Sunteți pe pagina 1din 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di
saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum.
Perdarahan SCBA adalah perdarahan lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum treitz. Mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada
bagian atas dari jejunum. Penyebab utama perdarahan SCBA di Indonesia adalah
varises karena sirosis hati, sedangkan di Negara Eropa dan Amerika penyebab
terbanyak berasal dari ulkus peptikum.
Manifestasi klinik yang timbul berupa hematemesis, melena, perdarahan
tersamar dan gejala atau tanda kehilangan darah misalnya anemia, sakit kepala,
sinkop, angina atau sesak nafas. Faktor risiko perdarahan SCBA adalah usia, jenis
kelamin, pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), pemakaian obat
antiplatelet, mengkonsumsi alkohol, merokok, riwayat gastritis, diabetes mellitus,
dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Pemeriksaan endoskopi merupakan pilihan utama dalam mendiagnosis
dengan akurasi diagnosis >90%. Tindakan endoskopi selain digunakan untuk
kepentingan diagnostik dapat digunakan sebagai terapi.

1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis
khususnya mengenai perdarahan saluran cerna bagian atas, mulai dari definisi
sampai pada penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan

pengetahuan

dan

kemampuan

dalam

mempelajari,

mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan


mengenai perdarahan saluran cerna bagian atas.
b. Bagi institute pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang
berkaitan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran


makanan proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau
melena. SCBA dapat dibedakan menjadi perdarahan varises esophagus dan nonvarises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan
prognosisnya.
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter,
dengan bau busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena
menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat
dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan
pada usus halus dan bukan melena.

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia sebagian besar ( 70 80 % ) perdarahan SCBA berasal dari
pecahnya varises esophagus akibat penyakit sirosis hati. Dari 1673 kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF penyakit dalam RSU DR. Sutomo
Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2 % gastritis
esophagus, 1 % tukak peptic, 0,6% kanker lambung, dan 2,6 % karena sebabsebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta

urutan ketiga terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU dr. Sutomo
Surabaya. Sedangkan laporan RS pemerintah di Ujung Pandang, tukak peptik
menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA. Di negara barat, tukak
peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi
sebesar

50%. Walaupun

pengelolaan

SCBA telah

berkembang

namun

mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan
bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang
menyertai.

2.3 Etiologi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang berat.
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam
seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses berwarna hitam)
biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan
bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Adapun
penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena
esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta
dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi portal.

Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises


esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.
3.

Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali
etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin
bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal


5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.
Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering
ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus
bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung
atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu

yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan,
dan pembentukan jaringan parut dan striktur.
6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat
yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit
dibawah esofagogastrikum junction.
7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada
traktus intestinalis.

2.4 Patofisiologi Gastropati NSAIDS


OAINS termasuk aspirin, menyebabkan kerusakan mukosa melalui dua cara
utama, yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel lambung.
Inhibisi prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari COX-1, sementara
efek antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi COX2. Iritasi epitel lambung
berhubungan dengan keasaman OAINS (Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme
yang berbeda dari gastropati yang disebabkan oleh OAINS dan menginduksi
komplikasi saluran cerna, yaitu melalui : penghambatan enzim COX-1 dan
gastroprotektif PG, permeabilisasi membran, dan produksi dari mediator
proinflamatori

1.

Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG Ada dua isoform dari COX,
yaitu COX-1 dan COX-2, yang memiliki fungsi yang berbeda. Enzim
COX-1 bertanggung jawab terhadap proteksi normal fisiologis dari
mukosa lambung. COX-1 penting untuk sintesis dari prostaglandin, yang
mana melindungi lambung dari pengeluaran asam, mengatur aliran darah
di mukosa lambung, dan menghasilkan bikarbonat. Isoform lain, COX-2,
dipicu oleh kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang bervariasi, dan
faktor turunan tumor. Kebanyakan gastropati yang terjadi disebabkan
oleh inhibisi oleh COX-1 oleh OAINS

2.

