Sunteți pe pagina 1din 12

BAB 1.

TINJAUAN KASUS

1.1 Signalemen

Jenis hewan

: Sapi

Ras

: Limousin

Warna rambut

: coklat muda

Jenis kelamin

: Jantan

Umur

: 4 bulan

BB

: 50 Kg

1.2 Anamnesa
Pemilik sapi menghubungi dokter hewan dan menjelaskan bahwa sapinya
mengalami keluhan tidak mau makan sejak kemarin dan nampak lesu.

1.3 Temuan Klinis


- Anoreksia
- Sapi nampak lesu
- Mata sayu
- konsistensi feses agak keras dan sedikit.

1.4 Diagnosa
Berdasarkan anamnesa, dan temuan klinis yang ditemukan dapat di
diagnosa sapi tersebut menderita indigesti.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
Indigesti merupakan sindrom yang bersifat kompleks dengan berbagai
manifestasi klinis tanpa disertai perubahan anatomis pada lambung muka hewan
pemamah biak. Indigesti dibagi menjadi dua yaitu simplek dan komplek. Indigesti
sederhana atau simplek merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal
dari rumen atau reticulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak
rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut hingga ingesta tertimbun di
dalamnya dan disertai pula dengan sembelit (konstipasi) (Mustofa, 2010).
Indigesti sederhana biasanya berhubungan dengan perubahan kualitas
ataupun kuantitas pakan. Penyebab indigesti sederhana antara lain perubahan
pakan tiba-tiba, pemberian pakan beku atau masak, pengenalan pada ransum yang
mengandung urea, pemberian konsentrat setelah lama tidak diberikan, dan
pengenalan sapi dengan ransum tinggi konsentrat. Selain itu, indigesti sederhana
dapat disebabkan oleh sapi memakan plasenta post partus. Indigesti yang
merupakan keadaan atoni rumen biasanya mengikuti perubahan pada pH rumen.
Perubahan pH tersebut disebabkan oleh fermentasi yang berlebihan dari pakan
yang dicerna. Akumulasi pakan yang sudah dicerna dalam jumlah yang berlebihan
secara fisik dapat menggangu fungsi rumen selama 24-48 jam. Pakan yang
mengandung protein tinggi atau yang mengalami pembusukan akan menghasilkan
ammonia, dengan akibat derajat keasaman (pH) rumen mengalami kenaikan. Hal
ini akan menyebabkan bakteri yang tidak tahan suasana alkalis mengalami
kematian, dan menyebabkan pencernaan secara biokimiawi tidak efisien. Ingesta
tidak tercerna dengan baik dan tertimbun di dalam rumen, yang secara reflektoris
mendorong agar rumen berkontraksi berlebihan. Karena kelelahan, maka akan
terjadi hipotonia atonia rumen
Berdasarkan hasil diskusi dengan dokter hewan lapangan, Indigesti bisa
disebabkan karena perubahan pakan secara mendadak, pakan dengan serat kasar
tinggi serta tidak diimbangi cairan yang cukup, dan hewan terlalu letih. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Subronto (2003), bahwa kebanyakan kasus terjadi

akibat perubahan pakan yang mendadak, terutama pada hewan muda yang mulai
menyesuaikan diri untuk diberikan dengan baik akan tertimbun di dalam rumen,
yang secara reflektoris mendorong rumen untuk berkontraksi berlebihan. Akibat
hal tersebut maka akan terbentuk asam laktat secara berlebihan yang kemudian
menyebabkan gerakan rumen menjadi melemah.

2.2 Gejala klinis


Gejala klinis yang terlihat tergantung pada penyebab dari kejadian
indigesti. Pemberian silase yang berlebihan akan menyebabkan sapi mengalami
anoreksia. Pada saat palpasi rumen terasa penuh dan padat, motilitas rumen pada
kejadian ini akan menurun. Temperatur, frekuensi jantung, dan frekuensi
pernafasan tetap normal. Feses berbentuk normal namun berkurang. Persembuhan
dapat terjadi secara spontan dalam waktu 24-48 jam. Sedangkan indigesti yang
disebabkan oleh pemberian konsentrat yang berlebihan akan menunjukkan
keadaan anoreksia dan stasis rumen. Saat palpasi rumen tidak terlalu penuh dan
mungkin saja mengandung cairan yang berlebihan. Feses akan tampak lembek
dengan bau yang sangat khas. Penderita indigesti simplek ditandai dengan kondisi
tubuh nampak lesu dan malas bergerak, nafsu makan hilang, sedang nafsu minum
mungkin masih ada. Frekuensi gerak rumen meningkat dan segera diikuti dengan
penurunan frekuensi gerak rumen. Beberapa penyebab indigesti yang lain
misalnya: sapi mengkonsumsi pakan yang kandungan proteinnya terlalu tingi,
bahan pakan berjamur, pemberian obat antimikrobial yang berlebihan, dan hewan
yang lelah atau sehabis makan langsung dipekerjakan lagi. Gangguan indigesti
sederhana ini sering ditemukan mengawali gangguan organik lainnya, misalnya
radang retikulum, metriris, dan kembung rumen (bloat) (Subronto, 2008).

