid dan halotan mempunyai efek
bronkolitik sehingga dalam hal ini obat tersebut merupakan obat-obat
pilihan. Disamping itu anestesi epidural, saddle block, pudendal block
ataupun anaestesi local dapat digolongkan sebagai cara anestesi yang aman
untuk penderita-pendrita Asma.
f. Prostaglandin
merupakan obat yang dapat dipergunakan untuk mengadakan induksi
abortus pada kasus-kasus abortus terapiutis, induksi persalinan, induksi
haid dan lain-lain sehubungan denga khasiatnya dapat menyebabkan
kontraksi otot polos uterus. Prostaglandin F2a dan E2 juga mempunyai
efek

sebagai

bronkokonstriktor

sehngga

berakibat

meningkatkan

pulmonary resistance, sehingga memperberat asma, oleh karena itu


pemakaian obat ini pada penderita asma akan berbahaya sehigga patut
dihindari.

17

g. Golongan simptomatik,
Misal: adrenalin, efedrin, isoprenalin, terbutalin, salbutamol, orsiprenalin
dan sebagainya. Obat-oabat ini bekerja sebagai anti asma melalui
perangsangan terhadap reseptor simpatis.

2.9 KOMPLIKASI
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai
efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin.Kemungkinan komplikasi
pada ibu hamil yang tidak terkontrol :
1. Pre-eklampsia, suatu kondisi yang menyebabkan tekanan darah tinggi dan
dapat mempengaruhi plasenta , ginjal, hati, dan otak.
Eklampsia
Perdarahan vagina.
Persalinan premature,
Abortus
Solusio plasenta.
Korioamnionitis
Kematian jarang terjadi, sebagai akibat dari kondisi hipoksia yang tidak

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

sgera ditangani.
Sedangkan komplikasi yang terjadi terhadap bayi adalah
1.
2.
3.
4.

Intra uterine growth retardation (IUGR).


Bayi lahir premature.
BBLR
Meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal.Kematian janin
dalam kandungan sebagai akibat kondisi distress janin dan solusio
plasenta

5.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas/biodata klien
Nama, umur, agama, suku, pendidikan, alamat, nama suami, pekerjaan

18

Jenis kelamin: wanita yang sedang hamil


Pekerjaan: mempengaruhi reaksi alergi klien (polusi udara, debu, kelelahan
fisik)
b. Keluhan utama
Pasien dengan asma diadapatkan keluhan seperti sesak nafas, adanya
wheezing, batuk disertai sputum
c. Riwayat penyakit saat ini
Pasien sebelum terjadinya asma, biasanya didahului adanya reaksi alergi
maupun pengaruh paparan zat-zat yang tidak spesifik. gejala pernafasan
yang cepat, bunyi nafas ronchi atau mengi dan batuk.
d. Penyakit yang pernah diderita
Penyakit terdahulu yang pernah diderita, mungkin sudah pernah mengalami
asma sebelumnya
e. Penyakit yang pernah diderita keluarga
Adanya keluarga yang juga mengalami asma dan penyakit paru sebelumnya
f.

Riwayat alergi
Adanya riwayat alergi terhadap allergen spesifik (susu, debu, bulu
binatang) dan paparan

zat-zat yang tidak spesifik (stress fisiologis,

perubahan cuaca, infeksi)


g.

Riwayat menstruasi
Usia menarce, banyaknya, HPHT, siklus,lamanya, keluhan

h.

Riwayat obsetetri
Kehamilan keberapa, riwayat partus (abortus, aterm, immature, premature)

i.

Genogram
Menunjukan silsilah keluarga, mungkin ada anggota keluarganya yang
mengalami penyakit yang sama

j.

Riwayat keluarga berencana


Penggunaan KB, jenis dan lama pengguanaan, serta keluhan

k.

Review of system
B1: Pola nafas tidak teratur, wheezing, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan,
B2: Takikardi, sianosis

19

B3: Mempengaruhi indra penciuman karena nasal tertutup mucus


B4: B5: Nafsu makan menurun, penurunan berat badan
B6: Kelemahan
l.

Personal hygiene
Mandi, keramas, berganti pakaian, sikat gigi, memotong kuku

m.

Pemeriksaan obstetric
Pemeriksaan Head to toe, Leopold I-IV

n.

