Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DOKTER INTERNSHIP
PARAPARESE SPASTIK
Disusun Oleh:
Nama
Wahana
: RSUD Ungaran
Tanggal
:
Dokter Staf Ahli Bagian Syaraf:
dr. Sri Sumarni Sp. S
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Judul Portofolio
: Paraparese Spastik
Topik
: syaraf
Ungaran,
Dokter Pembimbing I
Dokter Pembimbing II
dr. Widuri
Nama peserta
Judul Kasus
: Paraparese Spastik
Nama Wahana
: RSUD UNGARAN
NO
NAMA
TANDA TANGAN
dr. Widuri
dr. Saidatunnisa
dr. Nita
dr. Ariesta
10
11
dr. Okky
12
dr. Medika
13
dr.cholid
14
15
Dr. Nina
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Dokter Pembimbing I
Dokter Pembimbing II
dr. Widuri
BAB I
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. N
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Alamat
Pekerjaan
Waktu Masuk
: 30 Agustus 2016
No. CM
: 467427
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Amannesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 30 januari 2016 di IGD
RSUD Ungaran dan keterangan tambahan dibangsal Bougenvil tgl 31 januari
2016.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
: nyeri punggung
kaku dansangat nyeri pada telapak kakinya. Nyeri punggung dan ulu hati masih
dirasakan dan pasien juga mengalami diare cair sedangkan BAK normal.
Trauma sebelumnya disangkal, riw. Radiasi (-), penurunan BB (-) , sesak nafas
(-) , demam (-) Pasien memiliki riwayat limfadenopati TB dan sudah dioperasi
oleh Sp.B 11tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh dari TB. Endoskopi dan
pengangkatan massa di usus 10 tahun yang lalu di Malaysia. Pasien juga mengaku
pernah dilakukan aspirasi dari tulang belakangnya karena keluhan nyeri punggung
di RSUD Ungaran 6 tahun yang lalu. 5 tahun yang lalu operasi Caesar dan
histrektomi di RSUD Ungaran.
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Stroke
: disangkal
RiwayatKejang
: disangkal
Riwayatpenyakit maag
: disangkal
Riwayat kecelakaan
: disangkal
:disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
- Riwayat DM
: disangkal
- Riwayat Stroke
: disangkal
- RiwayatKejang
: disangkal
C.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Januari 2015 di IGD RSUD Ungaran
pukul 9.00 WIB.
a. Status Present
Keadaan Umum
: compos mentis
Kesadaran
: GCS 3 E4M6V5= 15
Vital Sign
: 110/70 mmHg
: 60 x/menit
: 30 x/menit
: 36,7oC
T
N
RR
t
b. Status Internus
Kepala
Mata
SaO2
: 99%
TB
BB
: 155 cm
: 50 kg
: Mesocephale
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) pupil isokor (2/2),
Superior
Inferior
Oedem
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
c. Status Neurologikus
1. N.I ( OLFAKTORIUS) : dalam batas normal
2. N II ( OPTIKUS)
tajampenglihatan
: dalam batas normal
lapangpenglihatan
: dalam batas normal
melihatwarna : dalam batas normal
funduskopi
: tidak dilakukan
6
Dextr
a
Dala
m
bats
norm
al
Sinistra
Pergerakan
bola mata
Nistagmus
Eksoftalmu
s
Pupil
Reflek
cahaya
Strabismus
Melihat
kembar
4. N V ( TRIGEMINUS )
Sensibilitas taktil dan nyeri muka
Membuka mulut
Meringis
Menggigit
Reflek kornea
bulat,
isoko
r,2
mm
Dalam
bats
normal
bulat,isok
or,2mm
5. N VII (FACIALIS)
Dextra
Sinistra
Mengerut
kandahi
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Menutup
mata
Dalam
bats
Dalam bats
normal
normal
Lipatanna
solabial
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Menggem
bungkanp
ipi
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Memperli
hatkangig
i
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Mencucu
kanbibir
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Pengecap
an 2/3
anterior
lidah
Dalam
bats
normal
Dalam bats
normal
Dextra
Sinistra
