Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh:
Fatty Maulidira, S. Ked
Meida Rarasta, S. Ked
Pembimbing:
dr. Ratna Maila Dewi Anggraini, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul . Pada
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Palembang,
Januari 2016
Penulis
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 11
Januari-28 Maret 2016
Palembang,
DAFTAR ISI
iii
Januari 2016
JUDUL .............................................................................................................
KATA PENGANTAR................
ii
iii
DAFTAR ISI
iv
20
3.2 Insidens..
3.3 Etiologi dan Klasifikasi
3.4 Perubahan Kardiovaskular pada Anemia
3.5 Tanda dan Gejala Klinis .
3.6 Diagnosis
3.7 Pemeriksaan Laboratorium. ..
3.8 Penatalaksanaan.
3.9 Prognosis... .
21
21
24
27
29
29
30
31
32
DAFTAR PUSTAKA .
35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan
sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi
bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar,
sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara.
Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum
memberikan hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup
mereka. Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah
penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat
2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat
sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya
pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai
116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus
kaki diabetik.
Penyembuhan luka pada diabetes memerlukan pendekatan yang holistik.
Selain pengendalian luka, pasien dengan ulkus diabetikum memerlukan pengendalian
infeksi, pengendalian gula darah, perbaikan suplai vaskular, pengendalian infeksi, dan
pengendalian tekanan darah. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan penyuluhan baik
dalam pengertian diabetes mellitus, gejala dan tandanya, serta pengobatan rutin untuk
mengontrol gula darah dan bahayanya bila tidak berobat teratur. Apabila tidak teratasi
maka debridemen merupakan langkah penting dan menentukan pada penanganan
ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah suasana
lingkungan dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang
dan mempercepat proses penyembuhan luka.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
: Ny. NT
: 28 tahun
: Perempuan
: Jl. May Zen Lr. Harapan Jaya Sei Selayur
Agama
Status
Pekerjaan
Pendidikan
MRS
ANAMNESIS ()
Keluhan Utama
Demam tinggi sejak 3 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
3 hari SMRS os mengeluh demam, demam tinggi terutama bila
pagi dan malam hari. Menggigil (+), mual (+), muntah (+) dialami sejak
os hamil 4 bulan yang lalu. Muntah 5x/hari hingga mengeluarkan
bercak darah. Muntah satu kali sebanyak 1/4 gelas belimbing. Sakit kepala
(+) yang datang tiba-tiba tanpa dipengaruhi oleh aktivitas, nyeri seluruh
tubuh (+), mimisan satu kali (+) sebanyak satu sendok makan. Os juga
mengeluh jantung terasa seperti sering berdebar-debar, sering merasa
panas dan os mengaku lebih senang dengan udara dingin. Riwayat berat
badan turun ada, 10 kg dalam 2 bulan yang dibuktikan dengan celana
os yang terasa longgar. Os dibawa ke Rumah Sakit YK Madira lalu
dirujuk ke RSMH. Os sedang hamil 4 bulan, anak ke-2, riwayat abortus 1
kali pada anak pertama. Riwayat kehamilan anak pertama abortus
spontan pada usia kehamilan 10 minggu pada November 2015.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat badan kuning disangkal
Riwayat darah tinggi ada sejak 3 tahun yang lalu namun tidak
gatal-gatal.
Riwayat keguguran 1 tahun yang lalu saat usia kehamilan 2 bulan
cukup
: 20x/menit, reguler, torakoabdominal
: 36,7o C
: 61 kg
: 165 cm
KEADAAN SPESIFIK
Kulit
Warna kulit putih putih, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi (-),
turgor kembali cepat, ikterus (-), bintil & bercak merah yang semakin
banyak di kulit kepala, leher, dan dada seukuran biji kacang hijau dan
gatal, pertumbuhan rambut normal, sianosis (-).
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Tidak terdapat pembesaran KGB pada regio submandibula, cervical,
supraclavicula, infraclaviculla.
