Sunteți pe pagina 1din 18

BAB I

PENDAHULUAN
Bayi dengan berat badan lahir rendah yang tidak sesuai dengan usia kehamilannya,
sebelumnya disebut Intrauterine Growth Retardation (IUGR). Karena istilah retardasi
dianggap memiliki makna yang negatif yang mengesankan adanya keterbelakangan mental,
maka sebutan yang sekarang digunakan adalah Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau
Fetal Growth Restriction (FGR) atau Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) dalam Bahasa
Indonesia.1
Mekanisme yang memengaruhi pertumbuhan janin meliputi faktor genetik, nutrisi,
plasenta, hormonal dan lain-lain. Perubahan pada faktor-faktor ini, serta faktor-faktor
eksternal lainnya, seperti penggunaan obat, pengobatan dan infeksi, mengakibatkan
pertumbuhan janin yang inadekuat.2
PJT merupakan keadaan yang ditemukan pada 5-10% dari kehamilan, dan merupakan
penyebab utama kedua kematian perinatal, yaitu 30% dari bayi lahir mati. Selain itu juga
ditemukan angka kejadian yang lebih tinggi dari kelahiran prematur dan asfiksia intrapartum.
Hal ini juga terkait dengan komplikasi neonatal, termasuk aspirasi mekonium, gangguan
metabolisme dan hematologi, disfungsi kognitif, dan cerebral palsy. Beberapa studi
epidemiologi juga melaporkan insiden yang lebih tinggi pada penyakit koroner, hipertensi
arteri, dan diabetes pada masa dewasa. Meskipun demikian, PJT pada beberapa kasus tidak
terdeteksi selama fase prenatal, sehingga PJT menjadi salah satu tantangan utama obstetri saat
ini.2

BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Neonatus dengan berat badan lahir rendah yang kecil untuk usia kehamilannya sering
dianggap mengalami PJT. Lubchenco pada tahun 1963, memublikasikan tentang
perbandingan usia kehamilan dengan berat badan lahir untuk mendapatkan norma ukuran
fetus pada usia kehamilan tertentu.
Kemudian Battaglia dan Lubchenco
pada tahun 1967, mengklasifikasikan
neonatus yang memiliki berat badan di
bawah persentil ke-10 merupakan
small-for-gestational age (SGA). Bayibayi yang mengalami SGA memiliki
peningkatan risiko kematian neonatus.3
Banyak bayi dengan SGA tidak
mengalami pertumbuhan terhambat
(PJT), tetapi kecil karena faktor
biologis yang normal. Sebagian SGA
(25-60%) mengalami pertumbuhan
yang normal sesuai dengan kelompok
etnis, paritas, berat dan tinggi badan maternalnya. Bayi-bayi kecil tetapi normal ini tidak
menunjukkan kelainan-kelainan metabolik yang biasanya diasosisasikan dengan defisiensi
pertumbuhan janin.3

Oleh karena itu, terdapat banyak definisi-definisi lain yang sudah dikembangkan.
Seeds (1984) memberikan definisi berdasarkan berat badan lahir di bawah persentil ke-5.
Usher dan McLean (1969) mengajukan bahwa pertumbuhan janin standar harus berdasarkan
berat badan untuk usia, dengan batasan normal standar deviasi (SD) 2. Definisi ini akan
membatasi bayi SGA menjadi 3 persen dari kelahiran, bukan 10 persen. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Parkland oleh McIntire et al (1999) menunjukkan bahwa
penyimpangan keluaran yang paling banyak ditemukan pada bayi di bawah persentil ke-3.
Definisi ini juga dianut oleh World Health Organization (WHO). Sedangkan menurut
American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG), PJT didefinisikan ketika berat
badan lahir di bawah persentil ke-10 pada kurva berat badan untuk usia kehamilan dan ini
adalah klasifikasi yang paling sering digunakan.2,3
PERTUMBUHAN NORMAL INTRAUTERIN
Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola urutan pertumbuhan, diferensiasi,
dan pematangan jaringan dan organ. Terjadinya pertumbuhan yang terhambat cenderung
bersifat adaptif daripada patologis.3
Pertumbuhan janin telah dibagi menjadi tiga fase. Fase awal hiperplasia terjadi pada
16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan pesat dalam jumlah sel. Fase kedua, yaitu
sampai usia kehamilan 32 minggu, meliputi hiperplasia seluler dan hipertrofi. Setelah 32
minggu, pertumbuhan janin ditandai dengan hipertrofi sel, dan selama fase ini, lemak dan
glikogen janin paling banyak diakumulasi. Tingkat pertumbuhan janin yang sesuai dengan
tiga fase ini yaitu peningkatan berat badan sebanyak 5 g/hari pada usia kehamilan 15 minggu,
15-20 g/hari pada 24 minggu, dan 30-35 g/hari pada 34 minggu (Williams, 1982).3

