Sunteți pe pagina 1din 51

STRUKTUR PEDESAAN PROGRESIF

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan tahun ajaran 2016

KELOMPOK 8

Dea Kusdiani

150610130007

Hana Rianti Nurfaridah

150610130048

Iqbal Fathurrahman

150610130053

Resna Nopani

150610130122

AGRIBISNIS B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADAJADAJARAN
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
19 April 2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan pada tahun ajaran 2016. Makalah ini
membahas tentang makna struktur pedesaan progresif, proses pembangunan
pertanian progresif di Indonesia, dan teori pembangunan serta hubungannya
dengan pertanian.
Terima kasih kepada Bapak M. Arief Budiman, S.E., M.E., selaku dosen
mata kuliah Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan kelas Agribisnis B serta seluruh pihak yang telah
membantu dalam proses pengerjaan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari
itu, kami mengharapkan kritik dan saran pembaca agar makalah ini menjadi lebih
baik. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi serta ilmu baru bagi para
pembaca dan dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan serta peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua khususnya mengenai struktur pedesaan
progresif.

Jatinangor, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.......................................................................Latar Belakang
.............................................................................................1
1.2....................................................................................Tujuan
..............................................................................................2
1.3...................................................................Metode Penulisan
..............................................................................................2
1.4..................................................................Rumusan Masalah
..............................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.......................................Makna Struktur Pedesaan Progresif
..............................................................................................3
2.2.........Proses Pembangunan Pertanian Progresif di Indonesia
..............................................................................................7
2.3...............................................Teori Pembangunan Pertanian
.............................................................................................11
2.4.. .Kaitan Teori Pembangunan dengan Pertanian di Indonesia
............................................................................................24
2.5............................................................................Studi Kasus
............................................................................................27
1. Program Prima Tani .........................................................

27

2. Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan ......................

33

3. Konsep Agropolitan Menuju Desa Industri Mandiri


Berbasiskan Bioteknologi ................................................

38

BAB III SIMPULAN .................................................................................

45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

46

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pedesaan merupakan salah satu ukuran pembangunan yang harus
diperhatikan, disebabkan oleh peranan pedesaan di dalam memenuhi
kebutuhan pangan nasional dan devisa utama terutama dalam bidang
pertanian. Pembangunan masyarakat pedesaan tidak segera menunjukan
prakarsa yang berarti, dimana disebabkan oleh struktur dan kultur pedesaan
tersebut. Sebagian besar penduduk pedesaan adalah petani dan kaum petani
memiliki kultur sendiri seperti ketidakpekaan terhadap pembaharuan,
aspirasi terbatas, pandangan hidup yang sempit, dan terhadap pemerintah
bersikap di satu pihak bergantung tetapi di lain pihak curiga (Rogers,
1964:24).
Hal di atas menyebabkan pembangunan diarahkan pada masyarkat
pedesaan terutama pada negara-negara berkembang. Pembangunan ini
dititikberatkan pada peningatan produktivtas yang ditujukan memberantas
kemiskinan. Masalah yang timbul dalam mewujudkan hal tersebut yaitu
upaya untu mendorong partisipasi masyarakat pedesaan dan upaya untu
meningkatkan produktivitas mereka yang berbenturan dengan kultur
masyarakat di pedesaan. Dengan demikian diperlukan cara atau metode
pendekatan supaya timbul kepekaan dalam dirinya untuk menerima inovasi
dalam memecahkan masalah kemisinannya.
Teori pembangunan telah banyak dikemukakan oleh para ahli untuk
dipergunakan baik bagi pembangunan pertanian maupun untuk mewujudkn
kesejahteraan masyarakat sendiri. Teori pembangunan tidak banyak
bermakna jika tidak dapat diterapkan secara tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup manusia (Lewis T. Preston, mantan Presiden Bank Dunia).
Salah satu cara yang saat ini sedang diusahakan dalam upaya
pembangunan adalah menciptakan struktur pedesaan progresif. Struktur
pedesaan progresif adalah suatu sistem sirkulasi di daerah pedesaan yang
1

memperlancar arus barang, informasi, serta jasa-jasa penunjang pertanian


antara tiap-tiap usahatani dengan masyarakat yang lebih luas. Sistem
tersebut akan meningkatkan pertanian di pedesaan.
1.2. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui makna struktur pedesaan progresif.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses pembangunan pertanian
progresif di Indonesia saat ini.
3. Agar mahasiswa dapat memahami teori pembangunan dan kaitannya
dengan pertanian.
4. Agar mahasiswa dapat memahami struktur pedesaan progresif melalui
sebuah kasus.
5. Agar mahasiswa dapat menganalisis kasus yang berkaitan dengan
struktur pedesaan progresif.
6. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
praktika Pembangunan Pertanian Berkelanjutan pada tahun ajaran 2016.
1.3. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah menggunakan buku dan
internet sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi, data, serta referensi
untuk melengkapi isi makalah ini.

1.4. Rumusan Masalah


1. Apa makna struktur pedesaan progresif?
2. Apa yang terjadi pada proses pembangunan pertanian progresif di
Indonesia saat ini?
3. Bagaimana

penjelasan

mengenai

teori

pembangunan?

Apa

hubungannya dengan pertanian?


4. Bagaimana penerapan struktur pedesaan progresif dalam kasus di
Indonesia?
2

5. Bagaimana analisis struktur pedesaan progresif dalam kasus tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Makna Struktur Pedesaan Progresif


Struktur Pedesaan Progresif (SPP) adalah suatu sistem sirkulasi di
daerah pedesaan yang memperlancar arus barang/informasi/jasa penunjang
pertanian antara tiap-tiap usahatani dengan masyarakat luas. Uraian teoritis
yang dikemukakan Mosher AT (1974) dalam bukunya Creating A
Progressive Rural Structure disadur oleh Wirjomidjojo R dan Sudjanadi
dengan

judul

Menciptakan

Struktur

Pedesaan

Progresif.

Untuk

memajukan pertanian yang progresif harus memenuhi dua syarat yakni :


1. Syarat Pokok
a. Tersedianya pasar untuk hasil usaha tani
b. Adanya teknologi yang senantiasa berubah
c. Tersedianya saprodi setempat yang lancar
d. Adanya perangsang produksi
e. Adanya sarana pengangkutan yang lancar
2. Syarat Pelancar

Pendidikan pembangunan

Kredit Produksi

Kegiatan gotong royong petani

Perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian


Supaya efektif, seluruh unsur harus dianggap sebagai kegiatan

tunggal untuk memajukan Pembangunan Pertanian. Unsur-unsur SPP


diantaranya :
1.

Kota-kota pasar (market towns)

2.

Jalan-jalan perdesaan

3.

Percobaan percobaan pengujian lokal

4.

Aparat penyuluh
3

5.

Fasilitas kredit
SPP dapat diorganisir menjadi dua bagian yaitu lokalitas usahatani dan

distrik usahatani.
Lokalitas usahatani adalah suatu daerah pedesaan yang cukup sempit,
sehingga setiap petani didalamnya dengan alat transportasi yang
dimiliki/tersedia, dapat pergi ke pasar dan pulang pada hari itu juga seperti
kelompok masyarakat (community). Lokalitas usahatani diperlukan untuk
mengurus keperluan semua petani di dalamnya. Desa progresif harus
memiliki unsur dasar dan penunjang dari lokalitas usahatani yang progresif
diantaranya :
1. Satu Pusat Pasar dengan beberapa tempat jual beli untuk hasil bumi dan
saluran-saluran untuk melancarkan sarana produksi dan alat-alat
pertanian
2. Cukup terdapatnya jalan baik dari usahatani menuju ketempat pusat
pasat ataupun dari pusat pasar ke dunia luar
3. Percobaan pengujian lokal untuk memperoleh cara-cara bertani yang
menguntungkan
4. Jasa-jasa Dinas Penyuluhan Pertanian
5. Tersedianya Kredit Usahatani dan unsur penunjang lainnya.

