Sunteți pe pagina 1din 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan, pemanfaatan hewan sebagai
objek percobaan juga terus berkembang. Hewan laboratorium merupakan hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian
atau pangamatan laboratorik. Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan
pada sebuah penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau
standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Dalam menggunakan hewan
percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai berbagai
aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewan percobaan laboratorium
(Ridwan, 2013: 113). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah
adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna,
mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai
penelitian (Depkes, 2011). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya
terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia
lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium
yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari
pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari
tingkah laku (Malole dan Pramono, 2010). Makalah ini di buat karena supaya kita
semua mengatahui bagaimana cara pengambilan sampel darah pada hewan coba tikus,
karena salah satu yang paling sering di butuhkan untuk Animal research adalah sampel
darah dari hewan coba tikus.
1.1 Rumusan masalah
1. Bagaimana tikus sebagai hewan coba ?
2. Bagaimana prinsip pengambilan darah secara umum pada hewan coba?
3. Bagaimana prinsip pengambilan darah melalui Plexus retroorbitalis pada mata?
4. Bagaimana prinsip pengambilan darah melalui vena ekor (V. Lateralis ekor)?
5. Bagaimana prinsip pengambilan darah melalui vena saphena (kaki)?
6. Bagaimana prinsip pengambilan darah langsung dari jantung?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana tikus sebagai hewan coba
2. Untuk mengetahui prisip pengambilan darah secara umum pada hewan coba
3. Untuk mengetahui prinsip pengambilan darah melalui Plexus retroorbitalis

4. Untuk mengetahui prinsip pengambilan darah melalui vena ekor


5. Untuk mengetahui prinsip pengambilan darah melalui vena saphena (kaki)
6. Untuk mengetahui prinsip pengambilan darah lansung dari jantung.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengenalan Tikus Sebagai Hewan Coba Laboratorium

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja


dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan
laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu
perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Baker,
2002). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian
dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas,
metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Calabrese, 2001).
Tikus (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya telah menyebar
luas di seluruh dunia (Gay,et al, 2000). Menurut (Nugroho,2204) taksonomi tikus
adalah:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Subkelas

: Theria

Ordo

: Rodensia

Subordo

: Sciurognathi

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies : Rattus norvegicus


Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat
tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika
dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di
laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencit tetapi tikus
dapat berbiak sebaik mencit. Karena hewan ini lebih besar daripada mencit, maka untuk
beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan (Kram et,al, 2001) Peternakan
tikus sebagai hewan kesenangan sudah berkembang kira-kira seratus tahun yang lalu.

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara


tahun 1877 dan tahun 1893 (Robinson, 1979). Hewan ini telah mengalami perubahan
karena domestikasi (Richter, 1954). Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium
lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan
umumnya lebih mudah berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup selama 4-5 tahun,
tikus laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun. Bulu tikus liar berwarna keabuabuan menciri dengan abdomen keputi-putihan. Mata berwarna hitam dan kulit
berpigmen. Berat badan pada umur empat minggu dapat mencapai 40-50 g dan setelah
dewasa sampai 300 g atau lebih. Tikus liar makan semua jenis makanan seperti yang
dimakan oleh mencit liar (Malole dan Pramono, 1989: 37). Umumnya berat badan tikus
laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur
empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi
tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 g tetapi tikus betina jarang
lebih dari 350 g. Galur Sprague-Dawley paling besar, hampir sebesar tikus liar. Ada dua
sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya, yaitu tikus tidak
dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat bermuara esofagus
ke

dalam

lambung

sehingga

mempermudah proses

pencekokan

perlakuan

menggunakan sonde lambung, dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak
kaki. Ekor tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas
tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan
menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois, 2005).
Tikus yang selama ini sering digunakan sebagai tikus percobaan memiliki
beberapa jenis atau galur. Tidak semua jenis tikus yang kita kenal digunakan untuk
melaksanakan penelitian. Tikus got yang bertubuh besar (kadang bisa membuat kucing
ketakutan) bukanlah hewan yang digunakan sebagai tikus penelitian. Tikus
laboratorium adalah spesies tikus
(Rattus norvegicus) yang dibesarkan dan disimpan untuk penelitian ilmiah.
Tikus laboratorium telah digunakan sebagai model hewan yang penting untuk
penelitian di bidang psikologi, kedokteran, dan bidang lainnya. Sebuah galur atau
strain, mengacu pada tikus, adalah sebuah kelompok di mana semua anggota secara
genetik identik. Pada tikus, ini dicapai melalui perkawinan sedarah. Dengan memiliki
populasi jenis ini, adalah mungkin untuk melakukan percobaan pada peran gen, atau
melakukan percobaan yang mengecualikan variasi dalam genetika sebagai faktor.