JENTIK
JARI
Dalam
bats
normal
Dalam
bats
normal
DETIK
ARLOJI
Dalam
bats
normal
Dalam
bats
normal
SUARA
BERBISI
K
Dalam
bats
normal
Dalam
bats
normal
6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)
TES
WEBER
tidak
dilakuka
n
tidak
dilakuka
n
TES
RINNE
tidak
dilakuka
n
tidak
dilakuka
n
TES
tidak
tidak
8
SCHWAB
ACH
dilakuka
n
dilakuka
n
7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)
Sensibilitas faring
: tidak dilakukan
8. N X ( VAGUS )
Arkus faring : simetris
Berbicara
Menelan
dalam
dalam
batas normal
Nadi
batas normal
tegangan cukup
9. N XI (ACCESORIUS)
Mengangkat bahu
:-
Artikulasi
Lidah
d. AnggotaGerak
1. ANGGOTA GERAK ATAS
MOTORIK
Motorik
Pergerakan
Tonus
Klonus
bebas
Kekuatan
Dextra
Sinistra
bebas
normal
Normal
Trofi
Eutrofi
SENSIBILITAS
Dextra
Sinistra
Taktil
Dalam
batas
normal
Dalam
batas
normal
Nyeri
Dalam
batas
normal
Dalam
batas
normal
Thermi
Tidak
dilakuka
n
Tidak
dilakuka
n
Diskrimi
nasi 2
titik
Dalam
batas
normal
Dalam
batas
normal
Lokasi
Dalam
batas
normal
Dalam
batas
normal
Dextra
Sinistra
REFLEK
Biceps
+N
+N
Triceps
+N
+N
Radius
+N
+N
Ulna
+N
+N
Hoffman
Trommer
Motorik
Dextra
Sinistra
10
Eutrofi
Pergerak
an
Kekuata
n
Tonus
Klonus
Trofi
terbatas
terbatas
hipotonia
Hipotoni
a
Eutrofi
Eutrofi
Dextra
Sinistra
Hipestes
i setinggi
umbilicu
s (T.X)
Hipestesi
setinggi
umbilicu
s (T.X)
Aestesi
setinggi
lutut
(genue)
s/d ujung
kaki
Hipestes
i setinggi
umbilicu
s (T.X)
Aestesi
setinggi
lutut
(genue)
s/d ujung
kaki
SENSIBILITAS
Taktil
Nyeri
Thermi
tidak
dilakuka
Aestesi
setinggi
lutut
(genue)
s/d ujung
kaki
Hipestesi
setinggi
umbilicu
s (T.X)
Aestesi
setinggi
lutut
(genue)
s/d ujung
kaki
tidak
dilakuka
11
Diskrimi
nasi 2
titik
Aestesi
aestesi
REFLEK
MendelBechtrew
12
Cara berjalan
Tes Romberg
Disdiadokhokinesis
Ataksia
Dismetria
f. Gerakan Abnormal
Tremor : -
g. Atetosis
h. Vegetatif
D.
Miksi
Defekasi : + normal
: + normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : normal sinus rhytm
13
b. Laboratorium
Hiung jenis
Limfosit 20,3 %
Monosit : 6,1 %
Index eritrosit
MCV : 78,2 fl
MCH : 26,7 pg
MCHC 34,2 g/dl
MDW : 12,1 %
Granulosit : 73,6 %
14
Gula darah
Kimia ginjal
GD I = 110
GD II = 170
mg/dl
HDL = 52 mg/dl
LDL = 110 mg/dl
Trigliserid = 43 mg/dl
Ureum = 9 mg/dl
Creatinin = 0.71 mg/dl
Profil lipid
Elektrolit
Natrium = 141.3
Kalium = 3.31
Chloride = 108,2
c. Rontgen
15
E.
RESUME
Keluarga pasien mengeluhkan pasien tiba-tiba kedua kaki tidak bisa digerakkan (8
jam SMRS) dan tidak terasa sama sekali, terdapat riwayat sakit punggung, kesumutan,
nyeri ulu hati dan batuk.
Pada hari kedua perawatan pasien mengalami perbaikan pada kaki kirinya namun
terasa kaku dan nyeri tajam ketika disentuh, dan pasien mengalami diare.
Pasien memiliki riwayat limfadenopati TB dan sudah dioperasi oleh Sp.B 11tahun
yang lalu dan dinyatakan sembuh dari TB. Endoskopi dan pengangkatan massa di
usus 10 tahun yang lalu di Malaysia. Pasien juga mengaku pernah dilakukan aspirasi
dari tulang belakangnya karena keluhan nyeri punggung 6 tahun yang lalu. 5 tahun
yang lalu operasi Caesar dan histrektomi.
Pada pemeriksan fisik didapatkan GCS 3 E4M6V5= 15, TD= 110/70 N=60x/m RR =
30x/menit dan t= 36,5 , ditemukan para parese pada ekstremitas inferor dengan
kekuatan 1/1 , hipotonus, klonus (-) , reflek fisiologis menurun dan tidak ada reflek
patologis.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil EKG dalam batas normal, peningkatan
granulosit, hipokalemia ringan (n 3,5-5,3) , foto vertebra thorakal dalam batas normal.
F.
DIAGNOSA
Diagnosis klinik
Diagnosis topik
Diagnosis etiologi
: mielitis akut
DD
Tumor metastase
Poliomyelitis
Multiple sklerosis
G.