Pola kebiasaan
Riwayat merokok serta penggunaan obat-obatan dan jamu

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
mucus.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea, penurunan
ekspansi paru-paru akibat penekanan pembesaran uterus pada diafrgama
c. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat akibat sesak nafas
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak, ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan
f. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan distress janin
g. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin berhubungan dengan
distress janin

ANALISA DATA
DATA
DS:Pasien mengatakan
sering batuk disertai
sputum
DO:
a. Suara nafas ronchi
b. RR meningkat
c. Terdapat mukus

ETIOLOGI
Asma
Peningkatan aktivitas

MASALAH
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

kelenjar mukosa
bronkus
Sekresi mukus

20

meningkat
Mukus menumpuk
disaluran pernafasan
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
DS:Pasien mengeluh
sesak
DO:
a. RR meningkat
b. Penggunaan otot
bantu nafas
c. Hasil BGA
abnormal
DS:Pasien mengatakan
nafsu makannya
menurun
DO:
a. BB turun
b. Kadar Hb dan
albumin dibawah
normal
c. Klien tampak lesu,
lemah
d. Porsi makan tidak
habis
DS:Pasien mengatakan
keluar darah pada

Pembesaran rahim
Diafragma terdorong
ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Pola nafas tidak efektif
Pembesaran rahim
Diafragma terdorong

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Nafsu makan menurun
Intake nutrisi kurang
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Batuk
Tekanan intra

vagina
DO: lemah, pucat,

abdominal meningkat

kadar Hb menurun,

Merangsang kontraksi

konjuctiva anemis,

uterus

akral dingin

Pola nafas tidak efektif

Resiko kekurangan
volume cairan

Perdarahan
Resiko Kekurangan

DS:klien merasa lemah


saat sesak

volume cairan
Pembesaran rahim
Diafragma terdorong

Intoleransi aktivitas

21

DO: RR meningkat,
gerak terbatas, aktivitas
terbatas

DS: klien mengatakan


aktivitas janin menurun
DO: DJJ menurun,
Hasil USG tampak

ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Intoleransi aktivitas
Tekanan O2 ibu

Resiko cedera janin

abnormal
Hipoksemia

aktivitas janin menurun


Transfer O2 ke janin
menurun
Distress janin
DS: klien mengatakan
aktivitas janin menurun
DO: DJJ menurun,
Hasil USG tampak
aktivitas janin menurun

Resiko cidera janin


Tekanan O2 ibu

Gangguan pertukem

abnormal

janin

Hipoksemia
Transfer O2 ke janin
menurun
Distress janin
Gangguan pertukem
janin

3.3 INTERVENSI
a. Diagnosa: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mucus.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1. Klien dapat batuk secara efektif.
2. Dapat mengeluarkan sputum.
3. TTV dalam batas normal (Nadi 60-100x/menit, TD 60-90/120-140,
RR 12-20x/menit, suhu 36-37,5oC).
4. Sesak berkurang.
5. Wheezing dan ronchi hilang.

22

No Intervensi
1. Berikan minum air hangat

Rasional
Air hangat dapat menurunkan spasme

2.

Ajarkan batuk efektif

bronkus dan mengencerkan mukus


Batuk efektif dapat membantu

Lakukan suction
Kolaborasi pemberian obat

mengeluarkan sputum
Untuk menghilangkan sekret
Bronkodilator membebaskan spasme

sesuai indikasi

jalan nafas

(bronkodilator)
Auskultasi bunyi nafas, catat

Mengi menunjukan adanya

adanya bunyi nafas mengi,

penyempitan jalan nafas dan roncki

ronchi

menunjukan adanya penumpukan

3.

5.

mucus di saluran nafas


b. Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea,
penurunan ekspansi paru-paru akibat penekanan pembesaran uterus pada
diafrgama
Tujuan: Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
1. Dispnea berkurang.
2. TTV dalam batas normal (Nadi 60-100x/menit, TD 60-90/120-140,
RR 12-20x/menit, suhu 36-37,5oC).
3. Ekspansi paru maksimal.
4. Bunyi nafas normal atau bersih.
No
1.

Intervensi
Posisikan semi fowler (tinggikan

Rasional
Memungkinkan ekspansi paru dan

kepala dan bantu mengubah

memudahkan pernafasan

2.

posisi)
Berikan istirahat yang cukup

Mengurangi kebutuhan akan

3.