Membran Permeabilisasi OAINS juga memiliki efek sitotoksik langsung


pada sel mukosa lambung yang menyebabkan lesi dan luka. Kerusakan
topikal pada jenis ini telah diobservasi pada kasus keasaman dari
OAINS, seperti aspirin yang menghasilkan akumulasi dari OAINS yang
terionisasi, suatu fenoma dinamakan ion trapping. Aspirin menurunkan
ketidaklarutan air dan menyebabkan difusi kembali dari ion H+ dan
pepsin (Schellack, 2012). Hal itu menunjukkan bahwa OAINS
menyebabkan permeabilisasi membran membawa kepada kerusakan
sawar epitel. OAINS juga dapat menginduksi baik nekrosis dan apoptosis
pada mukosa sel lambung.

3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori Inhibisi dari sintesis PG


oleh OAINS membawa kepada aktivasi jalur lipooksigenase dan
peningkatan sintesis leukotrien. Leukotrien menyebabkan inflamasi dan
iskemia jaringan dan akhirnya luka pada mukosa lambung. Bersamaan
dengan ini ada juga produksi dari mediator proinflamatori yang

ditingkatkan seperti tumor necrosing factor. Hal ini kemudian


menjadikan oklusi mikrovesel yang membawa kepada penurunan aliran
pembuluh darah dan pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas akan
bereaksi dengan asam lemak yang tidak jenuh dari mukosa dan akhirnya
membawa kepada peroksidasi lemak dan kerusakan jaringan.

2.5 Manifestasi Klinis


Gastopati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi
dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti
ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah
memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan
tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulceratin.
Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan
komplikasi mematikan.

30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (>
6 minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil
studi endoskopi, hamper 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka
parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan
GI memiliki integrias mukosa normal.
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi
juga dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan
penyebab mematikan seperti ulcer perforasi dan perdarahan.

2.6 Diagnosis
Anamnesis
1. Identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, alamat,
agama, suku.
2. Keluhan utama :
Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).
3. Riwayat penyakit sekarang :
-

Pernahkah pasien muntah darah atau ada butiran kopi?

Berapa banyak, berapa kali, dan sejak kapan pasien muntah?

Apakah muntah pertama mengandung darah atau hanya yang berikutnya?


(Pertimbangkan kemungkinan perdarahan akibat robekan Mallory-Weiss
karena robekan esofagus setelah muntah.) Berapa perkiraan jumlah darah
yang keluar?

Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri


abdomen? Adakah lemah, nyeri kepala, berkeringat atau mual?

Adakah kehilangan darah per rektum atau melena (yang menunjukkan


perdarahan gastrointestinal bagian atas)? Apakah darah tercampur atau
terpisah dari tinja? Apakah tampak pada kertas toilet? Berapa perkiraan
jumlah darah yang hilang? Adakah perubahan kebiasaan buang air besar?
Adakah rasa nyeri saat defekasi? Adakah lendir? Adakah diare?

Apakah ada demam? Demam biasanya tidak tinggi, tetapi suhu dapat
mencapai 103o F (39,5o C).

Apakah pasien pingsan atau pusing, khususnya saat duduk/berdiri tegak?


Rasa pusing yang dipengaruhi posisi tubuh. Penurunan kesadaran pada
hematemesis atau melena menunjukkan perdarahan yang signifikan secara
hemodinamik.

Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (pucat, toleransi olahraga


menurun, lelah, angina, sesak napas)?

Adakah nyeri abdomen (pertimbangkan ulkus)?

4. Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer, cepat kenyang,
anemia, penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis
(pertimbangkan varises).
5. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-Rendu (lesi di bibir),
hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.
6. Riwayat keracunan (intoksikasi) :

10

Keracunan alkohol, obat bius.


7. Kebiasaan :
Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus atau
perdarahan varises).
8. Riwayat konsumsi obat :
Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus peptikum), obat
antikoagulan misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja berwarna hitam).

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria,


penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular Vein Pressure)
meningkat.

Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya


varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral,
spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput
medusa), asteriksis (flapping tremor).

Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia

Tanda-tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat pada kulit muka dan


mukosa pipi.

Lesi-lesi telangiektasi yang berdenyut merupakan indikasi telangiektasi


hemoragik herediter.

Koagulopati : purpura, memar, epistaksis

Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali,


splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah.