Terapi
1. Infus RL20 tpm
2. Inj. Ranitidine 1 Ampul/ 8 jam
3. Inj. Metil prednisolone 125 mg / 6 jam
Konsul dr Sri Sumarni Sp.S :
4. Inj Meticobalamine 1 Ampul /8 jam
5. Pergabalin 1 x 75 mg
16
Konsul spesialis penyakit dalam untuk hasil GDS dan pemberian Metil
H. PROGNOSIS
Ad Vitam
: ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP RUANGAN
Pe
m
er
ik
sa
Perjalana
an
Terapi
Pe
Penyakit
n
u
nj
an
g
S:
Nyeri
punggung
dan
8 jam
Inj. Metil prednisolone
ulu
125 mg / 6 jam
Inj Meticobalamine
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
P
ro
R
O
ve
rte
br
a
17
O:
th
E4V5M6
or
TD
ak
al
120/80
mmHg
as
RR = 16
il
x/menit
N = 80
x/menit
T = 36 oC
RF
RP
5
n
5
n
Tonus
(-)
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilikus
A:
Paraparesi
s inferior
UMN
susp
myelitis
S:
H
18
Nyeri
punggung
8 jam
Inj. Metil prednisolone
125 mg / 8jam
Inj Meticobalamine
as
il
la
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
N. diatab 2 tab/bab k/p
Konsul
rehabilitasi
n sedikit,
medic
IR + gentle ROM
kaku dan
exercise
D
R
Hi
po
ka
sakit saat
le
disentuh
mi
O:
E4V5M6
ri
TD
ng
an
140/80
mmHg
RR = 16
x/menit
N = 88
x/menit
T = 36 oC
K
RF
RP
5
n
5
n
3
n
Tonus
(-)
19
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilicus
Kesumuta
n
jika
dipegang
setinggi
umbilikus
A:
Paraparesi
s
spastik
membaik
susp
myelitis
S:
Nyeri
punggung
kaki
8 jam
Inj. Metil prednisolone
kiri
sudah bias -
125 mg / 8jam
Inj Meticobalamine
digerakka
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
N. diatab 2 tab/bab k/p
IR + gentle ROM
sakit saat
exercise
disentuh
O:
E4V5M6
TD
120/80
mmHg
RR = 16
x/menit
N = 88
20
x/menit
T = 36 oC
K
RF
RP
Tonus
(-)
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilicus
Kesumuta
n
jika
dipegang
setinggi
umbilikus
A:
Paraparesi
s
spastik
membaik
susp
myelitis
dd
metastase
spinal
S:
Nyeri
21
punggung
kaki
kiri
sudah bias
8 jam
Inj. Metil prednisolone
125 mg / 12jam
Inj Meticobalamine
digerakka
n
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
N. diatab 2 tab/bab k/p
IR + gentle ROM
exercise
disentuh
O:
E4V5M6
TD
130/80
mmHg
RR = 16
x/menit
N = 88
x/menit
T = 36 oC
K
RF
RP
5
n
5
n
4
n
Tonus
22
(-)
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilicus
Kesumuta
n
sakit
jika
dipegang
setinggi
umbilikus
A:
susp
myelitis
S:
Nyeri
punggung
kaki
8 jam
Inj. Metil prednisolone
125 mg / 24 jam
Inj Meticobalamine
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
N. diatab 2 tab/bab k/p
IR + gentle ROM
kiri
pusing
O:
E4V5M6
TD
130/80
exercise
mmHg
RR = 16
x/menit
N = 88
x/menit
T = 36 oC
K
RF
RP
23
5
n
5
n
4
n
Tonus
(-)
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilicus
Kesumuta
n
jika
dipegang
setinggi
umbilikus
A:
susp
myelitis
S:
Nyeri
punggung
8 jam
Inj Meticobalamine
Ampul /8 jam
Pergabalin 1 x 75 mg
metil prednisolone 2x 8
mg
IR
O:
E4V5M6
TD
120/70
mmHg
gentle
ROM
exercise
RR = 16
x/menit
N = 88
x/menit
24
T = 36 oC
K
RF
RP
5
n
5
n
Tonus
(-)
Klonus (-)
Kesumuta
n
jika
disentuh
mulai
bawah
umbulikus
A:
susp
myelitis
S:
RL aff
Nyeri
en
mg
ca
Mecobalamine 2 x 100
na
mg
pu
Pergabalin 75 mg 1-0-0
la
punggung
O:
E4V5M6
TD
120/80
mmHg
RR = 16
x/menit
Obat pulang :
ng
na
mg
nti
Mecobalamine 2 x 100
so
mg
re
25
N = 80 -
x/menit
T = 36 oC
Ranitideine 2x150 mg
Pergabalin 75 mg 1-0-0
RF
RP
5
n
5
n
3
n
4
n
Tonus
(-)
Klonus (-)
Hipestesi
setinggi
umbilicus,
nyeri jika
dipegang
A:
susp
myelitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.DEFINISI
Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut
mielitis. Dalam Dercums Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince
menulis tentang mielitis trumatik, mielitis kompresif dan sebagainya, yaang
26
Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah
terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi Adams
dan Victor (1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif
yang menyebabkan kerusakan pada nekrosis pada substansia grisea dan alba.
1. Akut :
3. Kronik :
27
infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau
granuloma.
Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping,
yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm
(seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar
tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis.
Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang
yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan.
saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf
sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co).
medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di medulla spinalis
28
membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di
sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badanbadan sel saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun
menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang
panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang
berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam
daerah tertentu di otak, dan masing-masing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi
yang disampaikannya.
akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke medulla
spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar meninggalkan medulla
melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-neuronaferen pada setiap tingkat
berkelompok bersama di dalam ganglion akar dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron
eferen berpangkal di substansia grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral.
Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf
spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung serat-serat
aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan medulla spinalis spinalis.
Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer, sebagian aferen dan sebagian eferen, yang
dibungkus oleh suatu selaput jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf
tidak mengandung sel saraf secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron.
Tiap-tiap serat di dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain.
29
Mereka berjalan bersama untuk kemudahan, seperti banyak sambungan telepon yang berjalan
dalam satu kabel, nemun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat pribadi dan tidak
mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam kabel yang sama.
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah
yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk
mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi
ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar
tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari
dalam tubuh, misalnya otot dan sendi
4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada
columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot
antigravitasi.