Sedangkan distrik usahatani diperlukan untuk mengurus sejumlah


tertentu lokalitas usahatani. Distrik usahatani membantu lokalitas-lokalitas
usahatani dengan cara yang sama dengan lokalitas usahatani, hanya cakupan
wilayahnya lebih luas, gabungan dari lokalitas, dapat disebut pelayanan
regional.

Distrik

usahatani

menyediakan
4

fasilitas

dan

jasa

yang

memungkinkan lokalitas usahatani untuk membantu petani-petani secara


efektif. Unsur distrik diantaranya :
1. Pasar distrik (grosir)
2. Penelitian pertanian regional
3. Kantor penyuluhan distrik
4. Bank distrik
5. Jalan dan saluran perhubungan distrik.

Struktur Pedesaan Progresif

Distorsi dalam pelaksanaan SPP yaitu :


1. Profesionalisme pelaksanaan
2. Institutional capability
3. Political stability
4. Administrative capacity
Terdapat prinsip-prinsip umum dalam menciptakan SPP menurut A.T.
Mosher diantaranya :
1. Pertanian modern tidak membatasi diri pada komoditi tertentu
2. Buat rencana mundur dari keadaan modern dan rencana maju dari
keadaan sekarang
3. Perhatikan pentingnya lokalitas usaha tani
4. Perhatikan distrik usahatani sebagai kesatuan dasar untuk memperluas
dan mengembangkan SPP
5. Pergunakan percobaan-percobaan pengujian lokal untuk menentukan
kemungkinan-kemungkinan ekonomis setempat.
6. Kembangkan secepat-cepatnya SPP-lengkap di PPS dan kerangka SPP
di PPD.
7. Pembangunan pertanian dan kesejahteraan di pedesaan saling
mempengaruhi.
8. Proyek-proyek gerakan yang berorientasi komoditi adalah usaha untuk
mengkoordinasikan usaha-usaha kegiatan penunjang pertanian di
daerah PPS.
9. Intensitas program pedesaan harus sesuai dengan potensi daerah.
10. Swakarsa lokal maupun nasional perlu dirangsang untuk membuat
perencanaan dalam mewujudkan SPP.
11. Perlu langkah-langkah prosedural agar prinsip-prinsip umum tersebut di
atas dapat dilaksanakan.
Catatan :
PPS = Potensi Pertumbuhan Pertanian Segera
PPD = Potensi Pertumbuhan Pertanian di Kemudian Hari
PPR = Potensi Pertumbuhan Pertanian Rendah

Gambar . Peta Kondisi Jalan, Desa, dan Pasar sebelum dan sesudah SPP
2.2. Proses Pembangunan Pertanian Progresif di Indonesia
Pembangunan pertanian pada dasarnya adalah suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup petani yang dicapai melalui strategi investasi
dan kebijakan pengembangan profesionalitas dan produktivitas tenaga kerja
pertanian, pengembangan sarana dan prasarana ekonomi, pengembangan
iptek disertai dengan penataan dan pengembangan kelembagaan pedesaan.
Pertanian di Indonesia memiliki basis di pedesaan sehingga pembangunan
pertanian progresif di Indonesia dimulai dari desa, salah satunya dengan
penerapan Wilud (Wilayah Unit Desa) dan Struktur Pedesaan Progresif itu
sendiri.
Struktur pedesaan progresif memang istilah yang tidak terlalu banyak
dikenal oleh masyarakat luas, namun dari segi penerapannya beberapa desa
telah menggunakan teori tersebut. Misalnya penerapan SPP melalui Wilayah
Unit Desa (Wilud). Wilud adalah kelompok masyarakat yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti pasar yang jauh dan memenuhi kebutuhan
warga. Wilud saat ini dikenal dengan Koperasi Unit Desa (KUD).
Salah satu unsur SPP adalah aparat penyuluh. Penyuluhan Pertanian di
Era Kemerdekaan Indonesia saat ini memiliki kondisi yang berbeda dengan
7

sebelumnya. Penyuluhan mulai diintensifkan sejak awal tahun 1970-an,


dengan pendekatan terpadu penyediaan sarana pendukung, pengiolahan dan
pemasaran hasil, serta dukungan finansial di satu sisi, dan menarik
dukungan struktur pedesaan progresif di sisi lainnya. Pandekatan ini lazim
disebut dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang disempurnakan dengan
Wilayah Unit Desa (Wilud), mengacu kepada Grand Teori A. T. Mosher
tentang Pembangunan Pertanian.
BUUD yang semula hanya dilibatkan dalam program Bimbingan
Massal (Bimas sektor pertanian pangan), kemudian ditingkatkan menjadi
Koperasi Unit Desa (KUD) dengan tugas serta peranan yang terus
dikembangkan. Instruksi Presiden (Inpres) No.4, Tahun 1973, Tentang Unit
Desa dikeluarkan 5 Mei 1973, menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD.
Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Presiden No. 4, Tahun
1973, yang membentuk Wilayah Unit Desa (Wilud), pada akhirnya menjadi
Koperasi Unit Desa (KUD). Maka dari sinilah lahir Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), yang berada di bawah Departemen Pertanian.
Perangkat kelembagaanya kemudian lebih disempurnakan dengan
lahirnya dan berperannya organisasi dan kelembagaan Balai Penyuluhan
Pertanian pada tahun 1977 (efektif tahun 1978) yang berbasisi secara
lokal/kecamatan pada setiap Kabupaten/Kota, dan Balai Informasi Pertanian
(BIP) yang keberadaannya melayani informasi inovasi teknologi pertanian
pada wilayah propinsi. BPP sebagai home basenya Penyuluh Pertanian,
sebagai konsumen informasi, dan BIP sebagai produsen dan pelayan
informasi. Peran optimal Penyuluhan Petanian dan perangkat pendukungnya
diyakini banyak pakar pertanian telah menyumbang 60% pencapaian
swasembada beras kita pada tahun 1984 yang lalu.
Kini di Era Komunikasi Global dimana perangkat Teknologi
Informasi berupa internet yang semarak dengan penyelenggara komersial
berupa Warung Internet (Warnet), bukan lagi barang asing. Terlebih lagi,
perangkat Teknologi Informasi pada tingkat Departemen Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, BalaiBalai Penelitian dan
Pengembangan Komoditas Pertanian sebagai penghasil inovasi teknologi
8

pertanian, juga telah memadai. Di tingkat wilayah saat ini terdapat 30 Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), perangkat organisasi Badan
Litabang Pertanian yang mengakuisisi peran Balai Informasi Pertanian
tempo dulu, berperan sebagai penghasil Teknologi Tepat Guna Spesifik
Lokasi, sekaligus memberikan contoh diseminasinya, kini juga dilengkapi
dengan perangkat Teknologi Informasi. Dengan demikian, perangkat
pemerintah

pusat

dan

sumber-sumber

inovasi

teknlogi,

termasuk

perangkatnya di wilayah pengembangan pertanian nampaknya siap berperan


tanpa hambatan (contoh terbaru lahirnya Website Prima Tani).
Karena itu, saatnya perhatian dan upaya penyediaan perangkat
Teknologi Informasi diarahkan kepada pengguna inovasi teknologi secara
lokal kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang bersentuhan
langsung dengan berjuta petani yang haus akan inovasi teknologi dan
rekayasa kelembagaan pedesaan progresif, melengkapi sistem, media dan
metode penyuluhan konvensional kita saat ini yang sedang bergelut dengan
peningkatan kinerjanya.
Jadi perkembangan pertanian progresif di Indonesia mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi. Namun bagi banyak negara
berkembang,

termasuk

Indonesia,

kebijakan

pembangunan

yang

mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan tidak memadainya


pertumbuhan pendapatan di daerah pedesaan. Maka dari itu, pemerintah
masih berupaya membangun pertanian progresif di Indonesia. Struktur
pedesaan progresif ini akan berpengaruh dalam produktivitas usahatani
dalam berbagai bentuk seperti :
1. Pertanian kecil atau petani gurem atau subsistem
2. Pertanian besar
3. Perkebunan besar
Masalah-masalah yang timbul dalam struktur pedesaan progresif
adalah :
1. Masalah perimbangan antara berbagai unsur struktur pedesaan progresif
yang harus digabung.

