Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh:
Fatty Maulidira, S. Ked
Meida Rarasta, S. Ked
Pembimbing:
dr. Ratna Maila Dewi Anggraini, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul . Pada
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada selaku pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Palembang,
Januari 2016
Penulis
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 11
Januari-28 Maret 2016
Palembang,
DAFTAR ISI
iii
Januari 2016
JUDUL .............................................................................................................
KATA PENGANTAR................
ii
iii
DAFTAR ISI
iv
20
3.2 Insidens..
3.3 Etiologi dan Klasifikasi
3.4 Perubahan Kardiovaskular pada Anemia
3.5 Tanda dan Gejala Klinis .
3.6 Diagnosis
3.7 Pemeriksaan Laboratorium. ..
3.8 Penatalaksanaan.
3.9 Prognosis... .
21
21
24
27
29
29
30
31
32
DAFTAR PUSTAKA .
35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan
sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi
bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar,
sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara.
Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum
memberikan hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup
mereka. Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah
penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat
2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat
sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya
pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai
116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus
kaki diabetik.
Penyembuhan luka pada diabetes memerlukan pendekatan yang holistik.
Selain pengendalian luka, pasien dengan ulkus diabetikum memerlukan pengendalian
infeksi, pengendalian gula darah, perbaikan suplai vaskular, pengendalian infeksi, dan
pengendalian tekanan darah. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan penyuluhan baik
dalam pengertian diabetes mellitus, gejala dan tandanya, serta pengobatan rutin untuk
mengontrol gula darah dan bahayanya bila tidak berobat teratur. Apabila tidak teratasi
maka debridemen merupakan langkah penting dan menentukan pada penanganan
ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah suasana
lingkungan dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang
dan mempercepat proses penyembuhan luka.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Pendidikan
MRS
II.
: Tn. S
: 57 tahun
: Laki-laki
: JL. R. Sukamto Lr. Kelinci No. 368 Reja
Kemuning, Kota Palembang
: Islam
: Menikah
: Wiraswata
: SMP
: 7 Januari 2016
ANAMNESIS ()
Keluhan Utama
Luka di kaki kanan yang tidak sembuh 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Badan lemas sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 minggu SMRS os mengeluh ada bentol merah di kaki kanan
seperti digigit nyamuk, gatal (+). Os menggaruk dengan jari dan
mengoreknya dengan ujung jarum.Luka tersebut terasa nyeri dan tidak
berbau. Luka berdarah (+), nanah (-), luka dibersihkan dengan air biasa.
demam (-), menggigil (-),berkeringat banyak (-), gangguan penglihatan
(-), pusing/sakit kepala (-), kesemutan pada lengan dan tangan (-), nyeri
ulu hati (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), nyeri dada (-), sesak (-). Os
belum berobat.
1 minggu SMRS, pasien mengeluh luka pada kaki kanan terasa
melebar. Pada luka tampak darah, nanah dan berbau busuk, namun nyeri
terasa berkurang. Pasien mengeluh badannya terasa lebih lemas sehingga
lebih sulit untuk bergerak. Pasien tidak mengeluh adanya demam,
menggigil, berkeringat banyak, gangguan penglihatan, pusing/sakit
kepala, kesemutan pada lengan dan tangan, nyeri ulu hati, mual, muntah,
nyeri dada, sesak nafas, batuk.
KEADAAN SPESIFIK
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi dan jaringan parut (-), pigmentasi (-),
turgor kembali cepat, ikterus (-), nodul subkutan (-), pertumbuhan
rambut normal, sianosis (-).
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Tidak terdapat pembesaran KGB pada regio submandibula, cervical,
supraclavicula, infraclaviculla.
Tidak diperiksa pada regio axilla, dan inguinal.
Kepala
Bentuk normocephali, ekspresi wajar, rambut hitam dan tidak mudah
dicabut, beruban (+), allopesia (-), deformitas (-), perdarahan temporal
(-), nyeri tekan (-), moon face (-)
Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), ptosis (-), tremor
(-), konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-), mata cekung (-),
pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+), visus
normal, pergerakan bola mata ke segala arah, lapangan pandang luas.
