Sunteți pe pagina 1din 17

MAKALAH MATA KULIAH

POLA TANAM
Pekarangan

Disusun Oleh:
Kelas A
Kelompok 8
Achmad Ibrahim T

135040100111029

Brazil Putri Kevlin

135040100111064

Anindita Dwi L

135040101111006

Naufal Habib I

135040101111018

Khaula Khairini K

135040107111010

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tanpa hambatan yang berarti.
Makalah tentang Pekarangan kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Namun kami menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami memohon
maaf atas segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini dan kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat berdampak positif dan
bermanfaat bagi pembaca.

Malang, Desember 2015

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

1
1
2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pekarangan

BAB III: PEMBAHASAN

3.1 Fungsi Pekarangan


3.2 Perkembangan Jenis Jenis Tanaman Pekarangan
3.3 Macam Macam Tanaman di Pekarangan
3.4 Bagian Bagian Pekarangan
3.5 Manfaat, Keuntungan dan Kendala Pekarangan
3.6 Pola Pemanfaatan Pekarangan
3.7 Sistem Pekarangan di Indonesia
BAB IV: PENUTUP

5
6
6
8
8
9
11
13

4.1 Kesimpulan

13

4.2 Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk menghasilkan hasil panen yang maksimal, salah satu faktor yang
harus di perhatikan adalah pola tanam. Pelaksanaan pola tanam juga harus
mengondisikan tempat atau lokasi, dimana tanaman itu akan tumbuh nantinya.
Budidaya yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan produksi yang dapat
memenuhi kebutahan sehari hari. Salah satu jenis pola tanam dengan sistem
budidaya di penggunaan lahan pekarangan dapat menjadi alternatif untuk
melakukan budidaya yang hanya memiliki lahan yang sedikit yang berada di
belakang rumah atau dekat dengan rumahnya.
Di daerah pedesaan, pekarangan (homegarden) telah berkembang secara
lansekap dengan model yang bercirikan etnis, bergaya alami-tropis, dan
sebagai apotik hidup. Dalam konteks lansekap pedesaan, pekarangan dapat
pula berfungsi sebagai homegarden intercropping system yang menyediakan
produk/jasa berupa subsistensi dan komersial secara bersama dengan
mengkombinasikan berbagai macam tanaman pertanian dan hewan. Berikut
makalah ini akan menyajikan penjelasan terkait pekarangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pekarangan?
2. Bagaimana fungsi, manfaat, keuntungan serta kendala dari budidaya
3.
4.
5.
6.
7.

pekarangan?
Bagaimana macam macam tanaman di pekarangan?
Bagaimana perkembangan jenis jenis tanaman pekarangan?
Bagaimana bagian bagian dari pekarangan?
Bagaimana pola pemanfaatan pekarangan?
Bagaimana sistem pekarangan di Indonesia?

1.3 Tujuan
Bersadarkan perumusan masalah di atas, maka dikemukakan tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian pekarangan

2. Untuk mengetahui fungsi, manfaat, keuntungan serta kendala dari


3.
4.
5.
6.
7.

budidaya pekarangan
Untuk mengetahui macam macam tanaman di pekarangan
Untuk mengetahui perkembangan jenis jenis tanaman pekarangan
Untuk mengetahui bagian bagian dari pekarangan
Untuk mengetahui pola pemanfaatan pekarangan
Untuk mengetahui sistem pekarangan di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pekarangan
Sajogyo (1994) mendefinisikan pekarangan sebagai sebidang tanah di
sekitar rumah yang masih diusahakan secara sambilan. Menurut Terra (1948),
pekarangan berasal dari kata karang yang berarti tanaman tahunan
(perennial crops). Oleh karena itu, pekarangan harus dicirikan oleh adanya
rumah tinggal yang tetap, sehingga tidak berlaku untuk pemukiman yang
berpindah-pindah (nomaden settelment) atau untuk usaha pertanian yang
tidak menetap.
Menurut Simatupang dan Suryana (1989) cukup sulit untuk
mendifinisikan pekarangan secara jelas dan tidak ambigu. Kesulitan ini
timbul karena secara faktual usaha di pekarangan bersifat kontinu dan
merupakan bagian perluasan (extended) dari penggunaan lahan pertanian.
Disamping itu, pekarangan tidak hanya berfungsi sebagai homestead (rumah
dan pekarangan) tetapi sebagai tempat untuk berkebun dan kegiatan usaha
tani lainnya.
Sementara, menurut Mardikanto (1994), pekarangan diartikan sebagai
tanah sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya
ditanami tanaman padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun
tanaman tahunan untuk keperluan sehari-hari dan untuk diperdagangkan.
Pekarangan kebanyakan saling berdekatan, dan bersama-sama membentuk
kampung, dukuh atau desa.
Adapun Hartono et al (1985) dalam Rahayu dan Prawiroatmodjo
(2005), mendefinisikan pakarangan sebagai sebidang tanah yang mempunyai
batas-batas tertentu, yang di atasnya terdapat bangunan tempat tinggal dan
mempunyai hubungan fungsional baik ekonomi, biofisik maupun sosial
budaya