2. Masalah bagaimana mengatur intensitas program-program yang


menunjang struktur pedesaan progresif secara geografis di dalam suatu
negara.
3. Masalah penyesuaian perencanaan yang diperlukan untuk mencapai
struktur pedesaan progresif kepada prosedur perencanaan nasional yang
menyeluruh bagi pembangunan pertanian.
4. Bagaimana membuat efektifitas atau berkualitas tiap-tiap unsur struktur
pedesaan progresif.
5. Masalah untuk menetapkan besarnya perhatian (dan sumber-sumber
pemerintah) yang perlu dicurahkan untuk struktur pedesaan progresif.
Struktur pedesaan progresif secara alami, perlahan-lahan dalam jangka
waktu tertentu akan terbentuk baik secara lokal, regional ataupun nasional.
Pembentukan struktur pedesaan progresif terjadi bertahun-tahun melalui
proses eksperimen dan penyesuaian diri, sedangkan unsur-unsurnya
terbentuk serta mengalami perubahan sendiri-sendiri selama bertahun-tahun,
seperti terbentuknya jalan-jalan, pasar, lembaga perkreditan, tenaga
penyuluh. Hanya bisanya unsur-unsur tadi tidak/kurang terkoordinasi
dengan baik.
Hal-hal yang dapat mempercepat tumbuhnya struktur pedesaan
progresif adalah sebagai berikut:
1. Merencanakan dan melaksanakan rencana pengadaan unsur-unsur
struktur pedesaan progresif.
2. Mengkoordinasikan dengan baik unsur-unsur struktur pedesaan
progresif.
3. Pertambahan penduduk.
4. Adanya pengaruh dari daerah yang telah maju (baik disengaja maupun
tidak disengaja).
5. Berkembangnya

pengetahuan

dan

teknologi

khususnya

dalam

berusahatani.
Percepatan ini misalnya dengan cara alami baru berubah dalam 100
tahun tetapi dengan adanya percepatan jadi 10 tahun. SPP tidak selalu harus
direncanakan secara nasional dari atas ke bawah, tetapi mungkin dapat
10

ditetapkan secara garis besar saja dan dibarengi dengan diberikannya


subsidi. SPP sebaiknya direncanakan secara lokal sehingga sesuai dengan
kebutuhan dan situasi setempat. Pada tahap tertentu pelaksanaan SPP ini
akan membutuhkan koordinasi dengan daerah-daerah lain sehingga akan
tercapai SPP di tingkat regional, dan seterusnya.
2.3. Teori Pembangunan Pertanian
Teori Pembanguna tidak banyak bermakna jika tidak dapat diterapkan
secara tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup manusia (Lewis T.
Preston, mantan Presiden Bank Dunia). Pendekatan teoritis pembangunan
pertanian (Hayami dan Ruttan, 1985) terdiri atas :
1. Model Eksploitasi Sumberdaya

Harold A. Innis (Ekonom Kanada)


Model eksploitasi sumberdaya pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1927. Model bahan pokoknya adalah peningkatan produksi
pertanian untuk memenuhi kebutuhan pokok dan ekspor bahan pokok
(pangan dan kayu bangunan. Teori ini menjelaskan tentang kondisi
sumberdaya alam yang kurang produktif dapat dieksploitasi untuk
menghasilkan pertumbuhan output pertanian.
Teori ini juga mengidentifikasikan proses-proses dimana surplus
pertanian dapat dimobilisasi untuk menghasilkan pertumbuhan dalam
pembangunan ekonomi. Model ini cukup relevan pada beberapa
kawasan hunian yang lahannya cukup tersedia. Model ini dapat terlihat
misalnya pada eksploitasi lahan kering dengan pembukaan benua
baru (Amerika dan Australia) serta perluasan wilayah hunian baru di
Eropa pada abad ke-18 dan ke-19 diawali oleh pembukaan hutan
sebagai akibat pertambahan penduduk yang memerlukan hunian baru.
11

Hla Myint (Ekonom Birma)


Pada tahun 1957, diperkenalkan model jendela bagi kelebihan
produk (vent for surplus model). Model tersebut menjelaskan
peningkatan produksi dengan memanfaatkan surplus tenaga kerja dan
lahan pada kondisi teknologi yang relatif tetap, yang dirangsang oleh
perluasan pasar baru dengan penekanan biaya angkutan. Pertumbuhan
produksi dan perdagangan yang cepat terjadi di banyak negara tropis
pada abad ke-19 mendorong pertumbuhan produksi dan ekspor hasil
pertanian.

Akibatnya

terjadi

eksploitasi

dalam

frekuensi

dan

intensitasnya.
Kelemahan model ini adalah tidak menyediakan pemahaman
yang cukup terhadap masalah ketika sisa lahan yang kurang produktif
sudah

habis.

Model

ini

juga

berhadapan

dengan

model

pembangunan ekonomi klasik yang mengenal adanya produktivitas


marginal yang menurun akibat tambahan per unit input (lahan, tenaga
kerja,dan modal). Model ini tidak memperhatikan upaya pelestarian
sumberdaya alam, sehingga tidak berlaku untuk jangka panjang. Untuk
itu, diperlukan tindakan pengamanan yang diantaranya :
a. Penerapan teknologi yang selaras dengan pelestarian sumberdaya
alam.
b. Pemberian input baru buatan sebagai pengganti kesuburan lahan.
c. Pengembangan varietas tanaman yang responsif terhadap pupuk.
2. Model Konservasi Sumberdaya Alam

Justus von Liebig


12

Model ini mulai dikembangkan pada tahun 1923 oleh Liebig.