Hidung
Deviasi septum nasal (-), sekret (-), epistaksis (-),nafas cuping hidung (-)
Telinga
Paru-paru (Posterior)
Inspeksi
: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Palpasi
: Stremfemitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Akral hangat (+/+), Palmar eritema (-/-), Edema Pretibia (-/-),
koilonikia
Ekstermitas Superior
Palmar eritem (-), palmar pucat (+), ptekie (-), clubbing finger (-),
tremor (-), edema (-).
Tabel 2.1. Pulsasi arteri ekstermitas superior
Pulsasi
arteri radialis
arteri brakhialis
Dextra
baik
baik
Sinistra
baik
baik
Ekstermitas Inferior
Akral hangat, Akral pucat (+), ptekie (-), Edema (+) non pitting pada
regio tibialis dextra, Turgor < 2 detik.
ABI: Kanan= sulit dinilai ; Kiri = 1
Tabel 2.2. Pulsasi arteri ekstermitas inferior
Pulsasi
arteri dorsalis pedis
arteri tibialis posterior
arteri poplitea
Dextra
sulit dinilai
sulit dinilai
baik
10
Sinistra
baik
baik
baik
Jari 1
Jari 2
Jari 3
Jari 4
Jari 5
98 %
99 %
98 %
Superior dx
Superior sx
Inferior dx
Inferior sx
Tonus
Eutoni
Eutoni
Eutoni
Eutoni
Gerakan
Cukup
Cukup
Kurang
Cukup
Kekuatan motorik
4 (nyeri)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Belum
dinilai
Klonus
Fungsi sensorik
Hipestesi
Hipestesi
Hipestesi
Hipestesi
11
dapat -
12
IV.
Pemeriksaan Penunjang
30 Januari 2016
Darah
Hemoglobin
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Glukosa
Hasil
Nilai Rujukan
9,7
13,2-17,3
28
40-48
3,87
4,20-4,87
9,4
4,5-11,0
149
150-450
Hitung jenis leukosit
0
0-1
0
1-3
83
50-70
10
20-40
7
2-8
Metabolisme Karbohidrat
336
< 180
Satuan
g/dl
%
106/mm3
103/mm3
103/l
%
%
%
%
%
mg/dl
sewaktu
Kimia Klinik Hati
17
< 31
7
< 31
4,9
6,4-8,3
2,6
3,5-5,0
2,3
2,6-3,6
Ginjal
Ureum
40
20-40
Creatinin
0,43
0,6-1,1
Elektrolit
Kalsium
7,4
8,4-9,7
Natrium
134
135-155
Kalium
3,6
3,5-5,5
Kurva Gula Darah Sewaktu
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
13
U/L
U/L
g/dl
g/dl
g/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
mEq/L
mEq/L
350
300
250
30/1/2016
200
31/1/2016
1/2/16
150
2/2/16
100
50
0
06.00WIB
11.00WIB
17.00WIB
22.00WIB
Rongent pedis
V. Diagnosis Sementara
Ulkus diabetikum pedis dextra + gangren digiti III dan digiti IV + DM tipe II
uncontrolled
VI. Diagnosis Banding
Ulkus diabetikum pedis dextra + gangren digiti III dan digiti IV + DM tipe II
uncontrolled
VII. Penatalaksanaan
Non Farmakologis :
- Istirahat Mobilitas per hari (miring ke kiri, ke kanan, dan duduk)
- Edukasi
Penderita DM harus memahami penyakitnya
Penderita harus kontrol minimal 1x/6 bulan bila pulang dari RS
Penderita Diabetes Melitus pada intinya mengikuti rumus 3 J: jumlah
dihabiskan, jadwal diikuti, dan jenis dipatuhi
Olahraga teratur minimal 3x seminggu, durasi 120 menit, jenis aerobik
(jalan pagi)
Mengenal tanda-tanda hipoglikemia (badan lemas, keringat dingin) dan
KAD (sesak nafas, bau mulut manis)
Minum secukupnya (pembatasan cairan)
14
Diet DM
NAMA PASIEN
USIA
Tinggi Badan
BB Ideal
BB
(khusus)
Tn. S
57 Tahun
160 cm
= 0,9 X (TB 100)
= 0,9 x (60)
= 54 Kg
Ideal = (TB 100)
= --- Kg
KRITERIA IMT
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas I
Obesitas II
30 kcal / kg BB
25 kcal / kg BB
Wanita <150 cm
Pria < 160 cm
KALORI
BASAL
AKTIVITAS
Laki-laki
Wanita
BED REST
RINGAN
BERAT
SANGAT BERAT
Koreksi Kebutuhan
USIA
Kriteria BB