11

Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi,


atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum,
dan adanya hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.

Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada
feses.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit,
leukosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT,
morfologi darah tepi, fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi.
Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin :
Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum dapat
dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai puncak biasanya
dicapai

dalam

24-48

jam

sejak

terjadinya

perdarahan.

Normal

perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan perdarahan


berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah 35, kemungkinan
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Azotemia sering terjadi
pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah
darah yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi
ginjal. Azotemia terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN
mempunyai kepentingan untuk menentukan prognosis. BUN sampai

12

setinggi 30mg/100ml mempunyai prognosis yang baik. 50 70 mg/100 ml


mempunyai mortalitas setinggi 33%. Nilai di atas 70 mg/100 ml
mengakibatkan keadaan fatal. BUN = 2,14 x nilai ureum darah.
Penentuan NH3 darah merupakan indikasi pada sirosis hepatis. Nilai yang
meninggi dapat memberi petunjuk adanya koma hepatik.
Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin, fosfatase
alkali, gama GT, kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg,
AntiHBS.
Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses masih dapat
terdeteksi sampai seminggu atau lebih setelah terjadi perdarahan.
Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih tinggi dari normal
akibat absorpsi dari darah di usus halus. Alkalosis hipokloremik pada
waktu masuk rumah sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau
muntah-muntah yang hebat.

b.

Endoskopi
Endoskopi

digunakan

untuk

membantu

menegakkan

diagnosis,

menentukan sumber perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal,


informasi prognostik (seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
hematemesis berhenti.

2.7 Penatalaksanaan

13

a. Pemeriksaan awal
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi : 1) tekanan darah dan nadi, 2) perubahan ortostatik
tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya akral dingin, 4) respiratory rate 5) tingkat
kesadaran, 6) produksi urin.

b. Stabilisasi hemodinamik
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid dan
pasang monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan
tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Penderita dengan perdarahan 500 1000 cc perlu diberi infus Dextrose
5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pemberian transfusi darah dipertimbangkan
pada keadaan berikut ini:
1. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil (tanda tanda syok).
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
4. Terdapat tanda tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

c. Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah

14

Perdarahan SCBA
Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan atau
Hematokesia
umumnya
melena
Aspirasi nasogastrik
Berdarah
Jernih
Ratio ( BUN/kreatinin )
Meningkat > 35
< 35
Auskultasi usus
Hiperaktif
Normal
d. Terapi
1. Non-Endoskopis
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek
vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena
porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan
0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat
memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka
disarankan bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)

15

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan


nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250
mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk
octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24
jam atau sampai peradarahan berhenti.

Obat Anti sekresi asam


Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus
omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada
perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan
untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua
balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SBtube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak
dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1) Contact
thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2) Noncontact
thermal (laser), dan 3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol,
alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip).

16

Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan


pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan
adrenalin 1:10000 sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml
atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi1 ml. Keberhasilan terapi endoskopis
mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan, perdarahan ulang frekuensinya
sekitar 15-20%.
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises.
Terapi pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek
samping dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya
ulserasi dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan
sebagai terapi alternatif.

3.

Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlansung

dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal
dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan
dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada
kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic shunt).

4.

Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan

radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk

17

tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan


waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

2.8 Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu

sehingga

setiap

perdarahan

baik

besar

maupun

kecil

mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi


prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh
faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati,
seperti

ikterus,

ensefalopati

dan

golongan

menurut

kriteria

Child.

Mengingat tingginya angka kematian dan sukarrnya dalam menanggulangi


perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

18

Nama

: Tn.H

Umur

: 64 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Bukik sileh

No MR

: 121262

Pekerjaan

: Petani

Tanggal Masuk

: 20 Februari 2016

Ruangan

: HCU (IP)