dengan

penghuninya.

Pengertian

lain

tentang

pekarangan

dikemukakan oleh Novitasari (2011) yang melihat pekarangan sebagai tata


guna lahan yang merupakan sistem produksi bahan pangan tambahan dalam

skala kecil untuk dan oleh anggota keluarga rumah tangga dan merupakan
ekosistem tajuk berlapis.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.

Fungsi Pekarangan
Ditinjau dari fungsinya, Terra (1948) mengemukaan fungsi pekarangan
sebagai berikut:

1. Penghasil bahan pangan tambahan bagi hasil sawah dan ladang (padi,
jagung) sebagai penganan, lauk-pauk dan buah.
2. Penghasil uang tunai harian (musim panenan saja bagi sawah dan ladang)
atau mengurangi belanja dapur sehingga disebut sebagai lumbung hidup
(kelapa, pisang, nangka, pepaya dan lain-lain).
3. Penghasil bumbu-bumbu, rempah-rempah, obat-obatan atau jamu-jamuan,
dan wangi-wangian, sehingga disebut apotik hidup (tanaman obat
keluarga).
4. Penghasil bahan bangunan seperti: bambu, jeunjing dan lain-lain.
5. Penghasil kayu bakar, dari ranting-ranting pohon yang perlu dipangkas,
pelepah kelapa dan lain-lain.
6. Penghasil bahan baku kerajinan tangan atau industri rumah, industri kecil
seperti bambu untuk kipas, kukusan dan anyaman lain, kayu, batok kelapa
untuk arang dan lain-lain.
Menurut Kristanti (2012) pekarang disekitar rumah dapat memiliki
berbagai fungsi sesuai peruntukannya. Adapun funsgi pekarangan secara garis
besar dapat dikelompokkkan :
1. Daerah umum (public area). Pekarangan dapat dilihat dan dinikmati oleh
penghuni rumah juga oleh siapa saja yang lewat di depan atau disekitar
rumah kita.
2. Daerah kesibukan (service area). Pekarangan ini diperuntukkan bagi
penghuni rumah, misalnya tempat bermain, mencuci pakaian, mencuci
piring atau lainnya. Area ini dapat ditanam tanaman bumbu-bumbuan,
sayur-sayuran atau tempat menanam tanaman obat-obatan.
3. Daerah pribadi (private area). Daerah ini diperuntukkan untuk pribadi,
misalnya tempat ibu atau bapak menanam tanaman hobbinya tempat
bertukang, melakukan penelitian yang paling hemat, aman, setiap saat
dapat diamati.

4. Daerah famili (family area). Daerah ini dapat dibuat taman untuk
kepentingan keluarga, atau tempat berolah raga, atau tempat keluarga
berkumpul, camping dan lainnya. Arean ini biasanya ditempatkan di lokasi
yang strategis.
3.2 Perkembangan Jenis Jenis Tanaman Pekarangan
Menurut Terra (1948), perkembangan jenis-jenis tanaman yang
dikembangkan dalam pekarangan, ternyata sangat dipengaruhi oleh:
agroklimat, agroekonomi dan budaya.
a. Agroklimat
Di dataran tinggi aneka jenis tanaman pekarangan kurang berkembang
dibanding di dataran rendah, demikian pula di daerah beriklim kering
keanekaragaman kurang disbanding daerah beriklim basah.
b. Agroekonomi
Ditentukan oleh jauh dekatnya dengan pasar. Di daerah dekat pasar, untuk
mencapai efisiensi produksi dan pemasaran cenderung untuk monokultur,
sehingga keanekaragaman berkurang. Sebaliknya di daerah yang jauh
pasar,

produksi

lebih

bersifat

untuk

tujuan

subsisten,

maka

keanekaragaman tanaman tinggi.