AKTIVITAS
Kehamilan/Laktasi
<18,5 kg/m2
18,5-22,9 kg/m2
23-24,9 kg/m2
25-29,9 kg/m2
30 kg/m2
SEDANG
49 Kg
= BB/(TB dalam m)2
= 49/(1,6)2
= 19,14 kg/m2
PERHITUNGAN KALORI
= 54 kg X 30 kcal/kg
> 40 tahun = - 5 % X 1470
60 tahun = - 10 % X
70 tahun = - 20 % X
Kurus = + 20 % X 1470
Gemuk = - 20 % X
Obesitas = - 30 % X
Bed rest = + 10 % X 1470
Ringan = + 20 % X
Sedang = + 30 % X
Berat = + 40 % X
Sangat Berat = + 50 % X
Trimester I (+) 150 Kcal
Trimester II-III (+) 350 Kcal
Menyusui (+) 550 Kcal
15
= 1470 Kcal
(-) 73,5 Kcal
(+) 294
(-)
(+) 147 Kcal
(+) 0 Kcal
Kcal
Kcal
Infeksi
3000 mg
2400 mg
Batasi asupan kolesterol < 300 mg
Golongan II: Protein Hewani
Golongan VI: Susu
ASAM URAT
Perawatan luka
Cuci luka dengan NaCl 0,9% per hari
Kompres luka dengan NaCl 0,9% per hari
Ganti perban per hari
Evaluasi derajat luka per hari
Rencana debridement
Farmakologis :
-
: dubia ad bonam
16
Normal
Hipertensi
Lihat Brosur AMC
Utamakan rendah lemak,
Hindari tnggi lemak
Utamakan Susu tanpa lemak
dan rendah lemak
Perjarang lemak jenuh
Lihat Brosur AMC
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
17
X. Follow Up
Tanggal
31-1-16
1-2-2016
P
Non Farmakologis :
S:
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
pembesaran KGB (-)
xx/menit
Thorax: Cor : BJ I dan II normal,
- Terapi Insulin:
murmur (-), gallop (-)
o Inj. Levemir 1x10
Pulmo : Vesikuler (+) normal,
IU (sc)
ronkhi (-), wheezing (-)
o
Inj. Novorapid 3x 5
Abdomen : cembung, lemas, shifting
IU (sc)
dullness (-), BU(+)N
Injeksi
ceftriaxone
2x1 g
Ekstremitas: akral hangat (+/+)
Metronidazole
4
x
500
mg
edema pretibial (+/-), ulkus (+) pedis
- CaCO3 3x500 g
dextra, gangren (+) digiti III dan IV
- Albumin 20% 2x1 flash
dextra
A: Ulkus pedis diabetikum + gangren Rencana Pemeriksaan:
- Kultur dan resistensi pus
digiti III dan IV + DM tipe 2
- Profil lipid
- Fungsi hati (SGOT, SGPT)
Uncontrolled
- Fungsi ginjal (Ureum,
Follow up BSS:
Kreatinin, CCT)
06.00: 260 mg/dl
Pemeriksaan radiologi
11.00: 171 mg/dl
- Konsul bedah (ortopedi),
17.00: 231 mg/dl
22.00: 216 mg/dl
mata, neurologi
P
S:
Non Farmakologis :
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
o
T : 36,5 C
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
18
xx/menit
Terapi Insulin:
o Inj. Levemir 1x10
IU (sc)
o Inj. Novorapid 3x 5
IU (sc)
Injeksi ceftriaxone 2x1 g
Metronidazole 4 x 500 mg
CaCO3 3x500 g
Albumin 20% 2x1 flash
dextra
A: Ulkus pedis diabetikum + gangren Rencana Pemeriksaan:
- Kultur dan resistensi pus
digiti III dan IV + DM tipe 2
- Profil lipid
- Fungsi hati (SGOT, SGPT)
Uncontrolled
- Fungsi ginjal (Ureum,
Follow up BSS:
Kreatinin, CCT)
06.00: 97 mg/dl
- Pemeriksaan radiologi
11.00: 104 mg/dl
- Konsul bedah (ortopedi),
17.00: 83 mg/dl
22.00: 111 mg/dl
mata, neurologi
2-2-2016
S:
Non Farmakologis :
O : KU : tampak sakit sedang
- Istirahat
Sens : CM
- Edukasi
TD : 120/70 mmHg
- Diet DM 1940 kkal
Nadi : 88 x/menit
- Perawatan luka per hari
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC
Keadaan Spesifik
Farmakologis :
Kepala : konj. pucat (-/-), SI (-/-)
- IVFD NaCl 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH20
pembesaran KGB (-)
xx/menit
Thorax: Cor : BJ I dan II normal,
- Terapi Insulin:
murmur (-), gallop (-)
o Inj. Levemir 1x10
Pulmo : Vesikuler (+) normal,