Kaji frekuensi, kedalaman

oksigen
Kecepatan dan kedalaman

pernafasan dan ekspansi dada.

pernafasan bervariasi tergantung

Catat upaya pernafasan termasuk

derajat gagal nafas

penggunaan otot-otot bantu


4.

pernafasan
Berikan oksigen tambahan sesuai

Memaksimalkan bernafas dan

dengan kebutuhan

menurunkan kerja pernafasan

23

c. Diagnosa: Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat akibat sesak nafas
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat dipenuhu secara adekuat.
Kriteria hasil:
1. BB normal.
2. Kadar Hb dan albumin normal.
3. Kedaan umum baik (tampak segar, rambut sehat)
4. Porsi makan habis.
No
1.

Intervensi
Berikan porsi makan sedikit-

Rasional
Untuk memenuhi kebutuhan nuitrisi

2.

sedikit tapi sering


Konsultasi dengan tim gizi

klien
Menentukan kalori in divide dan

Anjurkan klien untuk

kebutuhan nutrisinya
Menghindari allergen akan mencegah

menghindari allergen berupa

timbulnya serangan asma

3.

makanan yang dapat


4.

5.

menimbulkan serangan asma


Jelaskan pada klien tentang

Pentingnya pengetahuan klien dapat

pentingnya nutrisi bagi tubuh

memotivasi klien dalam asuhan

Timbang berat badan dan

keperawatan
Penurunan berat badan yang

pantau hasil laboratorium

signifikan dan hasil lab yang tidak


normal merupakan indicator
kurangnya nutrisi.

d. Diagnosa: resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


perdarahan
Tujuan: volume cairan dalam batas normal/seimbang
Kriteria hasil:

No
1.

1.

Konjunctiva tidak anemis

2.

Akral hangat

3.

Hb normal

4.

Muka tidak pucat

5.

Tidak lemas

Intervensi
Monitor tanda-tanda vital

Rasional
Tensi,nadi yang rendah, respiratorik,

24

dan

suhu

tubuh

yang

tinggi

menunjukkan gangguan sirkulasi


2.

darah
Kaji tingkat perdarahan setiap 15-30 Untuk

3.

menit
Catat intake dan output cairan

mengantisipasi

terjadinya

shock
Produksi urine yang kurang dari 30
ml per jam menunjukkan penurunan

4.

fungsi ginjal
Kolaborasi pemberian cairan infuse Cairan infuse
isotonic

5.

mengganti

volume

darah

dapat
yang

hilang akibat perdarahan


Kolaborasi pemberian tranfusi darah Tranfusi
darah
mengganti
bila Hb rendah

6.

isotonic

HE

komponen darah yang hilang akibat

jelaskan

perdarahan
terjadi Pasien paham tentang kondisi yang

penyebab

perdarahan

dialami

e. Diagnosa: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak, ketidakseimbangan


antara suplai oksigen dengan kebutuhan
Tujuan: pasien dapat menoleransi aktivitas secara optimal
Kriteria hasil:

No
1.

1.

Ekspresi wajah rileks

2.

Dapat melakukan ADL dengan normal.

INTERVENSI
Pertahankan

tirah

baring

RASIONAL
dalam Untuk

lingkungan yang tenang.

klien

mengistirahatkan
selama

terjadinya

gejala.

2.

Berikan lingkungan yang tenang dan

Menurunkan stres dan

batasi pengunjung selama fase akut

rangsangan

sesuai indikasi. Dorong penggunaan

Meningkatkan istirahat.

berlebihan.

25

manajemen stress dan pengalih yang


tepat.
3

Bantu klien memilih posisi nyaman untuk Klien


istirahat dan tidur.

mungkin

nyaman

dengan kepala tinggi, tidur


di kursi, atau menunduk ke
depan meja atau bantal.

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana Pembatasan

aktivitas

pengobatan dan perlunya keseimbangan ditentukan dengan respon


aktivitas dan istirahat.

individual klien terhadap


aktivitas

dan

perbaikan

kegagalan pernapasan.
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Menetapkan kemampuan/

Catat

adanya

dispnea,

peningkatan kebutuhan

klien

kelemaham/ kelelahan dan perubahan TTV memudahkan


selama dan setelah aktivitas.

e.

dan
pilihan

intervensi

Resiko cidera pada janin berhubungan dengan distress janin


Tujuan: tidak terjadi cidera pada janin
Kriteria Hasil:
1. DJJ normal
2. Adanya pergerakan bayi
3. Bayi lahir selamat

No
1.