Tidak diperiksa pada regio axilla, dan inguinal.
Kepala
Bentuk normocephali, ekspresi wajar, rambut hitam dan tidak mudah
dicabut, beruban (-), allopesia (-), deformitas (-), perdarahan temporal
(-), nyeri tekan (-), moon face (-)
Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), ptosis (-), tremor
(-), konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+), visus 6/6,
pergerakan bola mata ke segala arah, lapangan pandang luas.
Hidung
Deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-),nafas cuping hidung (-)
Telinga
MAE lapang, edema periaurikular/tophi (-), nyeri tekan processus
mastoideus (-), selaput pendengaran tidak ada kelainan, pendengaran
baik.
Mulut
Bibir pucat (-), gigi hilang (-q), angularis cheilitis (-), lidah kotor (-),
atrofi papil (-), gusi berdarah (-), hipertrofi gingiva (-), faring hiperemis
(-), Tonsil T1-T1
Leher
Pembesaran KGB (-), teraba struma ukuran 10 x 5 cm, kenyal, isthmus
teraba , bruit (-), JVP (5-2) cmH2O.
Dada
Bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, barrel chest (-), retraksi
dinding dada (-), spider naevi (-), venektasi (-), nyeri tekan (-), nyeri
ketok (-), payudara simetris, nipple discharge (-)
Paru-paru (Anterior)
Inspeksi
: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi
: Strem femitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru, batas paru-hepar
pada ICS V linea midclavicularis dextra,
Auskultasi
Paru-paru (Posterior)
Inspeksi
: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi
: Stremfemitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
sinistra
Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra,
Batas kiri ICS V linea midclavicularis
: HR 110 x/menit, reguler, BJ I-II normal, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
umbilikus.
: timpani, shiffting dullness (-)
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat (+/+), Palmar eritema (-/-), Edema Pretibia (-/-),
koilonikia (-)
Ekstermitas Superior
Palmar eritem (-), palmar pucat (-), ptekie (-), clubbing finger (-),
tremor (+), edema (-).
Tabel 2.1. Pulsasi arteri ekstermitas superior
Pulsasi
arteri radialis
arteri brakhialis
Dextra
baik
baik
Sinistra
baik
baik
Ekstermitas Inferior
Akral hangat, Akral pucat (-), ptekie (-), Edema (-)
Tabel 2.2. Pulsasi arteri ekstermitas inferior
Pulsasi
arteri dorsalis pedis
arteri tibialis posterior
arteri poplitea
Dextra
sulit dinilai
sulit dinilai
baik
Sinistra
baik
baik
baik
Superior dx
Superior sx
Inferior dx
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Tonus
Eutoni
Eutoni
Eutoni
Eutoni
Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis
tidak ada
kelainan
tidak ada
kelainan
tidak ada
kelainan
tidak ada
kelainan
Gerakan
Kekuatan motorik
Fungsi sensorik
10
Inferior sx
IV.