IU (sc)
ronkhi (-), wheezing (-)
o
Inj. Novorapid 3x 5
Abdomen : cembung, lemas, shifting
IU (sc)
dullness (-), BU(+)N
Injeksi
ceftriaxone
2x1 g
Ekstremitas: akral hangat (+/+)
Metronidazole
4
x
500
mg
edema pretibial (+/-), ulkus (+) pedis
- CaCO3 3x500 g
dextra, gangren (+) digiti III dan IV
- Albumin 20% 2x1 flash
dextra
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DIABETES MELLITUS
3.1.1. DEFINISI
DM merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme yang
ditandai
dengan
hiperglikemia
yang
berhubungan
dengan
abnormalitas
20
21
(banyak
minum
akibat
meningkatnya
tingkat
kehausan),
dan
polifagi
dilakukan
penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan sangat dalam dan mengalami infeksi
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Penderita diabetes mellitus memiliki resiko amputasi lebih besar
dibandingkan dengan non diabetik, karena penderita diabetes mellitus berisiko
29x terjadi komplikasi ulkus diabetik. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka
22
23
24
25
pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial, pemeriksaan HbA1C
setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4 x pertahun
(kondisi normal) dan dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap, albuminuria mikro,
kreatinin, albumin globulin, ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida, dan
pemeriksaan lain yang diperlukan (Erman, 1998 ; mansjoer, 1999 ; Soebardi, 2006
; Tjokroprawiro, 2006).
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi,baik
mikrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi makrovaskular adalah
ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum disebabkan oleh penyakit vaskular perifer
atau neuropati namun seringkali disebabkan oleh keduanya 1. Ulkus diabetikum
merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih
lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah
kulit, tendon, otot, tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat
terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung
akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri
perifer sering mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas bawah.
3.2.2. PATOFISIOLOGI
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglykemia yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi
26
1.
Teori Sorbitol
Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.
Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara
normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim
aldosereduktasi akan diubah menjadi sorbitol.Sorbitol akan menumpuk
2.
pada
jarak
tertentu.
Adanya
angiopati
tersebut
akan
28
2.
Kolesterol HDL tidak terkontrol.
3.
Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat
3.2.7. PENATALAKSANAAN
1.
Pengelolaan farmakologis
1.
Insulin
a. Rapid acting insulin
Rapid action insulin adalah jenis insulin yang dikonsumsi sebelum
atau sesudah penderita diabetes makan. Berfungsi untuk mengontrol
lonjakan gula darah. Tipe insulin ini biasanya dipakai sebagai
tambahan dalam mengkonsumsi insulin yang bekerja lambat. Insulin
ini bekerja secara cepat setelah dikonsumsi hanya sekitar 15 menit
sampai 30 menit hingga 90 menit dan mampu bekerja selama 3-5 jam.
Keuntungan insulin ini dapat bekerja dengan sangat cepat.