c. Budaya
Daerah-daerah yang dulu merupakan masyarakat matrilineal seperti
Aceh, Minangkabau, Jawa dan Bali keranekaragam tanaman pekarangan
lebih berkembang, sebaliknya daerah yang dulunya bersifat patrilineal
seperti daerah Batak, Madura dan Lombok, aneka jenis tanaman kurang
berkembang.
3.3 Macam Macam Tanaman di Pekarangan
Menurut hasil survey pemanfaatan pekarangan di Kalasan, disimpulkan
oleh Danoesastro (1978), sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai
pekarangan, yaitu (Tabel 1): sebagai sumber bahan makanan, sebagai
penghasil tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman rempah-rempah
atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu
nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan).

Tabel daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani di kelurahan Sampel, dikelompokkan
menurut fungsinya (Kecamatan Kalasan).

No

Golongan Tanaman

Macam Tanamannya

.
I

Sumber bahan makanan tambahan :


1. Tanaman karbohdrat

Ubikayu, ganyong, uwi, gembolo,


tales, garut dll.

2. Tanaman sayuran

Mlinjo, koro, nangka, petai.

3. Buah-buahan

Pepaya, salak, mangga, jeruk, duku,


jambu, pakel, mundu, dll.

II
III
IV

4. Lain-lain
Tanaman perdagangan
Rempah-rempah, obat-obatan.
Kayu-kayuan:

Sirih.
Kelapa, cengkeh, rambutan.
Jahe, laos, kunir, kencur, dll.

1. Kayu bakar

Munggur, mahoni, lamtoro.

2. Bahan bangunan

Jati, sono, bambu, wadang.

3. Bahan kerajinan
Sumber: Danoesastro, 1978.

Bambu, pandan, dll.

Menurut Danoesastro (1978) bahwa bagi masyarakat pedesaan,


pekarangan dapat dipandang sebagai lumbung hidup yang tiap tahun
diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan
pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil manfaatnya apabila
usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat
serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.

3.4 Bagian Bagian Pekarangan


Menurut Sulistyo (2014), pekarangan dibagi menjadi 3 bagian: bagian
depan yang disebut buruan. Bagian ini biasanya disapu dan hampir
dibersihkan tiap hari. Kadang ditanami dengan tanaman hias atau tanaman
peneduh, yang digunakan untuk menjemur pakaian, hasil bumi, tempat

bermain anak dan lainnya. Bagian pinggir rumah yang berada di samping kiri
dan kanan, yaitu pipir. Pipir ini biasanya digunakan untuk tempat
perabot/alat-alat pertanian, seperti garu, gasrok, grendel, dan lainnya, tetapi
biasanya disimpan di belakang rumah. Jarian , biasanya terletak dibelakang
rumah atau di bagian belakang, berfungsi sebagai tempat membuang sampah
yang dibakar dan dijadikan pupuk. Panyaweran adalah garis pembatas antara
buruan dan dinding rumah. Digunakan untuk menyimpan sementara hasil
panen atau barang-barang lainnya.
Selain struktur bangunan dan struktur tanaman, di pekarangan juga
ditemukan bangunan-bangunan lain seperti lumbung/gudang, lesung, warung,
sumur, dan kamar mandi, masjid, WC/kakus, kuburan, kolam, kandang
ternak, dan lain sebagainya. Kolam pekarangan (empang lembur), suatu ciri
khas pekarangan masyarakat Sunda biasanya dipekarangan dipelihara
beragam jenis ikan tawar. Beberapa jenis adalah ikan mas (Cyprinus carpio),
tawes (Puntius javanicus), sepat siem (Trichogaster pectoralis), gurame
(Osphrenemus

gouramy),

lele

(Clarias

batracus),

mujair

(Tilapia

mosambica), nila (Tilapia nilatica), dan tamakang/tambakan (Helostoma


temmincki). Pada kandang ternak di pekarangan biasanya juga ditemukan
ayam ras, kampung, domba, kambing, kerbau, sapi, kuda, kelinci, bebek, itik,
dan burung dara.
3.5 Manfaat , Keuntungan dan Kendala Pekarangan
Manfaat dalam praktik budidaya pekarangan adalah sebagai berikut:

Tidak terlalu memfokuskan pada komoditas tunggal, namun memelihara


keanekaragaman tumbuhan, seperti buah-buahan, sayuran, tambahan
pangan, hias, bahan obat-obatan tradisional, dan lain-lain

Tidak terlalu menggantungkan pada asupan-asupan dari luar, seperti benih,


pupuk dan pestisida

Memperhatikan konservasi lingkungan, seperti konservasi lingkungan,


seperti keanekaragaman plasma nutfah, daur ulang sisa-sisa buangan
sampah rumah tangga, dan lain-lain

Memperhatikan sumberdaya dan pengetahuan lokal. Misalnya, dapat


mengkombinasikan pengetahuan lokal dan pengetahuan dari luar.
(Sulistyo, 2014)
Kendala/hambatan

ialah

sempitnya

lahan

pekarangan

sehingga

terganggunya daur ulang, seperti daur sampah/kompos, dan kurang


memberikan hasil uang tunai yang tinggi. Secara konseptual, pemanfaatan
lahan pekarangan dapat memberikan berbagai keuntungan yang berupa :
1. Meningkatkan penghasilan, karena dapat menghasilkan bahan pangan atau
bahan obat-obatan bahkan ternak untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam
rangka hidup sehat, murah dan mudah.
2. Menciptakan lingkungan yanag nyaman, sehat dan indah, sangat
mendukung

pembangunan

yang

berkelanjutan

dan

berwawasan

lingkungan (suistanable development), karena pemanfaatan pekarangan


merupakan pelestarian ekosistem yang sangat baik.
3. Tempat menyalurkan segala kreatifitas dan kesenangan ataupun hobi
semua anggota keluarga.
4. Tempat mendidik anggota keluarga cinta lingkungan, juga pekarangan
dapat menjadi laboratorium hidup (Irwan, 2008; Ginting, 2010).
3.6 Pola Pemanfaatan Pekarangan
Menurut Andhika (2009), pemanfaatan pekarangan dilakukan dengan
berbagai tujuan dan pola atau bentuk. Menurut Adapun langkah-langkah
pemanfaatan lahan pekarangan dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapan Media Tanam
Persiapan media dapat dilakukan dengan membersihkan lahan dari
gulma, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan.
Namun rumah tangga yang memiliki lahan sempit dapat memanfaatkan
media tanam alternatif yang berupa pot dan vertikultur.
2. Pemilihan Jenis Tanaman
Pemilihan jenis tanaman berdasarkan keperluan rumah tangga baik
untuk obat atau kesehatan (kunyit, jahe, temulawak, mengkudu) dan
keperluan dapur (cabe, tomat, sereh, sayuran,) serta pelengkap gizi
keluarga (pepaya, pisang, jeruk dan lain-lain). Upayakan menanam

beragam jenis tanaman dengan maksud untuk mencegah adanya serangan


hama dan penyakit pada tanaman. Untuk tujuan estetika, pilihan tanaman
yang memiliki figur menarik misalnya tanaman mengkudu yang memiliki
bentuk daun yang lebar, tanaman kencur dengan bentuk daun yang unik
dan sebagainya. Beberapa jenis sayuran yang dapat ditanam di pekarangan
antara lain bayam, kangkung, kemangi, kobis, sawi, seledri, bawang daun,
bawang merah, cabai, buncis, kacang-kacangan.
3. Tata Letak Tanaman
Pada prinsipnya semua tanaman memerlukan sinar matahari yang
cukup sepanjang hari. Tempatkan jenis-jenis yang berukuran kecil mulai
dari bagian Timur dan tempatkan jenis tanaman yang berukuran besar
seperti buah-buahan di bagian sebelah Barat. Hal ini dimaksudkan agar
jenis tanaman yang besar tidak menaungi/menghalangi sinar matahari
terhadap tanaman yang kecil. Demikian pula kerapatan dan populasi
tanaman perlu diperhatikan karena mempengaruhi efisiensi penggunaan
cahaya matahari serta persaingan antar tanaman dalam menggunakan air
dan unsur hara.
4. Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan baik untuk lahan maupun tanaman merupakan
hal yang harus selalu diperhatikan. Pemeliharaan tanaman meliputi
beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu penyiangan, penyiraman,
pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan
dengan membersihkan lahan dari rumput-rumput liar, bertujuan untuk
mencegah kompetisi nutrisi tanaman dari tanah selain untuk kebersihan
dan keindahan. Sisa-sisa tanaman dan rumput sebaiknya dikeringkan lalu
dikubur ke dalam tanah karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Sisa
tanaman dan serasah ini dapat juga diproses untuk dijadikan pupuk organik
atau kompos.
Pemberian air dengan cara penyiraman secara kontinyu sangat
penting terutama pada tanaman yang berumur muda dan baru tumbuh,
untuk selanjutnya aktivitas penyiraman ini dapat disesuaikan dengan
kondisi lingkungan lahan pekarangan apakah kekeringan atau basah

