Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Myasthenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang relatif jarang di
mana antibodi terbentuk terhadap acetylcholine nicotinic postsynaptic receptors
pada neuromuscluar junction dari otot skeletal. Gejala okular terkadang
menunjukkan gejala ringan dari Myasthenia Gravis dibandingkan gejala-gejala
lain yang lebih luas.1 Prevalensinya semakin meningkat menjadi sekitar 20 per
100.000 populasi Amerika Serikut. Penyakit autoimun ini memiliki karakteristik
sebagai kelemahan otot secara fluktuatif, memburuk saat beraktivitas, dan
membaik saat istirahat. Meskipun etiologinya masih belum diketahui, peran
antibodi yang bersirkulasi dan menyerang nicotinic acetylcholine receptor
merupakan patogenesis yang dapat diterima. Deteksi dini penyakit ini sangat
penting untuk dilakukan mengingat Myasthenia Gravis itu sendiri merupakan
penyakit yang dapat ditatalaksana.2
Pada sekitar 10% pasien myasthenia gravis, gejala hanya dibatasi pada
gejala otot muskular ekstrinsik, yang dapat disebut sebagai suatu kondisi okular
myasthenia gravis (oMG). Pada usia di bawah 40 tahun, rasio wanita : laki-laki
adalah 3 : 1; kemudian, di antara usia 40-50 tahun dan saat pubertas, rasionya
menjadi sama. Namun pada usia 50 tahun ke atas, penyakit ini lebih sering terjadi
pada laki-laki.4 Di Asia, hingga 50% pasien memiliki onset di bawah 15 tahun,
secara umum dengan manifestasi okular murni.5
Kelemahan otot yang terjadi pada myasthenia gravis disebabkan oleh
reseptor asetilkolin pada neuromuskular junction yang diserang oleh autoimun,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi yang memicu terjadinya gangguan
komunikasi antara sel saraf dan sel otot serta menyebabkan kelemahan otot.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun
di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok
AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, antiAChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan
lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien
penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada
1
BAB II
STATUS PENDERITA
2
I.
IDENTIFIKASI
Nm
: Tn. MFS
Tanggal Lahir
: 27 Februari 1955
Amur
: 61 tahun
Jenisi Kelaamin
: Laki-laki
Alamit
Pekerjaan
: Pensiunan
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 20 Januari 2016
PEMERIKSAAN
Status Internus
Kesadaran
: GCS = 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
Suhu Badan
: 36,6 C
Pernapasan
: 20 kali/menit
BB
: 60 kg
TB
: 160 cm
IMT
Kepala
Leher
Thorax
Cor
:I
Pulmo
: I
Abdomen
Ekstremitas
Kulit
pernafasan= 20x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
: I : Datar
P : Lemas
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal
: Akral pucat (+/+), edema pretibial (-)
: Turgor > 2
Status Psikiatrikus
Sikap
: kooperatif
Perhatian : ada
Ekspresi Muka
: berkurang
Kontak Psikik
: ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: Normochepali
Deformitas
: tidak ada
Ukuran
: normal
Fraktur
: tidak ada
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: tidak ada
Hematom
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Pulsasi
: tidak ada
Sikap
: lurus
Deformitas
: tidak ada
Torticolis
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
LEHER
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Tidak ada kelainan
Kiri
Tidak ada kelainan
Anosmia
tidak ada
tidak ada
Hiposmia
tidak ada
tidak ada
Parosmia
tidak ada
tidak ada
N. Optikus
Visus
Kanan
5/6 ph 6/6
Kiri
5/6 ph 6/6
Campus visi
V.O.D
V.O.S
Anopsia
tidak ada
tidak ada
Hemianopsia
tidak ada
tidak ada
Fundus Oculi
tidak ada
tidak ada
Papil edema
Papil atrofi
Perdarahan retina
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Kanan
Kiri
Diplopia
tidak ada
tidak ada
Celah mata
tidak ada
tidak ada
Ptosis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Baik ke segala
Baik ke segala
arah
arah
Bulat
Bulat
3 mm
3 mm
Isokor
Isokor