Pemeriksaan Penunjang
7 Mei 2016
Darah
Hemoglobin
Ht
Hasil
10.6
34
Nilai Rujukan
13.2-17.3
40-48
Satuan
g/dl
%
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
3.96
6.3
149
84.8
27
4.20-4.87
4.5-11.0
150-450
85-95
28-32
106/mm3
103/mm3
103/l
fL
pg
MCHC
LED
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Glukosa
32
33-35
21
<20
Hitung jenis leukosit
0
0-1
g/dL
mm/jam
2
1-3
49
50-70
37
20-40
12
2-8
Metabolisme Karbohidrat
129
< 180
%
%
%
%
mg/dl
sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Kalsium
Natrium
Kalium
Free T4
TSHs
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mEq/L
mEq/L
ng/dl
IU/mL
V. Diagnosis Sementara
Hipertiroid e.c. suspek Grave's Disease G2P0A1 hamil 18 minggu dengan
hipertiroid
VI. Diagnosis Banding
11
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
12
X. Follow Up
Tanggal
31-1-16
1-2-2016
P
Non Farmakologis :
S:
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
pembesaran KGB (-)
xx/menit
Thorax: Cor : BJ I dan II normal,
- Terapi Insulin:
murmur (-), gallop (-)
o Inj. Levemir 1x10
Pulmo : Vesikuler (+) normal,
IU (sc)
ronkhi (-), wheezing (-)
o
Inj. Novorapid 3x 5
Abdomen : cembung, lemas, shifting
IU (sc)
dullness (-), BU(+)N
Injeksi
ceftriaxone
2x1 g
Ekstremitas: akral hangat (+/+)
Metronidazole
4
x
500
mg
edema pretibial (+/-), ulkus (+) pedis
- CaCO3 3x500 g
dextra, gangren (+) digiti III dan IV
- Albumin 20% 2x1 flash
dextra
A: Ulkus pedis diabetikum + gangren Rencana Pemeriksaan:
- Kultur dan resistensi pus
digiti III dan IV + DM tipe 2
- Profil lipid
- Fungsi hati (SGOT, SGPT)
Uncontrolled
- Fungsi ginjal (Ureum,
Follow up BSS:
Kreatinin, CCT)
06.00: 260 mg/dl
Pemeriksaan radiologi
11.00: 171 mg/dl
- Konsul bedah (ortopedi),
17.00: 231 mg/dl
22.00: 216 mg/dl
mata, neurologi
P
S:
Non Farmakologis :
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
o
T : 36,5 C
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
13
xx/menit
Terapi Insulin:
o Inj. Levemir 1x10
IU (sc)
o Inj. Novorapid 3x 5
IU (sc)
Injeksi ceftriaxone 2x1 g
Metronidazole 4 x 500 mg
CaCO3 3x500 g
Albumin 20% 2x1 flash
dextra
A: Ulkus pedis diabetikum + gangren Rencana Pemeriksaan:
- Kultur dan resistensi pus
digiti III dan IV + DM tipe 2
- Profil lipid
- Fungsi hati (SGOT, SGPT)
Uncontrolled
- Fungsi ginjal (Ureum,
Follow up BSS:
Kreatinin, CCT)
06.00: 97 mg/dl
- Pemeriksaan radiologi
11.00: 104 mg/dl
- Konsul bedah (ortopedi),
17.00: 83 mg/dl
22.00: 111 mg/dl
mata, neurologi
2-2-2016
S:
Non Farmakologis :
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
pembesaran KGB (-)
xx/menit
Thorax: Cor : BJ I dan II normal,
- Terapi Insulin:
murmur (-), gallop (-)
o Inj. Levemir 1x10
Pulmo : Vesikuler (+) normal,
IU (sc)
ronkhi (-), wheezing (-)
o
Inj. Novorapid 3x 5
Abdomen : cembung, lemas, shifting
IU (sc)
dullness (-), BU(+)N
Injeksi
ceftriaxone
2x1 g
Ekstremitas: akral hangat (+/+)
Metronidazole
4
x
500
mg
edema pretibial (+/-), ulkus (+) pedis
- CaCO3 3x500 g
dextra, gangren (+) digiti III dan IV
- Albumin 20% 2x1 flash
dextra
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Hipotalamus
akan
mensekresikan
Thyroid
15
hormon tiroid manusia terdapat paling tidak dalam tiga bentuk: hTR- 1 dan 2
serta hTR-1. : hTR- mengandung asam amino 410 asam amino , mempunyai
BM sekitar 47.000, dan gennnya terletak pada kromosom 17. hTR- mengandung
456 asam amino dengan BM sekitar 52.000, gennnya terletak pada kromosom 3.