Model ini mengedepankan pentingnya pemeliharaan kandungan mineral
dalam tanah yang kemudian diperluas oleh doktrin kelangkaan
sumberdaya alam oleh Barnett dan Morse (1963). Doktrin tersebut
berisi kelangkaan sumberdaya alam akan mengakibatkan kelangkaan
atau keterbatasan pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya berakibat
pula pada berkurangnya derajat kehidupan masyarakat.
Model ini merupakan kombinasi konsep Kelelahan Lahan
yang disampaikan ilmuwan Jerman yang didukung ekonom klasik
tentang penambahan produk marjinal yang semakin menurun pada
setiap penambahan input tenaga kerja, modal dan lahan usahatani.
Model ini merekomendasikan intensfikasi sistem produksi
tanaman-ternak secara terintegrasi (integrated farming system atau
crop-livestock system) melalui pendaurulangan hara tanaman dalam
bentuk pupuk kandang untuk memelihara kesuburan tanah.Upaya
pembangunan pertanian dalam kerangka pikir model konservasi dapat
secara berkelanjutan memberikan kontribusi penting bagi pertumbuhan
produktivitas pertumbuhan pertanian.
Contoh : pendaurulangan hara tanaman dalam bentuk pupuk kandang.
3. Model Lokasi Usahatani

Johann Heinrich von Thunen (1850)


Model lokasi pertama kali diungkapkan oleh Von Thunen yaitu
urbanisasi akan menentukan lokasi produksi pertanian dan berpengaruh
terhadap teknik serta intensitas penanamannya. Teori ini dikembangkan
berdasarkan pengamatan di daerah tempat tinggal Thunen, ia
menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas

13

pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis


penggunaan tanah yang ada di suatu daerah.
Model lokasi pada awalnya dirumuskan untuk menjelaskan
variasi geografis dari lokasi dan intensitas produksi pertanian dalam
industrialisasi ekonomi. Johann Heinrich von Thunen (1783-1850)
berupaya menentukan kedua hal, yaitu intensitas pertanaman optimal
dan organisasi usaha tani optimal atau kombinasi cabang usaha tani
tanaman dan hewan yang optimal.
Model Lokasi Usahatani Von Thunen

Theodore W. Schultz
Pada tahun 1953,Schultz mengembangkan teori lokasi usahatani
melalui

tesisnya

yaitu

pertumbuhan

industri

perkotaan

akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian melalui keterkaitan


pasar produk dan pasar faktor produksi. Model lokasi ini pada dasarnya
menerangkan bahwa keragaman lokasi geografis memiliki keterkaitan
dengan intensitas proses produksi pertanian dan ekonomi industri. Tesis
Schultz (1953) dapat diformulasikan ke dalam 3 hal, yaitu:
a. Pengembangan ekonomi akan berlangsung pada lokasi tertentu yang
spesifik
14

b. Pengembangan ekonomi akan diawali pada wilayah industri


perkotaan
c. Pertanian hanya akan berkembang dengan baik bila berlokasi pada
wilayah yang semakin dekat dengan pusat industri perkotaan.
Kelemahan model lokasi usahatani :
a. Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan pertumbuhan tenaga kerja
dengan sebaran geografis yang lebih besar dari pada sebaran
kegiatan ekonomi
b. Tidak cukup tersedia teknologi untuk menunjang pertumbuhan
pertanian yang cepat
c. Tumbuhnya penyakit perkotaan yang disebabkan oleh mengalirnya
penduduk pedesaan yang selaras dengan pertumbuhan permintaan
tenaga kerja di sektor non-pertanian (urbanisasi).
4. Model Difusi
Difusi adalah suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu waktu di antara anggota
sistem sosial. Difusi teknologi dilakukan melalui diseminasi IPTEK
yang lebih efektif dan memperkecil perbedaan dalam hal produktivitas
antar individu petani dan antar daerah. Difusi merupakan dasar utama
banyak penelitian dan penyuluhan dalam manajemen usaha tani dan
ekonomi produksi dengan ilmu ekonomi pertanian sebagai penghubung
antar ilmu pertanian dan ilmu ekonomi.

Carl O. Sauer

N. I. Vavilov

Hasil Kajian Carl O. Sauer dan N. I. Vavilov (1969) :


Munculnya varietas baru dan teknik bertani dan beternak yang lebih
baik merupakan sumber utama dari pertumbuhan produktivitas
usahatani. Penyebaran pengetahuan teknis semakin intensif sehingga
dilakukan upaya untuk mempersempit kesenjangan produktivitas antar
15

petani dan antar wilayah pertanian. Contoh model difusi adalah revolusi
pertanian di Inggris tahun 1800-1900an.
Teori Difusi Inovasi

Everett Rogers
Difusi adalah suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan
menggunakan saluran tertentu dalam suatu waktu di antara anggota
sistem sosial. Pengetahuan sosial menjadi berkembang dalam
penyuluhan pertanian karena komunikasi dan interaksi di antara
anggota sistem sosial

a. Innovators
Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Cirinya : petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas,
kemampuan ekonomi tinggi .
b. Early Adopters (Perintis/Pelopor)
Sekitar 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.
Cirinya : para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati,
akses di dalam tinggi.
c. Early Majority (Pengikut Dini)
Sekitar 34% yang menjadi para pengikut awal.
Cirinya : penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
d. Late Majority (Pengikut Akhir)
Sekitar 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
16

Cirinya : skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau


tekanan sosial, terlalu hati-hati.
e. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional)
Sekitar 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya : tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders, sumberdaya terbatas.
Model Difusi

Kritik terhadap model difusi Rogers adalah terbatas hanya


dalam lingkup difusi sistem sosial. Model difusi inovasi kurang
memberikan kesempatan bagi upaya pertumbuhan produk pertanian.
5. Model Input Biaya Tinggi

Theodore W. Schultz
Model ini ada untuk mengubah usahatani tradisional ke arah
usahatani yang lebih produktif, adalah diberlakukannya investasi untuk
menutup biaya tinggi yang digunakan dalam kegiatan untuk mengubah
usahatani tradisional tersebut. Investasi yang dimaksud adalah:
a. Pusat-pusat

penelitian

dan

percobaan

untuk

menemukan

pengetahuan teknis yang baru.


b. Meningkatkan

kemampuan

industri

yang

menghasilkan dan memasarkan input teknis baru.


17

mengembangkan,

c. Meningkatkan

kemampuan

petani

untuk

menerapkan

atau

menggunakan faktor-faktor produksi dalam usahatani modern secara


efektif.
Contohnya adalah peningkatan produktivitas dan modernisasi
tanaman padi-padian di daerah tropis seperti Mexico (jagung dan
gandum) dan Filipina (padi).
Kritik terhadap model input biaya tinggi diantaranya :
a. Pendidikan dan pelatihan bukanlah sumberdaya atau benda ekonomi
yang dapat diperdagangkan di pasar
b. Tidak memasukkan investasi untuk penelitian sebagai input berbiaya
tinggi
c. Tidak menerangkan kondisi ekonomi tertentu berpengaruh pada
pembangunan dan adaptasi teknologi tertentu dalam masyarakat
tertentu
d. Tidak

menerangkan

bagaimana

kondisi

ekonomi

tertentu

berpengaruh pada pembangunan dan adaptasi teknologi tertentu


dalam masyarakat tertentu
6. Model Penerapan Inovasi

Karl Marx
Model penerapan inovasi adalah gabungan dari penerapan
inovasi teknologi dan penerapan inovasi kelembagaan. Inovasi
teknologi terdiri dari teknologi hemat lahan (penggunaan teknologi
biologis dan kimiawi) dan teknologi hemat tenaga kerja (penggunaan
peralatan mekanis/mesin pertanian). Sedangkan inovasi kelembagaan
adalah

inovasi

dalam

hukum/peraturan/sistem

sosial

yang

memungkinkan terjadinya interaksi dalam masyarakat untuk mencapai


harapan bersama. Misalnya inovasi sistem panen dengan penggunaan
bawon (bagi hasil 1 : 6).
18

Hayami dan Ruttan


Berdasarkan sintesis Hayami dan Ruttan, pembangunan
pertanian berlangsung sebagai proses menuju keseimbangan antara
perubahan dalam sumbangan sumberdaya, sumbangan kultural,
teknologi, dan kelembagaan.