Perkembangan janin ditentukan oleh ketersediaan substrat pada ibu, transfer plasenta
substrat tersebut, dan potensi pertumbuhan janin yang diatur oleh genom. Selain itu,
pertumbuhan janin juga dipengaruhi oleh suplai nutrisi yang adekuat.3
Berat Badan Lahir Normal
Data normatif untuk pertumbuhan janin adalah berdasarkan berat badan lahir yang
bervariasi sesuai dengan etnis dan daerah geografis. Contohnya, bayi yang dilahirkan oleh
wanita pada daerah dataran tinggi akan lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan
pada dataran rendah. Berat badan lahir bayi aterm pada ketinggian permukaan laut rata-rata
3.400 g, sedangkan pada ketinggian 5.000 mdpl dan 10.000 mdpl, rata-rata adalah 3.200 g
dan 2.900 g.3
Pertumbuhan Janin Versus Berat Badan Lahir
Pertumbuhan janin manusia normal dan abnormal kebanyakan didasarkan pada berat
badan lahir yang dibentuk sebagai referensi untuk pertumbuhan janin pada usia kehamilan
tertentu. Hal ini problematik, namun, karena berat lahir tidak mendefinisikan laju
pertumbuhan janin. Memang, kurva berat badan lahir seperti mengungkapkan adanya
hambatan pada pertumbuhan hanya pada kasus yang ekstrim.3
Dengan demikian, berat badan lahir tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi
janin yang gagal untuk mencapai ukuran yang diharapkan tapi yang berat lahir di atas
persentil ke-10. Misalnya, janin dengan berat lahir di persentil ke-40 tidak mungkin mencapai
potensi pertumbuhan genom untuk berat lahir di persentil ke-80. Tingkat atau kecepatan
pertumbuhan janin dapat diperkirakan dengan antropometri sonografi serial.3

KLASIFIKASI
Pola pertumbuhan normal janin menjadi dasar pemikiran pembentukan klasifikasi dari PJT.
Campbell dan Thoms menggunakan rasio lingkar kepala/lingkar perut (HC/AC) untuk
membedakan janin yang simetris atau kecil secara proposional dengan janin yang asimetris
atau pertumbuhan lingkar perutnya lebih kecil sehingga tidak proporsional.2 Oleh karena itu,
PJT diklasifikasikan menjadi 3 tipe:
Tipe I: Simetris
Tipe ini didefinisikan sebagai penurunan potensi intrinsik pada pertumbuhan janin.
Terdapat penurunan ukuran kepala dan abdomen secara proporsional yang dapat dideteksi
menggunakan USG biometri janin yaitu terdapat penurunan ukuran diameter biparietal,
lingkar kepala, lingkar perut dan panjang femur.
Biasanya janin yang mengalami PJT tipe ini sudah dipengaruhi oleh faktor etiologinya
sejak usia kehamilan dini dan memengaruhi fase hiperplasia sel. Tipe ini terbagi menjadi 2
subtipe yaitu:
A. Janin kecil normal. Penurunan pertumbuhan sebelum 30-32 minggu usia kehamilan dan
diklasifikasikan sebagai simetris, proporsional dengan torfisme normal. Lingkar
kepalanya sesuai dengan berat badan lahirnya tetapi tidak sesuai dengan usia
kehamilannya. Janin ini sepenuhnya normal, sehingga disebut janin kecil secara
konstitusional dengan perkembangan terhambat 2-3 minggu dan secara umum tidak ada
komplikasi yang ditemukan pada subtipe ini.
B. Janin dengan abnormalitas kongenital. Terdapat penurunan pertumbuhan pada usia
kehamilan dini dengan perubahan kromosom atau genetik. Biasanya terjadi PJT dini,
sehingga parah dan prognosis perinatalnya buruk.2,3