30
1. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan
dalam diskriminasi lokasi.
2. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan.
5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.
31
32
1.
2.1.3 Klasifikasi
Mielitis yang disebabkan oleh virus.
Meningomielitis kronik
Sifilis meningovaskular
Meningomielitis subakut
c. Mielitis tuberkulosa
Meningomielitis tuberkulosa
2.1.4 Patologi
Mielitis biasanya melibatkan medulla spinalis saja, tetapi bisa juga mielitis
merupakan bagian dari inflamasi serebrispinali yang umum misalnya pada ensefalomielitis.
Pada stadium akut medulla spinalis biasanya membengkak dan pada potongan melintang bisa
menunjukan perdarahan. Gambaran patologi yang penting adalah degenerasi medulla spinalis
yang sifatnya destruktif mielin dan musnahnya aksis silinder. Elemen inflamasi misalnya
limfosit dan sel plasma, berada di jaringan medulla spinalis dan di sekeliling pembuluh darah
disertai infiltrasi ke meningen. Pada beberapa bentuk bisa dijumpai nekroisi yang lengkap
dari medulla spinalis, dengan respon fagositik yang ekstensif dan ploriferasi mesodermal.
Sel-sel neuron dalam substansia grisea bisa mengalami degenerasi berat. Reaksi mesodermal
biasanya hebat disertai dengan dilatasi, proliferasi atau infiltrasi pembuluh darah.
Pembentukan parut sel-sel glia didapatkan pada beberapa bentuk. Kelainan patologik ini bisa
terjadi disetipa tingkat : sevikal, torakal, atau lumbal. Tapi paliing sering terletak di regio
torakal karena bagian medulla spinalis ini paling panjang dan pemasokan darahnya paling
jelek.
1. Motorik
34
Jika prose topik mielitasi ada di segmen servikal atau medulla spinalis dapat
terjadi tetraparesis atau tetraplegi yang bersifat spastik atau UMN. Kalo
topiknya ada di tingkat servikal bawah dari medulla spinalis akan
menimbulkan tetraparesia atau tetraplegi yang pada anggota atas bersifat
flaksid atau LMN dan pada anggota bawah bersifat spastik atau UMN. Bila
topiknya ada di semen lumbal dan sakral medulla spinalis akan berakibat
sebagai paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat flaksid atau LMN.
Namun yang paling sering topiknya terletak pada segmen torakal sehingga
akan menimbulkan paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat spastik
atau UMN. Kelumpuhannya juga dapat mengambil bentuk monoparesis atau
monoplegi yang bersifat flaksid atau LMN jika topiknya ada dibagian ventral
subtansia grisea misalnya poliomielitis. Pada mielitis dissreminata ataupun
pada mielitis transversa parsialis kelumpuhan dapat bersifat tidak simetris.
Periode syok spinal dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu.
Periode ini terjadi berhubungan dengan awitan mielitis transversa yang
mendadak. Dibawah tingkat lesinya bersifat flaksid, disertai hilangnya semua
jenis sensorik, hilangnya fungsi otonom dan arefleksia. Tetapi jika ditumpangi
suatu infeksi saluran kemi yang berat atau ulkus dekubitus periode syok spinal
akan memanjang.
Pada saat yang sama terjadi paresis atau paralisis kandung kemih dan rektum,
suatu periode syok spinal mula-mula akan timbul retensio urine dan alvi. Pada
periode ini dapat terjadi kemudian suatu over-flow incontinesia. Pada mielitis
tranversa dengan toppik di segmen torakal, setelah periode syok spinal lewat
35
2. Sensoris
pada awitan penyakit dapat timbul parestesi dan nyeri. Parestesi sering
digambarkan seperti rasa tebal, kesemutan, jimpe biasanya dimulai dari ibu
jari atau kaki kemudian naik ke tungkai, badan dan bahkan mencapau anggota
gerak atas. Nyeri dirasakan dipunggung menjalar kebawah ke tungkai atau ke
sekeliling badan, (rasa seperti sabuk).
Ulkus dekubitus timbul akibat hilangnya sensasi, gangguan trofik dan kurang
kebersihan. Tempat predileksi ulkus dekubitus adalah diatas sakrum, tumit dan
trokanter mayor. Gejala lain : priapisme, ilius paralitikus, atrofi testis,
ginekomastia, hipotensu, paralisis diafragma.
36
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis Bandingan
2.2. POLIOMIELITIS
2.2.1 Definisi
Poliomielitis anterior akuta (paralisis infantil, penyakit Heinemedin)
adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi virus polio
dan mengakibatkan kerusakan pada sel motorik di kornu anterior medula
spinalis, batang otak dan dapat pula mengenai mesensefalon, sereblum,
ganglia basal dan motorik korteks serebri.
Penyakit ini dilaporkan pada tahun 1840 oleh Jacob Heine lalu
kemudian Medin pada tahun 1890 memberikan dasar epidemiologi penyakit
ini. Oleh karena itu dulu penyakit ini dikenal sebagai penyakit Heine-Medin.
2.2.2 Epidemiologi
Goar (1955) dalam uraian tentang polio di negeri yang sedang
berkembang dengan sanitasi berkesimpulan bahwa epidemi ditemukan 90%
37
pada anak di bawah usia 5 tahun karena itulah dulu disebut paralisis infantil
tapi bukan berarti poliomielitis tidak diketemukan pada orang dewasa.