Intervensi
Rasional
Hindari tidur terlentang dan anjurkan Tekanan uterus pada vena kava
tidur ke posisi kiri

menyebabkan aliran darah ke


jantung

menurun

sehingga

terjadi penurunan perfusi ke


2.

Observasi tekanan darah dan nadi klien

janin
Penurunan
denyut

dan

nadi

peningkatan
terjadi

pada

sindroma vena kava sehingga

26

klien harus dimonitor secara


teliti
Observasi perubahan frekuensi dan pola Penurunan kadar oksigen pada

3.

DJJ janin

janin menyebabkan perubahna

frekuensi jantung janin


Berikan O2 10-12 liter dengan masker Meningkatkan oksigen

4.

jika terjadi tanda-tanda distress janin

f.

pada

janin

Gangguan tumbuh kembang janin berhubungan dengan distress janin


Tujuan: Janin dapat tumbuh kembang secara optimal
Kriteria Hasil:
1. DJJ normal
2. Adanya pergerakan bayi
3. Bayi lahir selamat

No
1.

Intervensi
Rasional
Hindari tidur terlentang dan anjurkan Tekanan uterus pada vena kava
tidur ke posisi kiri

menyebabkan aliran darah ke


jantung

menurun

sehingga

terjadi penurunan perfusi ke


2.

Observasi tekanan darah dan nadi klien

janin
Penurunan
denyut

dan

nadi

peningkatan
terjadi

pada

sindroma vena kava sehingga


klien harus dimonitor secara
3.

teliti
Observasi perubahan frekuensi dan pola Penurunan kadar oksigen pada
DJJ janin

4.

janin menyebabkan perubahna

frekuensi jantung janin


Berikan O2 10-12 liter dengan masker Meningkatkan oksigen
jika terjadi tanda-tanda distress janin

pada

janin

27

BAB IV
TINJAUAN KASUS

Ny. N J 26 tahun datang ke poli hamil untuk kunjungan ulang kontrol


kehamilan. Ibu mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kecil. Saat SD sering
kambuh dan terakhir kambuh kelas 6 SD dan oleh dokter diberi obat yang
diminum saat asma nya kambuh. Pada usia kehamilan trimester ke III, ibu merasa
asmanya kambuh lagi, sering sesak ketika tidur dan kecapekan, batuk disertai
sputum. Secara tidak sengaja dia menghirup serbuk sari bunga yang merupakan
alergen bagi dirinya. Ibu mengatakan bahwa dia perrtama kali mendapat
menstruasi sejak kelas 2SMP (usia 14 tahun), lamanya 7hari dengan kuantitas
darah haid yang sedang. Siklus menstruasinya teratur 28 hari. Dan tidak pernah
mengalami dismenorhoe ketika menjelang maupun ketika haid. Tidak menderita
keputihan. HPHT : 03-09-09 TP: 10-06- 2010. Ibu mengatakan ini merupakan
kehamilannya yang pertama dengan usia kehamilan 8 bulan. Dan ibu rutin periksa
di poli hamil RSUDS. Pada TM III ini ibu mengatakan sering merasa lelah dan
gampang sesak nafas terutama kalo sedang kecapekan dan sedang tidur,
mengalami perubahan makan (nafsu makan menurun). Gerakan janin sedikit
mengalami penurunan. Suudah suntik TT 2x. Riwayat penyakit yang sedang
diderita: Ibu mengatakan tidak mempunyai penyakit kelainan jantung, diabet,
hipertensi, hanya mempunyai riwayat penyakit asma sejak kecil, saat SD sering
kambuh dan terakhir kambuh kelas 6 SD dan oleh dokter diberikan obat yang
diminum ketika asmanya kambuh.Riwayat penyakit keluarga: Dari pihak keluarga
suami tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti diabet, jantung, asma, HT,
epilepsy dan lain-lain. Dari pihak ayah pasien menderita asma. Berdasarkan
28