Strabismus
(-)
Exophtalmus
(-)
Enophtalmus
(-)
Deviation conjugae
Bentuk
Diameter
Isokor/anisokor
Midriasis/miosis
Refleks cahaya
Langsung
Konsensuil
Akomodasi
- Argyl Robertson
N. Trigeminus
Motorik
-
Menggigit
Trismus
Refleks kornea
Sensorik
-
Dahi
Pipi
Dagu
N. Fasialis
Motorik
-
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Menunjukkan gigi
Lipatan nasolabialis
Bentuk muka
Sensorik
-
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Simetris
Simetris
Kanan
Kiri
Suara bisikan
Detik arloji
Tes Weber
Tes Rinne
N. Olfaktorius
Penciuman
Kanan
Tidak ada kelainan
Kiri
Tidak ada kelainan
Anosmia
tidak ada
tidak ada
Hiposmia
tidak ada
tidak ada
Parosmia
tidak ada
tidak ada
N. Vestibularis
Nistagmus
Kanan
tidak ada
Kiri
tidak ada
Vertigo
tidak ada
tidak ada
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Uvula
Gangguan menelan
tidak ada
Suara serak/sengau
tidak ada
Denyut jantung
Refleks
-
Muntah
Batuk
Okulokardiak
Sinus karotikus
Sensorik
-
N. Accessorius
Mengangkat bahu
Memutar kepala
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
8
N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah
Kanan
Kiri
Simetris
Fasikulasi
Atrofi papil
Disatria
MOTORIK
LENGAN
Gerakan
Kanan
Cukup
Kiri
Cukup
Kekuatan
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Cukup
Cukup
Kekuatan
Meningkat
Meningkat
Tonus
Refleks fisiologis
-
Biceps
Triceps
Radius
Ulnaris
Refleks patologis
-
Hoffman Tromner
Leri
Meyer
Trofi
Tonus
Klonus
-
Paha
Kaki
Refleks fisiologis
-
KPR
9
APR
Meningkat
Meningkat
Refleks patologis
Meningkat
Meningkat
Babinsky
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rossolimo
- Tengah
- Bawah
Refleks cremaster
Trofik
SENSORIK
10
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
Defekasi
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: tidak ada
Lordosis
: tidak ada
Gibbus
: tidak ada
Deformitas
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Meningocele
: tidak ada
Hematoma
: tidak ada
Nyeri ketok
: tidak ada
: (-)
Kerniq
: (-)
Lasseque
: (-)
11
Brudzinsky
-
Neck
: (-)
Cheek
: (-)
Symphisis
: (-)
Leg I
Leg II
: (-)
: (-)
Ataxia
Romberg
Hemiplegic
Dysmetri
Scissor
- jari-jari
Propulsion
: ada
- jari hidung
Histeric
- tumit-tumit
Limping
Steppage
GERAKAN ABNORMAL
Tremor
Rigiditas
: (+)
Bradikinesia
: (+)
Chorea
: (-)
Athetosis
: (-)
Ballismus
: (-)
Dystoni
: (-)
Myocloni
: (-)
REFLEKS PRIMITIF
Glabella
: (+)
Palmomental
: (+)
12
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
: (-)
Afasia sensorik
: (-)
Apraksia
: (-)
Agrafia
: (-)
Alexia
: (-)
Afasia nominal
: (-)
LABORATORIUM
DARAH
Hb
: 10,9 g/dL
Total Kolesterol
: tidak diperiksa
Eritrosit
: 3,99 x 106/mm3
Kolesterol HDL
: tidak diperiksa
Leukosit
: 8,4 x 103/mm3
Kolesterol LDL
: tidak diperiksa
Diff Count
: 0/2/66/23/7 %
Trombosit
: 334 x 103/L
Hematokrit
: 33%
BSS
: tidak diperiksa
SGOT
: tidak diperiksa
SGPT
: tidak diperiksa
URINE
Warna
: tidak diperiksa
Sedimen :
Reaksi
: tidak diperiksa
- Eritrosit
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
- Leukosit
: tidak diperiksa
Reduksi
: tidak diperiksa
- Thorak
: tidak diperiksa
Urobilin
: tIdak diperiksa
- Sel Epitel
: tidak diperiksa
Bilirubin
: tidak diperiksa
- Bakteri
: tidak diperiksa
Konsistensi
: tidak diperiksa
Eritrosit
: tidak diperiksa
Lendir
: tidak diperiksa
Leukosit
: tidak diperiksa
Darah
: tidak diperiksa
Telur cacing
: tidak diperiksa
Amuba coli/
: tidak diperiksa
FESES
13
Histolitika
: tidak diperiksa
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Warna
: tidak diperiksa
Protein
: tidak diperiksa
Kejernihan
: tidak diperiksa
Glukosa
: tidak diperiksa
Tekanan
: tidak diperiksa
NaCl
: tidak diperiksa
Sel
: tidak diperiksa
Queckensted
: tidak diperiksa
Nonne
: tidak diperiksa
Celloidal
: tidak diperiksa
Pandy
: tidak diperiksa
Culture
: tidak diperiksa
PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen thoraks PA : tidak diperiksa
CT Scan Kepala
IV.