2.3 Diagnosa
Berdasarkan anamnesa dan gejala klinik, diduga sapi ini mengalami
Indigesti simplek atau indigesti sederhana. Indigesti simplek/indigesti sederhana
merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau
retikulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya
3

tonus kedua lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai
dengan konstipasi. Proses indigesti bentuk ini terjadi mendadak, berlangsung
beberapa jam sampai kurang lebih dua hari. Kebanyakan kejadian timbul akibat
perubahan pakan yang mendadak, terutama pada pemberian pakan dengan serat
kasar terlalu tinggi yang tidak diimbangi dengan cairan yang cukup akan
memudahkan terjadinya indigesti.
Dalam kasus ini, kemungkinan terjadinya indigesti disebabkan oleh
pergantian pakan yang tidak seimbang menilik umur sapi yang baru berumur
empat bulan. Pada usia 3- 4 bulan adalah saat- saat dimana pedet mulai disapih
dengan cara mengurangi jumlah susu yang diberikan, kemudian diberikan sedikit
kosentrat dan hijauan secara bergantian. Ada kemungkinan pemberian serat kasar
atau hijauan yang berlebih dapat menyebabkan gangguan indigesti pada sapi
tersebut. Pemberian pakan dengan kandungan serat kasar tinggi dan jumlahnya
banyak akan menyebabkan rumen akan bekerja lebih keras yaitu ditandai dengan
peningkatan kontraksi pada otot otot rumen yang pada akhirnya akan
meyebabkan otot otot rumen menjadi kelelahan. Kelelahan ini akan berakibat
pada penurunan gerakan rumen (hipotonia) dan beberapa jam kemudian gerakan
rumen akan hilang (atonia). Hilangnya gerakan rumen ini sangat berbahaya karena
ingesta yang ada didalam rumen tidak akan tercerna secara maksimal. Akibatnya
ingesta tersebut akan tertimbun didalam rumen ataupun akan menyubat saluran
pencernaan sehingga ketika ingesta tersebut keluar dalam bentuk feses akan
terlihat bahwa feses tersebut memiliki konsistensi yang keras, warnanya agak
gelap dan terkadang juga terdapat lendir bercampur darah (Subronto, 2003). Hal
ini sesuai dengan hasil temuan di lapangan yang menunjukkan adanya konsistensi
feses yang cenderung kering, keras dan jumlahnya sedikit pada lantai kandang di
sekitar sapi yang diduga mengalami indigesti.

2.4 Patomekanisme
Ada dua patomekanisme yang memungkinkan terjadinya indigesti
simplek. Patomekanisme ini bisa disebabkan karena pemberian pakan hijauan
yang terlalu banyak atau pemberian pakan konsentrat yang terlalu banyak.

Patomekanisme yang terjadi apabila mengkonsumsi hijauan atau serat


kasar yang terlalu banyak yaitu Hewan akan mengalami hipermotilitas rumen
untuk mengatasi timbunan ingesta yang membuat otot rumen menjadi lelah yang
akan memicu terjadinya atonia ruminis. Terjadinya atonia ruminis ini sangat
berbahaya karena ingesta yang ada didalam rumen tidak akan tercerna secara
maksimal. Akibatnya ingesta tersebut akan tertimbun didalam rumen ataupun
akan menyubat saluran pencernaan sehingga ketika ingesta tersebut keluar dalam
bentuk feses akan terlihat bahwa feses tersebut memiliki konsistensi yang keras
dan kering.
Apabila pakan yang dikonsumsi sapi mengandung protein yang tinggi
akan menyebabkan protein-protein tersebut akan menghasilkan pembusukan dan
menghasilkan ammonia yang berakibat pH rumen mengalami kenaikan.
Peningkatan ph rumen menyebabkan kuman-kuman yang tidak tahan suasana
alkalis akan mati sehingga ingesta tidak tercerna secara biokimiawi dan ingesta
akan tertimbun di dalam rumen. Timbunan ingesta tersebut akan menaikan
kontraksi rumen dan membuat otot rumen cepat lelah yang nantinya berujung
pada atonia rumen. (Mustofa, 2010). Menurut hasil pengamatan dilapangan,
kebanyakan konntrat diberikan dalam bentuk dicombor atau di campur dengan air.
Kondisi ini bisa memungkinkan adanya cairan yang berlebihan pada rumen yang
mengalami atoni sehingga menyebabkan feses akan tampak lembek dengan bau
yang sangat khas.