10

(lembab). Salah satu upaya untuk mempertahankan ketersediaan air di


lahan pekarangan adalah dengan membuat kolam. Tetapi umumnya
tanaman sayur disiram 1-2 kali per hari untuk tanaman sayur dalam pot.
Pemupukan bertujuan untuk memberikan suplai unsur hara tambahan
pada tanaman. Sebaiknya bahan pupuk yang digunakan bersifat organik,
misalnya pupuk organik cair, kompos dan pupuk kandang. Pengendalian
hama penyakit lebih mudah dilakukan dalam kegiatan pemanfaatan
pekarangan dengan tanaman sayur ini. Untuk tanaman di pot kemungkinan
penularan penyakit melalui akar jarang terjadi karena akar diabatasi oleh
pot. Pada lahan pekarangan yang sempit kita bisa mengendalikan hama
dan penyakit secara manual sehingga penggunaan bahan kimia dapat
dibatasi. Hal ini akan membuat sayuran yang dihasilkan dari pekarangan
lebih sehat untuk dikonsumsi, karena merupakan sayuran organik.
5. Pemanenan
Sayuran (daunnya) sudah dapat dipetik hasilnya pada umur 35 40
hari. Pemanenan dapat dilakukan dengan selang 3 4 hari. Namun
berbeda dengan bayam cabut dan kangkung darat dilakukan secara
langsung dengan mencabut tanaman beserta akarnya. Jenis sayuran seperti
kol, sawi, selada dipanen umur 2 3 bulan. Kacang-kacangan dipanen
dengan melihat kondisi polong kacangnya. Cabe dan tomat dapat dipanen
umur 45 50 hari setelah tanam. Labu siam dipanen antara 3 5 bulan
setelah tanam. Tanaman yang tidak sekali panen jika pemeliharaannya baik
dapat terus dipanen dalam waktu yang lama.

3.7 Sistem Pekarangan di Indonesia


Pada sistem ini, pohon buah-buahan ditanam hanya beberapa pohon
bersama dengan tanaman lain seperti sayuran, bunga, maupun tanaman
biofarmaka.

Karena

luas

pekarangan

yang

relatif

sempit

dan

beranekaragamnya tanaman yang ada di pekarangan, maka masing-masing


spesies hanya ditanam sedikit. Tetapi karena total areal pekarangan di
Indonesia yang cukup luas, maka total produksi buah-buahan yang berasal

11

dari pekarangan juga tinggi. Di pekarangan, pohon buah-buahan biasanya


tidak diandalkan sebagai sumber penghasilan utama.
Oleh karena itu seringkali tanaman buah dibudidayakan dengan
pengelolaan yang minimal. Pohon yang dibudidayakan seringkali sudah tua
dan berasal dari seedling atau cangkok. Pohon-pohon muda dipekarangan
yang ditanam sesudah era tahun 70 an, banyak pula yang berasal dari bibit
sambungan

atau

tempelan

(okulasi).