Setiap reseptor mengandung tiga daerah spesifik:
1. Suatu daerah amino terminal yang meningkatkan aktivitas reseptor
2. Suatu daerah pengikat DNA sentral dengan dua jari-jari sistein seng
3. Suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil
Ada kemungkinan bahwa hTR-1dan hTR- 1 merupakan bentuk reseptor
yang aktif secara biologik. hTR- 2 tidak mempunyai kemampuan mengikat
hormon tetapi berikatan dengan unsur respon hormon tiroid (TRE) pada DNA
dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk menghambat T 3.
Mutasi titik pada gen hTR- yang menimbulkan reseptor T3 abnormal merupakan
penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid (sindroma
refetotoff)2.
Kompleks Hormon Reseptor selanjutnya menjalani reaksi aktivasi yang
tergantung pada suhu serta garam dan reaksi ini akan mengakibatkan perubahan
ukuran, bentuk, muatan permukaan yang membuat kompleks hormon tersebut
mampu berikatan dengan kromatin pada inti sel. Kompleks hormon reseptor
berikatan pada suatu regio spesifik DNA yang dinamakan unsur respon
hormon/HRE dan membuat aktif dan inaktif gen spesifik. Dengan memberi
pengaruh yang selektif pada transkripsi gen dan produksi masing-masing mRNA,
pembentukan protein spesifik.
16
3.2
17
bentuk aktif hormonnya) berada dalam kadar yang normal. Tiroid berfungsi
normal apabila TSH, fT4 dan fT3 berada dalam kadar normal selama kehamilan3.
Tabel 3.1 Kadar Hormon Tiroid pada Kehamilan
18
19
12 minggu, kelenjar tiroid janin baru mulai memproduksi hormon tiroid. TSH
dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih
dalam kadar yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar
puncak 15 U per ml dan kemudian turun sampai 7 U per ml. Penurunan ini
mungkin karena kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12
minggu sampai 1 bulan post natal. Selama usia pertengahan kehamilan, didalam
cairan amnion dapat dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 25 sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal
kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat.
Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam
bentuk reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya
belum matang. Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia
kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai
sebagai diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin. Pada saat
lahir terjadi peningkatan kadar TSH karena sekresinya oleh hipofisis meningkat.
Kadar TSH neonatus meningkat beberapa menit setelah lahir 7,5 U/ml dan
mencapai puncaknya 30 U/ ml dalam 3 jam. Karena rangsangan TSH akan
terjadi kenaikan yang tajam dari kadar T4 total dan T4 bebas di dalam serum.
Kadar T3 juga meningkat secara dramatis, tetapi sebagian tidak tergantung dari
TSH. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya aktifitas jaringan dalam
memetabolisir T4 menjadi T3. Ambilan yodium radioaktif neonatus meningkat
mulai 10 jam setelah lahir yang mencapai puncaknya pada hari kedua dan
menurun sampai batas normal seperti orang dewasa pada hari ke 5 setelah lahir5.
3. 2. 1 Etiologi
Penyebab paling sering dari hipertiroid dalam kehamilan (80-85%) adalah
grave's disease dan terjadi 1 dari 1500 wanita hamil. Selain itu, peningkatan kadar
hCG (human chorionic gonadotropin) yang ada pada bentuk berat dari
hiperemesis gravidarum, dapat menyebabkan hipertiroid temporer. Diagnosis
hipertiroid dalam kehamil dapat ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Telah ditemukan hubungan antara adanya
antibodi tiroid dalam darah ibu dengan keterjadian abortus spontan. Oleh karena
20
21
cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan
hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya
plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai
dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang
ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis
hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan
eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50
mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan
untuk memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester
kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU
dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid
neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus
hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari
pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan
masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu
kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara
spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi
hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama
trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat
anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi
penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan
hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap
meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini
diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan
23
hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin
karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat
pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih
belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat
dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 6
jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini
berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU
didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya
post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula
mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah
melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak
dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg
metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal
tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah
pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal
tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan
pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu
perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus. Dosis
metimazol bagi ibu hamil masih dapat ditolerir dengan pemberian 10 mg per hari78
24
membaik saat trimester ketiga kehamilan dan dapat memburuk saat periode postpartum.