Tipe II. Asimetris

Perubahan pertumbuhan linear pada usia kehamilan lanjut (setelah 30-32 minggu)
yaitu saat fase hipertrofi sel berlangsung. Lingkar kepala janin dan panjang lebih sesuai
dengan usia kehamilan daripada berat badan janinnya dan janin terlihat distrofik. Janin yang
mengalami PJT tipe ini akan mengalami penurunan ukuran dan volume abdomen. Sehingga,
diameter biparietal dan panjang tulang-tulang panjangnya masih di atas persentil ke-10 sesuai
dengan usia kehamilannya, sedangkan lingkar perutnya sangatlah rendah. Jumlah sel pada
organ-organnya biasanya normal tetapi pada kasus yang berat, terdapat kurangnya massa sel
terutama pada ginjal dan paru-paru. Insufiensi plasenta merupakan penyebab utama
terjadinya PJT tipe ini.2,3
Tipe III. Gabungan Simetris dan Asimetris
Perubahan terjadi selama trimester ke-2, yaitu pada fase hiperplasia dan hipertofi
berlangsung. PJT terjadi pada usia kehamilan dini tetapi janin mengalami pertumbuhan yang
semiharmonis dan penampilan yang hipotrofik. Etiologi dan patogenesisnya terkait dengan
infeksi embrionik seperti rubella, cytomegalovirus, toxoplasmosis, dan lain-lain), serta agen
toksik yang dapat memengaruhi janin (obat-obatan dan toksin)2
ETIOLOGI
Etiologi PJT merupakan multifaktorial yang bisa dibagi menjadi etiologi maternal,
fetal dan plasenta. Faktor etiologi yang terjadi secara bersamaan jarang ditemukan. Terdapat
faktor etiologi yang kemudian dijadikan faktor risiko karena gangguan pertumbuhan janin
yang ditimbulkan tidak konsisten ditemukan pada semua wanita yang memiliki faktor
tersebut.2,3

Faktor Maternal

A. Ibu yang Kecil secara Konstitusional


Biasanya ibu yang kecil akan melahirkan bayi yang kecil juga. Faktor yang berpengaruh
adalah berat badan ibu pada saat sebelum hamil dan penambahan berat badan selama
kehamilan. Selain itu, bukan hanya ukuran ibu saja yang berpengaruh, tetapi ukuran bapak
juga berpengaruh pada berat badan lahir bayi.2,3
B. Penambahan Berat Badan dan Nutrisi selama Kehamilan
Wanita dengan BMI normal atau rendah yang penambahan berat badannya selama
kehamilan tidak adekuat dapat berpengaruh pada terjadinya PJT. Kelainan pola makan juga
sangat memengaruhi risiko terjadinya berat badan lahir bayi yang rendah.2,3
C. Deprivasi Sosial
Efek deprivasi sosial pada berat badan lahir saling berhubungan dengan pengaruh yang
berkaitan dengan faktor pola hidup seperti merokok, penyalahgunaan alkohol dan zat-zat
lainnya, serta asupan nutrisi yang buruk.2,3
D. Penyakit Vaskular
Penyakit vaskular kronis, terutama jika dikomplikasi oleh superimposed preeclampsia,
biasanya menyebabkan PJT. Wanita dengan penyakit jantung cenderung melahirkan bayi
dengan berat badan yang rendah dan tingkat kelahiran preterm dan mortalitas perinatal yang
lebih tinggi.2,3,4
E. Penyakit Ginjal
Insufiensi ginjal kronis sering disertai dengan hipertensi dan penyakit vaskular. Nefropati
biasanya disertai dengan PJT.2,3,4
F. Diabetes Pregestasional