Yang
29
Insulin ini mulai bekerja dalam waktu 1 sampai 4 jam, dan puncak
antara 4 dan 12 jam tergantung merk. (Soegondo, 2009)
d. Long acting insulin
Long acting insulin memiliki onset 1 jam dan berlangsung selama 20
hingga 26 jam dengan tanpa puncak. Jenis insulin cenderung untuk
menutupi kebutuhan insulin sehari penuh. Hal ini sering diambil pada
waktu tidur. Long acting insulin ini menyediakan cakupan 24 jam dan
telah membantu untuk mencapai kontrol gula darah baik pada
diabetes tipe 2 hanya dengan satu obat. (Soegondo, 2009)
2.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid
(derivat
asam
benzoat)
dan
Nateglinid
(derivat
30
Pencegahan
dan
pengelolaan
ulkus
diabetikum
untuk mencegah
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
pekerjaan.
Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya
adrenalin, nikotin.
31
k.
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pasien Tn. S, 57 tahun datang dengan keluhan utama luka di kaki kanan
yang tidak sembuh sejak 2 minggu SMRS. Berdasarkan anamnesis, didapatkan
bahwa sekitar 2 minggu SMRS os mengeluh ada bentol merah di kaki kanan
seperti digigit nyamuk dan gatal. Os menggaruk dengan jari dan mengoreknya
dengan ujung jarum. Luka tersebut terasa nyeri dan tidak berbau. Luka berdarah,
dibersihkan dengan air biasa. 1 minggu SMRS, pasien mengeluh luka pada kaki
kanan terasa melebar. Pada luka tampak darah, nanah dan berbau busuk, namun
nyeri terasa berkurang. Pasien mengeluh badannya terasa lebih lemas sehingga
lebih sulit untuk bergerak. Pasien tidak mengeluh adanya demam, menggigil,
berkeringat banyak, gangguan penglihatan, pusing/sakit kepala, kesemutan pada
lengan dan tangan, nyeri ulu hati, mual, muntah, nyeri dada, sesak nafas, batuk.
1 hari SMRS luka semakin merah, bernanah, dan berbau busuk, demam tidak
terlalu tinggi, badan lemas, kepala pusing, dan nafsu makan makin menurun. Os
32
mengaku sebelumnya menderita sakit kencing manis sejak 2 tahun yang lalu. Os
mengaku sering merasa lapar dan haus, makan dengan porsi lebih banyak dari
sebelumnya namun bertambah kurus, sering BAK, namun tidak ada perubahan
warna BAK. Os kemudian mengecek gula darahnya sendiri dan didapatkan kadar
gula darah yang tinggi namun os lupa berapa kadarnya.
Diagnosis diabetes mellitus tipe 2 pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
gejala adanya polidipsi, poliphagi dan poliuri, penurunan berat badan serta kadar
glukosa darah sewaktu >200mg/dL. Diagnosis ulkus diabetikum pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis dimana didapatkan pasien telah mengidap DM
sejak lama dan luka yang tidak kunjung sembuh dengan pengobatan disertai
gejala-gejala neuropati dan angiopati perifer, serta pada pemeriksaan fisik
didapatkan ulkus pada kaki kanan. Adanya angiopati, neuropati, dan infeksi inilah
yang menyebabkan ulkus pada kaki pasien DM sulit sembuh.
Tabel 4.1. Kriteria Diagnosis DM
33
perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul
ulkus kaki diabetes jika terjadi luka.
Faktor risiko yang ditemukan pada pasien ini adalah riwayat merokok
selama 15 tahun sekitar 3 batang per hari. Merokok menyebabkan kerusakan
endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance
lemak darah dan juga mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis dan
angiopati menyebabkan insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri
dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90
kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju pernafasan 20 kali/menit, tipe
pernapasan torakoabdominal, suhu 36,7oC. Pemeriksaan khusus tidak didapatkan
kelainan. Pada status lokalis regio plantar pedis dextra didapatkan ulkus ukuran
3cm x 2cm, bentuk ireguler, tepi ireguler, dasar otot, jaringan granulasi (+),
jaringan nekrotik (-), darah (+), pus (+), krusta (+), bau (+), eritema (+), nyeri
tekan (+). Pada regio dorsum pedis dextra tampak ulkus ukuran 5 cm x 4 cm,
bentuk ireguler, tepi ireguler, dasar otot, jaringan granulasi (+), jaringan nekrotik
(+), darah (+), pus (+), bau (+), eritema (+), nyeri tekan (+). Pada pedis dekstra,
pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis sulit dinilai sedangkan pulsasi
arteri politea baik. Pada pedis sinistra, pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior, dan
dorsalis pedis baik. Gambaran luka berupa adanya ulkus diabetik pada telapak
kaki kanan belum mencapai tendon atau tulang sehingga kaki diabetik pada
penderita ini mungkin dapat dimasukkan pada derajat II klasifikasi kaki diabetik
menurut Wagner dimana terdapat ulkus dalam tanpa terlibat tulang/pembentukan
abses.
