Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
A.
1.
KONSEP
Definisi
2.
Etiologi
a.
b.
c.
Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik
misalnya asap rokok dll)
d.
Sering kontak dengan Zat karsinogen (benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
e.
f.
g.
dll.
h.
3.
Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
a.
Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %
pasien datang berobat dengan gejala awal ini. Sewaktu menghisap dengan kuat
sekret dari rongga hidung atau nasofaring, bagian dorsal palatum mole bergesekan
dengan permukaan tumor, sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek
dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul
hemoragi nasal masif.
b.
Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah
hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
c.
Tinitus dan pendengaran menurun : penyebabnya adalah tumor di resesus
faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi, menekan tuba eustaki,
menyebabkan tekanan negatif di dalam kavum timpani, hingga terjadi otitis media
transudatif. Bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat
meredakan sementara. Menurunnya kemampuan pendengaran karena hambatan
konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
d.
Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal
atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf cranial
atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah
yang menyebabkan sefalgia reflektif.
e.
Rudapaksa saraf cranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk
ke superior, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau
celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk
foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus
spongiosus) membuat saraf kranial III, IV, V dan VI rudapaksa, manifestasinya
berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata (temasuk paralisis saraf
abduksi tersendiri), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi
meningen (sindrom fisura sfenoidal), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II,
disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
f.
Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar
limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri, maka
pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar
limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli
posterior.
g.
Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati.
Metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat,
lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada
fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh
dapat membantu diagnosis. Metastasis hati, paru dapat sangat tersembunyi,
kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax,
pemeriksaan hati dengan CT atau USG. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
4.
Patofisiologi
Infeksi virus Epstein Barr dapat menginfeksi sel epitel dan berhubungan dengan
transformasi ganas yang dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada
penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV
akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai pertanda dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari selsel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian
terjadi perlahan. Jika terjadi Penyebarannya keatas tumor meluas ke intracranial
menjalar sepanjang fossa medialis disebut penjalaran petrosfenoid, biasanya
melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kraniimedia dan
fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I-N.VI) kumpulan
gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor
ini disebut sindrom petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan
neuralgia trigeminal. Jika penyebaran ke belakang tumor meluas ke belakang secara
ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior
dimana di dalamnya terdapat nervus cranial IX-XII disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N.VII-N.XII
5.
Pathway
Karsinoma nasofaring
Virus Eistein Bar
6.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Nasofaringoskopi
1)
menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area yang
dekat sekitarnya. Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat
dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak
dengan mudah.
2)
menggunakan kateter
2)
Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin) EA-IgA
dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
3)
Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinu atau terus meningkat.
e.
Penatalaksanaan
a.
Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila
ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih
dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b.
Kemoterapi
c.
Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih.
B.
1.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
a.
Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek
dengan riwayat kanker payudara
b.
Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.
c.
Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan
kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan
( daging dan ikan).
d.
Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan
lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e.
1)
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
2)
Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah,
epistaksis/perdarahan hidung.
3)
Integritas ego
Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan
bising usus, distensi abdomen.
5)
Makanan/cairan
Neurosensori
Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8)
Pernapasan
Keamanan
10)
Seksualitas
Interaksi sosial
2.
a.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
b.
Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
c.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
d.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
e.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3.
1.
Rencana Keperawatan
Tujuan
Kriteria hasil :
2.
Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas
hiburan.
3.
Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
4.
Kolaborasi
1.
Berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran
narkotik
1. Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individual berbeda.
Saat perubahan penyakit atau pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian
akan diperlukan
2.
Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
Tujuan
2.
3.
3.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan
Kriteria hasil :
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
4.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan
: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil :
3.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
5.
5.
Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
Tujuan
dirinya
Kriteria Hasil :
Komunikasi terbuka
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk
ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5.
Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
7.
1.
Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat
bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.
3.
Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.
Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.
Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6.
Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.
Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT.
Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
DIPOSKAN OLEH ROCHA ANANDA INDRASWARI DI 09.29
ASKEP CA NASOFARING
BAB II
TINAJAUAN TEORITIS
Konsep Dasar Keganasan
Kanker adalah suatu proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah
oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai
Anatomi Fisiologi
Laring
Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot
dan mengan dung pita suara. Laring terletak didepan bagian terendah faring yang
memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk kedalam trachea dibawahnya.
Trakea
Trakea disokong oleh cicncin tulang rawan yang berbentuk sepeti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 5 inchi/9 cm
Bronchus
Bronchus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek
dan lebih lebar dan merupalkan kelanjutan dari trakea yang arahnya lebih
vertical .Sebaliknya , bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan
kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.
Alveolus
Merupakan inti dari fungsi pernafasan ,karena pada alveolus terjadi pertukaran
oksigen dengan kapiler darah.
Fisiologi pernafasan :
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmonary :
1.
Ventilasi pulmonal atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sesemikian sehingga jumlah tepat dari
setiap udara dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih
nudah berdifusi dari pada O2
Anatomi Fisiologi Nasofaring
Faring dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring
atau hipofaring. Sepertiga bagian atas atau nasofaring adalah bagian pernapasan
dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Ruang
nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang erat
dengan beberapa srtuktur yang secara klinis mempunyai arti penting, yaitu :
a. Pada dinding posterior meluas ke arah kubah adalah jaringan adenoid
b.Terdapat jaringan limfoid pada dinding faringeal lateral dan pada resesus
faringeus, yang dikenal dengan Fossa Rosenmuller
c. Torus tubarrius, refleksi mukosa faringeal di atas bagian kartilago saluran tuba
eustachius yang berbentuk bulat dan menjulang tampak sebagai benjolan seperti
ibu jari ke dinding lateral nasofaring tepat di atas perlekatan palatum mole
d.
e. Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan
dari pnyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf kranial
glosofaringeus, vagus dan assesoris spinalis.
f. Struktur pembuluh daraha yang penting yang letaknya berdekatan termasuk sinus
petrosus inferior, vena jugularis interna, cabang-cabang meningeal dari oksipital
dan arteri faringeal asenden dan foramen hipoglosus yang dilalui saraf hipoglosus.
g.Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat
bagian lateral atap nasofaring
h.Ostium dari sinus-sinus sfenoid
3. Etiologi
Dapat ditemukan berbagi jenis tumor ganas nasofaring antara lain berbagi
jenis karsinoma epidermoid, adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistik dll serta
berbagi jenis sarkoma dan limfoma malignum. Yang paling sering ditemukan kirakira 90 % adalah karsinoma epidemoid. Penyebab karsinoma ini masih nelum
diketahui lebih jelas. Kemungkinan bear penyebabnya adalah suatu jenis virus yang
disebut virus Epstein Bar, akan tetapi selain dari itu juga terdapat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor ganas ini, antara lain:
Faktor ras
Banyak ditemukan pada ras mongoloid terutama daerah Cina bagian selatan,
malaysia, Singapura dan Indonesia.