Teori pembangunan terus mengalami perkembangan, perkembangan


teori ekonomi terdiri dari :
1. Tahapan Linier
Pembangunan

sebagai

serangkaian

tahapan

pertumbuhan

ekonomi yang berurutan. Tahapan linier dikemukakan oleh beberapa


ahli seperti Rostow dan Harrod-Domar
a. Tahap-tahap Pertumbuhan Rostow

W. W. Rostow
Perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi dapat
dijelaskan dalam suatu seri tahapan yang harus dilalui oleh negara.
Tahapan pertumbuhan ekonomi suatu negara menurut Rostow :
Masyarakat Tradisional (The Traditional Society) 1
19

Sektor utama adalah pertanian


Adanya aktivitas ekonomi subsisten; Pertanian marupakan
industri terpenting dan produksi banyak menggunakan tenaga
kerja dengan jumlah modal yang terbatas.
Karakteristik masyarakat tradisional :
Cara memproduksi yang primitif
Tingkat produksi per kapita rendah
Sebagian besar sumberdaya digunakan untuk sektor pertanian
Struktur sosial bersifat hierarkhis
Pusat kekuasaan politik ada pada pemilik tanah luas (tuan
tanah)
Prasyarat untuk Lepas Landas (The Precondition for Take Off) 2
Industri mulai berkembang
Tahap transisi menuju pertumbuhan yg mempunyai kekuatan
untuk terus berkembang.
Karakteristik prasyarat untuk lepas landas :
Terjadi transformasi sektor pertanian ke sektor lainya
Perdagangan mulai berkembang
Perubahan penilaian masyarakat tidak berdasarkan keturunan
spesialisasi
Digunakan teknologi baru utk menurunkan biaya produksi
pendapatan meningkat tabungan meningkat
Munculnya kewirausahaan
Lepas Landas (Take Off) 3
Laju pertumbuhan sektor manufaktur tinggi
Industrialisasi meningkat dengan komposisi pekerja beralih dari
tanah (pertanian) kemanufaktur (pabrik).
Karakteristik lepas landas :
Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal produktif.
Munculnya satu/dua sektor industri sebagai leading sektor.
Terciptanya kerangka dasar politik, sosial, institusional shg
tercapai pertumbuhan yang terus menerus.
20

Muncul lebih banyak golongan entrepeneur (wirausahawan)


Gerakan ke Arah Pendewasaan (The Drive to Maturity) 4
Penerapan teknologi modern
Pertumbuhan menjadi bermacam-macam dengan dukungan
inovasi teknologi.
Karakteristik gerakan ke arah pendewasaan :
Masyarakat sudah secara efektif dan efisien menggunakan
teknologi modern.
Struktur dan keahlian tenaga kerja menjadi sangat penting.
Sifat kepemimpinan :pengusaha merangkap pemilik digantikan
manager profesional.
Muncul kritik terhadap industrialisasi issue lingkungan
Masa Konsumsi Tinggi (The Age of High Massconsumption) 5
Penggunaan pendekatan permintaan, kesejahteraan masyarakat
bersama secara luas
Roda ekonomi berjalan dengan sendirinya dalam ekonomi yang
sudah mapan sehingga membawa taraf hidup penduduk ke arah
yang serba lebih baik.
Karakteristik masa konsumsi tinggi :
Memperbesar kekuasaan/pengaruh keluar negeri
Menciptakan suatu welfare-state
Mempertinggi tingkat konsumsi per kapita barang tersier
Kritik terhadap pertumbuhan Rostow oleh Simon Kuznets :
Perbedaan di antara berbagai tahap, sangat kabur.
Tidak jelasnya ruang lingkup dimana teori itu berlaku.
Terbatasnya ciri-ciri dari teori Rostow yang dapat diselidiki
secara empiris.
Kuznets meragukan perlunya membedakan tahap lepas landas
dengan tahap sebelum dan sesudahnya.
Studi dilakukan terhadap negara di eropa yang memiliki struktur
sosial budaya yang mapan, ada negara yang langsung ke tahap 2.
b. Model Pertumbuhan Harrod Domar
21

Roy Harrod

Evsey Domar

Pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat dengan mengandalkan


peningkatan investasi dalam mekanisme perekonomian.
2. Perubahan Struktural
a. Pembangunan sebagai proses perubahan struktural
b. Revolusi ketergantungan internasional
Model perubahan struktural salah satunya dikembangkan oleh Lewis.

W. Arthur Lewis
Model perubahan struktural yang menjelaskan bagaimana
terjadi transfer (dominasi) pekerja dari ekonomi pertanian kepada
ekonomi industri. Mengawali teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa
perekonomian suatu negara pada dasarnya akan terbagi menjadi dua
yaitu perekonomian tradisional dan perekonomian industri.
Proses pembangunan Lewis :
Kelebihan Keuntungan Sektor Modern Investasi Industri +
Akumulasi Modal (Sektor Industri) Perluasan Output Sektor Modern
Peralihan Tenaga Kerja ke Sektor Modern.
Asumsi dalam Teori Lewis :
a. Pengusaha selalu berusaha memaksimumkan keuntungannya
b. Negara berkembang kelebihan tenaga kerja dan terbatasnya modal
c. Keuntungan maksimum tercapai jika tingkat upah sama dengan
produksi marginal

22

d. Selama penawaran tenaga kerja masih melebihi yang diperlukan


maka tingkat upah tidak akan mengalami perubahan
e. Tingkat upah di sektor industri perkotaan diasumsikan konstan dan
lebih tinggi daripada di perdesaan
Kurva produksi total untuk sektor industri modern :

Model ini menyatakan bahwa petani kecil dan miskin di Negara


sedang berkembang, secara ekonomi, rasional dalam mengalokasikan
sumberdaya pada ketersediaan sumberdaya dan teknologi yang
ada. Contohnya pemanfaatan mesin dan pupuk dalam pertanian.
Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas
proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa, yang
mengikut sertakan proses urbanisasi yang terjadi di antara kedua tempat
tersebut.
Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor
modern dan juga sistem penetapan tanah yang berlaku di sektor
modern, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus
urbanisasi yang ada.
Kritik teori pembangunan Lewis :
a. Asumsi utama sama sekali tidak cocok dengan kenyataan kelembagaan
dan ekonomi di sebagian besar negara Dunia Ketiga.
b. Teori Lewis tentang penawaran tenaga kerja yang tak terbatas banyak
dikritik karena asumsi-asumsi dasarnya banyak yang tidak relevan untuk
negara sedang berkembang.
c. Pada kondisi tertentu desa mengalami kekurangan tenaga kerja dan di
perkotaan terjadi pengangguran.
23

d. Asumsi upah riil di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan tidak


dapat diterima (tidak sepenuhnya benar).
3. Kontra Revolusi Neoklasik
a. Menekankan peran pasar bebas, perekonomian terbuka dan
swastanisasi perusahaan milik pemerintah
b. Campur tangan pemerintah mengakibatkan kegagalan pembangunan
4. Teori Baru Pertumbuhan Ekonomi
Teori yang menjelaskan mengapa ada sebagian negara yang mampu
berkembang begitu cepat sedangkan yang lain mengalami stagnasi.
2.4. Kaitan Teori Pembangunan dengan Pertanian di Indonesia
Di Indonesia teori-teori pembangunan pertanian dibahas atas aspekaspek ekonomi dari pembangunan pertanian dan persoalan pertanian, pada
umumnya ada empat sudut pandang:
1. Pandangan sektoral yaitu pertanian ditinjau sebagai suatu sektor
ekonomi berhadapan dengan seketor-sektor lain dalam perekonomian
nasional.
2. Pandangan masalah efesiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi
pertanian.
3. Pandangan dari segi komoditi terutama komoditi utama yag dihasilkan.
4. Pandangan dari segi pembangunan daerah.
Pandangan pertama dan keempat dapat digolongkan sebagai
pendekatan ekonomi makro, sedangkan pandangan yang kedua dan ketiga
sebagai pendekatan ekonomi mikro. Di sisi lain, secara ekonomi makro
pembangunan pertanian dapat dianalisis melalui tiga kerangka pemikiran:
1. Peranan pertanian dalam pebangunan pertanian
2. Sifat-sifat ekonomi daripada pertanian tradisional
3. Proses ekonomi daripada modernisasi pertanian
Kerangka pemikiran kesatu dan kedua adalah sama dengan padangan
sektoral. Namun di di Indonesia teori yang dikembangkan tersebut belum
mengena. Ini terjadi karena sektor industri tidak menggantungkan pada
sektor pertanian dalam persedian tenaga kerja. Selain masalah tenaga kerja
24