2.5 Penanganan dan Pengobatan


Umumnya indigesti simplek dapat sembuh dengan sendirinya, pemberian
makanan penguat atau makanan kasar hendaknya dihentikan sementara. Air
minum yang ditambahi garam harus diberikan secara ad libitum. Untuk
pengobatan dapat pula obat parasimpatomimetik seperti carbamyl-cholinedengan
dosis 2-4 ml, disuntikkan subkutan pada sapid an kerbau dewasa untuk
merangsanggerak rumen. Secara oral, preparat magnesium sulfat atau sodium
sulfat, dengan dosis 100-400 gram dapat diberikan dengan aman.

Penangganan kasus indigesti yang dilakukan oleh dokter hewan Ribut


adalah dengan pemberian Benodon, streptomicin dan vitamin B 12. Tujuan dari
pemberian vitamin B12 ini adalah untuk mengatasi kelesuan dan gangguan
metabolisme, menambah nafsu makan, memperbaiki kondisi tubuh, meningkatkan
daya tahan tubuh, memperbaiki pertumbuhan, memelihara fungsi normal pada
sistem syaraf dan sebagai suplemen vitamin setelah pengobatan antibiotik.
Benodon merupakan obat injeksi yang mengandung Metampiron, Aminopirin dan
Lidokain. Fungsi dari benodon adalah sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi.
Sedangkan menurut Subronto (2003), pengobatan indigesti secara
simptomatik banyak dilakukan. Obat-obat parasimptomimetik seperti carbamylcholine dengan dosis 2-4 ml secara subkutan pada sapi dan kerbau dewasa dapat
merangsang gerak rumen dalam waktu singkat. Physostigmin atau neostigmin
dengan dosis 5 mg/ 100 kg secara subkutan. Secara oral, preparat magnesimsulfat
atau sodium sulfat dengan dosis 100-400 gram, pemberian dengan dosis rendah
50-100 gram selama 2-3 hari sebagi rumintaorium. Pengobatan dengan campuran
antarasodium salisilat dengan sodium bikabonat dengn jumlah 5-10 gram selama
2-3 hari per oral. Pemberian makanan penguat dan makanan kasar perlu
dihentikan, air minum, bila perlu diberi garam dapur harus disediakan ad libitum.
Sedang menurut Frasser (2005), sapi diberi 20-40 L air hangat atau saline
melalui saluran perut, diikuti dengan pemijatan kuat pada rumen, dapat membantu
mengembalikan fungsi rumen. Jika terlalu banyak atau protein telah tertelan, asam
asetat atau cuka dapat diberikan PO. Jika aktivitas mikroba rumen berkurang,
pemasukan 4-8 L cairan rumen dari sapi yang sehat akan cukup membantu.
Pemberian air minum bersih yang dicampur dengan garam dapur secara ad
libitum. Obat parasimpatomimetik seperti carbamil choline (Carbachol,
Lentin) dengan dosis 2-4 ml, disuntikkan subkutan pada sapi dapat merangsang
gerak rumen dalam waktu singkat.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa, dan temuan klinis dapat di diagnosa sapi tersebut
menderita indigesti simplek. Indigesti simpleks ditandai dengan ditandai dengan
kondisi tubuh nampak lesu dan malas bergerak, nafsu makan hilang, sedang nafsu
minum mungkin masih ada dan ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak
rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut, hingga ingesta tertimbun di
dalamnya dan disertai dengan konstipasi sehingga feses tampak keras dan agak
kehitaman.

3.2 Saran
Sebaiknya pada sapi yang baru lepas sapih (4 bulan) pemberian pakan
hijauan dan konsentrat harus di kontrol secara ketat untuk meminimalisir
terjadinya indigesti.

DAFTAR PUSTAKA

Frasser, C.M. 2005. The Merck Veterinary Manual: a Handbook of Diagnosis,


Therapy, and Disease. USA : Blackwell Publishing.
Mustofa. 2010. Penanganan Indigesti Simplek pada Ternak Gangguan pada
Rumen. Yogyakarta.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I (Mamalia). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-a (Mamalia). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Schalms. 2010. Veterinary Hematology 6ed. Wiley Blackwell : USA
Smith, B.P. 2002. Large Animal Internal Medicine 3rd ed. Mosby : st. Louis
Missouri.