Penyakit polio jarang didapatkan pada usia di bawah umur 6 bulan, mungkin
karana imunitas pasif yang didapat dari ibu.
2.2.3 Etiologi
Virus polio adalah virus RNA yang termasuk kelompok enterovirus
dan famili pikorna virus. Virus ini juga termasuk salah satu virus yang terkecil,
jadi ia termasuk virus yang filtrabel. Terdapat 3 tipe virus polio yaitu:
Virus ini akan menimbulkan 3 macam antibodi, tetapi tidak terdapat kekebalan
silang. Virus ini hanya dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau pemberian zat
oksidator yang kuat seperti peroksida, atau kalium permanganat.
2.2.4 Patogenesis
Poliomielitis merupakan penyakit yang sangat menular, virus masuk ke
dalam tubuh melalui saluran orofarings setelah ditularakan melalui cara oralfekal. Masa inkubasi biasanya antara 4-17 hari, tapi bisa sampai 5 minggu.
Bila virus banyak didapat pada suatu daerah, maka timbulnya penyakit polio
dapat dicetuskan dengan adanya tindakan operasi pada daerah tenggorokan
dan mulut seperti misalnya tonsilektomi dan ekstraksi gigi atau tindakan
penyuntikan atau vaksinasi DPT, kehamilan, kerja fisik yang berat atau
keletihan. Setelah masuk kedalam tubuh, virus akan berkembang biak
(multiplikasi) di jaringan limfoid tonsil atau pada plak peyer di traktus
intestinalis kemudian ia akan menembus dinding usus dan melalui darah akan
tersebar ke seluruh tubuh (viremia).
38
2.2.5 Patologi
Nukleus dan kemudian sel neuron mengalami nekrosis atau lisis komplet.
Atrofi dan paralisis akan menetap bila kurang dari 10% neuron pada medula
spinalis yang bersangkutan yang masih baik.
39
Flu ( sakit kepala, demam, malaise, batuk, pilek, mialgia atau faringitis )
Semua gejala di atas tidak khas. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila virus
Pada fase kedua ini di jumpai gejala seperti fase pertama (prodromal)
disertai dengan gejala neurologik ringan sakit kepala hebat, mialgia bertambah
hebat, spasme otot fleksor paha, nyeri dan kaku pada otot kuduk dan
punggung. Pada anak-anak, bila dari sikap berbaring ia hendak duduk maka
kedua lutut akan fleksi sedang kedua lengan dalam sikap ekstensi pada sendi
siku untuk dipakai menunjang kebelakang pada tempat tidur (tanda tripod).
Tanda ini timbul karena adanya spasme pada otot-otot paravertebral, erektor
trunsi sehingga anak tidak dapat melakukan gerak antefleksi kolumna
vertebralis waktu hendak melakukan gerak dari berbaring ke sikap duduk.
Disamping itu tanda tripod dapat pula dijumpai tanda kepala terkulai (Head
Drop) yaitu bila penderita yang dalam sikap berbaring hendak kita tegakkan
dengan cara menarik kedua ketiak atau lengan maka kepala penderita akan
terkulai kebelakang (retrofleksi).
POLIOMIELITIS PARALITIK
40
2.2.7 Laboratorium
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dalam jaringan, dari hapusan
tenggorokan, darah, likuor dan fese. Pemeriksaan likuor serebrospinalis
menunjukkan adanya pleositosis, kadar protein sedikit meninggi dan kadar
glukosa serta elektrolit normal, jumlah sel berkisar antara 10-3000/ mm3
sedangkan tekanan tidak meningkat. Pada stadium prepalitik atau paralitik dini
lebih banyak ditemukan leukosit PMN tapi setelah 72 jam lebih banyak
ditemukan
2.3.1 Definisi
41
peradangan di kedua sisi dari satu tingkat, atau segmen, dari sumsum tulang belakang. Istilah
myelitis mengacu pada radang sumsum tulang belakang; transversal hanya menggambarkan
posisi peradangan, yaitu, di seberang lebar dari sumsum tulang belakang. Serangan
peradangan bisa merusak atau menghancurkan myelin, substansi lemak yang meliputi isolasi
sel serabut saraf. Ini menyebabkan kerusakan sistem saraf yang mengganggu impuls antara
saraf-saraf di sumsum tulang belakang dan seluruh tubuh.
Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai
suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik
akut atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan
otonom dan traktus saraf di medula spinalis. Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya
melibatkan traktus spinotalamikus, traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus
anterior.
Pada
seorang
neurologis
dari
Inggris
mengenalkan terminologi acute transverse mielitis dalam laporannya terhadap suatu kasus
komplikasi mielitis transversalis setelah pneumonia. Transverse menggambarkan secara
klinis adanya band-like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau torak. Sejak
saat itu, sindrom paralisis progresif karena inflamasi di medula spinalis dikenal sebagai
mielitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah
lesi dan potensial menimbulkan kerusakan.