3. 2. 5 Komplikasi bagi Janin
1) Hipertiroid maternal tidak terkontrol: berkaitan dengan fetal takikardi
(peningkatan denyut jantung), IUGR, prematuritas, bayi lahir mati dan
kemungkinan malformasi kongenital. Hal ini menjadi alasan yang sangat kuat
untuk dapat menatalaksana hipertiroid pada ibu.
2) Kadar Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSIs) yang sangat tinggi:
grave's disease merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh produksi
antibodi yang dapat menstimulasi kelenjar tiroid yaitu thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI). Antibodi-antibodi ini akan memasuki plasenta dan dapat
berinteraksi dengan tiroid bayi. Meskipun jarang (2-5% kasus grave's disease
dalam kehamilan), kadar yang tinggi dari TSIs, telah diketahui dapat
menyebabkan fetal atau neonatal hipertiroid. Untungnya, hal ini hanya dapat
terjadi apabila kadar TSI ibu benar-benar sangat tinggi (sangat tinggi dari kadar
normal). Pengukuran TSI pada ibu dengan grave's disease sering dilakukan dalam
trimester ketiga. Pada ibu dengan grave's disease memerlukan terapi antitiroid,
hipertiroid fetal yang berkaitan dengan TSI ibu sangat jarang, mengingat obat
antitiroid juga dapat masuk melalui plasenta.
3) Terapi obat antitiroid: Methimazole (Tapazole) atau Propiltiourasil (PTU)
merupakan obat antitiroid yang digunakan sebagai tatalaksana hipertiroid. Kedua
obat ini melewati plasenta dan dapat secara potensial merusak fungsi tiroid bayi
dan menyebabkan fetal goiter. Secara empirik, PTU telah sering digunakan
sebagai obat pilihan untuk pengobatan hipertiroid maternal, hal ini disebabkan
jalur transplasental cenderung minimal apabila dibandingkan methimazole
(tapazole). Bagaimanapun, beberapa studi cenderung menyebutkan bahwa kedua
obat baik PTU maupun methimazole (tapazole) tergolong aman digunakan saat
kehamilan. Namun, dosis minimum sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
hipotiroid pada bayi ataupun neonatus. Kedua obat ini juga cenderung tidak
menyebabkan resiko defek kelahiran secara umum3.
25
3.1.1. DEFINISI
DM merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme yang
ditandai
dengan
hiperglikemia
yang
berhubungan
dengan
abnormalitas
minum
akibat
meningkatnya
tingkat
kehausan),
dan
polifagi
27
dilakukan
penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan sangat dalam dan mengalami infeksi
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Penderita diabetes mellitus memiliki resiko amputasi lebih besar
dibandingkan dengan non diabetik, karena penderita diabetes mellitus berisiko
29x terjadi komplikasi ulkus diabetik. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka
pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi
infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi
menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman, Rini (2008).
3.1.4. GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIS
28
29
30
31
pemeriksaan lain yang diperlukan (Erman, 1998 ; mansjoer, 1999 ; Soebardi, 2006
; Tjokroprawiro, 2006).
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi,baik
mikrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi makrovaskular adalah
ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum disebabkan oleh penyakit vaskular perifer
atau neuropati namun seringkali disebabkan oleh keduanya 1. Ulkus diabetikum
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih
lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah
kulit, tendon, otot, tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat
terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung
akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri
perifer sering mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas bawah.
3.2.2. PATOFISIOLOGI
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglykemia yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi
1.
Teori Sorbitol
Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara
32
pada
jarak
tertentu.