: tidak diperiksa
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
: Penyakit Parkinson
Diagnosis Tambahan
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Parkinson sekunder
2. Tremor esensial
3. Hipertiroid
VI.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorim
2. CT Scan
3. MRI
PENATALAKSANAAN
A. Norfarmakologis
- Edukasi
1. Menginformasikan kepada penderita dan keluarga penderita
tentang penyakit yang dideritanya
14
B. Farmakologis
- Rehidrasi (IVFD Ringer Laktat 1900 ml drip cepat) lanjut
-
oral
Bromocryptine 1 x 2,5 mg tab per oral
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia ad bonam
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita
beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.
Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction.7,8
2.2 Epidemiologi
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat
terjadipadaberbagaiusia.Biasanyapenyakitinilebihseringtampakpadausia
2050tahun.Wanitalebihseringmenderitapenyakitinidibandingkanpria.Rasio
perbandinganwanitadanpriayangmenderitamiasteniagravisadalah6:4.Pada
wanita,penyakitinitampakpadausiayanglebihmuda,yaitusekitar28tahun,
sedangkanpadapria,penyakitiniseringterjadipadausia42tahun.Earlyonset
miasteniagravisbiasanyaterjadipadawanitapadausia1850tahun dan late
onsetmiasteniagravislebihseringpadalakilakidenganusia50tahunkeatas.9
Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang (2006), pada sekitar 10%
pasien myasthenia gravis, gejala hanya dibatasi pada gejala otot muskular
ekstrinsik, yang dapat disebut sebagai suatu kondisi okular myasthenia gravis
(oMG). Pada usia di bawah 40 tahun, rasio wanita : laki-laki adalah 3 : 1;
kemudian, di antara usia 40-50 tahun dan saat pubertas, rasionya menjadi sama.
Namun pada usia 50 tahun ke atas, penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki. 4
Di Asia, hingga 50% pasien memiliki onset di bawah 15 tahun, secara umum
dengan manifestasi okular murni.5
Penyakit ini lebih sering dialami oleh ras Asia dibandingkan dengan ras
lainnya.10
16
2.3 Klasifikasi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan
terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.1,5,8
Terdapat berbagai faktor yang diduga menyebabkan terjadinya Penyakit
Parkinson :
a. Usia (Proses Menua)
Tidak semua orang tua akan menderita Penyakit Parkinson, tetapi dugaan
adanya peranan proses menua terhadapa terjadinya Penyakit Parkinson
didasarkan pada penelitian-penelitian epidemiologis tentang kejadian Penyakit
Parkinson (evidence based).5 Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk
pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini
berkaitan dengan reaksi mikrogilial pada neuron yang rusak dan tanda ini
tidak terdapat pada proses menua yang normal.1,5,8
b. Genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitinproteasomal pathway.5
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel
substansi nigra pars compacta sehingga meningkatkan kematian sel neuron di
sel-sel substansi nigra pars compacta. Inilah yang mendasari terjadinya
Penyakit Parkinson sporadik yang bersifat familial. Pada penelitian didapatkan
kadar sub unit alfa pada proteasome 20S menurun secara bermakna pada sel
neuron substansi nigra pars compacta pada penderita Penyakit Parkinson
dibandingkan dengan orang normal.5
17
18
Sering
dijumpai
dalam
praktek
sehari-hari
dan
kronis,
tetapi
1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
kortikobasal
ganglionik,
Sindrom
demensia,
hidrosefalus
diduga
2.5 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia
nigra sebesar 40 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies) dengan penyebab multifaktorial.4,5
Substansia nigra (sering disebut sebagai black substance), adalah suatu
regio kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di aras medula spinalis.