2.3.2 Epidemiologi
Myelitis Transversa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak, di kedua jenis
kelamin, dan di semua ras. Faktor predisposisi pada keluarga tidak jelas. Sebuah puncaknya
pada tingkat insiden (jumlah kasus baru per tahun) tampaknya terjadi antara 10 dan 19 tahun
dan 30 dan 39 tahun. Meskipun hanya beberapa studi telah meneliti tingkat insiden,
diperkirakan bahwa sekitar 1.400 kasus baru didiagnosis myelitis melintang setiap tahun di
Amerika Serikat, dan sekitar 33.000 orang Amerika memiliki beberapa jenis kecacatan akibat
gangguan ini. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus per tahunnya jika penyebabnya
merupakan proses demyelinisasi yang didapat, khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola
42
yang khusus dari mielitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat
penyakit dalam keluarga.
2.3.3 Etiologi
Para peneliti tidak yakin mengenai penyebab pasti transversa myelitis.
Peradangan yang menyebabkan kerusakan yang luas pada medulla spinalis dapat diakibatkan
oleh infeksi virus, reaksi kekebalan yang abnormal, atau tidak cukup aliran darah melalui
pembuluh darah yang terletak di sumsum tulang belakang. Myelitis Transversa juga dapat
terjadi sebagai komplikasi sifilis, campak, penyakit Lyme, dan beberapa vaksinasi, termasuk
untuk cacar dan rabies serta idiopatik.
Myelitis transversa sering berkembang akibat infeksi virus. Agen infeksi yang
Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan
gejala LES yang aktif5.
2.3.4 Patogenesis
Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus
atau bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam menyebabkan kerusakan pada saraf
tulang belakang. Meskipun peneliti belum mengidentifikasi mekanisme yang tepat bagaimana
terjadinya cedera tulang belakang dalam kasus ini, mungkin rangsangan sistem kekebalan
sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan bahwa reaksi kekebalan tubuh mungkin
bertanggung jawab. Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya
melindungi tubuh dari organisme asing, keliru menyerang jaringan tubuh sendiri,
43
(kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit pembuluh darah
seperti aterosklerosis yang menyebabkan iskemia, penurunan tingkat normal oksigen dalam
jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang belakang
akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-faktor lain yang kurang
umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf tulang belakang dan
membawa sisa metabolik. Ketika arterivenosus menjadi menyempit atau diblokir, mereka
tidak dapat memberikan jumlah yang cukup sarat oksigen darah ke jaringan saraf tulang
belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum tulang belakang menjadi kekurangan oksigen,
atau iskemik, sel saraf dan serat mungkin mulai memburuk relative dengan cepat. Kerusakan
ini dapat menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang menyebabkan myelitis transversal.
Kebanyakan orang yang mengembangkan kondisi sebagai akibat dari penyakit vaskular
melewati usia 50, punya penyakit jantung, atau baru saja menjalani operasi dada atau
abdominal.
Mielitis transversalis akut post-vaksinasi
berat dengan demyelinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuklear, terutama limfosit T pada
nerve roots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi sel limfosit di
perivaskular dan parenkim di grey matter terutama pada anterior horns. Beberapa studi
menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses autoimun yang berkembang menjadi
MT9.
MTA Parainfeksi
lainnya, seperti Listeria monocytogenes dibawa ke dalam akson ke saraf di medulla spinalis.
Dengan menggunakan beberapa cara, suatu agen dapat mencapai akses ke lokasi yang kaya
system imun, menghindari sistem imun yang berada pada organ lainnya. Mekanisme tersebut
dapat menjelaskan inflamasi yang terbatas pada suatu fokus area di medulla spinalis yang
dapat dilihat pada pasien MT9.
Mimikri molekuler
Mimikri molekuler sebagai mekanisme untuk menjelaskan inflamasi sistem saraf
sangat bagus diimplementasikan pada kasus GBS. Infeksi campilobacter jejuni dibuktikan
menjadi penyebab yang penting yang mendahului terjadinya GBS. Jaringan saraf manusia
mengandung beberapa subtipe ganglioside moieties seperti GM1, GM2, dan GQ1b di dalam
dinding selnya. Komponen khas gangliosid manusia, asam sialik, juga ditemukan pada
permukaan antigen C. jejuni dalam selubung luar lipopolisakarida. Antibodi yang bereaksi
dengan gangliosid C. jejuni ditemukan dalam serum pasien GBS, dan telah dibuktikan
berikatan dengan saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf. Mimikri
molekuler pada MTA juga dapat terjadi akibat pembentukan autoantibodi sebagai respon
terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya9.
45
Abnormalitas Humoral
Salah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem
beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6 minggu). Gejala awal
biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba paresthesias (sensasi abnormal
seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau kesemutan) di kaki, hilangnya sensorik, dan
paraparesis (kelumpuhan parsial kaki). Paraparesis sering berkembang menjadi paraplegia.
Dan mengakibatkan gangguan genitourinary dan defekasi. Banyak pasien juga melaporkan
mengalami kejang otot, perasaan umum tidak nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan
nafsu makan. Tergantung pada segmen tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien
mungkin juga akan mengalami masalah pernapasan.
Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang
muncul:
(2) nyeri,
Nyeri adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai
setengah dari semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat
terdiri dari tajam, sensasi yang memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada.
seperti mati rasa, kesemutan, dingin, atau pembakaran untuk menggambarkan gejala mereka.