Faktor Genetik
Sering tumor ini atau tumor pada organ lain ditemukan pada beberapa generasi
sutu keluarga
Faktor Sosial Ekonomi
Faktor yang mempengaruhi adalah keadaan gizi, polusi dll.
Faktor Kebudayaan
Kebiasaan hidup, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai bumbu
masakan memengaruhi pertumbuhan tumor ini.
Faktor Geografis
Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrka Utara, Eskimo dan Yunani.
4. Tanda dan Gejala
Patofisiologi
Metastase
pada jaringan
Terjadi perubahan
bagian atas
Nyeri kepala
pembuluh darah
Teraktivasinya RAS
Ca Nasofaring
Pembesaran jaringan
Gangguan pemenuhan
terapi radiasi
Metastase
Dilakukan
istirahat tidur
Kompresi pita suara
Kesulitan bernafas
Efek sampingnya
Meningkatkan Hcl dalam
lambung
Tindakan trakheostomi
Gangguan komunikasi
Akumulasi sekret
mual
Muntah
Intake nutrisi
Tidak adekuat
Membutuhkan suction
Keluarga kurang
yang sering
Sinar elektomagnetik
(Sinar alfa dan beta)
Efek
menerus
perdarahan
Mengakibatkan
Ke kanul tracheostomi
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dispneu
Gangguan oksigenasi
6. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan maka ditentukan tindakan yang
akan diambil sebagai penanggulangannya, yaitu:
a.
Terapi radiasi
Hasil yang memuaskan dapat dicapai dengan terapi radiasi pada pasien yang hanya
mengalami satu gangguan pita suara yang sakit dan normalnya dapat digerakkan
(sat tonasi) selain itu pasien ini masih mempinyai suara yang hampir normal.
Beberapa mungkin mengalami kondritis (inflamasi kartilago) atau stenosis,
sebagian kecil dari mereka yang mengalami stenosis nantinya membutuhkan
laringektomi. Terapi radiasi digunakan untuk preopertif untuk mengurangi ukuran
tumor.
b.
Pemakaian sitostatika
Sistem respiratori
Faring merupakan saluran nafas bagian atas sebagai jalan udara dari dan ke paruparu sewaktu bernafas. Jika ada pembesaran pada daerah tersebut bisa saja
mengakibatkan tersumbatnya saluran pernafasan, bila hal ini teradi akan
mengakibatkan jalan nafas tidak efektif ditandai dengan adanya perubahan
frekuensi nafas dan adanya stridor, jika hal ini makin berat maka bisa saja dilakukan
tindakan trakheostomi untuk kelancaran pernafasan klien.
b.
Sistem cardiovaskuler
Tekanan darah bisa naik dan bisa juga turun tergantung dari keadaan klien.
Trombositopenia sering terjadi akibat supresi sumsum tulang setelah kemoterapi
atau terapi radiasi.
c.
Sistem pencernaan
Sistem persyarafan
Sistem penglihatan
Sistem pendengaran
Sistem perkemihan
Bila hasil pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal menunjukan kelainan kemungkinan
Ca sudah bermetastase ke ginjal.
h.
Sistem muskuloskeletal
Sistem integumen
Ca nasofaring bila dilakukan terapi akan terjadi perubahan warna kulit di area
penyinaran. Sensitifitas kulit mungkin menurun, bila dilakukan tindakan kemoterapi
integritas kulit akan terganggu.
j.
Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri pada klien dapat menyebabkan gangguan
pada seksualitas.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan
yang logis dan sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan,
perencanaan, dan pelaksanan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur
dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosial-spiritual
maupun masalah kesehatannya. (Depkes R.I, 19942 :2).
Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses
keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan
secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
Keluhan utama
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup, misalnya
pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan merokok, minum alkohol, terpapar zatzat kimia, riwayat stomatitis yang lama, oral hygiene yang jelek, dan yang lainnya.
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.
Pola aktivitas sehari-hari
Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi sistem tubuh secara menyeluruh dengan
menggunakan tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1)
Keadaan umum
Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka klien akan mengalami
kesukaran bernafas, apalagi klien dilakukan Trakheostomi, produksi sekret akan
menumpuk dan mengakibatkan jalan nafas tidak efektif dengan adanya perubahan
frekuensi nafas dan stridor.
3)
Sistem cardiovaskuler
Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan. Jika Ca sudah menyumbat saluran pencernaan dapat
dilakukan tindakan Gastrostomy.
5)
Sistem muskuloskeletal
Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan dalam mobilisasi
leher karena adanya pembengkakan bila Ca sudah terlalu parah.
6)
Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila ada metastase pada
kelenjar tiroid.
7)
Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan VI yaitu syaraf yang
mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX, X, XI dan XII yang mempersyarafi
glosofaringeal, vagus, asesorius dan hipoglosus. Biasanya bila ada nyeri yang
dirasakan klien dapat merangsang pada sistem RAS di formatio retikularis sehingga
menyebabkan klien terjaga.
8)
Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase ginjal, akan terjadi
penurunan fungsi ginjal.
9)
Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya sumbatan pada tuba
eustacius sehingga menggangu saluran pendengaran. Bila Ca sudah bermetastase
pada pita suara, maka klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal.
10) Sistem integumen
Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan terjadi perubahan warna
hiperpigmentasi pada area penyianaran.
11) Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat menyebabkan gangguan
pada sexualitas.
Data psikologis
Ca tonsil dengan pemasangan Trakheostomy dan atau Gastrostomy akan
menimbulkan perasaan denial, timbulnya perasaan rendah hati, dengan ditemukan
data klien lebih suka diam dan menarik diri.
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya klien
akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
Data sosial
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi menurun
dikarenakan adanya penyakit yang diderita klien.
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan biopsi.
Pembedahan
Radiasi
Chemoterapy
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Insisi bedah
b.
Pembengkakan jaringan
3.
a.
b.
Pembentukan oedema
4.
a.
b.
Ketidakmampuan berbicra
5.
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk menelan.
6.
Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan
keterbatasan aktifitas.
7.
Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan teraktivasinya RAS
di formatio retikularis.
3.
Perencanaan
Intervensi :
2.
a.
Insisi bedah.
b.
Pembengkakan jaringan.
Tujuan :
Intervensi :
3.
c.
Insisi bedah.
d.
Pembengkakan jaringan.