PJT pada wanita dengan diabetes biasanya berkaitan dengan malformasi kongenital atau
adanya deprivasi substrat yang disebabkan oleh penyakit vaskular maternal.2,3
G. Hipoksia Kronis
Kondisi yang diasosiasikan dengan hipoksia uteroplasenta kronis meliputi preeklamsi,
hipertensi kronis, asma, merokok dan tempat tinggal di dataran tinggi. Penyakit lain yang
diderita ibu yang dapat menyebabkan hipoksia kronis adalah penyakit jantung sianotik. 2,3,4
H. Anemia
Pada sebagian besar kasus, anemia maternal tidak menyebabkan PJT. Tetapi pada
penyakit-penyakit tertentu seperti sickle-cell anemia dan anemia yang diturunkan lainnya
dapat menyebabkan PJT. 2,3,4
I. Sindrom Antibodi Antifosfolipid
Terdapat 3 spesies antibodi antifosfolipid yang dapat menyebabkan PJT antara lain,
antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus dan antibodi terhadap beta-2-glikoprotein-I.
Antibodi antifosfolipid ini dapat menyebabkan kerusakan endotel yang diikuti membentukan
trombosis pada plasenta intervillous. 2,3
J. Infertilitas
Kehamilan pada wanita dengan riwayat infertilitas dapat meningkatkan risiko memiliki
bayi dengan berat badan lahir rendah. 2,3

Faktor Fetal

A. Abnormalitas Plasenta dan Tali Pusat


Beberapa abnormalitas plasenta dapat menyebabkan PJT. Abnormalitas plasenta tersebut
antara lain, abruptio plasenta kronis, infark luas, korioangioma, insersi tali pusat marginalis
atau velamentous, plasenta previa dan trombosis arteri umbilikalis. 2,3,4
B. Janin Multipel
Kehamilan dengan 2 atau lebih janin biasanya dikomplikasi dengan pertumbuhan salah
satu atau lebih janin mengalami hambatan pertumbuhan. 2,3,4
C. Efek Teratogenik dan Fetal Obat
Beberapa obat dan zat kimia dapat membatasi pertumbuhan janin. Terdapat obat
teratogenik yang dapat memengaruhi janin sebelum organogenesisnya sempurna. Beberapa
obat imunosupresif juga berimplikasi buruk pada pertumbuhan janin. 2,3,4
D. Infeksi Maternal dan Fetal
Infeksi virus, baketeri, protozoa dan spiroseta memiliki implikasi hingga 5 persen dari kasus
PJT. Penyakit infeksi yang paling sering menyebabkan PJT adalah rubella, cytomegalovirus,
tuberkulosis, sifilis, toksoplasmosis dan malaria kongenital. 2,3,4
E. Malformasi Kongenital
Bayi dengan malformasi kongenital memiliki peningkatan pada faktor risiko terjadinya
PJT. Semakin parah malformitasnya, semakin mungkin bayi tersebut mengalami PJT maupun
berat badan lahir rendah. 2,3,4
F. Aneuploidi Kromosom
Pada bayi dengan trisomi kromosom 21, PJT yang dialami biasanya ringan. Sedangkan
pada bayi dengan trisomi 18, biasanya hambatan pada janinnya signifikan. 2,3

Faktor Plasenta
Plasentasi yang inadekuat, yaitu tidak terjadinya destruksi bagian muskular dan
elastik dari arteri spiralis pada saat migrasi trofoblas akan menyebabkan resistensi aliran
darah plasenta meningkat. Sehingga, nutrisi yang dikirimkan ke ruang intervillous akan
berkurang dan kemungkinan terjadinya vasokonstriksi yang akan memperparah hal ini juga
meningkat. Perfusi uteroplasenta yang buruk disertai penyakit vaskular maternal
menyebabkan 25-30% kasus PJT. 2,3
DIAGNOSIS
Hal yang pertama kali harus ditentukan adalah usia kehamilan apabila ada kecurigaan
atau untuk mengonfirmasi adanya PJT. Usia kehamilan biasanya akurat jika menggunakan
parameter USG pada usia kehamilan dini. Ukuran CRL dan diameter biparietal memiliki
kesalahan 5-7 hari pada saat menentukan usia kehamilan pada trimester pertama. Sedangkan
menentukan usia kehamilan dengan menanyakan riwayat mentruasi terakhir memiliki
kesalahan hingga 14-28 hari. Sehingga perlu adanya konfirmasi dengan USG terutama pada
trimester pertama. 2,3
Selain itu, perlu juga ditentukan penambahan berat badan ibu selama kehamilan dan
pengukuran tinggi fundus selama kehamilan pada wanita yang berisiko rendah. Faktor risiko
seperti riwayat PJT pada janin sebelumnya juga perlu ditanyakan karena dapat meningkatkan
risiko PJT pada kehamilan selanjutnya. 2,3
Pada wanita dengan risiko PJT pemeriksaan USG secara rutin dianjurkan. Walaupun
frekuensi pemeriksaannya tergantung pada indikasi, waktu pemeriksaan awal diikuti
pemeriksaan pada usia kehamilan 32-34 minggu atau ketika diindikasikan secara klinis dapat
mendeteksi PJT sejak dini. Meskipun begitu, diagnosis definitif hanya dapat ditentukan
setelah persalinan. 2,3