Bagian ini menjadi pusat kontrol atau koordinasi dari seluruh pergerakan. Selselnya menghasilkan neurotransmiter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk
mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh
sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara selsel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan
refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada Penyakit Parkinson,
sel-sel neuron di sel substansia nigra pars compacta mengalami degenerasi,
sehingga produksi dopamin menurun, akibatnya semua fungsi neuron di sistem
saraf pusat menurun dan menghasilkan kelambanan gerak (bradikinesia),
kelambanan bicara dan berfikir (bradifrenia), tremor dan kekakuan (rigiditas).5
Hipotesis
neuron di sel substansia nigra pars compacta adalah stres oksidatif. Stres oksidatif
menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon yang
dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini
menumpuk, tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway,
sehingga menyebabkan kematian sel-sel di sel substansia nigra pars compacta.
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:5
a. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal
dengan nitric oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric radical
b. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurnan produksi adenosin trifosfat
(ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif,
akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
c. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel di sel substansia nigra pars compacta.
20
Ga
mbar 1. Jalur tidak langsung Ganglia Basalis
11,12,13
21
Gejala Motorik5,8,11
1. Tremor
Resting tremor biasanya sering terjadi dan mudah dikenali pada gejala
penyakit Parkinson. Tremor unilateral dan frekuensi tremor berkisar antara 4-7
gerakan per detik, dan kebanyakan selalu didahului pada ekstremitas bagian
distal. Tremor pada tangan digambarkan supinasi dan pronasi (pill-rolling)
yang bisa menyebar dari satu tangan ke tangan lainnya. Rest tremor pada
penderita dengan penyakit Parkinson dapat juga melibatkan bibir, dagu,
rahang, dan kaki, namun tremor esensial jarang melibatkan leher/kepala
ataupun suara. Penderita yang mengalami tremor pada kepala kebanyakan
memiliki tremor esensial, dystonia servikal ataupun keduanya daripada
penyakit Parkinson. Yang khas adalah rest tremor hilang ketika penderita
berktivitas atau selama penderita tidur, dan akan bertambah pada keadaan
22
Penelitian
neuroimaging
fungsional
juga
menunjukan
23
ke
depan,
punggung
melengkung
bila
berjalan.5,8,9,11
Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara berjalan yang cepat; tidak
mampu untuk berbalik dengan cepat, berbalik badan dengan secara bersamaan
(en bloc).13
7. Bicara monoton
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,
lidah, dan bibir mengakibatkan pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume kecil. Pada beberapa kasus, suara mengurang sampai berbentuk
24
bisikan yang dalam.5,9,12 Selain itu juga didapatkan penderita berbicara tanpa
ekspresi.13
8. Demensia
Penderita
perubahan
Penyakit
status
mental
Parkinson
selama
idiopatik
perjalanan
banyak
menunjukkan
penyakitnya.
Disfungsi
Diagnosis4,5,9,10,12
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Selain itu, diagnosis penyakit
Parkinson dapat ditegakkan berdasarkan kriteria:
Kriteria Diagnosis Klinis
26
menggenggam.
Diagnosis Propable (kemungkinan besar) : kombinasi dari dua gejala
tersebut diatas (termasuk gangguan refleks postural), salah satu dari
Kriteria Koller
tahun pertama
Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3
tahun pertama
Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis possible : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok
A dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan
27
dopamine agonis.
Diagnosis pasti : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
Kriteria penegakan diagnosis pada penyakit parkinson yang probable
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
28
dalam
patofisiologi
penyakit
Parkinson.Penurunan
29
jaringan
mesensefalon
fetus.Namun
PET
tidak
dapat
2.9
Diagnosis Banding
Berikut mengenai perbandingan penyakit Parkinson dengan diagnosis lain.
30
31
2.10
Penatalaksanaan4,5,8,10,11
Secara garis besar, konsep terapi farmakologis maupun pembedahan pada
obat-obatan
neuroprotektif
untuk
menghambat
brain
grafting
(bertujuan
untuk
memperbaiki
atau
33
fatigue
35
36
a. Edukasi
Penderita serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikis mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Rehabilitasi penderita Penyakit Parkinson sangat penting. Tanpa terapi
rehabilitasi, penderia Penyakit Parkinson akan kehilangan kemampuan
aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari (AKS). Latihan yang diperlukan
penderita Penyakit Parkinson meliputi fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan Frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada
37
Strategi gerak, seperti bila akan berbelok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu dari lantai.