Tujuan :
Menentukan waktu penyembuhan yang tepat komplikasi dengan kriteria evaluasi :
Intervensi :
? Hindari penggunaan sabun, kosmetik, parfum, bedak, lotion, dan salep deodorant.
? Hindari menggosok dan menggaruk area sekitar leher.
? Hindari menempelkan botol air panas, es dan plester adhesif pada area sekitar
leher.
4.
a.
Hambatan fisik.
b.
Ketidakmampuan berbicara.
Tujuan :
Klien dapat menytakan kebutuhannya dengan cara efektif dengan kriteria :
Intervensi :
Intervensi :
Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang pentingnya makan bagi
klien.
6.
Gangguan pemenuhan ADL : personal hygiene berhubungan dengan
keterbatasan aktifitas.
Tujuan :
Klien dapat melakukan personal hygiene secara mandiri dengan kriteria evaluasi :
Intervensi :
Berikan informasi pada klien tentang pentingnya perawatan diri untuk orang
yang sedang sakit.
7.
Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan teraktivasinya RAS
di formatio retikularis.
Tujuan :
Kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi dengan kriteria evaluasi :
Lingkungan sekitar klien tenang, aman dan nyaman untuk klien tidur.
Intervensi :
Atur posisi klien yang nyaman untuk tidur : berikan posisi semifowler 300
450 untuk klien tidur.
4.
Evaluasi
Askep CA Nasofaring
BY IDI SUWARDI , AT 19.29 , HAS 0 KOMENTAR
Asuhan Keperawatan (Askep) CA Nasofaring berikut ini adalah contoh tugas bidang
keperawatan. Tugas ini membahas tentang, pengertian nasofaring, epidemiologi
dan etiologi, tanda dan gejala karsinoma nasofaring, pemeriksaan penunjang
nasofaring, pathway, pelaksanaan medis sampai dengan konsep dan pelaksaan
asuhan keperawatan karsinoma nasofaring atau tomor ganas nasofaring.
CA NASOFARING
A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah
diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti
pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat
pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun tahun akan menjadi
karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nasofaringoskopi
Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus EB.
Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Radioterapi merupakan pengobatan utama
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran
dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik
dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil.
Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi
kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan
radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER.
PENGKAJIAN
Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan
riwayat kanker payudara
Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.
Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan
makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan
ikan).
Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan
dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah,
epistaksis/perdarahan hidung.
Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan
bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,
kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok),
pemajanan
Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan,
demam, ruam kulit.
Seksualitas
Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam,
menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa
perih saat berkemih
Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi
pengunjung yang mengalami infeksi.
Tekankan higiene personal
Pantau suhu
Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)
Intervensi :
Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa
oral
Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau
pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan
pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan
bibir lembab dengan pelumas bibir.
Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi,
kafein tinggi.
Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.
Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.
Askep Ca Nasofaring
Ana Nurkhasanah Thursday, December 3, 2015 Askep KMB
A. Definisi
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga
belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia.
Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti
tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas
rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.
Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid
yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia
juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain
itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
B. Etiologi
Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah:
1.
Kerentanan Genetik
Virus EB
b.
Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA
virus dan EBNA.
c.
Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung
virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran
pembelahan inti juga banyak.
d.
Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat
menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus
manusia.
3.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat
berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
a.
Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker
nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83
ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
b.
Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses
timbulnya kanker nasofaring .
c.
Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait
dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi
nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1.
Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %
pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat
sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole
bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan
tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat
dapat timbul hemoragi nasal masif.
2.
Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah
hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3.
Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus
faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki,
menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media
transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat
meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan
konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
4.
Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal
atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial
atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah
yang menyebabkan sefalgia reflektif.
5.
Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk
ke superior , dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau
celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk
foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus
spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya
berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf
abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi
meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II,
disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6.
Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar
limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka
pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar
limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli
posterior.
7.
Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati .
metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat,
lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada
fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh
dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi ,
kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax ,
pemeriksaan hati dengan CT atau USG
D. Patofisiologi
Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini
dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca.
nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang
berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus
didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV,
seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang
berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif
dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen
yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol,
sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang
memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada
fossa Rossenmuller.
E. Penggolongan Ca Nasofaring :
1.
T1
2.
T2
: Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah
parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan
margo posterior garis tengah foramen magnum os oksipital ).
3.
T3
: Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai
basis kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial
kelompok anterior atau posterior.
4.
T4
: Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak,
atau kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infratemporal.
5.
N0
6.
N1
7.
N2
8.
N3
9.
M0
10. M1
Stadium I
: T1N0M0
2.
Stadium II
3.
Stadium III
4.
Stadium IVa
5.
Stadium IVb
:T apapun, N Apapun, M1
F. Pemeriksaan Diagnosis
Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :
1.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang
tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan
nasofaringoskop indirek atau elektrik.
2.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus
aksesorius dan arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.
3.
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring
adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring
berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk
salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker
nasofaring :
5.
6.
Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga
indikator tersebut positif.
7.
Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer
yang tinggi kontinyu atau terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan
nasofaringoskop elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah
perubahan serologi virus Eb dapat menunjukkan reaksi positif 4 46 bulan sebelum
diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.
8.
Diagnosis pencitraan.
9.
Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis,
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan
zona target terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor
pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
10. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak,
dapat serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik
dari pada CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring
dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam
membedakan antara fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih
bermanfaat .
11. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring
dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT,
umumnya lebih dini 4-6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan,
lesi umumnya tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak
sebagai area defek radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis
tulang, namun tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi
radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa
operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi,
dll.
G. Penatalaksanaan
1.
Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila
ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
2.
Kemoterapi
Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
4.
Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat
bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan
memperbaiki kualitas hidupnya.
6.
Rehabilitas Psikis
Rehabilitas Fisik
Pembedahan
b.
c.
Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
d.
Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma
skuamosa grade I, II, adenokarsinoma.
e.
Komplikasi radiasi.
Pengkajian
Jenis Kelamin
Agama
Warga Negara
Bahasa yang digunakan
Penanggung Jawab
Nama
Alamat
Hubungan dengan klien
Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan
merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
Keadaan Lingkungan
Observasi
Keadaan Umum
Suhu
Nadi
Tekanan Darah
RR
BB
Tinggi badan
Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing)
meningkat.
B2 (blood)
B3 (brain)
B4 (bladder)
: Normal
B5 (bowel)
B6 (bone)
: Normal
2.
Diagnosa
a.
b.
Gangguan sensori persepsi (pendengaran ) berubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
c.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang
d.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
e.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3.
Intervensi
Lihat di NANDA
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
ASKEP CA NASOFARING
I. Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian
besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
II. Anatomi Nasofaring.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan
kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
berhasil.