Tinggi Fundus Uterus


Walaupun berdasarkan penelitian terbaru, pengukuran tinggi fundus uterus tidak
cukup untuk mendeteksi PJT, tetapi pengukuran ini direkomendasikan sebagai metode
sreening yang sederhana, aman dan murah. Metode ini memiliki sensitivitas <35% tetapi
spesifisitas >90% untuk mendeteksi adanya PJT. 2,3
Usia kehamilan diantara minggu ke-18 dan ke-30, tinggi fundus dalam cm bertepatan
dengan usia kehamilan yang berbeda 2 minggu. Sehingga, apabila ukurannya lebih dari 2-3
cm dari yang diharapkan, maka dapat dicurigai adanya pertumbuhan janin yang tidak normal.
2,3

Pengukuran Ukuran Janin dengan USG


Screening rutin dengan USG biasanya dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu
untuk menentukan usia kehamilan dan mengidentifikasi anomali. Kemudian pemeriksaan
USG dapat diulang kembali pada usia kehamilan 32-34 minggu untuk mengevaluasi
pertumbuhan janin. PJT dapat dideteksi apabila dilakukan pemeriksaan USG pertama kali
pada trimester pertama, apabila pertama kali dilakukan pada trimester kedua, maka hanya
bisa mendeteksi SGA. 2,3
Evaluasi tambahan dapat dilakukan dengan USG apabila ada indikasi. Dengan
sonografi, metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan janin yang
buruk adalah estimasi berat badan janin dengan pengukuran biometri fetus yaitu, lingkar
kepala, lingkar abdomen dan panjang femur. 2,3
Panjang femur merupakan pengukuran panjang yang termudah dan memiliki
ketepatan tinggi. Berbeda dengan pengukuran diameter biparietal dan lingkar kepala yang
bergantung pada potongan gambar dan dipengaruhi juga oleh tekanan deformatif pada
tengkorak. Sedangkan pengukuran lingkar abdomen lebih bervariasi lagi. Walaupun begitu,

lingkar abdomen merupakan yang paling sering abnormal pada kasus PJT karena terdapat
banyak jaringan lunak di dalamnya. 2,3
Estimasi berat badan janin dan berat badan janin sebenarnya dapat berbeda sampai
20% atau lebih sehingga dapat menghasilkan hasil yang false-positif maupun false-negatif.
Selain itu, penelitian di Rumah Sakit Parkland melaporkan terdapat 30% dari janin yang
mengalami PJT tidak terdeteksi oleh USG. 2,3
Pengukuran Volume Cairan Amnion
Oligohidramnion ditemukan pada 10% kasus PJT. Pada kelompok wanita ini
kemungkinan dilakukan persalinan dengan sectio sesarea menjadi dua kali lipat karena detak
jantung janin yang sering buruk. Hipoksia dan penurunan aliran darah ke ginjal diduga
menjadi alasan terjadinya oligohidramnion. 2,3
Doppler Velocimetry
Dengan alat ini, perubahan dini pada PJT karena faktor plasenta dapat dideteksi pada
pembuluh darah perifer seperti arteri umbilikalis dan medial serebral. Perubahan pada akhir
kehamilan biasanya ditandai oleh aliran abnormal pada duktus venosus, aorta dan pulmonalis
serta aliran arteri umbilikalis yang berbalik. Tidak ada atau berbaliknya aliran pada akhir
diastol merupakan salah satu tanda PJT yang dapat memprediksi PJT dini atau PJT pada akhir
kehamilan. 2,3