Adanya
angiopati
tersebut
akan
Yang
35
waktu tidur. Long acting insulin ini menyediakan cakupan 24 jam dan
telah membantu untuk mencapai kontrol gula darah baik pada
diabetes tipe 2 hanya dengan satu obat. (Soegondo, 2009)
2.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid
(derivat
asam
benzoat)
dan
Nateglinid
(derivat
dan
pengelolaan
ulkus
diabetikum
untuk mencegah
36
5.
6.
7.
8.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
pekerjaan.
Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya
k.
adrenalin, nikotin.
Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki
setiap kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh
37
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pasien Tn. S, 57 tahun datang dengan keluhan utama luka di kaki kanan
yang tidak sembuh sejak 2 minggu SMRS. Berdasarkan anamnesis, didapatkan
bahwa sekitar 2 minggu SMRS os mengeluh ada bentol merah di kaki kanan
seperti digigit nyamuk dan gatal. Os menggaruk dengan jari dan mengoreknya
dengan ujung jarum. Luka tersebut terasa nyeri dan tidak berbau. Luka berdarah,
dibersihkan dengan air biasa. 1 minggu SMRS, pasien mengeluh luka pada kaki
kanan terasa melebar. Pada luka tampak darah, nanah dan berbau busuk, namun
nyeri terasa berkurang. Pasien mengeluh badannya terasa lebih lemas sehingga
lebih sulit untuk bergerak. Pasien tidak mengeluh adanya demam, menggigil,
berkeringat banyak, gangguan penglihatan, pusing/sakit kepala, kesemutan pada
lengan dan tangan, nyeri ulu hati, mual, muntah, nyeri dada, sesak nafas, batuk.
1 hari SMRS luka semakin merah, bernanah, dan berbau busuk, demam tidak
terlalu tinggi, badan lemas, kepala pusing, dan nafsu makan makin menurun. Os
mengaku sebelumnya menderita sakit kencing manis sejak 2 tahun yang lalu. Os
mengaku sering merasa lapar dan haus, makan dengan porsi lebih banyak dari
sebelumnya namun bertambah kurus, sering BAK, namun tidak ada perubahan
warna BAK. Os kemudian mengecek gula darahnya sendiri dan didapatkan kadar
gula darah yang tinggi namun os lupa berapa kadarnya.
38
39
40
Secara umum, prinsip perawatan ulkus kaki diabetes pada pasien ini
dilakukan melalui Metabolic control, Vascular control, Infection control, Wound
control, Pressure control, dan Education control.
Metabolic control
Kontrol metabolik utama pada pasien ulkus diabetikum adalah kontrol
glukosa darah akibat DM tipe 2. Pada umumnya, tatalaksana farmakologis
diabetes mellitus tipe 2 adalah obat hipoglikemik oral (OHO), seperti Metformin,
sulfonilurea, acarbose, dan lain-lain. Namun, pada pasien ini penggunaan insulin
harus diterapkan karena pasien memiliki riwayat penggunaan obat glibenklamid 1
x 5 mg selama kurang lebih 5 tahun namun kadar gula gagal terkontrol dan timbul
komplikasi ulkus diabetikum. Indikasi pemberian insulin pada pasien ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 4.2. Indikasi Pemberian Insulin
41
insulin kerja panjang berupa insulin detemir (Levemir) dan insulin kerja cepat
berupa aspart (Novorapid). Tujuan pemberian insulin detemir adalah mengontrol
kadar gula basal yang dihasilkan oleh hepar atau otot melalui glukoneogenesis dan
glikolisis sedangkan pemberian insulin aspart ditujukan untuk mengontrol kadar
gula prandial sehingga diberikan sesaat sebelum makan.