11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep selama 324 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat
dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat,
masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
8 Regimen/aturan pengobatan
9 Sumber-sumber kesehatan
10.Manajemen penyakit
Teaching : Dissease Process
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang
mungkin
3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang
perkembangan klien
5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
5
Harga diri rendah
Setelah dilakukan askep selama 324 jam klien menerima keadaan dirinya
Dengan criteria :
Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
Menjaga postur yang terbuka
Menjaga kontak mata
Komunikasi terbuka
Menghormati orang lain
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year
book. St. Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book.
St. Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002.
NANDA
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA
1.
Anatomi
Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung.
Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan
ruas pertama tulang belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana. Orificium dari tuba eustachian berada pada dinding samping dan
pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut
dengan torus tubarius. Bagian atas dan samping dari torus tubarius merupakan
reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller.
Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum.
Gambar 1. Anatomi nasofaring (Dikutip dari : Anatomi Nasofaring [ cited 2010 Jan
5].
Available from: http://www.cliffsnotes.com/study_guide/Structure-of-the-Respiratory
System.topicArticleId-22032,articleId-21997.html.
Nasopharing berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena
dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Batas
nasopharing:
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
Posterior : - vertebra cervicalis I dan II Fascia space = rongga yang berisi jaringan
longgar Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Srtuktur Penting Pada Nasopharing
1.
2.
Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena cartilago tuba auditiva
3.
Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena musculus levator veli palatini.
4.
5.
Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan
penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka
ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
6.
Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat
predileksi Nasopharingeal Carcinoma.
7.
Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid
jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8.
9.
Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing da
oropharing karena musculus sphincterpalatopharing
10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
2.
Definisi
Epidemiologi
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500
kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal146).
4.
Epstein-Barr Virus (EBV), Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya
keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama.
Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring
yaitu :
Ras dan keturunan, tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus
herediter atau familier (Malaysia dan Indonesia)
Dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
Penggunaan tembakau, adalah salah satu faktor risiko terbesar kanker pada
kepala dan leher,
Alcohol, konsumsi yang sering dan tinggi adalah faktor risiko kanker pada
kepala dan leher.
Profil HLA
5.
Klasifikasi
Penentuan Stadium
Manifestasi Klinik
Gejala Hidung :
Epistaksis
Gejala
telinga
Gejala lanjut
Patofisiologi
WOC terlampir
9.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran
tubuh, khususnya jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan
dengan CT Scan dalam mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan
penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe
2.
Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil
untuk menentukan apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini
menggambarkan bila tulan sehat maka pada kamera akan tampak berwarna abuabu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
3.
Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi
taktil wajah dan fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala.
4.
Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah.
5.
Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang
digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam tubuh.
Substansi radioaktif yang berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan
akan terdeteksi oleh sebuah scanner, yang akan menghasilkan gambar.
Nasofaringoskopi
b.
c.
Biopsi multiple
d.
Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy
(bila dicurigai metastase tulang)
e.
Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
11. Penatalaksanaan
a.
Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU pasien baik, hygiene
mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
b.
Kemoterapi, yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan
kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemoradioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi
yang bersifat RADIOSENSITIZER.
c.
Pembedahan
12. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan
paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain
ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke
paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %,
ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya
pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.
DATA KLINIS
a.
Data biografi
Berupa nama pasien, usia, TB,BB, tanggal masuk, TD, RR, Nadi dan suhu
b.
Keluhan utama
Tanyakan sejak kapan pasien ketajaman sumbatan hidung, tuli, rasa tidak
nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga.
d.
e.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya atau adakah
keluarga yang menderita kanker misalnya ibu atau nenek
a.
POLA NUTRISI/METABOLISME
POLA ELIMINASI
POLA AKTIVITAS/OLAHRAGA
POLA ISTIRAHAT/TIDUR
f.
POLA KOGNITIF/PERSEPSI
Tanyakan apakah hal yang menjadi pikiran, apakah ada kejadian yang akhirnya
mengubah gambaran terhadap diri.
h.
POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
POLA NILAI/AGAMA
Bagaimana pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari
2.
No.
NANDA
NOC
NIC
1.
Nyeri
Menunjukkan kerusakan
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
Fokus menyempit
1 Tingkat Kenyamanan
Indikator :
1.
Kontrol Nyeri
Indikator:
2.
Indikator:
Hambatan eliminasi
3.
Tingkat Nyeri
Indikator:
Keluhan nyeri
Frekuensi nyeri
Cek order medis mengenai obat, dosis, dan frekuensi analgesik yang diberikan
Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi analgesik ketika lebih dari satu obat
yang diresepkan
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Karakteristik:
1. status nutrisi
Intake nutrisi
Intake makanan dan cairan
Energi
Berat tubuh
2. status nutrisi:intake makanan dan cairan
Intake makanan di mulut
Intake cairan
Intake cairan di mulut
Intake di saluran makanan
3. status nutrisi: intake nutrisi
Intake kalori
Intake ptotein
Intake lemak
Intake karbohidrat
Intake kalsium
Intake mineral
Intake zat besi
Intake vitamin
Manajemen Nutrisis
Menentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk
memenuhi nutrisi,
Tunjukkan intake kalori yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya hidup
Memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi kalori, dan
bernutrisi yang siap dikonsumsi
2. Terapi nutrisi
Menentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika
Membantu pasien untuk memilih makanan lembut, lunak dan tidak asam
Mengontrol keadaan lingkungan untuk membuat udara menyenangkan dan
relaks
Memberi makanan yang punya daya tarik, dengan cara yang menyenangkan,
memberi penambahan warna, tekstur, dan variasi
3. Penyuluhan Nutrisi
Menentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang bagi perubahan status
nutrisi
Tinjau kembali dengan pasien penukuran intake dan output cairan, jumlah
hemoglobin, tekanan darah, atau penambahan atau pengurangan berat, jika
diperlukan
4. Mengontrol nutrisi
Mengatur prosedur dan pengobatan pada waktu lainnya dari waktu makan
Memantau pengukuran lapisan kulit: lapisan kulit trisep, lingkar otot lengan,
dan lingkar lengan
Catat nyeri, edema, dan hyperemic dan hyperthropic papilla lidah dan rongga
mulut
Catat perubahan utama pada status nutrisi dan mulai pengobatan, jika
diperlukan
3.
Resiko Infeksi
Control resiko
Mengetahui resiko
Temperatur jaringan
Luka jaringan
Perfusi jaringan
Konrol infeksi :
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Nanda. (2009) Nursing Diagnoses: Definitions and Classification (NANDA) 2009
2011. Willey-Blackwell
IOWA OUTCOMES PROJECT. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). 2nd ed.