Buah-buahan

yang

biasanya

dibudidayakan di pekarangan antara lain adalah mangga, rambutan, pisang,


nenas, nangka, jambu air, jambu biji, belimbing, pepaya dan durian.
Tanaman sayuran yang sering ditanam di pekarangan antara meliputi
katuk, bayam, kangkung, kenikir, kemangi, beluntas, cabe, tomat, terung, dan
lain-lain. Tanaman sayuran berupa pohon seperti melinjo dan turi juga banyak
ditanam di pekarangan. Tanaman biofarmaka yang banyak ditanam di
pekarangan antara lain adalah Dlingo, Jahe, Kapulaga, Kejibeling, Kencur,
Kunyit, Lempuyang, Lengkuas, Temulawak, Temuireng. Sedangkan pada
kelompok tanaman hias dan bunga banyak jenis yang sering ditanam di
pekarangan.

12

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pekarangan merupakan lahan yang berada disekitar rumah dengan
luasan tertentu yang biasanya digunakan pemilik rumah sebagai halaman
rumah, tempat menjemur hasil panen, tempat beraktivitas dan sekaligus
sebagai sambilan dalam menanam tanaman tertentu dan tempat penelitian
kecil yang mudah diakses oleh pemilik rumah itu sendiri. Di berbagai daerah
terdapat berbagai macam fungsi khusus dari pekarangan rumah. Sebagian
besar orang-orang Aceh, Minangkabau, Jawa dan Bali memanfaatkan
pekarangan rumahnya untuk menanam berbagai macam komoditas tanaman,
mulai dari tanaman kayu, sayuran, buah dan tanaman obat keluarga atau toga.
Pekarangan rumah terbagi atas 4 bagian, yaitu Buruan atau bagian depat,
Pipir atau bagian samping, Jarian atau bagian belakang dan Panyaweran atau
garis pembatas antara buruan dan dinding rumah dengan fungsinya masingmasing.
4.2 Saran
Untuk para pembaca agar memanfaatkan pekarangan rumahnya sebaik
mungkin sebagaimana sudah dijelaskan dalam pembahasan apabila
pemanfaatan pekarangan yang bauk untuk komoditas pertanian dengan nilai
jual maka pemanfaatan pekarangan akan menjadi salah satu sumber
matapencaharian sampingan.

13

DAFTAR PUSTAKA
Andhika,

J.

2009.

Pemanfaatan

Lahan

Pekarangan

Secara

Optimal.

http://kulinet.com/baca/pemanfaatan-lahan-pekarangan-secaraoptimal/691/. Diakses pada tanggal 18 Desembar 2015.


Danoesastro, Haryono. 1978. Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan
Ketahanan Rakat Pedesaan. Agro Ekonomi
Ginting, M. 2010. Eksplorasi Pemanfaatan Pekarangan secara Konseptual
Sebagai

Konsep

Program

Gerakan

Dinas

Pertanian

Kota

Pematangsiantar. http://musgin.wordpress.com/2010/03/27/pemanfaatanpekarangan/. Diakses pada tanggal 18 Desembar 2015.


Irwan, Z.D. 2008. Klasifikasi Pekarangan. http://pewartakabarindonesia.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18 Desembar 2015.
Kristanti. 2012. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Menjadi Taman Yang
Produktif. http://uripsantosowordpress.com. Diakses pada tanggal 18
Desember 2015.
Novitasari, E. 2011. Studi Budidaya Tanaman Pangan Di Pekarangan Sebagai
Sumber Ketahanan Pangan Keluarga (studi Kasus di Desa Ampel Gading
Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang). Skripsi. Universitas Brawijaya.
Malang.
Sajogyo. 1994. Menuju Gizi Baik Yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Gajah
Mada Press. Yogyakarta.
Simatupang, P. dan A. Suryana. 1989. Literature Review of Socio- Economic
Aspects of Pekarangan Land in Indonesia. Development of Pekarangan
Lands. Bogor.
Sulistyo, Ary. 2014. Lingkungan, Pekarangan dan Ketahanan Pangan Lokal,
Jakarta.
Rahayu, M. dan S. Prawiroatmodjo. 2005. Keanekaragaman Tanaman
Pekarangan dan Pemanfaatannya di Desa Lampeapi, Pulau Wawoni
Sulawesi Tenggara. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT, 6 (2): 360-364.
Terra, G.J.A. 1949. Tuinbouw : Van Hall en C. Van de. Koppel : De Landbouw in
de indische archpel. IIA, Terjemahan Haryono Danoesastro.

14

S-ar putea să vă placă și