Pasien yang mengalami diabetes mellitus sejak lama dan mengalami ulkus
diabetikum perlu dicurigai telah mengalami komplikasi. Pasien ini telah diketahui
mengalami neuropati. Untuk mengetahui adanya retinopati, pasien ini dikonsulkan
ke bagian mata dan untuk menilai nefropati perlu dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI)
dan didapatkan hasil normal pada kaki kiri, sehingga diagnosis peripheral arterial
34
Metabolic control
Kontrol metabolik utama pada pasien ulkus diabetikum adalah kontrol
glukosa darah akibat DM tipe 2. Pada umumnya, tatalaksana farmakologis
diabetes mellitus tipe 2 adalah obat hipoglikemik oral (OHO), seperti Metformin,
sulfonilurea, acarbose, dan lain-lain. Namun, pada pasien ini penggunaan insulin
harus diterapkan karena pasien memiliki riwayat penggunaan obat glibenklamid 1
x 5 mg selama kurang lebih 5 tahun namun kadar gula gagal terkontrol dan timbul
komplikasi ulkus diabetikum. Indikasi pemberian insulin pada pasien ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 4.2. Indikasi Pemberian Insulin
35
36
hasil
laboratorium,
pasien
memiliki
kesan
anemia.
MCV
Ht
28
10
10 72, 35 fl(normositer : 80 100 fl)
Eritrosit
3,87
MCH
Hb
9, 7
10
10 25, 06 pg(normokrom: 27 31pg)
Eritrosit
3,87
MCHC
Hb
9, 7
10
10 25gr / dl(normal32 36gr / dl)
Ht
3,87
stress syndrome, yang diinduksi oleh aktivasi makrofag dan limfosit sebagai
respon terhadap kerusakan jaringan, infeksi, inflamasi kronik. Aktivasi ini
menyebabkan sekuestrasi berlebihan dari makrofag terhadap Fe, dan Fe terikat
protein, peningkatan destruksi eritrosit oleh lien, dan supresi erythroid stem cell.
Bila terdapat malnutrisi, anemia hipokrom mikrositer dapat terjadi karena
kurangnya protein dalam pembentukan Hb. Selain itu juga dapat terjadi
terhambatnya perubahan T4 menjadi T3 menimbulkan hipotiroidisme fungsional
dan gangguan produksi eritropoetin. Transfusi darah dapat dipikirkan karena
anemia dapat mengganggu proses penyembuhan pada ulkus diabetikum. Pada
pasien ini belum diberikan transfusi karena indikasi transfusi adalah Hb < 7 gr/dl,
atau Hb 7-8 gr/dl dengan symptomatic anemia (fatique, weakness, dizziness,
shortness of breath, reduced exercise tolerance, gangguan perfusi). Tatalaksana
anemia penyakit kronis pada kasus ini dapat dicapai dengan tatalaksana ulkus
diabetikum pasien, apabila luka yang diobati tidak kunjung membaik, dapat
dipikirkan transfusi darah.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
albumin
didapatkan
kesan
pada
pasien
dengan
hipoalbuminemia.
Human
albumin
telah
38
pasien ini, kami berikan human albumin 20% (20 gr/100 ml) sebanyak 2 kali (40
gr) berdasarkan koreksi albumin sebagai berikut.
39
40
Tatalaksana umum untuk Wound Control pada pasien ini adalah perawatan
luka. Perawatan luka dilakukan mencuci luka dengan NaCl 0,9% per hari.