teori pembangunan sektoral juga meninjau kemungkinan pemindahan


sumberdaya dari pertanian ke luar pertanian maupun sebaliknya. Teori ini
juga belum begitu mengena di Indonesia. Sebaliknya sektor industri tidak
dapat diharapkan mengirim dana ke sektor pertanian karena prospek
keuntungan tidak lebih besar dari sektor pertanian.
Dari segi ekonomi makro, dalam hal yang berhubungan dengan
efesiensi penggunaan faktor produksi tanah, tenaga kerja dan modal, para
ahli sudah sampai pada konsesus bahwa di negara yang sedang berkembang
persoalannya tidak begitu berbeda dengan persoalan di negara yang sudah
maju. Kelemahan dari efesiensi justru terletak pada instansi pemerintah
yang kurang menyadari persoalan yang dihadapi petani. Pemerintah selalu
mengangap bahwa petani kolot dan sukar untuk menerima anjuran dalam
mengadopsi teknologi.
Pendekatan pembangunan pertanian dari segi komoditi terutama
bersumber pada kenyataan"peranan" yang besar dari komoditi itu secara
nasional atau bagi suatu daerah tertentu, misalnya karet, kopi kopra dan lain
sebagainnya. Kelemahan dari pedekatan ini nampak jelas jika kurang
diperhatikan hubungan dan implikasinya dalam ruang lingkup yang lebih
luas. Misalnya analisis beras yang selalu difokuskan pada swasembada
beras akan lebih memberoskan sumberdaya ekonomi bila tidak diperhatikan
hubungannya dengan perkembangan perekonomian dunia.
Dari beberapa teori pembangunan ekonomi yang telah dipaparkan
sebelumnya, dapat diambil contoh penerapan teori Rostow. Posisi pertanian
memegang peranan penting pada tahapan pertama petumbuhan ekonomi
Rostow (masyarakat tradisional), tetapi semakin berkembang ke tahap
selanjutnya, posisi petanian dan peranya semakin berkurang. Menurut
Rostow, pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia berawal dari the
traditional society, the precondition for take off, take off, the drive to
maturity, dan the age of high mass consumption. Adanya tahapan tersebut
berasal dari analisa Rostow mengenai pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan pertanian di Indonesia memiliki peranan yang sangat
penting dalam pembangunan ekonomi. Indonesia sebagai Negara agraris
25

yang sekitar 70% penduduknya tingaal di desa dan umumnya mata


pencahariannya sebagai petani, seharusnya bisa memenuhi kebutuhan
pangan di Indonesia. Berkembangnya sektor pertanian di Indonesia sangat
didukung oleh faktor iklim, tanah dan kondisi sosial budaya sebagian
masyarakat Indonesia yang bercorak agraris, kecuali modernisasi dalam
bidang pertanian Negara Indonesia masih relatif belum maju.
Pertanian di Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan dengan
adanya masalah-masalah di sektor pertanian itu sendiri. Seperti import
tinggi, petani terpinggirkan, organisasi tani kurang berfungsi, infrastruktur
pertanian terabaikan, investasi terhadap pertanian rendah, akses pasar
lemah, dan akses lemabag keuangan lemah.
Seharusnya pertanian di Indonesia menjadi salah satu mata
pencaharian andalan, karena sumber daya alam yang mendukung, seperti
kondisi tanah, air (sungai, curah hujan, danau), suhu, cuaca dan pola iklim
tropis basah merupakan salah satu pendorong utama bagi maraknya sektor
pertanian. Karena itu, pertanian Indonesia seharusnya memiliki kontribusi
dalam pembangunan ekonomi Negara Indonesia. Berikut, kontribusi
pertanian dalam pembangunan ekonomi (Kuznets, 1964; Todaro, 2000):
1.

Pertanian sebagai penyerap tenaga kerja;

2.

Kontribusi terhadap pendapatan;

3.

Kontribusi dalam penyediaan pangan;

4.

Pertanian sebagai penyedia bahan baku;

5.

Kontribusi dalam bentuk capital;

6.

Pertanian sebagai sumber devisa.


Adanya pertanian yang baik dan terorganisir diharapkan masyarakat

tergabung dalam pertanian Indonesia dan megurangi pengangguran.


Banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian akan berdampak
baik pada hasil produksi pertanian sehingga Indonesia akan menjadi Negara
yang tahan pangan dan akan secara langsung mensejahterakan petani
tersebut dan secara tidak langsung akan menambah pendapatan Negara
Indonesia melalui sektor pertanian. Teori ketergantungan dalam hal
perdagangan bebas membuat Negara maju lain membutuhkan bahan baku
26

dari Negara lainnya, disini fungsi sektor pertanian Indonesia yang


menyediakan bahan baku berupa hasil produksi pertanian dan akan
menambah pendapatan Negara dan menambah devisa Negara karena adanya
kegiatan ekspor produk dalam negeri ke luar negeri.
Namun kondisi pertanian di Indonesia masih jauh dari baik, terutama
pada pelaku pertanian, yaitu, petani, buruh tani, pengusaha pertanian,
pengepul, pedagang, pasar, eksportir, importir, pemerintah dan lembaga lain
yang termasuk pelaku pertanian masih belum terintegerasi menjadi suatu
kekuatan ekonomi nasional. Ini dikarenakan lemahnya sistem dan
pemerintahan.
Adanya ego sektoral yaitu tidak adanya sifat kemitraan dan belum ada
hubungan yang adil satu sama lainnya, membuat pertumbuhan ekonomi
melalui pertanian semakin terhambat. Kebanyakan pemasaran hasil
pertanian di Indonesia melewati banyak pihak. Sehingga ini merugikan pada
banyak pihak terutama petani itu sendiri dan menguntungkan sebagian
pihak.
Sumber daya alam Indonesia sebenarnya sudah mendukung untuk
menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya, namun karena
masih belum terciptanya sistem yang adil dalam pemanfaatan pertanian
antara kepemilikan dan pengusahaan. Kemudian skala usaha yang belum
ekonomis, masih banyak lahan tidur, konversi dan hak kepemilikan lahan
pertanian belum jelas. Kekuatan permodalan usaha pertanian di Indonesia
yang seadanya dan lemah membuat investasi terhadap pertanian di
Indonesia rendah.
2.5. Studi Kasus
1. Program Prima Tani
Pembangunan yang berpijak pada teori triple down effect
ternyata tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu,
diperlukan pendekatan baru agar pembangunan benar-benar dapat
menyentuh sasaran. Pembangunan yang berawal dari desa diharapkan
mampu

mengatasi

permasalahan
27

yang

dihadapi

dan

mampu

mengoptimalkan

pemanfaatan

sumberdaya

yang

ada.