Sebaliknya, outbred strain, digunakan ketika identik genotipe tidak diperlukan atau
populasi acak diperlukan, dan lebih didefinisikan sebagai leluhur pembanding strain.
Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang biasa
digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino putih,
berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar
ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans
yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh
bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).
1. Tikus Wistar

Tikus galur wistar merupakan bagian dari spesies Rattus norvegicus. Jenis
galur ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan
dalam biologi dan penelitian medis. Jenis Tikus ini galur tikus pertama yang
dikembangkan sebagai model organisme. Tikus Wistar adalah hewan yang sering
dipergunakan dalam berbagai penelitian, termasuk penelitian hormon dan
pengamatan tingkah laku kopulasi yang berkaitan dengan libido. Ciri tikus ini
adalah mempunyai kepala lebar, telinga panjang, dan memiliki berat badan antara
200-400 gram dengan lama waktu hidup 2,5 sampai dengan 3 tahun. Masa
pubertas tikus 50 10 hari. Standar perawatan tikus wistar sebagai hewan
percobaan meliputi makanan, minuman, dan lingkungan pada kandang
diantaranya emperatur, kelembaban dan intensitas cahaya. Tikus wistar
memerlukan asupan makanan sebanyak 5 gram/100 gram berat badan dan
konsumsi cairan 8 11 ml/gram berat badan dalam 24 jam. Temperatur kandang
yang diperlukan untuk perawatan tikus wistar adalah 21 24oC dengan rata-rata
kelembaban 40-60%. Intensitas cahaya yang diperlukan adalah 75 125 fc,
dengan siklus siang malam sebanyak 10 12 jam atau 14 10 jam.

2. Tikus Sprague Dawley

Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil


dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono). Jenis ini
secara ekstensif digunakan dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah
ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus jenis ini pertama kali
diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley (kemudian menjadi Perusahaan
Animal Sprague Dawley) di Madison, Wisconsin. Fasilitas penangkaran dibeli
pertama kali oleh Gibco dan kemudian oleh Harlan (sekarang Harlan Sprague
Dawley) pada bulan Januari 1980. Rata-rata ukuran berat tubuh tikus Sprague
Dawley adalah 10.5. Berat badan dewasa adalah 250-300g bagi betina, dan 450520g untuk jantan. Hidup yang khas adalah 2,5-3,5 tahun. Tikus ini biasanya
memiliki ekor untuk meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan dengan
tikus Wistar.
3. Tikus Long-Evans

Long-Evans tikus adalah tikus strain outbred termasuk dalam spesies


Rattus norvegicus. Jenis galur ini dikembangkan oleh Drs. Long dan Evans pada
tahun 1915 dengan menyilangkan beberapa Wistar betina dengan Tikus jantan
grey wild . Long evans tikus putih dengan tudung hitam, atau kadang-kadang
putih dengan kerudung cokelat. Mereka dimanfaatkan sebagai model serbaguna
organisme, sering dalam perilaku dan penelitian obesitas Tikus yang digunakan
dalam penelitian adalah galur Sprague dawley berjenis kelamin jantan berumur
kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague dawley dengan jenis kelamin betina tidak
digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai
beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda
dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini
mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan dengan
galur lainnya (Harkness dan Wagner. 1983).
2.2 Prinsip pengambilan darah secara umum pada hewan coba
1. Pengambilan darah
Pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat
menyebabkan shok hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga dapat
menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilakukan sekitar 10%
dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau
sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot
badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah
dari total volume darah. Contohnya: Bobot 25g, total volume darah 1,875 ml,
maksimum pengambilan darah 0,1875 ml, maka pemberian exsanguination 0,9375
ml. Maka pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu:
-

vena lateral dari ekor


sinus orbitalis mata
vena saphena (kaki)
langsung dari jantung (Syamsuddin, 2011: 10-11).

Sedangkan tempat atau lokasi untuk injeksi, volume sediaan dan ukuran jarum
adalah sebagai berikut:
Lokasi

IV
Lateral ekor

IP

IM
Tidak

SC
Belakang

direkomendas

leher

Oral

i
Volume
Ukuran

0,2 ml
<25 guage

2-3 ml
<21guage

jarum

2-3 ml
<20

5-10 ml/Kg
Jarum tumpul

guage

22-24 guage

2.3 Prinsip pengambilan darah melalui Plexus retroorbitalis


Cara memperoleh darah dari sinus orbitalis jarang dipakai dan perlu anastesi. Caranya adalah:
(Thomson,1985)

Tikus dipegang dan dijepit bagian tengkuk dengan jari tangan.


Tikus dikondisikan senyaman mungkin, kemudian Mikrohematokrit digoreskan

pada medial canthus mata di bawah bola mata ke arah foramen opticus.
Mikrohematokrit diputar sampai melukai plexus, jika diputar 5X maka harus
dikembalikan 5X.
Darah ditampung pada Eppendorf yang telah diberi EDTA untuk tujuan

pengambilan
serumnya.

plasma darah dan tanpa EDTA untuk tujuan pengambilan

2.4 Prinsip pengambilan darah melalui vena ekor.


Pengambilan darah ini memotong ujung ekor. Darah dapat diperoleh juga dari
vena lateralis ekor. Cara ini sedikit lebih mudah dilaksanakan pada tikus daripada
mencit. Dapat dipakai jarum ukuran 26 ( 26 gauge).