Mosby. Inc
IOWA OUTCOMES PROJECT. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC). 2nd
ed. Mosby. Inc
Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
Arina, C. A., 2006, Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring, USU
Digital Library, diakses pada 19 September 2008,
http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf.
Asroel, H. A., 2002, Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring, USU
Digital Library, diakses pada 19 September 2008,
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf
A.
PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan
makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor
geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan,
sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa
penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua
pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty &
Nurbaiti, 2001).
C.
PATOFISIOLOGI
- Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Moatau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut
nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga
hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu
sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua
sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan
proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker
pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
D.
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi
tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping
tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa
Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti
tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen
laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,
juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.Prognosis jelek bila sudah
disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.Suatu kelainan nasofaring yang
disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang
mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa,
pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila
diikuti bertahun tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Radioterapi
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan
gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-
6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000
rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000
rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang
belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi,
dan mengurangi rasa nyeri.
2. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang
pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya
sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) ,
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
4. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut.Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2
mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1
s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol
terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
5. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih.
G. PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah
dengan resiko tinggi.Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko
tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah
cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan
yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti VCA
dan lgA anti EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam
menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan
riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan
makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan
ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan
lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
1. Aktivitas
Kelemahan atau keletihan.Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
2. Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan
3. Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan
bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,
kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
6. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
7. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8. Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok),
pemajanan
9. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan,
demam, ruam kulit.
10. Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.
PERENCANAAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
Setelah dilakukan askep .. jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas
dengan Kriteria :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
paru bersih
2
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan askep .. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level
nyeri: klien terkontrol dg KH:
Manajemen nyeri :
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
berhasil.
Administrasi analgetik :
3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in
adekuat, faktor biologis
Setelah dilakukan askep . jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan
dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi
adekuat
Manajemen Nutrisi
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
4
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien
dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka
lekosit normal (4-11.000),
Konrol infeksi :
5
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg
informasi, terbatasnya kognitif
Setelah dilakukan askep ........jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang
mungkin
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
6
Risiko aspirasi b/d inefektifnya reflek menelan
Setelah dilakukan askep . jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrol
Kriteria Hasil :
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal
Aspiration precaution
Monitor v/s
Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah /
menelan
7
Defisit self care b/d kelemahan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan . jam klien mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan,
toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien terpenuhi
Komunikasi terbuka
DAFTAR PUSTAKA
Arya, Fandy. 2013. Laporan Pendahuluan Askep Pada Klien (dalam
:http://fandyarya2.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-askep-padaklien.html ). diakses tanggal 15 september 2014.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta
: EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC).Fourth Edition. St.
Louis Missouri : Mosby Elsevier.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 20122014 oleh NANDA International. Jakarta : EGC
Bulechek ,Dochterman. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. St.
Louis Missouri : Mosby Elsevier.
Putra, semara. 2012. Laporan pendahuluan pada klien dengan ca nasofaring
(dalam : :http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/10/29/laporanpendahuluan-askep-pada-klien-dengan-ca-nasofaring-2/). Diakses tanggal 15
September 2014
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ;
1997
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
CARSINOMA NASOFARING
RUANG THT RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
DI SUSUN OLEH :
SITI AMIYAKUN
04.07.1597
A/KP/VI
KONSENTRASI KEPERAWATAN
PROGRAM STUDY KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan
Di Ruang THT RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Mengetahui
Kepala Ruang THT
Luh Gede Arsiti AMd.Kep
NIP. 14 00 72 113
Surabaya, 1 Maret 2010
Mahasiswa
Siti Amiyakun
NIM. 04 07 1597
LAPORAN PENDAHULUAN
CARSINOMA NASOFARING
Anatomi Nasofaring.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di
sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan
kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus
faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
Pengertian Carsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1
pada usia / umur rata-rata 30 50 th.
Etiologi
Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang
berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan
eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :
1. Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
2. Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3. Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya
asap rokok dll).
4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
Pembagian Karsinoma Nasofaring
Menurut Histopatologi :
Well differentiated epidermoid carcinoma.
- Keratinizing
- Non Keratinizing.
Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
- Transitional
- Lymphoepithelioma.
Adenocystic carcinoma
Menurut bentuk dan cara tumbuh
Ulseratif
Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
(creeping tumor)
Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
- Karsinoma sel skuamosa (KSS)
- Deferensiasi baik sampai sedang.
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1 3 N1 M0
Stadium IV T4 N0 1 M0
Semua T N2 3 M0
Semua T Semua N M1
Lokasi :
1 Fossa Rosenmulleri.
2 Sekitar tuba Eustachius.
3 Dinding belakang nasofaring.
4 Atap nasofaring.
Gejala Klinik
1. Gejala Setempat :
Gejala Hidung :
Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.
Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Dapat juga hanya berupa riak campur darah.
Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik
Gejala Telinga :
Kurang, pendengaran.
Tinitus
OMP.
2. Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor
Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif
dan metastasis.
a. Ekspansif
A Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane
sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu.
A Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi bombans palatum
mole sehingga timbul gangguan menelan/sesak.
b. Infiltratif
A Ke atas :
Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul
sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia,
strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala
hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan
lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi
akan terkena N IX, X, XI dan XII.
A Ke samping :
Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X : Terjadi Paresis palatum
mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi,
rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.
Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan
c. Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di
belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus
sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor
colli.
d. Gejala karena metastasis melalui aliran darah :
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.
Gejala di atas dapat dibedakan antara :
I. Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh
dalam batas-batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh
tumor primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas).
II. Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah
tumbuh melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari
tumor.
Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
A. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
B. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
C. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
Pemeriksaan Fisik
A Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
A Pemeriksaan THT:
- Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
- Rinoskopia anterior :
o Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak
sekret.
o Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup
sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
- Rinoskopia posterior :
o Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol,
tak rata dan paskularisasi meningkat.
o Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
- Faringoskopi dan laringoskopi :
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah
dapat menghilang.
- X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
Pemeriksaan tambahan
- Biopsi :
Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai. Dilakukan
dengan anestesi lokal.
Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi
anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior.
Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan
karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.
Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum
kurang baik.
Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi
keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
Penatalaksanaan :
Terapi utama : Radiasi/Radioterapi ditekankan pada penggunaan megavoltage
dan pengaturan dengan komputer (4000 6000 R)
Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon,
Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus
PATOFISIOLOGI
Telinga
Pendengaran berkurang
Sakit kepala/pusing
Hidung buntu (terasa)
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Kelemahan dan / atau kelelahan.
- Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau
ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala :
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk
ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca.