Melalui

pendekatan pembangunan berawal dari desa, manfaat yang dihasilkan


akan sangat mudah dilihat dan dipantau perkembangannya. Untuk
mewujudkan strategi tersebut, mulai tahun 2007 Departemen Pertanian
telah menetapkan 5 (lima) landasan fundamental pembangunan
pertanian yang disebut dengan Panca Yasa (Apriyantono, 2006). Panca
Yasa ini meliputi : (a) Pembangunan Infrastruktur, (b) Penguatan
kelembagaan petani, (c) Penyuluhan, (d) Pembiayaan pertanian, dan (e)
Pemasaran hasil pertanian.
Pembangunan infrastruktur pertanian saat ini merupakan
prioritas utama. Untuk menarik investor masuk ke sektor pertanian,
mempermudah aksesibilitas dan distribusi sarana produksi dan output
pertanian, diperlukan infrastruktur yang memadai. Saat ini diakui
jaringan irigasi dan sarana perhubungan, khususnya jalan darat, banyak
yang mengalami kerusakan. Kondisi ini apabila tidak segera diperbaiki
akan berdampak buruk terhadap upaya peningkatan produksi dan
pemasaran hasil pertanian. Untuk itu, pemerintah akan mengupayakan
pembangunan dan atau rehabilitasi jalan usahatani, jaringan irigasi, tata
air mikro, sarana komunikasi, listrik, prasarana perhubungan,
telekomunikasi dan prasarana lain yang dapat mendorong pembangunan
sektor pertanian.
Penguatan

kelembagaan

petani

diarahkan

agar

petani

mempunyai sarana untuk memperkuat posisi tawar dengan berbagai


pihak yang berkepentingan. Selama ini petani cenderung berusaha
sendiri-sendiri, sehingga kurang efisien karena harus mendatangkan
input dalam volume kecil dan seringkali mengalami kesulitan pada saat
menjual hasil pertaniannya (posisi tawar rendah). Untuk itu, dengan
menumbuhkan dan memperkuat kelembagaan petani diharapkan petani
semakin efisien dan efektif dalam menjalankan usahataninya.
Penyuluhan

memegang

peranan

yang

sangat

penting

dalam

pembangunan pertanian. Sejarah mencatat keberhasilan pembangunan


pertanian di berbagai negara, salah satunya ditentukan oleh kegiatan
28

penyuluhan yang terlaksana dengan baik. Sebagai ujung tombak


pembangunan pertanian, penyuluh merupakan mitra petani terdekat
untuk mengkonsultasikan berbagai aspek pelaksanaan usahatani, mulai
dari pengenalan inovasi teknologi baru, masalah budidaya pertanian,
permodalan, hingga pemasaran.
Untuk itu, dengan telah ditetapkannya UU No. 16/2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan diharapkan
kegiatan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik untuk
membimbing dan mendampingi petani. Skim pembiayaan pertanian
dibuat untuk membantu petani/peternak yang selama ini sering
mengalami kesulitan dalam mengakses sumber permodalan karena
keterbatasan cash collateral. Untuk membangun sistem pembiayaan
yang mudah diakses oleh petani/peternak, diperlukan skim pelayanan
pembiayaan pertanian yang mudah diakses dan mampu memutar roda
perekonomian di pedesaan.
Untuk itu, pemerintah perlu menyediakan dana dasar di
perbankan sebagai premi penjaminan atas kredit yang disalurkan
kepada petani sasaran oleh Bank Pelaksana. Dana tersebut selanjutnya
juga dapat digunakan sebagai risk-sharing atas kredit petani dan jasa
gironya dapat diakumulasikan ke dalam cadangan pokok. Skim
pembiayaan pertanian seperti ini telah diupayakan oleh Departemen
Pertanian melalui Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3)
(Sekretariat Jenderal, 2006).
Pemasaran hasil pertanian merupakan rantai terakhir dalam
sistem agribisnis dan hingga saat ini sebagian besar petani masih
menghadapi permasalahan pada saat akan menjual hasil pertaniannya.
Lemahnya posisi tawar petani sering menjadi penyebab petani tidak
mampu memasarkan produk pertaniannya pada tingkat harga yang
wajar. Untuk itu, disamping mendorong sistem kemitraan antara petani
dengan pengusaha (pedagang), upaya penguatan kelembagaan petani
(kelompok

tani/Gapoktan)

meningkatkan

posisi

juga

tawar
29

diarahkan

petani

dalam

untuk

membantu

memasarkan

hasil

pertaniannya. Panca Yasa yang telah diuraikan di atas, selanjutnya


dijadikan dasar untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan
pertanian. Departemen Pertanian pada tahun 2007 telah merencanakan
28 kegiatan utama yang secara riil akan dioperasionalkan.
Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan dapat mendorong
percepatan

pertumbuhan

sektor

pertanian

dan

peningkatan

kesejahteraan petani serta merupakan kristalisasi dari berbagai upaya


untuk mengatasi permasalahan pembangunan pertanian hingga saat ini.
Dari ke 28 kegiatan utama tersebut, ada 6 kegiatan yang ditetapkan
sebagai masalah fundamental, dan sisanya ditetapkan sebagai kegiatan
prioritas.
Keenam masalah fundamental yang harus diselesaikan pada
tahun Prosiding Seminar Nasional, Medan 2007 adalah : (a)
Pembentukan dan pengaktifan kelompok tani dan Gapoktan; (b)
Bantuan benih kepada petani; (c) Skim Pelayanan Pembiayaan
Pertanian

(SP3);

(d)

Bantuan

bunga

kredit

investasi;

(e)

Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer melalui Dana Penguatan


Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP); dan (f)
Penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui Penguatan Modal
Usaha Kelompok (PMUK) dan Lembaga yang Mandiri dan Mengakar
di Masyarakat (LM3). Agar dapat memberikan hasil yang optimal,
semua program dan kegiatan yang telah dirumuskan di atas harus
dilaksanakan secara sinergis dan terintegrasi. Hal ini perlu ditekankan
karena anggaran Departemen Pertanian terlalu kecil untuk dapat
mengatasi semua persoalan di sektor pertanian, sehingga membutuhkan
dukungan pendanaan dari sektor yang lain. Untuk itu, mulai tahun 2007
Departemen Pertanian telah melaksanakan Program Rintisan dan
Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani).
Prima Tani ini akan diarahkan menjadi model pembangunan
sistem agribisnis yang berbasis wilayah/agroekosistem yang didukung
oleh penerapan teknologi pertanian spesifik lokasi. Selain itu,
Departemen Pertanian juga telah menetapkan Prima Tani sebagai model
30

pembangunan desa yang terintegrasi. Program pembangunan parsial


dan terpencar-pencar yang selama ini dilaksanakan hasilnya kurang
optimal. Sebaliknya, jika semua program dilaksanakan secara
terintegrasi dan sinergis maka dampaknya akan lebih besar dan lebih
cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Prima Tani merupakan program yang dilaksanakan secara
partisipatif

oleh semua

pemangku

kepentingan

(stake holder)

pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis. Sebagai


instrumen untuk mendapatkan model pembangunan pertanian pedesaan
yang komprehensif berbasis inovasi pertanian, Prima Tani dilaksanakan
dengan empat strategi, yaitu : (a) menerapkan teknologi inovatif tepat
guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif; (b) membangun
model percontohan agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif
dengan mengintegrasikan sistem inovasi dan sistem agribisnis; (c)
mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi
inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi,
advokasi serta fasilitasi; dan (d) basis pengembangan dilaksanakan
berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi
setempat.
Tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat diseminasi
dan adopsi teknologi inovatif terutama yang dihasilkan oleh Badan
Litbang Pertanian, serta untuk memperoleh umpan balik mengenai
karakteristik teknologi tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi. Umpan
balik ini merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan dan
memperbaiki penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan
pengguna. Selain itu, melalui kegiatan Prima Tani diharapkan
pendapatan dan kesejahteraan petani akan meningkat dan kelestarian
lingkungan terjaga. Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif
dalam suatu desa atau Laboratorium Agribisnis, dengan menggunakan
lima pendekatan, yaitu : (i) agribisnis, (ii) agro-ekosistem, (iii) wilayah,
(iv) kelembagaan, dan (v) pemberdayaan masyarakat. Pendekatan
agribisnis berarti dalam implementasi Prima Tani diperhatikan struktur
31