Tikus harus dimasukkan dalam alat semacam perangkap, dan ekor dikeluarkan.
Ekor diputar 90oC. untuk tikus tua, ekor dimasukkan dalam larutan Na sulfat pekat
selama dua menit untuk menghilangkan keropeng kulit. Akan tetapi harus segera

dicuci.
Untuk melebarkan vena, ekor dapat dimasukkan dalam air hangat selama

beberapa menit, kemudian ekor dikeringkan sebelum vena ditusuk dengan jarum.
Ada juga cara lain yang dapat diggunakan, misalnya:
Tikus dimasukkan dalam selongsong yang sesuai ukurannya tubuh tikus.
Ekor tikus dijulurkan keluar dan Vena lateralis pada ekor di Incis (dipotong)
0,2 2 cm dari pangkal ekor dengan silet atau gunting yang steril.
Darah ditampung pada eppendorf, kemudian diletakkan miring 45 dan
dibiarkan mengendap pada suhu kamar, selanjutnya dilakukan sentrifugasi untuk
mendapatkan serum yang dimaksud.

2.5
Prinsip pengambilan darah melalui vena saphena (kaki).
Seperti pada mencit, cara memperoleh darah tikus dari vena saphena atau vena
jugularis tidak lazim dipakai. Caranya: (Turner, 2002)
1. Hewan dipegang pada posisi setengah tegak
2. Jarum diinjeksikan pada paha belakang sebelah dalam.
3. Agar posisi jarum tidak berubah, perlu bantuan untuk memegang kaki hewan tersebut.
4. Tampung darah pada Eppendorf

10

2.6 Prinsip pengambilan darah langsung dari jantung.


Cara memperoleh darah dari jantung tikus lebih sering dipakai daripada mencit.
Diperlukan anastesi dan cara ini sama pada mencit. Prinsip ini umumnya dilakukan jika darah
yang dibutuhkan banyak dan tikus yang diambil darahnya ini akan sekalian dibedah untuk
diambil organnya. Caranya dengan menusukkan syringe langsung ke jantung dan disedot
perlahan. (Yokozawa, et al, 2002)

11

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan jika teknik pengambilan darah pada tikus
sangat beragam meliputi pengambilan darah melalui plexus retroorbital, vena ekor, vena
saphena dan langsung dari jantung. Dari berbagai macam teknik pengambilan darah ini
memiliki cara kerja yang berbeda- beda. Untuk teknik pengambilan darah melalui plexus
retroorbital ini jarang diterapkan karena perlu kemampuan yang profesional, sedangkan
teknik pengambilan Darah melalui jantung yang paling sering dipakai karena lebih
mudah cara kerjanya.
3.2 Saran
Dari makalah ini disarankan para pembaca untuk lebih teliti dalam mengerjakan cara
kerja di masing masing teknik pengambilan darah guna untuk mendapatkan sampel
darah sesuai dengan kebutuhan tanpa menyakiti tikus itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Baker, H.J, 2002, Principle of animal Eksploration, A Wiley Intercience Publication, New
York
Calabrese, H.J, Lindsey, et al, 2001, The Laboratory Rat, Volume I and II, Academic Press,
London

12

Gay, william, I, Methods of Animal Experimentation, 2000, Academic press, London Smith,
John et al, 2001, Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan di Daerah Tropis, UI
Press
Nugroho BA, Puwaningsih E. Pengaruh diet ekstrak rumput laut (Eucheuma sp.) terhadap
kadar glukosa darah tikus putih ( Rattus norvegicus) hiperglikemik. Media Medika
Indonesia Vol.39 No. 3, 2004 : 154 60.
Nugroho AE. Hewan percobaan diabetes melitus: Patologi dan mekanisme aksi
diabetogenik. Biodiversitas. Vol.7 No.4, 2006: 378-382.
Kram DJ, Keller KA, editors. Use oflaboratory animals in toxicology studies. In: Toxicology
testing handbook. New York, USA : Marcel Dekker, 2001: 1 17.
Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U., (1989), Penggunaan Hewan-hewan Percobaan
Laboratorium, Penelaah Maskudi Pertadireja, Departemen

Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar

Universitas

Bioteknologi, IPB, Bogor.


Sudrajat J. 2008. Prifil Lemak, Kolesterol Darah, Dan Respon Fisiologi Tikus Wistar Yang
Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi Lean [skripsi]. IPB. Bogor.
Taguchi, Y. 2005. Experimental Animals. Tokyo: Clea Japan, Inc.
Thomson, E.B, 1985, Grug Bloscreening, Fundamentals of Drug Evaluation
Techniques in Pharmacology, Graceway Publishing Company, inc, New York.
Turner, Robert, A, 2001, Screening Methoda in Pharmacology, VHC Publishers Inc, New
York
Yokozawa, T., T. Nakagawa dan K. Kitani. 2002. Antioxidative activity of green tea
polyphenol in cholesterol-fed rats. Journal of Agricultural and Food Chemistry,
50:3549-35

13

S-ar putea să vă placă și