KOMPLIKASI
Bayi dengan PJT memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan janin dengan pertumbuhan normal. Komplikasi neonatus yang dapat
dialami antara lain, hipoglikemia, hipotermia, polisitemia, asfiksia, jaundice, hipokalsemia,

aspirasi mekonium, perdarahan intrakranial dan kejang, lesi otak iskemik, serta lesi pada
jantung, ginjal dan usus. Sehingga dalam penanganan bayi dengan PJT, harus mendeteksi
apakah ditemukan komplikasi atau tidak.2,3,5
Komplikasi jangka panjang PJT antara lain, bayi dengan PJT simetris, termasuk yang kecil
secara konstitusional memiliki kemungkinan untuk mengalami hambatan pertumbuhan
permanen. Apabila tidak terdapat abnormalitas kongenital atau kerusakan pada sistem saraf
pusat, bayi dengan PJT asimetris dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya jika kondisi
kesehatan dan nutrisinya baik. 2,3,5
Bayi dengan PJT memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan
neurobehavior termasuk kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah, kemampuan sosial dan
kemampuan motorik halus. Sebagai orang dewasa, terdapat peningkatan risiko mengalami
penyakit-penyakit metabolik seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2 maupun kelainan
kardiovaskular seperti penyakit jantung iskemik dan hipertensi. 2,3,5
PENATALAKSANAAN
Apabila dicurigai adanya PJT, maka perlu dilakukan konfirmasi diagnosis, penilaian
kondisi janin dan pencarian kemungkinan penyebab. Pertumbuhan janin yang terhambat pada
awal kehamilan mudah untuk dideteksi tetapi sulit untuk ditangani.3,6,7
Kehamilan yang dicurigai adanya PJT sebaiknya dilakukan pemeriksaan arteri
umbilikalis dengan Doppler velocimetry secara berkala. American College of Obstetricians
and Gynecologists (2013) merekomendasikan kehamilan yang dikomplikasi dengan PJT dan
berisiko untuk bersalin sebelum usia kehamilan 34 minggu diberikan kortikosteroid untuk
maturasi paru. Tetapi diperlukan pengawasan ketat selama pemberiannya. 3,6,7

Penentuan waktu persalinan merupakan penatalaksanaan yang krusial dan risiko


kematian janin serta kesulitan terkait persalinan preterm harus dipertimbangkan. Tidak ada
acuan baku yang menentukan waktu yang tepat untuk persalinan. 3,6

Penatalaksanaan Janin yang Hampir Aterm


Sebagian besar klinisi merekomendasikan persalinan pada usia kehamilan 34 minggu
atau sebelumnya apabila terdapat oligohidramnion yang bergejala klinis signifikan.
Konsensus oleh Society of Maternal-Fetal Medicine (Spong, 2011) dan American College of
Obstetricians and Gynecologists (2013) merekomendasikan persalinan pada usia kehamilan

34-37 minggu jika terdapat kondisi tertentu seperti oligohidramnion. Dengan pola detak
jantung janin yang reassuring, persalinan per vaginam dapat dilakukan.3,7
Penatalaksanaan Janin yang Jauh dari Aterm
Apabila PJT diidentifikasi pada janin tanpa kelainan anatomis sebelum usia
kehamilan 34 minggu dan cairan amnion dan penilaian janin berkala normal, maka
direkomendasikan untuk dilakukan observasi. Screening infeksi toksoplasmosis,
cytomegalovirus, rubella, herpes, dan lain-lain direkomendasikan oleh beberapa penelitian.3
Selama interval pertumbuhan janin dan penilaian janin secara berkala normal,
kehamilan dapat dilanjutkan hingga maturitas paru sempurna. Penilaian pertumbuhan janin
biasanya 3-4 minggu sekali. Penilaian arteri umbilikalis dengan Doppler velocimetry dan
volume cairan amnion direkomendasikan dilakukan seminggu sekali.3
Tidak ada penatalaksanaan definitif yang dapat memperbaiki keadaan tersebut. Tidak
terdapat bukti bahwa pengurangan aktivitas dan tirah baring berdampak mempercepat
pertumbuhan atau memperbaiki keadaan janin. Walaupun begitu, banyak klinisi yang
menyarankan program istirahat bagi pasiennya. Suplementasi nutrisi, usaha peningkatan
volume plasma, terapi oksigen, obat anti-hipertensi, heparin dan aspirin terbukti tidak
efektif.3
Persalinan
Plasenta insufisiensi merupakan faktor etiologi utama terjadinya PJT, baik karena
kelainan perfusi maternal maupun fungsi plasenta yang berkurang. Hal tersebut akan
diperparah dengan persalinan. Begitu juga dengan berkurangnya cairan amnion akan
meningkatkan risiko kompresi tali pusat selama persalinan. Oleh karena itu, wanita yang
dicurigai memiliki janin yang pertumbuhannya terhambat harus di monitor sebagai risiko