Sampai 80 persen dari mereka yang myelitis transversa memiliki kepekaan yang meningkat,
sehingga pakaian atau sentuhan ringan dengan jari signifikan menyebabkan rasa tidak
nyaman atau sakit (suatu keadaan yang disebut allodynia). Banyak juga mengalami
peningkatan sensitivitas terhadap perubahan suhu yang ekstrem atau panas atau dingin.
inkontinesia urin dan alvi (kesulitan atau tak dapat buang air), pengosongan yang tidak
sempurna atau konstipasi perut. Juga sering didapatkan sebagai akibat keterlibatan sistem
saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. Lebih dari 80% pasien mendapatkan
tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam 10 hari sesudah onset dari simptom,
walaupun perburukan fungsi neurologis bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya
berlangsung dalam 4-21 hari6
peningkatan frekuensi dorongan untuk buang air kecil atau buang air besar, inkontinensia,
kesulitan buang air kecil, dan sembelit. Selama perjalanan penyakit, sebagian besar orang
dengan myelitis transversa akan mengalami satu atau beberapa gejala.
47
diikuti oleh mati rasa dan kelemahan otot kaki yang akan menjalar ke atas.
Gejala tersebut bisa semakin memburuk dan jika menjadi berat akan terjadi
kelumpuhan serta hilangnya rasa disertai dengan hilangnya pengendalian pencernaan dan
kandung kemih.
2.3.7 Diagnosa
Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati komprensi medula spinalis
baik karena proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur diskus
intervertebralis akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut (Sindrom Guillain
Barre).
Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati
blokade aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama jenis limfosit,
protein sedikit meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa normal. Berbeda dengan
sindrom Guillain Barre di mana dijumpai
pleositosis. Dan pada sindrom Guillain Barre, jenis kelumpuhannya adalah flaksid serta pola
gangguan sensibilitasnya di samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua
lengan.
Lesi kompresi medula spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan
penyakitnya tidak akut sering didahului dengan nyeri segmental sebelum timbulnya lesi
parenkim medula spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal dijumpai blokade aliran likuor
dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel.
darah.
pada tabel 2.1. Diagnosis MTA harus memenuhi semua kriteria inklusi dan tidak ada satupun
48
kriteria eksklusi yang terpenuhi. Diagnosis MTA yang berhubungan dengan penyakit lain
harus memenuhi semua kriteria inklusi dan pasien juga memiliki manifestasi klinis dari
penyakit yang dicantumkan di kriteria ekslusi.
Inclusion criteria
Exclusion criteria
Diagnosis Banding
Inflamasi
Kompresi
Non-Inflamasi
Penyakit Demyelinisasi
Osteofit
sklerosis multiple
Diskus
optik neuromielitis
Metastasis
trauma
Tumor
Tuberculosis
Mikoplasma
Penyakit inflamasi
Sindrom Paraneolastik
Neurosarkoidosis
(Dikutip dari: Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach to the Diagnosis
of Acute Transverse Mielitis. Semin Liver Dis 2008; 1; 105-120. [Diakses
29Oktober 2012])
50
MRI
Evaluasi awal untuk pasien mielopati harus dapat menentukan apakah ada penyebab
struktural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau spondilolistesis) atau
tidak. Idealnya, MRI dengan kontras gadolinium harus dilakukan dalam beberapa jam
setelah presentasi.
51
CT-myelografi
Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk menilai kelainan struktural,
CT-myelografi dapat menjadi alternatif selanjutnya, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat
menilai medulla spinalis.
Punksi Lumbal
Jika tidak terdapat penyebab struktural, punksi lumbal merupakan pemeriksaan yang
52
Pemeriksaan rutin CSF (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi CSF harus
diperiksa.
Pemeriksaan Lainnya
sistemik seperti Sindrom Sjogren, sindrom antifosfolipid, LES, sarkoidosis, atau penyakit
jaringan ikat campuran. Pada kondisi seperti ini, pemeriksaan yang harus dilakukan: ACE
level, ANA, anti ds-DNA, SS-A (Ro), SS-B (La), antibodi antikardiolipin, lupus
antikoagulan, 2-glikoprotein, dan level komplemen.
Kemungkinan Penyebab
Pemeriksaan Penunjang
Infeksi
Thorax
pemeriksaan
Penyakit Inflamasi
dan
imaging
serologi;
Paraneoplastik
Acquired
CNS
imaging
antibodi
paraneoplastik
serum
dan CSF
MRI
otak
dengan
53
Demyelinating
Disease
rutin;
neuromielitis)
serum NMO-IgG
Anamnesis
riwayat
vaksinasi
infeksi
pemeriksaan
dan
vaksinasi
sebelumnya; konfirmasi
serologi adanya infeksi;
2.3.9 Penatalaksanaan
Immunoterapi inisial
waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagn
dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari
(selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah
efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin
300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai
alternatif dapat diberikan antasid per oral.
Terapi dengan plasma exchange bermanfaat pada pasien yang tidak respon
dengan
pemberian
kortikosteroid.
