Sunteți pe pagina 1din 8

Stenosis Pulmonal

1. Pengertian Stenosis Pulmonal


Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis. Tahanan
yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel knan dan penurunan aliran
darah paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler, supra valvuler maupun
infundibuler. Sangat jarang kelainan ini disebabkan oleh reaktivasi rema, tapi umumnya
merupakan kelainan jantung konginental, yang dibawa sejak lahir. Stenosis pulmonal tipe
valvuler lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan dengan tipe infundibuler.
Sementara itu, stenosis pulmonal tipe infundibuler jarang sekali ditemukan sebagai kelainan
yang berdiri sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang lain, seperti pada
tetralogi fallot. Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat jarang ditemukan
tersendiri, tapi justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan konginental yang lebih
kompleks, seperti sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella konginental. (Rika Yenni,
2013)
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak
memburuk oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi sebagaimana
halnya dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic terhadap
endokarditis bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat atau cukup
berat, berbagai keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di waktu-waktu
mendatang. (Rika Yenni, 2013)

2. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor tersebut antara lain :
Faktor endogen

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom


Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan.

Faktor eksogen

Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obatobatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin,
amethopterin, jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
Pajanan terhadap sinar X

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir

bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan
jantung janin sudah selesai. (Soeroso S, 1994)

3. Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada pangkal
arteri pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan ( tipe
subvalveler ), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang kronis.
Dilatasi pasca stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang karakteristik bagi
stenosis pulmonal tipe valvuler dan tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal yang lain.
Katup pulmonal tampak doming pada waktu systole, tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang
sekali disertai klasifikasi. Jika ditemukan proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi
endokarditis bacterial. (Park MK, 2002)
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan memperberat
stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun meninggi. Elastisitas
miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan. (Park MK, 2002)
Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang
ringan, yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan
sering overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal
yang ringan, tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu berarti
kurang dari 50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan sistolik
ventrikel kanan berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-75mmHg. Dan
stenosis pulmonal dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari 75%
tekanan sistemik, atau lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap sudah
kritis apabila tekanan sistolik ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik. (Park MK, 2002)
Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih lebar.
Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat dilakukan pula dengan
upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk melebarkan katup yang sempit tersebut
(pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan harinya). Dapat dilakukan di RS2 yang ada
fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter jantung yang berpengalaman melakukan tindakan
ini. (Park MK, 2002)

4. Tanda dan Gelaja


Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena
curah jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan defek
septum atrium atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat memberikan
gejala sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan
ke kiri. (Zipes. Braunwalds, 2005)
Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 terdengar lemah atau
bahkan tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung ke-2 terdengar seperti tunggal.

Murmur ejeksi sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3 kiri parasternal,
didahului sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba sebagai thrill.
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban tekanan
berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto thorak pada
stenosis pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya memberikan gambaran
jantung yang relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang normal pula. Pada stenosis
pulmonal yang sangtat berat apalagi disertai pirau dari kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa
tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh
dilatasai pasca stenotik. Apabila hipertrofi ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai
timbul gejala gagal jantung kanan, maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel
kanan dean atrium kanan, disertai tanda-tanda bendungan pada paru. (Zipes. Braunwalds,
2005)
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin tidak
berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa kelainan
memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back syndrome,
dilatasi ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya. (Zipes. Braunwalds, 2005)

Manifestasi klinis pada stenosis pulmonal. (Rika Yenni, 2013)


Gangguan fungsi miokard :

Takikardia
Perspirasi ( yang tidak tepat )
Penurunan haluaran urine
Keletihan
Kelemahan
Gelisah
Anoreksia
Ekstrimitas pucat dan dingin
Denyut nadi perifer lemah
Penurunan tekanan darah
Irama gallop
Kardiomegali

Kongesti paru :

Takipnea
Dispnea
Retraksi ( bayi )
Pernapasan cuping hidung
Intoleransi terhadap latihan fisik
Ortopnea
Batuk, suara serak
Sianosis
Mengi
Suara seperti mendengkur ( grunting )

Kongesti vena sistemik :

Pertambahan berat badan


Hepatomegali
Edema perifer, periorbital
Asites
Distensi vena leher ( pada anak-anak )

Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan ekokardiografi
Dengan ekokardiografi M-mode dinding ventrikel kanan tampak tebal dan mungkin
dilatasi. Hipertrofi dan dilatasi ini disebabkan oleh beban tekanan berlebih yang kronis yang
dihadapi oleh ventrikel kanan. Pada stenosis pulmonal valvuler, katup pulmonal menunjukkan
multiple echoes pada saat diastole disertai gelombang A yang dalam. Pada stenosis pulmonal
infundibuler, tampak fluttering daun katup pulmonal pada saat systole dan gelombang A
mungkin tidak begitu dalam atau menghilang. (Jacobs ML, 2007)
Daerah ekokardiografi 2-D, dan posisi pengambilan aksis lintang di daerah pulmonal,
akan terekam daun katup pulmonal yang tebal disetai doming pada saat systole, penebalan
infundibulum ventrikel kanan, atau stenosis arteri pulmonal supravalvuler. Pada stenosis
pulmonal yang lanjut, kadang-kadang ditemukan pula adanya klasifikasi pada katup. (Jacobs
ML, 2007)
Dengan pemeriksaan Doppler, turbolensi aliran darah dan meningkatnya kecepatan
aliran darah yang melewati katup pulmonal pada saat systole, menunjukkan adanya stenosis
pulmonal yang signifikan. Rewkaman Doppler dilakukan dengan posisi pengambilan aksis
lintang di daerah pulmonal ataupun posisi suprasternal kea rah arteri pulmonal kanan. Pada
stenosis pulmonal valvuler, rekaman turbulensi aliran darah akan tampak jelas apabila volume
sampel diletakkan persis di balik katup pulmonal dan aliran darah akan tampak laminal
apabila volume sampel diletakkan di infundibulum ventrikel kanan didepan katup
pulmonal(Jacobs ML, 2007)
b. Penggunaan kateterisasi
Pada stenosis pulmonal yang ringan dan asimtomatik, kateterisasi tidak perlu segera
dilakukan. Tapi pada stenosis pulmonal yang cukup berat, kateterisasi harus segera dilakukan
untuk mengetahui gradient tekanan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal, perbedaan
saturasi antar ruang dan kemungkinan adanya kelainan jantung yang lain. (Jacobs ML, 2007)
Tekanan di ventrikel kanan tampak meningkat, tapi tekanan dalam arteri pulmonal
relative normal atau bahkan berkurang, sehingga terjadi gradient tekanan sistolik antara kedua
ruangan itu diatas 10mmHg. Tekanan ventrikel kanan biasanya kurang dari 50mmHg, tapi
belum melebihi tekanan sistemik, dianggap stenosis pulmonal masih moderat. Dan stenosis
pilmonal dianggap berat, apabila tekanan di ventrikel kanan menyamai atau bahkan sudah
melebihi tekanan sistemik, sementara tekanan rata-rata dalam arteri pulmonal rendah sekali.

Angiografi ventrikel kanan dengan posisi lateral dapat memperlihatkan letaknya


stenosis. Katop pulmonal tampak tebal, doming, dengan pancaran kontras yang nyata pada
saat systole melalui lubang katup yang kecil. Dengan jelas tampak pula dilatasi arteri
pulmonal pasca stenotik. (Jacobs ML, 2007)
c. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit
antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan
Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
d. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.
e. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai pulmonal (Alwi M, 1999)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau subsifoid,
dapat direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan hubungannya dengan
kedua ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh darah besar berjalan paralel
pada rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi
katup aorta justru berada disebelah anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan
apabila transduser kemudian lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan
tampak percabangan dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan
ini menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas normal, kecuali
sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan ekokardiografi, identifikasi morfologi
tiap ruang ventrikel sangat penting dipehatikan, seprti bentuk trabekelnya, ada tidaknya
infundibulum, jumlah daun katup, dan jumlah otot papiler yang dimiliki ruangan itu.
b. Kateterisasi
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta umumnya lebih
rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau bahkan bisa lebih
rendah dibandingkan dengan ventrikel kanan. (Jacobs ML, 2007)
Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi pengambilan
laterak dan frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikulo-arterial itu dan
kemungkinan adanya kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta dilakukan untuk melihat

adanya duktus arteriosus atau koartasio aorta yang mungkin menyertainya pula. Dan seperti
halnya dengan kelainan jantung kongenital sianotik lainnya, kadang-kadang terlihat
berkembangnya MAPCA pada transposisi pembuluh darah besar yang mampu bertahan hidup
sampai usia 1-2 tahun. (Jacobs ML, 2007)
Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan kateter balon
rashkind ataupun septektomi atrial menurut blalock-harlon, sebagai tindakan paliatif untuk
memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium. Dengan demikian, percampuran
darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan operasi penutupan defek septum ventrikel
atau pengikatan (banding) arteri pulmonal, untuk mengatasi gejala-gejala gagal jantung
kongestif. Apabila transposisi pembuluh darah besar disertai dengan stenosis pulmonal yang
berat, maka perlu dilakukan anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah sistemik dengan
arteri pulmonal secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum tidakan komisurotomi
pulmonal dipertimbangkan dikemudian hari. (Jacobs ML, 2007)
6. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik pada pasien dengan stenosis pulmonal. Jika terjadi gagal
jantung kanan, diobati dengan pemberian diuretik. Ada sedikit data yang mendukung
keberhasilan pemberian digoxin pada keadaan ini. Pasien dengan aritmia atrial, sering
memerlukan terapi antiaritmia, ablasi atau keduanya. Pengobatan pada stenosis pulmonal
berat adalah dengan valvuloplasti balon percutaneus atau dengan intervensi pembedahan.
(Sari Pediatri, 2007)

Anatomi Jantung

S-ar putea să vă placă și