Pemeriksaan umum, didapatkan: keadaan umum baik, kesadaran komposmentis,


suhu 370C, tekanan darah 120/80, nadi 80 x/menit, RR 24x/menit, TB 151 cm, BB
sebelum 48 kg, BB sekarang 56 kg, LILA 25. Berdasarkan pemeriksaan khusus
didapatkan: Kepala : bersih, rambut tidak rontok dan tidak terdapat benjolan,
Wajah: tidak anemis dan tidak terdapat chloasma gravidarum, Mata: ka/ki
conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, Dada: payudara terdapat
pembesaran payudara, colustrum sudah keluar, tidak ada benjolan, dan bersih,
Pada auskultasi terdengar ronkhi dan wheezing, Abdomen: Terdapat pembesaran
sesuai dengan usia kehamilan,tidak terdapat luka bekas operasi dan terdapat linea
nigra,Pada palpasi Leopold didapatkan hasil: LI: TFU setinggi 3 jari dibawah pxpusat, teraba keras, melenting dan mudah digoyang (kepala), LII: punggung kiri,
LIII: teraba bokong,LIV: bagian terendah janin belum masuk PAP, Pada MC
Donald: TFU 31 cm (TBJ 2945gr), Auskultasi : punctum maximum: kiri atas
pusat, Frekuensi : 13-12-12 teratur, Pemeriksaan panggul luar tidak dilakukan ,
Pemeriksaan penunjang : Hb: 9 gr/dL, urine reduksi negative, urine albumin
negative, letsu/bokong-kaki/DJJ (+), BPD : 8,52, FL: 6,45

Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama pasien
Umur
Suku/bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Alamat
Nama Suami
Umur
Suku/bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Alamat

: Ny. N J
: 26 tahun
: Jawa/Indonesia
: Islam
: D1
: Swasta
: Rp 1.000.000
: Jalan Mengantu 204 Surabaya
: Tn. H
: 33 tahun
: jawa/Indonesia
: islam
: swasta
: wiraswasta
: Rp 1.000.000
: Jalan. Mengantli 204 Surabaya

29

2. Keluhan Utama
Sesak Nafas
3. Riwayat penyakit saat ini
Pasien datang ke poli hamil 1 RSUD Dr. Soetomo untuk kunjungan ulang
kontrol kehamilan. Ibu mengatakan mempunyai riwayat penyakit asma sejak
kecil, saat SD sering kambuh dan terakhir kambuh kelas 6 SD dan oleh dokter
diberikan obat yang diminum ketika asmanya kambuh. Sekarang TM III
kehamilannya ibu merasa sering sesak ketika tidur dan bila kecapekan, batuk
disertai sputum . Secara tidak sengaja pasien mencium serbuk bunga yang
merupakan allergen baginya dan menyebabkan asmanya kambuh
4. Penyakit yang pernah diderita
Ibu mengatakan tidak mempunyai penyakit kelainan jantung, diabetes,
hipertensi, hanya mempunyai riwayat penyakit asma sejak kecil
5. Penyakit yang pernah diderita keluarga
Dari pihak keluarga suami tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti diabet,
jantung, asma, HT, epilepsy dan lain2. Dari pihak ayah pasien menderita
asma.
6. Riwayat alergi
Alergi serbuk sari
7. Riwayat menstruasi
ibu mengatakan bahwa dia perrtama kali mendapat menstruasi sejak kelas
2SMP (usia 14 tahun), lamanya 7hari dengan kuantitas darah haid yang
sedang. Siklus menstruasinya teratur 28 hari. Dan tidak pernah mengalami
dismenorhoe ketika menjelang maupun ketika haid. Tidak menderita
keputihan. HPHT : 03-09-09. TP: 10-06- 2010
8. Riwayat obstetri
Ibu mengatakan ini merupakan kehamilannya yang pertama dengan usia
kehamilan 8bulan. Dan ibu rutin periksa di poli hamil RSUDS.
Selama kehamilan ibu tidak mengalami keluhan yang berarti. Pada TM III ini
ibu mengatakan sering merasa lelah dan gampang sesak nafas terutama kalo
sedang kecapekan dan sedang tidur. Gerakan janin sedikit mengalami
penurunan. Dan sudah suntik TT 2x.
Pertama waktu TT CPW dan yang kedua ketika hamil usia 5bulan.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Tekanan darah: 120/80mmHg
d. Suhu : 370C
e. Nadi :80x/ menit
f. RR: 24x/menit
30

g.
h.
i.
j.
-

TB: 151cm
BB sebelum nya: 48kg
BB sekarang:56kg
LILA: 25
Kepala : bersih, rambut tidak rontok dan tidak terdapat benjolan
Wajah: tidak anemis dan tidak terdapat chloasma gravidarum
Mata: ka/ki conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus
Dada: payudara terdapat pembesaran payudara, colustrum sudah

keluar, tidak ada benjolan, dan bersih


Pada auskultasi terdengar ronkhi dan wheezing
Abdomen:
Terdapat pembesaran sesuai dengan usia kehamilan,tidak terdapat luka
bekas operasi dan terdapat linea nigra
Pada palpasi Leopold didapatkan hasil:
LI: TFU setinggi 3 jari dibawah px-pusat, teraba keras, melenting dan

mudah digoyang (kepala)