Penggunaan NaCl 0,9% untuk mencuci luka karena merupakan cairan steril dan
isotonis terhadap tubuh dan dapat membuang jaringan terinfeksi dan nekrotis
secara teratur. Setelah itu, luka dikompres luka dengan NaCl 0,9% per hari agar
kondisi luka lembab (tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah) kurang lebih 10
menit untuk mempercepat fase proliferasi penyembuhan luka. Ganti perban
dilakukan per hari untuk menjaga luka tetap bersih (fasilitasi proses penyembuhan
luka). Evaluasi derajat luka harus dilakukan per hari untuk mengevaluasi
pengobatan yang dilakukan.
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat
sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Pada pasien ini, terdapat ulkus yang dalam
disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang sehingga dikatakan derajat II.
Pada derajat I-IV hanya dilakukan pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
tanpa dilakukannya bedah mayor misalnya amputasi.
Untuk mengatasi banyaknya debris dan luka ulkus yang dalam, pasien ini
kami rencanakan tindakan bedah minor, yaitu debridement. Debridement
merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka dengan
membuang jaringan mati, jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang
baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Harus diketahui bahwa tidak
ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan
teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang
bersih. Sebelum debridement, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan
umum serta serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit
>1500 sel/mm3.
Pressure Control
Mengurangi tekanan yang diterima kaki saat berjalan diperlukan pada
penderita DM dengan atau tanpa ulkus diabetikum. Tekanan yang berulang dapat
menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Hal itu sangat penting dilakukan
41
pada ulkus neuropatik, dan diperlukan pembuangan kalus dan memakaikan sepatu
yang pas yang berfungsi untuk mengurangi tekanan.
Education control
Pada pasien diberi edukasi mengenai pengertian penyakitnya dan
diharuskan kontrol minimal 1x/6 bulan bila pulang dari rumah sakit. Penderita
Diabetes Melitus pada intinya mengikuti rumus 3 J: jumlah dihabiskan, jadwal
diikuti, dan jenis dipatuhi. Selain itu, olahraga teratur minimal 3x seminggu
dengan durasi 120 menit dan jenis aerobik (jalan pagi) diwajibkan untuk
meningkatkan kepekaan insulin pada sel-sel otot serta menjaga berat badan yang
ideal. Komplikasi akut hipoglikemia harus diketahui oleh pasien dan keluarga
pasien akibat penggunaan insulin yang tidak tepat. Pasien juga diberitahukan
kapan pasien harus dibawa ke rumah sakit kembali atau hanya dilakukan
penatalaksanaan di rumah (minum air gula atau tablet gula). Tanda-tanda KAD
(Ketoasidosis diabetikum) juga harus diperhatikan dan bila ditemukan sebaiknya
langsung dirujuk ke rumah sakit. Pembatasan cairan pada pasien ini dilakukan
untuk mengatasi hiponatremi dengan meminta pasien minum secukupnya.
Menggunakan alas kaki saat berjalan, membersihkan dan cuci kaki setiap hari,
mengeringkan, terutama di celah jari kaki dan memeriksa kaki dan celah kaki
setiap hari harus dilakukan mengingat keadaan neuropati yang dimiliki
pasien.Pasein juga diwajibkan untuk berhenti merokok untuk mengurangi stress
oksidatif yang dapat merusak saraf dan pembuluh darah pasien yang berkontribusi
pada kejadian PAD dan lainnya.
Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah cek darah rutin, elektrolit,
fungsi hati dan ginjal, profil lipid, dan kurva BSS untuk mengontrol kadar gula
darah dan faktor resiko dispilidemia dan mengevaluasi pengobatan serta
komplikasi sistemik lainnnya. HbA1C untuk melihat kontrol glukosa darah
selama 3 bulan terakhir, urinalisa dan sedimen urin untuk mengevaluasi
komplikasi nefropati pada diabetes mellitus, serta konsultasi ke bagian neurologi
dan mata untuk menilai komplikasi neuropati dan retinopati. Prognosis pada
42
pasien ini adalah bonam untuk vitam, malam untuk fungsionam, dan dubia untuk
sanasionam.
DAFTAR PUSTAKA
Djokomoeljanto. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto
dkk, editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1997.
Djoko W. Diabetes Melitus dan Infeksi. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
Guyton, A, 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta : EGC (pp.
699-709)
43
44