Nasofaring
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan katakata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan
yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
Rasional : Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan
salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
Evaluasi
A. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
B. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
C. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
: Laki-laki /penderita
: Perempuan
3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum : baik
2) Tanda-tanda vital
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 90 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah : 140/90 mmHg.
Respirasi : 20 x/menit
3) Body Systems
(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat
gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat keringat pada dahi,
tidak terdengar suara nafas tambahan, dentuk dada simetris.Hasil foto Thorax PA
Cor/pulmo tidak ada kelainan.
(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 90 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 140/90 mmHg, Suhu 36,8 0C,
perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada
(3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Orientasi baik (5)
Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik
Persepsi Sensori :
Pendengaran :
Penciuman :
Pengecapan :
Penglihatan :
Peradaan :
(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning
(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak
kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, Rectum normal, klien buang air
besar 1 X/hari.
(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas
Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak,
Ekstrimitas :
Atas :
Bawah :
Tulang Belakang :
Warna kulit :
Akral :
Turgor :
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus
(7) Sistem Endokrin
Terapi hormon :
Karakteristik sex sekunder :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik :
Hipoglikemia
Polidipsi
Poliphagi
Poliuri
Postural hipotensi
kelemahan
Pola aktivitas sehari-hari
(1) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan
Pada pasien diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak diabetuk sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
(3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan lancar, Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine
kuning. Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. Klien buang air besar 1
X/hari.
(4) Pola tidur.dan Istirahat
Adanya poliuri dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan. Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien
tampak terganggu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai.
(5) Pola Aktivitas dan latihan
Adanya diabetik dan Ca. nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat
di Rumah Sakit sambil menunggu rencana operasi.
(6) Pola Hubungan dan Peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan menarik diri
dari pergaulan.
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan diabetes cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.
(8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem). Klien mengalami cemas karena
Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan
tindakan yang diprogramkan.
(9) Pola Seksual dan Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah
sakir klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan kemoterapi/sitostatika. karena
kurangnya pengetahuan.
(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
Personal Higiene
Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1
X/minggu.
Ketergantungan
Klien tidak perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress
menghadapi tindakan operasi.
Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat
tinggalnya biasa sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia luar,
kehilangan pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya mahal.
Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Kristen, ajaran agama dijalankan
setiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan
agama yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya
maupun oleh masyarakat setempat.
Saat ini klien merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya
DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 Maret 2010
- Hb : 15,8 mg/dl (>13,4 mg/dl)
- Leukosit : 11,3
- Albumin : 4,1 gr/dl (3,2 3,5 gr/dl)
- SGOT : 10,2 ( kurang 29 )U/L
- SGPT : 13,5 U/L
- Bilirubin Direk : 0,31 (< 0,25)
- Bilirubin Total : 1,01 (< 1,00)
- Alkali Phospatase : 148
- Cholesterol Total : 148,8 (< 200)
- Trigliserida : 81,4 (< 200)
- HDL Cholesterol : 30 (> 35
- LDL Cholesterol : 101 (< 130)
- Ureum/BUN : 13,8 mg/dl (10 20)
- Inj Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip habis dalam 30 menit.
Tanggal 5 Maret 2010
- Inj Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip habis dalam 30 menit.
Tanda tangan mahasiswa
()
PERENCANAAN INTERVENSI
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
PERENCANAAN INTERVENSI
RASIONAL
1.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
1. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika
tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan
pasien.
4. Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat
gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat
2.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk
ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
1 Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2 Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3 Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
4 Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5 Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
6 Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7 Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas
pasien.
3.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca.
Nasofaring.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
1. Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
EVALUASI (SOAP)
TANDA TANGAN
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
2 Maret 2010
08.00
08.10
08.20
08.30
08.40
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek
obat-obatan dan suasana ramai.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
S:
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
O:
1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
3 Maret 2010
08.00
08.10
08.20
08.30
08.40
08.50
09.00
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk
ikut serta dalam tindakan keperawatan.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
S:
O:
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
4 Maret 2010
08.00
08.10
08.20
08.30
08.40
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan Ca.
Nasofaring.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
S:
O:
1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
6 Maret 2010
08.00
08.10
08.20
08.30
08.40
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
4. Identifikasi perubahan pola makan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
S:
O:
1. Pasien mematuhi dietnya.
2. Kadar gula darah dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
A : Tujuan tercapai sebagian
2. ANATOMI NASOFARING
NASOFARING \ disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang terletak
dibelakang rongga hidung, diatas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak.
Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan berdinding enam, dengan ukuran
melintang 4 sentimeter, tinggi 4 sentimeter dan ukuran depan belakang 2-3
sentimeter. Batas-batasnya :
1.
2.
Dinding belakang : Merupakan dinding melengkung setinggi Vertebra Sevikalis
I dan II.
3.
4.
5.
Dinding samping ini berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba Eustachius menonjol diatas ostium tuba
yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang Ostium Tuba. Terdapat cekungan
kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan fosa Rosenmuller; yang
merupakan banyak penulis merupakan local isasi permulaan tumbuhnya tumor
ganas nasofaring.Tepi atas dari torus tubarius adalah tempat meletaknya oto
levator veli velatini; bila otot ini berkontraksi, maka setium tuba meluasnya tumor,
sehingga fungsinya untuk membuka ostium tuba juga terganggu. Dengan radiasi,
diharapkan tumor primer dinasofaring dapat kecil atau menghilang. Dengan
demikian pendengaran dapat menjadi lebih baik. Sebaliknya dengan radiasi dosis
tinggi dan jangka waktu lama, kemungkinan akan memperburuk pendengaran oleh
karena dapat terjadi proses degenerasi dan atropi dari koklea yang bersifat
menetap, sehingga secara subjektif penderita masih mengeluh pendengaran tetap
menurun.
3. ETIOLOGI
2.
3.
4.
Epitel torak berlapis semu bersilia Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60 %
persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng Stratified
Squamous Epithelium , dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh
epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng
dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada
Kripta yang dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau
peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu
karsinoma.
6. KLASIFIKASI
WHO 1978
1.
2.
3.
Working formulation
1. Karsinoma Tipe A : anaplasia / Pleomorfy nyata-derajat keganasan menegah.
2. Karsinoma Tipe B : anaplasia / pleomorfy ringan-derajat keganasan ringan.
Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan
mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma
sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak
menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr.
Klasifikasi Working Formulation digunakan untuk membandingkan respon radiasi
pada karsinoma nasofaring dengan metastasis ke kelenjar leher, respons radiasi
paling baik pada karsinoma nasofaring tipe B, kurang begitu baik pada tipe A dan
paling kurang baik pada karsinoma sel skuamosa berkeratin.
7. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui
gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.
- Gejala telinga :
1.
Kataralis/sumbatan tuba eutachius Pasien mengeluh rasa penuh di telinga,
rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini
merupakan gejala yang sangat dini.
2.
Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini
merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin
banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat
gangguan pendengaran.
- Gejala Hidung :
1.
Mimisan Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan
sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini
biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna merah jambu.
2.
Sumbatan hidung Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan
tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus
kental.
3.
Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis
dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang.
b. Gejala Lanjut
1.
Pembesaran kelenjar limfe leher. Tidak semua benjolan leher menandakan
pemyakit ini. Yang khas jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di
bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar
limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sek tumor ke bagian tubuh yang lebih
jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien.
Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.
2.
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Tumor dapat meluas ke
jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang
melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat
kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia),
rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah,
8. STADIUM
Stadium T = Tumor Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC
(1992).
T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor.
T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lainlain).
T2 - Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di dalam
rongga nasofaring .
T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring
dsb).
T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau
mengenai saraf-saraf otak.
TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
N = Nodule
N - Pembesaran kelenjar getah bening regional .
N0 - Tidak ada pembesaran.
N1 - Terdapat penbesaran tetapi homolateral dan masih dapat di gerakkan .
N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat di gerakkan .
N3 - Terdapat pembesaran , baik homolateral ,kontralateral ,maupun bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar .
M = Metastasis
M = Metastesis jauh
M0 - Tidak ada metastesis jauh.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan radiologi konvisional foto tengkorak potongan antero- postofor
lateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto
dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fosa serebia media.
2.
Pemeriksaan tomografi, CT Scaning nasofaring. Merupakan pemeriksaan yang
paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada
stadium dini terlihat
asimetri dari saresus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3.
Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4.
Psemeriksaan serologi, beruoa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus
Epsten-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
5.
pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring belum jelas
dengan pembesaran kelenar leher yang diduga akibat metatasisi karsinoma
nasifaring. pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metatasis.
10. DIAGNOSIS
Persoalan diagnosis sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-scan daerah
kepada dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan
terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan serologi lg A anti EA dan lg A anti VCA untuk
infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan Biopsi nasofaring. Biopsi
nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari mulut.
Biopsi melaui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy ).
Cunam biopsi dimasukkan melalui ronga hidung menyulusuri konka media de
nasofaring kemudian cunam di arahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
melalui hidung dan ujung keteter yang berada dalam mulut diterik keluar dan
diklem bersama-sama ujung keteter yang di hidung. Demikian juga dengan keteter
yang di hidung di sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian
denan kaca laring di lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat
tumoir melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan
melalui mulut, masa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring
umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10%. Bila dengan
cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
11. PENGOBATAN
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah
radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang Bersifat radiosensitif.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobal
(Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac). Radiasi ini
ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta
pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta klasikula. Radiasi daerah
getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai
pembesaran kelenjar.
Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam rongga
nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor
primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang seius pada jaringan sehat
disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah memeperoleh
dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker atau
pada kasus kambuh lokal.
perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan pemberian
radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan menimbulkan efek
samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT ( Intersified
Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa negara maju.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA Ribose
Nucleic Acid dan (2) DNA Desoxy Ribose Nucleic Acid . DNA terutama terdapat
paa khromosom ionizing radiation menghambat metabolisme DNA dan
menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi khromatolisis
dan plasma sel menjadi granuar serta timbul vakuola-vakuola yang kahirnya
berakibat sel akan mati dan menghilang.
Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase
mitosis merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. daerah nasofaring
dan sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah parafaring
sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi dengan blok
timah. Arah penyinaran dri lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada penyerangan
kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan lapangan radiasi
dari depan.
Pada penderita dengan stadium yang masih terbataas (T1,T2), maka luas lapangan
radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad , terutama dari
atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat . Dengan
lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai dosis
seluruh antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4, luas
lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan diperkecil
bila dosis akan ditingkatkan lagi sampai sekitar 7000 rad. Daerah penyinaran
kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada metastasis kelenjar
leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan dosis 4000 rad,
sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama dengan dosis daerah
tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari gangguan penyinaran
terhadap medullaspinalis, laring dan esofagus, maka radiasi daerah leher dan
supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan dengan memakai blok timah
didaerah leher tengah.
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 7000 rad, dalam waktu 6 7 minggu
dengan periode istirahat 2 3 minggu (split dose). Alat yang biasanya dipakai
ialah cobalt 60, megavoltageorthovoltage.
2.
3.
Radiasi dengan cobalt-60 pada penderita tumor ganas nasofaring, dosis yang
digunakan sebesar 4.000-6.000 rad.didapatnya bahwa perubahan ambang
pendengaran tidak begitu besar. Peningkatan pendengaran rata-rata 10 desibel dan
penurunan pendengaran rata 14 desibel. Penurunan pendengaran yang bersifat
konduksi yasng disebabkan terjadinya radiation otitis media dan radionecrosis
Radiation otitis media ini terjadi karena ada gangguan dari fungsi tuba yang
akan menimbulkan efusi cairan pada rongga telinga tengah. Sedangkan
Radionecrosis ossiclesa disebabkan terjadinya perubahan veskuler berupa
degenerasi dan pembengkakan jaringan kolagen dan otot polos dinding pembuluh
darah kecil yang berakibat dinding pembuluh darah tersebut menyempit atau
menutup lumen sehingga terbentuk trombus yang akan mengganggu suplai darah
melalui end arteri ke tulang-tulang pendengaran.
Bila pada penderita dengan tuli persepsi dan ketulian ini bertambah berat, ini
disebabkan adanya penambahan komponen-komponen konduksi akibat dari
terjadinya problem ditelinga tengah karena radiasi. Pada umumnya gangguan
persepsi baru terjadi bila dosis radiasi yang tingi dan dalam waktu yang lama. Hal
ini akibat terjadinya perubahan-perubahan pada koklea. Sedangkan pada dosis
yang rendah dikatakan bahwa koklea relatif radioresisten.
12. PROGNOSIS
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
Hb> 10 g%
c.
d.
Indikasi Radioterapi
a.
Radikal : Tumor satadium permulaan yang belum infiltrasi ke jaringan
sekitarnya dan belum terdapat penyebaran
b.
c.
Post Operatif :
d.
e.
b.
c.
c.
Late Dermatitis Accute effect : pigmintasi , atrofi, talengiektasi, ulserasi dan
epitelioma.
2. Sistem Hemopoetik dan darah
a.
b.
3. Alat pencernaan
a.
b.
Disfagia
c.