Dosis pemberian insulin pada kasus ini menggunakan dosis IHT (Insulin
Harian Total) menurut Cheng dan Ziemann (2005). Dosis IHT adalah 0,5 unit x
berat badan (kg) yang kemudian dibagi menjadi IPT (Insulin Prandial Total) yaitu
60% IHT dibagi menjadi 3 yaitu dosis sarapan, dosis makan siang, dan dosis
makan malam dimana masing-masing adalah 1/3 dari IPT dan IBT (Insulin Basal
Total) yaitu 40% IHT. Dengan berat badan 49 kg, pasien ini diberikan dosis IHT
berupa 24,5 unit/hari dibulatkan ke 25 unit/hari dengan dosis IHT berupa 15 unit
dibagi dalam 3 dosis menjadi 3x5 unit dan dosis IBT 10 unit. Dosis yang
diberikan dibulatkan ke atas menjadi bilangan genap untuk memudahkan
penggunaan pen insulin yang menggunakan skala dosis bilangan genap. Dosis
pemberian insulin dapat ditingkatkan apabila dosis yang digunakan tidak adekuat
(dipantau melalui kurva BSS). Dosis insulin dapat ditingkatkan 2-4 unit dari dosis
awal apabila tidak ada penurunan glukosa dalam 3 hari. Secara skematis, dosis
pemberian insulin dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Berdasarkan
hasil
laboratorium,
pasien
memiliki
kesan
anemia.
MCV
Ht
28
10
10 72, 35 fl(normositer : 80 100 fl)
Eritrosit
3,87
MCH
Hb
9, 7
10
10 25, 06 pg(normokrom: 27 31pg)
Eritrosit
3,87
MCHC
Hb
9, 7
10
10 25gr / dl(normal32 36gr / dl)
Ht
3,87
43
pemeriksaan
laboratorium
albumin
didapatkan
kesan
pada
pasien
dengan
hipoalbuminemia.
Human
albumin
telah
45
46
Pada derajat I-IV hanya dilakukan pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
tanpa dilakukannya bedah mayor misalnya amputasi.
Untuk mengatasi banyaknya debris dan luka ulkus yang dalam, pasien ini
kami rencanakan tindakan bedah minor, yaitu debridement. Debridement
merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka dengan
membuang jaringan mati, jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang
baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Harus diketahui bahwa tidak
ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan
teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang
bersih. Sebelum debridement, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan
umum serta serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit
>1500 sel/mm3.
Pressure Control
Mengurangi tekanan yang diterima kaki saat berjalan diperlukan pada
penderita DM dengan atau tanpa ulkus diabetikum. Tekanan yang berulang dapat
menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Hal itu sangat penting dilakukan
pada ulkus neuropatik, dan diperlukan pembuangan kalus dan memakaikan sepatu
yang pas yang berfungsi untuk mengurangi tekanan.
Education control
Pada pasien diberi edukasi mengenai pengertian penyakitnya dan
diharuskan kontrol minimal 1x/6 bulan bila pulang dari rumah sakit. Penderita
Diabetes Melitus pada intinya mengikuti rumus 3 J: jumlah dihabiskan, jadwal
diikuti, dan jenis dipatuhi. Selain itu, olahraga teratur minimal 3x seminggu
dengan durasi 120 menit dan jenis aerobik (jalan pagi) diwajibkan untuk
meningkatkan kepekaan insulin pada sel-sel otot serta menjaga berat badan yang
ideal. Komplikasi akut hipoglikemia harus diketahui oleh pasien dan keluarga
pasien akibat penggunaan insulin yang tidak tepat. Pasien juga diberitahukan
kapan pasien harus dibawa ke rumah sakit kembali atau hanya dilakukan
penatalaksanaan di rumah (minum air gula atau tablet gula). Tanda-tanda KAD
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Djokomoeljanto. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto
dkk, editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1997.
Djoko W. Diabetes Melitus dan Infeksi. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
Guyton, A, 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta : EGC (pp.
699-709)
Misnadiarly. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit Populer
Obor,Jakarta, 2006.
Riyanto B. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam,
dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang, 2007. p.15-30.
Subekti I. Neuropati Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu PenyakitDalam,
Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006.
Soegondo, Sidartawan. 2009. Ilmu Penyakit Dalam : Farmakoterapi pada
Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta : FKUI (pp. 18841890)
Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta 2006.
49