2.11. Prognosis
Penyakit parkinson adalah neurodegeneratif yang berlangsung lambat.
Prognosis dipengaruhi oleh umur, onset penyakit parkinson, gaya hidup dan terapi
medik. Meskipun tidak ada bukti yang menyimpulkan bahwa terapi medik
memperlambat progresivitas penyakit, mortalitas menurun 50% dengan
penggunaan levodopa.4,9
Sangat tergantung dari etiologi dan adanya Parkinson sekunder, gejala
akan berkurang apabila penyakit primer dapat diatasi. Sebaliknya pada Parkinson
primer/idiopatik keadaan bersifat progresif, sesuai dengan tingkat hilangnya selsel pembentuk dopamin. Tugas kira adalah untuk mempertahankan agar
perjalanan penyakit Parkinson tidak terlalu progresif dan fungsi motorik lainnya
dipelihara secara optimal.10
BAB IV
38
ANALISIS KASUS
Penderita, laki-laki berumur 61 tahun, datang ke IGD RSMH dikarenakan
sukar berjalan yang disebabkan kedua lengan dan kedua tungkai gemetar disertai
kekakuan yang terjadi secara perlahan-lahan.
Berdasarkan keluhan utama, dapat disimpulkan bahwa gejala yang dialami
penderita yaitu tremor dan rigiditas yang terjadi secara perlahan-lahan. Usia
penderita yang menginjak 61 tahun (usia tua) merupakan salah satu faktor risiko
penyakit parkinson dimana insiden meningkat dari 20 kasus per 100.000 populasi
kurang dari 70 tahun menjadi 120 kasus per 100.000 pertahun pada populasi
diatas 70 tahun. Selain itu, laki-laki memiliki risiko menderita penyakit Parkinson
lebih tinggi daripada perempuan pada usia yang sama, yaitu 3:2.
Dari anamnesis, kronologis gejala yang dialami penderita yaitu: sejak 1
tahun SMRS, penderita mengalami gemetar pada lengan kanan terutama saat
istirahat dan berkurang saat aktivitas. Penderita juga mulai merasakan kekakuan
di lengan kanan. 8 bulan SMRS, gemetar pada lengan kanan semakin parah,
gemetar juga terjadi pada lengan kiri dan kedua tungkai. Penderita masih dapat
berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari. 6 bulan SMRS, gemetar pada
kedua lengan dan kedua tungkai semakin parah, gerakan kedua tangan dan kedua
tungkai menjadi lambat dengan langkah kecil-kecil, disertai kekakuan sehingga
penderita sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau jatuh ke depan. Mulut
mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada, sering lupa tidak ada, dan kelemahan
sesisi tubuh tidak ada. 1 minggu SMRS, penderita tidak mau makan dan sedikit
minum, gangguan BAB dan BAK tidak ada.
Berdasarkan kronologis, pada awal onset penyakit penderita mengalami
resting tremor unilateral pada lengan kanan, selain itu penderita juga mengalami
kekakuan/rigiditas pada lengan kanan. Gejala ini mengalami progresivitas seiring
dengan berjalannya waktu. Progresivitas ditandai dengan tremor yang juga terjadi
pada lengan kiri, dan kedua tungkai. Tremor terasa pada lengan kanan juga
semakin parah. Tanda-tanda bradikinesia juga ada, yang didapat dari gerakan
kedua tangan dan tungkai yang menjadi lambat, gangguan gait dengan langkah
39
40
Berdasarkan
kriteria
Hughes
(1992), Diagnosis
Parkinson dapat
41
bahu, pinggul, danpunggung sakit. Selain itu terapi fisik dapat meningkatkan
keseimbangan dan koordinasi motorik.
Pada penderita ini, karena telah mengalami efek wearing off, sehingga
dapat diberikan Levodopa dikombinasikan dengan Benserazide dan ditambah
dengan obat agonis dopamin (Bromokriptin).
Prognosis penderita ini untuk quo ad vitam adalah dubia ad bonam. Hal ini
dikarenakan penyakit Parkinson tidaklah mengancam jiwa dan apabila
ditatalaksana dengan tepat progresivitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung
20 tahun atau lebih. Prognosis penderita untuk quo ad functionam adalah dubia ad
bonam. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang progresif dan respon
terhadap terapi pada penderita menurut penelitian berkisar antara 70-100%.
42
DAFTAR PUSTAKA
43