Reaksi fibrinous pada selaput lendir dengan nyeri yang lebih hebat
d.
4. Alat Kelamin
a.
SterilitasM
b.
Kelainan kelamin
c.
Mutasi gen
5. Mata
a.
b.
Katarak
6. Paru paru
a.
b.
6.
Tulang
c.
d.
Osteoporosis
e.
8. Syaraf
a.
b.
Mielitis
c.
9. Penyakit radiasi
a.
Demam
b.
Rasa lemah
c.
d.
Nausea
e.
Nyeri kepala
f.
Gatal
g.
b.
c.
d.
Clinac (Computer Linear Accelerator) yang dipakai adalah unsur elektronya.
Untuk tumor-tumor yang superficial (rhabdomiosarkoma)
2.
Internal radiasi
e.
Afterloadaing (HDR/High Dose rate) Menggunakan unsur Cesium 137. Dipakai
untuk Ca Serviks, Ca bronkus, Ca Nasofaring
f.
Perbedaan radioterapi
1. Clinac 18 Cobalt 60 Radioaktif
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Dari segi elektroniknya lebih rumit dan mahal Sumbernya radio aktif
h.
Sinar ?
i.
1,23 volt
j.
k.
l.
SSD 80cm
Daya tembus cm dibawah permukaan
o.
q.
Sinar ? (Elektron)
r.
Sinar ? (terbatas)
s.
t.
3. Teknik Penyinaran
u.
v.
w.
Multified
x.
y.
z.
aa. Rotasi
bb. Full rotasi 360 derajat : Tumor hipofisa (Sella tursica)
cc. Semi rotasi
4. Terapi medicamentosa
Sitostatika :
endoxan : 200 mg 2-3 x /mgg IV s/d 10 x, Dosis tinggi 1 gram/m2 luar tubuh 1
bulan/x
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelemahan dan / atau kelelahan.
Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau
ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala :
Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
Perubahan penampilan.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4. Neurosensori
Gejala : Pusing atau sinkope
5. Pernafasan
Gejala : Pemajanan bahan aditif
6. Interaksi sosial
Gejala : Kelemahan sistem pendukung
7. Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga
a. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
b. Tujuan Pemulangan
1. Klien menerima situasi dengan realistis.
2. Nyeri berkurang/terkontrol.
3. Homeostasis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.
3.
4.
5.
Tindakan Kolaborasi :
1.
2.
2.
Resiko tinggi diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI efek dari kemoterapi
Tujuan
2.
Kaji bising usus dan catat gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi
3.
4.
5.
6.
Periksa terhadap infeksi bila pasien tidak defekasi dalam 3 hari atau ada
distensi abdomen
Tindakan Kolaborasi :
1.
2.
3.
Tujuan
2.
Ukur tinggi dan berat badan serta ketebalan lipatan kulit trisep sesuai indikasi
3.
Dukung pasien untuk makan makanan yang mengandung tinggi kalori kaya
nutrient
4.
Berikan cairan yang adekuat dan makan sedikit tapi sering setiap hari
5.
Nilai diet sebelumnya dan segera setelah pengobatan dan berikan cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan
6.
7.
8.
Ajarkan pasien teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan
sedang sebelum makan
9.
4.
Antasid
5.
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupressi ( eritrosit,leukosit,
trombosit)
Tujuan
pasien
Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik dengan staf dan pengunjung
2.
3.
4.
5.
Kaji semua sistem (misalnya kulit, pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda
dan gejala infeksi secara kontinu
6.
Ubah posisi pasien dengan sering : pertahankan linen kering dan bebas kerut
7.
8.
9.
Tindakan Kolaborasi :
1.
2.
3.
5.
Tujuan
3.
4.
5.
Anjurkan pada pasien untuk menghindari pemakaian krim apapun kecuali
sesuai dengan older dokter
6.
Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapatkan terapi radiasi
7.
Tinjau ulang protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapatkan
kemoterapi
8.
Lihat ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi
misalnya ruam, hiperpigmentasi,
9.
Informasikan pada pasien bahwa kerontokan rambut akan tumbuh kembali
setelah kemoterapi
Tindakan Kolaborasi :
1.
Berikan obat antidot yang tepat bila terjadi eksaserbasi; misalnya DMSO
topical
2.
Hialuronidase (Wydase)
3.
NaHCO3
4.
Tiosulfat
6.
kemoterapi
Tujuan
Kriteria Hasil : Menunjukkan membran mukosa utuh, yang berwarna merah muda,
lembab dan bebas infruksikan lamasi atau ulserasi
Rencana Tindakan Keperawatan Mandiri :
5.
Kaji kesehatan gigi dan higine oral pada penerimaan dan secara periodik
6.
Kaji rongga mulut setiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran
mukosa oral (misalnya, kering, kemerahan).
7.
Diskusikan dengan pasien tentang area yang memerlukan perbaikan dan
demonstrasikan metode untuk perawatan oral yang baik
8.
Intruksikan mengenai perubahan diet misalnya hindari makanan yang panas,
atau pedas
9.
Pantau dan jelaskan tanda-tanda pasien tentang superinfeksi oral (missal.
Sariawan)
Tindakan Kolaborasi :
1.
Rujuk pada dokter gigi sebelum dilakukan kemoterapi atau radiase kepala dan
leher
2.
3.
Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi misalnya : pancuci analgesik, jeli
lidokain topical (Xylicaine). Preparat pencuci mulut antimikrobial misalnya nistatin
(Mycostatin).
7.
Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan ranbut efek
kemoterapi
Tujuan
efektif
Kriteria Hasil
Rujuk pasien atau orang terdekat pada program kelompok pendukung bila ada
2.
8.
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan pertumbuhan sel kanker
pada nasofaring
Tujuan
stimulasi
4.
5.
Tindakan Kolaborasi :
1.
D. EVALUASI
1.
Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2.
Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. EGC.
Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach. 2
nd Edition : WB Sauders.
Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Lab/UPF Ilmu
Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya.
Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT.
Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.
Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga, Hidung,
Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
Rasad U, Dalam : Nasopharyngeal Carcinoma. Medical Progress. July Vol 23 no 7
1996 ; 11-16
Soepardi EA, Iskandar N. Dalam : Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar THT. Edisi Kelima.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta, 2000 : 146-150
Iskandar N, Munir M, Soetjiepto D. Tumor Ganas THT : Balai Penerbit FKUI. Jakarta,
1989.
Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Dalam : Bahaya Radiasi dan Pencegahan.
Radiologi Diagnostik, FKUI, 1985 : 25-28.
Susworo. Dalam : Kanker Nasofaring Epidemologi dan Pengobatan Mutakhir. Cermin
Dunia Kedokteran. 2004 : 16-20