LII: punggung kiri
LIII: teraba bokong
LIV: bagian terendah janin belum masuk PAP
Pada MC Donald: TFU 31 cm (TBJ 2945gr)
Auskultasi : punctum maximum: kiri atas pusat
Frekuensi : 13-12-12 teratur
Pemeriksaan panggul luar tidak dilakukan

10. Pemeriksaan penunjang :

Hb: 9 gr/dl
Urine reduksi : negative
Urine albumin: negative

Hasil USG TGL : 18-05-2010


Letsu/bokong-kaki/DJJ (+)
BPD: 8,52
FL: 6,45

ANALISA DATA
DATA
DS:Pasien mengatakan
sering batuk disertai
sputum
DO:
Suara nafas ronchi
RR meningkat (24
kali/menit)
3.
Terdapat mukus

ETIOLOGI
Asma
Peningkatan aktivitas

MASALAH
Bersihan jalan nafas
tidak efektif

kelenjar mukosa
bronkus
Sekresi mukus
meningkat
Mukus menumpuk
disaluran pernafasan
Bersihan jalan nafas

31

tidak efektif
DS:Pasien mengeluh
sesak
DO:
4.
RR meningkat
5.

(24 kali/menit)
Penggunaan
otot bantu nafas

DS:Pasien mengatakan
nafsu makannya
menurun
DO:
e. BB turun
f. Kadar Hb (9 g/dl)
dibawah normal
g. Klien tampak lesu,
lemah
h. Porsi makan tidak
habis

Pembesaran rahim
Diafragma terdorong

Pola nafas tidak efektif

ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Pola nafas tidak efektif
Pembesaran rahim
Diafragma terdorong

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Nafsu makan menurun
Intake nutrisi kurang
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

DS:klien merasa lemah


saat sesak
DO: RR meningkat,
gerak terbatas, aktivitas
terbatas

DS: klien mengatakan


aktivitas janin menurun
DO: DJJ menurun,
Hasil USG tampak

Pembesaran rahim
Diafragma terdorong

Intoleransi aktivitas

ke atas
Gerakan paru terbatas
Ekspansi paru
menurun
Sesak
Intoleransi aktivitas
Tekanan O2 ibu

Resiko cedera janin

abnormal
Hipoksemia

aktivitas janin menurun


Transfer O2 ke janin
menurun
Distress janin
Resiko cidera janin
32

3.4 INTERVENSI
a. Diagnosa: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan akumulasi mucus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
6. Klien dapat batuk secara efektif.
7. Dapat mengeluarkan sputum.
8. TTV dalam batas normal (Nadi 60-100x/menit, TD 60-90/120-140,
RR 12-20x/menit, suhu 36-37,5oC).
9. Sesak berkurang.
10. Wheezing dan ronchi hilang.
No Intervensi
1. Berikan minum air hangat

Rasional
Air hangat dapat menurunkan spasme

2.

Ajarkan batuk efektif

bronkus dan mengencerkan mukus


Batuk efektif dapat membantu

Lakukan suction
Kolaborasi pemberian obat

mengeluarkan sputum
Untuk menghilangkan sekret
Bronkodilator membebaskan spasme

sesuai indikasi

jalan nafas

(bronkodilator)
Auskultasi bunyi nafas, catat

Mengi menunjukan adanya

adanya bunyi nafas mengi,

penyempitan jalan nafas dan roncki

ronchi

menunjukan adanya penumpukan

3.

5.

mucus di saluran nafas


b. Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
dispnea, penurunan ekspansi paru
Tujuan: Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
5. Dispnea berkurang.
6. TTV dalam batas normal (Nadi 60-100x/menit, TD 60-90/120-140,
RR 12-20x/menit, suhu 36-37,5oC).
7. Ekspansi paru maksimal.
8. Bunyi nafas normal atau bersih.
No
1.