Hipotensi,
gangguan
elektrolit,
koagulopati,
125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan.
servikal atas dan batang otak telah terlibat. Oleh karena itu, pemeriksaan regular dari fungsi
pernapasan dan orofaring dibutuhkan selama perjalanan penyakit. Dispnea, penggunaan otototot bantu pernapasan, atau batuk yang lemah memerlukan pemeriksaan lanjutan dari fungsi
paru-paru dan kapasitas respirasi paksa. Intubasi dengan ventilasi mekanik diperlukan pada
beberapa pasien. Disartria, disfagia, atau penurunan fungsi lidah atau refleks muntah
memerlukan pemeriksaan fungsi menelan untuk menentukan apakah pemakaian feeding tube
diperlukan atau tidak8.
vena dalam dianjurkan untuk pasien dengan imobilisasi. Perubahan posisi yang sering ketika
duduk atau saat tidur dapat membantu mempertahankan integritas kulit dan memberikan rasa
nyaman kepada pasien. Kolaborasi dengan fisioterapis harus dipertimbangkan sehingga
neurorehabilitasi multidisiplin dapat dimulai secepatnya. Sustained-release potassiumchannel blocker dan 4-aminopyridine oral menunjukkan hasil yang baik dengan
meningkatkan kecepatan pasien berjalan pada pasien dengan multiple sklerosis, mungkin
dengan memperpanjang durasi dari potensial aksi. Walaupun demikian, studi tentang efek
agen ini pada pasien mielitis transversalis belum diteliti secara khusus.
Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi
Abnormalitas Tonus
Mielitis yang berat menyebabkan hipotonia pada fase akut (spinal shock),
tetapi biasanya diikuti dengan peningkatan resistensi terhadap pergerakan (spastisitas tonus),
bersama dengan spasme otot involunter (spastisitas fasik). Spastisitas merupakan respon
adaptif, tetapi jika berlebihan, nyeri atau intrusive, memerlukan terapi dengan fisioterapi atau
obat-obatan. Penelitian controlled trials meneliti bahwa baclofen, tizanidine, dan
benzodiazepin sebagai terapi untuk pasien dengan spastisitas akibat gangguan otak dan korda
spinalis.
Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering
menimbulkan spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian Baclofen 15-80
mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus dimulai sedini mungkin untuk
mengurangi kontraktur dan mencegah komplikasi tromboemboli.
Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang sering muncul selama dan setelah serangan
mielitis dan dapat disebabkan oleh cedera langsung pada saraf (nyeri neuropatik), factor
ortopedik (nyeri akibat perubahan posisi atau bursitis), spastisitas, atau kombinasi dari
beberapa faktor ini. Nyeri neuropatik merespon baik dengan agen antikonvulsan, obat-obatan
anti-depressan (tricyclic antidepressants dan reuptake inhibitors of serotonin dan
norepinefrin), NSAIDS, dan narkotik8.
56
Malaise
terhadap malaise yang berlebihan setelah serangan mielitis. Data dari randomized controlled
trials menunjukkan efikasi amantadin untuk terapi malaise akibat multiple sklerosis, dan pada
satu studi modafinil bisa menjadi terapi pilihan. Stimulant seperti dekstroamfetamin atau
metilfenidat pernah digunakan untuk terapi malaise yang berat dan refrakter yang terjadi
setelah episode mielitis, tetapi manfaat agen ini untuk tatalaksana pasien dengan mielitis
belum pernah diteliti dengan randomized, controlled trials8.
muncul
dengan
ciri-ciri
frekuensi
berkemih
yang
sering,
Pada fase akut dan kronik mielitis transversalis, disfungsi usus dicirikan
dengan konstipasi dan risiko impaksi, kesulitan mengosongkan usus, dan pada beberapa
kasus inkontinensia yang biasanya disebabkan gangguan pemrograman usus untuk
mengurangi konstipasi dan kontrol waktu defekasi. Konstipasi dengan pemberian laksan.
Konsultasi Psikiater
pada pasien mielitis transversalis dan dapat memperngaruhi gejala lainnya, seperti nyeri dan
gangguan fungsi seksual. Farmakoterapi sering diresepkan, sebagai terapi tunggal atau
dikombinasikan dengan konsultasi dengan psikolog.
2.3. 10 Prognosis
Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Christine
Weile.
2009.
Acute
Poliomyelitis.
Available
from
http://www.emedicine.com/pmr/topic6.htm.
2. Diagnosing Transverse Myelitis (TM), 2013. Accessed on: 16 August 2013. Available
from: http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/specialty_areas/trans
verse_myelitis/about-tm/diagnosis.html
3. Hidayat Achmad. Mielitis. November 23rd 2011. Accessed on: 13 August 2013.
Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3468/1/thtandrina1.pdf
4. Jani Orthoprost. Mielitis. March 6th 2013. Accessed on: 13 August 2013. Available
from: http://jani-orthoprost.com/mielitis.html
5. Johnson
et
all.
2001.
Transverse
Myelitis.Available
from
http://www.scribd.com/doc/2581918/KerrCurrent-therapy-chapter-with-figures?
secret_password=&autodown=pdf
59
6. National Institute of Neurological disorder and stroke. 2009. Transverse Myelitis Fact
Sheet
Available
from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/transversemyelitis/detail_transversemyelitis.htm
7. The Merck Manuals Online Medical Library: The Merck Manual for Healthcare
Professionals.
2008.
Acute
transverse
myelitis.
Available
from
http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch224/ch224b.html
8. Sidharta, Priguna. 1985. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum,Cetakan ke 2 .
Jakarta.
9. Victor and Adam. 2000. Adam and Victor`s Principals of Neurology 7th Edition.
McGraw-Hill.
60