Anamnesa
1. Keluhan Utama:
BAB berdarah sejak 4 hari yang lalu SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 4 hari yang lalu
sebelum masuk Rumah Sakit, BAB encer dengan frekuensi >5X disertai bau
busuk.
Pasien mengeluhkan nyeri perut disertai mual dan muntah sekitar 5x, kirakira setengah gelas setiap kali muntah, muntah berwarna coklat.
Pasien mengeluhkan batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk tidak berdahak,
dan tidak berdarah, batuk sekali sekali.
Nafsu makan menurun sejak 4 hari yang lalu,badan terasa lemah dan lesu.
Sakit kepala ( + )
BAK (+) normal.
3. Riwayat penyakit dahulu:

19

Pasien pernah dirawat dibangsal Neurologi sekitar 2 minggu yang lalu


sebelum masuk Rumah Sakit, dengan keluhan lemah anggota gerak
sebelah kanan dan tekanan darah tinggi tiba-tiba.
Pasien mempunyai riwayat mengkonsumsi jamu selama satu tahun karena
badannya terasa pegal pegal setelah bertani.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi, kontrol tidak teratur, pasien tidak
ingat obat yang dikonsumsi.
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat magh disangkal
Riwayat asma disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
Orang tua, adik dan kakak pasien tidak ada menderita penyakit hipertensi,
diabetes melitus, sakit jantung dan stroke.

Keadaan umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos mentis Cooperatif

Tekanan Darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 90 kali/menit reguler

Nafas

: 20 kali/ menit

Suhu

: 370 C

20

Pemeriksaan fisik khusus


Kepala

Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam putih, rambut kuat tidak
mudah dicabut.
Mata :
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Telinga :
Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung :
Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada
Mulut :
Bibir kering, lidah tidak kotor
Leher :
JVP (5-2 cmH2O), tidak ada pembesaran KGB submandibula, sepanjang
M. Sternocleidomastoideus, supra dan infra clavicula.

Jantung, paru dan abdomen:


Jantung :
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 jari

sinistra RIC 5.
Perkusi :

21

pada linea midclavicularis

Batas kanan jantung

: linea sternalis dextra RIC 4

Batas atas jantung

: linea parasternalis sinistra RIC 2

Batas kiri jantung

: 1 jari medial linea misclavicularis


sinistra RIC 5

Auskultasi

: irama murni, M1 > M2, P2 < A2, Gallop (-), bising

jantung (-)

Paru-paru :
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan

Perkusi

: Sonor, pada lapangan paru kanan

Auskultasi

: vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

Abdomen :
Inspeksi

: asites (-), venektasi (-), spider navi (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) Normal

Anggota gerak :
Fisiologis

Kanan

22

Kiri

Ekstremitas atas:

++

++

Biceps

++

++

triceps

++

++

Brachioradialis

++

++

Patella

++

++

Cremaster

++

++

Achiles

++

++

Ekstremitas bawah:

Patologis

kanan

Kiri

Ekstremitas atas :
Hoffmann-tromer
Ektremitas bawah:

23

Babynski

Gordon

Oppenheim

Schaefer

caddocks

Oedem
Ektremitas atas:
kanan : kiri

:-

Ektremitas bawah :
kanan : kiri

:-

Akral hangat
Pulsasi arteri radialis, femoralis, poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis :
Normal
Sensibilitas nyeri dan raba : Baik

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin : tanggal 20- februari-2016

Hb

: 13,6 g/dl

24

Ht

: 40,9 %

Leukosit : 7.270 mm3

Trombosit : 384.000 mm3

Darah rutin : tanggal 22-februari-2-16

Hb

: 9,8 g/dl

Ht

: 29,4 %

Leukosit : 8.990 mm3

Trombosit

: 358.000 mm3

Darah rutin : tanggal 24-februari-2016


Hb

: 10 g/dl

Ht

: 29,4 %

Leukosit : 7850 mm3


Trombosit : 312.000 mm3

Ureum

: 43,5 mg/dl

Creatinin

: 1,18 mg/dl

Gula darah

: 113 mg%

Diagnosis Kerja :
1. Hematemesis melena ec Gastropati NSAID
2. Hipertensi stage 1 essensial
3. Post stroke non hemoragik
Diagnosa banding:

25

1. Hematemesis melena ec ulkus peptikum


2. Hematemesis melena ec Gastritis erosif
3. Hematemesis melena ec pecah varises esofagus
4. Hematemesis

melena

ec

sirosis

hepatis

post

nekrotik

dekompensata
5. Hematemesis melena ec Ca lambung
Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologi :

Tirah baring

Makanan cair diet lambung 1

Pemasangan NGT sampai perdarahan berhenti

Terapi Farmakologi :

IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf

Ceftriaxon 1X2 gram IV (Skin test)

Transamin 3X1 IV

Vit K 3X1 IV

Sucralfat syr 3X1

Ranitidin 2X1 amp IV

Transfusi PRC 1 unit perhari sampai dengan Hb > 10 gr/dl

Anjuran :
Pemeriksaan Kimia Urin ( Ureum, Kreatinin )
Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad malam

26

stadium

Quo ad sanantionam

: dubia ad malam

Quo ad fungtionam

: dubia ad malam

Follow up
Tanggal/ hari

subject

object

Assesment

Selasa/

Demam (-)

Kes : CMC

Hemmel

23- feb- 16

Sakit perut (+)

Ku : sedang

Gastropati NSAID

BAB

hitam

sedikit encer

danTd: 130/80
Nadi: reguller 80 x/i

tampakNafas : 20x/i

Pasien

27

ec

Tanggal/ hari

gelisah

T : 36,5 c

Badan letih (+)

HGB : 9,8 g/dl

Sakit kepala (+)

HT: 29,4 %

Batuk kering(+)

WBC : 8.990 uL

Nafsu makan turun

PLT : 358.000 uL

Susah tidur

Subject

object

assesment

Rabu /

Demam (-)

Kes : CMC

Hemmel

24- feb- 16

Sakit perut (+)

Ku : sedang

Gastropati NSAID

BAB normal, tidakTd: 130/80


Nadi: reguller 70 x/i

hitam

tampakNafas : 20x/i

Pasien
gelisah

T : 36,5 c

Badan letih (+)

HGB : 10 g/dl

Sakit kepala (+)

HT : 29,4 %

Batuk

kering(+)WBC : 7850 uL

sekali sekali

tanggal/ hari

ec

Nafsu makan turun

Susah tidur

subject

PLT : 312.000 uL

object

assesment

Kamis /

Demam (-)

Kes : CMC

Hemmel

25- feb- 16

Sakit perut (+)

Ku : sedang

Gastropati NSAID

28

ec

BAB normal, tidakTd: 150/80


hitam

Nadi: reguller 80 x/i


tampakNafas : 22x/i

Pasien

T : 36,5 c

gelisah

Badan letih (+)

Sakit kepala (+)

Batuk

kering(+)

sekali sekali

Nafsu makan turun

Susah tidur

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan


saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz meliputi
hematemesis dan atau melena.

SCBA dapat dibedakan menjadi perdarahan varises esophagus dan


non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya.

Manifestasi klinik yang timbul berupa hematemesis, melena,


perdarahan tersamar dan gejala atau tanda kehilangan darah
misalnya anemia, sakit kepala, sinkop, angina atau sesak nafas.

29

Faktor risiko perdarahan SCBA adalah usia, jenis kelamin,


pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), pemakaian
obat antiplatelet, mengkonsumsi alkohol, merokok, riwayat
gastritis, diabetes mellitus, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Pemeriksaan

endoskopi

merupakan

pilihan

utama

dalam

mendiagnosis dengan akurasi diagnosis >90%. Tindakan endoskopi


selain digunakan untuk kepentingan diagnostik dapat digunakan
sebagai terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adi, Pangestu.

2007.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4.

Jakarta : FKUI.
2. Bakta, Made. Dkk. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
3. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd.
4. Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Oxford : Blackwell Science Ltd.
5. Kauver,

A.

J.

1985.

Diagnosis

Medis

Massachussets : Little, Brown and Company.

30

Beorientasikan

Masalah.

6. Lindseth, Glenda N. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses


Penyakit Volume 1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science.
7. Setia, Siti. Dkk. 2001. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
8. Sibuea, W. Herdin, Frenkel, M. 2007. Pedoman Dasar Anamnesis dan
Pemeriksaan Jasmani. Jakarta : Sagung Seto.
9.

Sudoyo, Aru. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing.

31

S-ar putea să vă placă și