Intervensi
Posisikan semi fowler (tinggikan

Rasional
Memungkinkan ekspansi paru dan

kepala dan bantu mengubah

memudahkan pernafasan

posisi)
33

2.

Berikan istirahat yang cukup

Mengurangi kebutuhan akan

3.

Kaji frekuensi, kedalaman

oksigen
Kecepatan dan kedalaman

pernafasan dan ekspansi dada.

pernafasan bervariasi tergantung

Catat upaya pernafasan termasuk

derajat gagal nafas

penggunaan otot-otot bantu


4.

pernafasan
Berikan oksigen tambahan sesuai

Memaksimalkan bernafas dan

dengan kebutuhan

menurunkan kerja pernafasan

h. Diagnosa: Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat dipenuhu secara adekuat.
Kriteria hasil:
5. BB normal.
6. Kadar Hb dan albumin normal.
7. Kedaan umum baik (tampak segar, rambut sehat)
8. Porsi makan habis.
No
1.

Intervensi
Berikan porsi makan sedikit-

Rasional
Untuk memenuhi kebutuhan nuitrisi

2.

sedikit tapi sering


Konsultasi dengan tim gizi

klien
Menentukan kalori in divide dan

3.

Anjurkan klien untuk

kebutuhan nutrisinya
Menghindari allergen akan mencegah

menghindari allergen berupa

timbulnya serangan asma

makanan yang dapat


4.

5.

menimbulkan serangan asma


Jelaskan pada klien tentang

Pentingnya pengetahuan klien dapat

pentingnya nutrisi bagi tubuh

memotivasi klien dalam asuhan

Timbang berat badan dan


pantau hasil laboratorium

keperawatan
Penurunan berat badan yang
signifikan dan hasil lab yang tidak
normal merupakan indicator
kurangnya nutrisi.

. e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak, ketidakseimbangan antara

suplai O2 dengan kebutuhan

34

Tujuan: pasien dapat menoleransi aktivitas secara optimal


Kriteria hasil:
- Ekspresi wajah rileks
- Dapat melakukan ADL dengan normal.

INTERVENSI

RASIONAL

Mandiri:
3. Pertahankan

tirah

baring

dalam

lingkungan yang tenang.

1. Untuk

mengistirahatkan

klien

selama terjadinya gejala.

4. Berikan lingkungan yang tenang dan


batasi pengunjung selama fase akut

2. Menurunkan sters dan rangsangan


berlebihan. Meningkatkan istirahat.

sesuai indikasi. Dorong penggunaan


manajemen stress dan pengalih yang
tepat.
5. Bantu klien memilih posisi nyaman

3. Klien mungkin nyaman dengan


kepala tinggi, tidur di kursi, atau

untuk istirahat dan tidur.

menunduk ke depan meja atau


bantal.

Healt education:
1. Jelaskan pentingnya istirahat dalam
rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.

1. Pembatasan
dengan

aktivitas

ditentukan

respon individual

klien

terhadap aktivitas dan perbaikan


kegagalan pernapasan.

Evaluasi/observasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap
aktivitas. Catat adanya dispnea,
peningkatan

kelemaham/

kelelahan dan perubahan TTV


selama dan setelah aktivitas.

1. Menetapkan

kemampuan/

kebutuhan klien dan memudahkan


pilihan intervensi

35

g.

Resiko cidera berhubungan dengan distress janin


Tujuan: tidak terjadi cidera pada janin
Kriteria Hasil:
1. DJJ normal
2. Adanya pergerakan bayi
3. Bayi lahir selamat

No
1.

Intervensi
Rasional
Hindari tidur terlentang dan anjurkan Tekanan uterus pada vena kava
tidur ke posisi kiri

aliran darah ke jantung menurun


sehingga

2.

Observasi tekanan darah dan nadi klien

terjadi

perfusi jaringan
Penurunan dan
denyut

nadi

penurunan
peningkatan

terjadi

pada

sindroma vena kava sehingga


klien harus dimonitor secara
3.

teliti
Observasi perubahan frekuensi dan pola Penurunan kadar oksigen pada
DJJ janin

4.

janin menyebabkan perubahna

frekuensi jantung janin


Berikan O2 10-12 liter dengan masker Meningkatkan oksigen
jika terjadi tanda-tanda distress janin

pada

janin

36

S-ar putea să vă placă și