tinggi. Karena alasan itu pula, frekuensi dilakukannya persalinan dengan sectio sesarea
meningkat. 3,6,7
Risiko hipoksia neonatal atau aspirasi mekonium juga meningkat. Oleh karena itu,
perawatan neonatus harus cepat dalam membersihkan jalan napasnya dan memberikan
bantuan napas apabila diperlukan. 3,6,7
PENCEGAHAN
Pencegahan PJT secara ideal dimulai sejak sebelum konsepsi dengan cara
mengoptimalkan kondisi medis ibu, obat-obatan yang dikonsumsi dan nutrisi ibu. Berhenti
merokok juga salah satu cara pencegahan yang penting. Faktor risiko lain yang dapat
dihindari antara lain dengan cara mengonsumsi profilaksis antimalaria bagi ibu yang sedang
di daerah endemis dan perbaikan defisiensi nutrisi. Penentuan usia kehamilan penting
dilakukan pada awal kehamilan. Pemeriksaan dengan USG secara berkala juga dapat
mendeteksi PJT sejak dini dan untuk ibu yang memiliki riwayat SGA sebelumnya karena
dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pertumbuhan janin pada kehamilan
selanjutnya.2,3
PROGNOSIS
Peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal berbanding terbalik dengan persentil berat
badan lahir dengan peningkatan pada neonatus dengan berat badan lahir di bawah persentil
ke-10 dan peningkatan yan signifikan apabila berat badan lahirnya di bawah persentil ke-5.
Pada masa neonatus yang mungkin dialami adalah beberapa kelainan metabolik seperti
hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia, hipotermia, aspirasi mekonium, perdarahan
intrakranial dan kejang, lesi otak iskemik, serta lesi pada jantung, ginjal dan usus.

Pada PJT sejak usia kehamilan dini, dapat ditemukan kurangnya pertumbuhan
somatik, hiperaktivitas dari sistem saraf pusat, kesulitan bicara, defisit koordinasi, kurangnya
atensi dan cerebral palsy. Pada kasus PJT dengan prematuritas berat dan berat badan lahir
sangat rendah dapat ditemukan dengan deteriorasi dari aliran darah umbilikal.2
BAB III
KESIMPULAN
Pertumbuhan janin terhambat merupakan sindrom yang multifaktorial sehingga dapat
didefinisikan sebagai penurunan tingkat perkembangan janin yang abnormal sehingga
menyebabkan janin tidak mampu mencapai potensi pertumbuhannya dan memiliki risiko
lebih tinggi dalam mengalami komplikasi perinatal serta kematian.
Diagnosis dini dapat meningkatkan kemungkinan identifikasi faktor etiologi dan
monitoring vitalitas janin secara rutin dan memilih waktu yang tepat untuk persalinan
sehingga dapat meminimalisasi risiko terkait prematuritas dan hipoksia intrauterin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vikram SD, Shweta B. Imaging in Intrauterine Growth Retardation. Medscape 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/404098-overview
2. Luciano MMN, Edward AJ, Mauricio MB, Ana CRC, Desiree JRL, Antonio FM.
Fetal growth restriction: current knowledge to the general Obs/Gyn. Arch Gynecol
Obstet (2012) 286:113
3. Cunningham et al. Williams Obstetrics 24th Ed. McGraw Hill Education; 2014
4. Divon M, Ferber A. Overview of the causes and risk factors for fetal growth
restriction. Up to Date. www.uptodate.com.
5. Jason G, Andre F. Adverse pregnancy outcome and association with small for
gestational age birthweight by customized and population-based percentiles. AJOG
(2009) 28e: 1-7

6. RCOG. The Investigation and Management of the Small-for-Gestational Age Fetus,


2013
7. Resnik, R. Fetal growth restriction: evaluation and management. Up to Date 2009.
www.uptodate.com

S-ar putea să vă placă și