LAMPIRAN

Lampiran 1. PR Ujian Interna Hewan Besar


1. Jelaskan Cara Pemeriksaan Saluran Pencernaan Sapi!
Pada pemeriksaan sistem pencernaan dimulai dengan melihat nafsu makan
dengan cara memberikan makan dan minum. Perhatikan juga keadaan
abdomen dan bandingkan sebelah kanan dan kiri. Amati mulut, dubur,
kulit sekitar dubur dan kaki belakang. Terus perhatikan cara defekasi dan
amati tinjanya. Perhatikan pula cara memamahbiaknya (ruminasi)
(Boddie. 1962). Kemudian dilakukan pemeriksaan pada organ pencernaan
sebagai berikut:
a) Mulut
Inspeksi pada mulut dengan membuka mulut dengan cara memegang
tali hidung dengan tangan kiri dan masukkan tangan kanan ke spatium
intraalveolar, pegang lidah dan tarik kesamping mulut terbuka, lalu lihat
keadaan mulut apakah ada lesi, benda asing, anomali lain dan juga dicium
bau mulutnya. Kemudian lakukan palpasi pada farinx, oesophagus.
b) Esopahagus
Perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang eruktasi,
regurgitasi, atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus
lewat mulut, lakukan palpasi dari luar. Perhatikan bila kemungkinan ada
benda asing/ sumbatan pada esophagus. Bila terjadi sumbatan esophagus,
ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri
tanda batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi
ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin atau pelicin yang tidak
merangsang dan aman, buka mulut sedikit dan masukkan ujung sonde ke
dalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan sonde ditelan. Pada keadaan
normal sonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang tadi telah
ditentukan. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan maka sonde akan
berhenti atau sukar didorong masuk.
c) Rumen
Kemudian ke arah abdomen bandingkan abdomen kanan dan kiri,
perhatikan fossa paralumbalis saat inspeksi. Lakukan palpasi dan

10

auskultasi, hitung gerakan rumen per 5 menit, normalnya 5-10 kali per 5
menit. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri pada tiga
bagian atas, tengah dan bawah. Normalnya pada bagian atas terdengar
suara resonan, pada bagian tengah semiresonan dan pada bagian bawah
pekak.
d) Retikulum
Auskultasi daerah retikulum pada kostokondral ke-7 sebelah kiri
perhatikan suara aliran ingesti cair. Bisa juga dengan menggunakan bambu
yang ditopang dibawah proceccus xiphoideus.
e) Omasum dan abomasums
Omasum tidak dapat diperiksa secara fisik karena letak anatominya
yang tidak terjangkau. Sebagian dinding abomasum menempel pada
dinding perut bawah, sebelah belakang dari proceccus xiphoideus.
Lakukan perkusi pada daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar
resonansi, atau suara pekak bila terjadi impaction.
f)

Usus, Rectum, dan Anus


Kemudian lanjut ke intestinum di abdomen dexter dengarkan gerakan

peristaltiknya secara auskultasi. Kemudian lakukan ekplorasi rektal


dengan memasukan tangan pelan-pelan menerobos spingter ani. Bila
rektum berisi tinja keluar secara berlahan. Raba dinding rektum sebelah
kanan dimana dalam keadaan normal dinding ini tidak akan meampaui
bidang media.

2. Jelaskan Cara Pemeriksaan Gerak Rumen


Adapun cara pemeriksaan gerak rumen ruminansia sapi adalah sebagai
berikut : Untuk melihat gerakan rumen ternak dapat dilihat dari samping
kiri bagian belakang dari rusuk terakhir atau pada bagian flank, dengan
menggunakan tangan terkepal, tekan bagian rumen kemudian rasakan
adanya dorongan rumen ke samping kurang lebih selama 5 menit, hitung
berapa frekuensi rumen. Frekuensi rumen normal pada sapi adalah 5-10x/5
menit.

11

3. Jelaskan Penyebab Indigesti


Indigesti ada banyak penyebabnya. Satu diantaranya adalah karena
perubahan pakan yg mendadak. Dimana kadar air menurun tiba2 dan
rumen terisi penuh dengan serat kasar sehingga rumen bekerja lebih keras,
menyebabkan kelelahan rumen yang memicu terjadinya indigesti.
Indigesti juga dapat terjadi karena mikroflora rumen mengalami
banyak kematian. Bisa karena suasana terlalu asam (asidosis) atau suasana
yg terlalu basa (alkalosis) sehingga pencernaan mikrobiologis tidak
berjalan dan pakan terkumpul di rumen. Indigesti juga dapat terjadi akibat
adanya gangguan pada syaraf yg menginervasi rumen nervus vagus.

12

S-ar putea să vă placă și