dan keterkaitan sub-sistem penyediaan input, usahatani, pasca panen


dan pengolahan, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem.
Penggunaan pendekatan agro-ekosistem berarti Prima Tani
diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi
bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah
komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan wilayah berarti
optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa
atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi
perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai
pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi
resiko ekonomi akibat fluktuasi harga. Pendekatan kelembagaan berarti
pelaksanaan Prima Tani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan
fungsi suatu organinasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan
input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma dan aturan
yang berlaku di lokasi Prima Tani.
Sedangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan
perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam memanfaatkan potensi
sumberdaya pedesaan. 6 Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah
terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pesedaan dalam
bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani
Intensifikasi Diversifikasi (SUID) di lokasi Prima Tani yang
berkelanjutan. Dengan strategi, tujuan dan pendekatan yang telah
ditetapkan tersebut di atas, maka Prima Tani diharapkan akan dapat
memberikan manfaat antara lain : (a) meningkatnya inovasi baru dalam
sistem dan usaha agribisnis; (b) meningkatnya efisiensi sistem produksi,
perdagangan, dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia; dan (c)
meningkatnya akuntabilitas Departemen Pertanian dalam pembangunan
pertanian.
Prima Tani dirancang melalui proses yang cukup panjang dan
konsisten (konsep dirancang sejak tahun 2004), serta secara kontinu
dilakukan

berbagai

penyempurnaan

yang

disesuaikan

dengan

perkembangan di lapangan dan dinamika kebijakan di Departemen


32

Pertanian. Prima Tani pertama kali diimplementasikan pada tahun 2005


di 14 propinsi, yang meliputi 21 kabupaten, yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Selatan.
Pada tahun 2006, pelaksanaan kegiatan Prima Tani diperluas
lagi di 11 propinsi baru, yang mencakup 11 kabupaten (sehingga total
ada di 25 propinsi, yang meliputi 32 kabupaten) yaitu NAD, Riau,
Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan DKI
Jakarta. Pada tahun 2007, dengan pertimbangan agar Prima Tani dapat
dicontoh oleh lebih banyak daerah, maka pelaksanaannya diperluas
hingga di 33 propinsi yang mencakup 201 desa.
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa implementasi
Pima Tani di Indonesia disesuaikan dengan perkembangan di lapangan
dan dinamika kebijakan. Penerapan Prima Tani pun mendukung
terbentuknya SPP karena Prima Tani berasal dari inovasi teknologi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi dari unsur-unsur SPP.
2. Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan, Sumatera Utara
Visi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Indonesia 2020,
yaitu mewujudkan: Masyarakat pedesaan yang progresif dalam
kegiatan agribisnis sehingga mampu menciptakan dan mengisi
kesempatan kerja produktif dan mampu meningkatkan pertumbuhan
pendapatan di tingkat wilayah dan nasional.
Konsep agropolitan adalah sebuah kebijakan pemerintah pusat
yang merupakan pendekatan terpadu dari beberapa departemen bidang
ekonomi untuk pembangunan di pedesaan khususnya pertanian dengan
jalan melengkapi infrastruktur, memperluas akses terhadap kredit usaha
untuk meningkatkan pendapatan petani dan mendorong pertumbuhan
industri guna meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Program ini
dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai
33

potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha


agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi (Deptan, 2002).
Jika dilihat dari pengertian program agropolitan maka
agropolitan dapat dikatakan memenuhi unsur SPP dengan adanya pasar,
jalan desa, pengujian lokal, aparat penyuluh dan fasilitas kredit. Namun
pada kenyataannya kawasan agropolitan yang dibangun di Indonesia,
tidak pernah benar-benar mandiri dalam memenuhi kebutuhan kawasan
maupun dalam distribusi produk. Jadi diperlukan upaya dalam
memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai
potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan
produtivitas wilayah akan barang dan jasa, (Friedman & Allonso,
1978).
Konsep agropolitan memandang bahwa pembangunan wilayah
ditujukan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang medorong
pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau
wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas
sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan
sektor secara luas usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil,
pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain.
Tujuan utama program ini adalah untuk memenuhi pelayanan
terhadap masyarakat di pedesaan, dengan kata lain menurut Friedmann,
adalah menciptakan kota di desa agar para petani atau masyarakat desa
secara umum tidak perlu pergi ke kota untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Terutama dalam hal pelayanan produksi dan distribusi,
pelayanan sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Disamping itu
program ini juga diharapkan dapat menahan masyarakat untuk tetap
kerasan berada di kampung dan membangun desa guna mengurangi
exodus ke kota.
Pengembangan

agropolitan

diciptakan

untuk

mengurangi

kesenjangan pembangunan di daerah. Teori ini mendukung paradigma


34

pembangunan

dari

bawah

yang

muncul

sebagai

pendekatan

pembangunan yang mengutamakan kekuatan lokal. Menurut Friedmann


dalam Aydalot, 1985:146 menyatakan bahwa pembangunan dari dalam
adalah yang bersifat kedaerahan, kerakyatan dan demokratis. Daerah
merupakan basis pembangunan, dimana wilyah merupakan basis dari
pembangunan itu sendiri, yaitu sebuah kawasan tertentu dimana
pembangunan terjadi dan menarik sumber daya yang ada. Dia
merupakan hasil dari setiap bagian/komponen wilayah dari suatu
kawasan, dengan kata lain komponen alam, budaya, ekonomi dan
sosial.
Beberapa prinsip dan karakteristik dari kawasan agropolitan
adalah sebagai berikut:
a. Paradigma pembangunan : pembangunan pertanian-pedesaan yang
didukung pengembangan industri dan jasa atau pembangunan
pertanian-pedesaan didukung pembangunan kota.
b. Dalam satu kawasan agropolitan terdapat fungsi-fungsi yang
diperlukan untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis. Hal
ini mencakup sub sistem agribisnis hulu (bibit, pupuk, pestisida dan
alsitan),

sub

sistem

agribisnis

hilir

(industri

pengolahan,

perdagangan) dan sub sistem jasa (transportasi, jalan, perbankan,


litbang, penyuluhan, pendidikan, asuransi, pergudangan, dll).
c. Memiliki basis ekonomi yang relatif sama karena agroekosistem dan
sosial budaya yang relative sama.
d. Memaksimalkan efek sinergis baik antar daerah, antar usaha,
maupun antar pelaku dan pengelola.
e. Menekankan prinsip-prinsip ekonomi lokasi, ekonomi skala usaha
(Economic of scale) dan ekonomi lingkup (Economi of scape) dalam
pengorganisasian

kegiatan

dan

pemanfaatan/pembangunan

infrastruktur/fasilitas.
f. Berorientasi kepada kebutuhan pasar (Market-driven). Perencanaan
produk yang dihasilkan dan faktor produksi yang digunakan baik

35

mutu maupun jumlah didasarkan pada kebutuhan pasar secara


dinamis.
g. Berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.
h. Dimulai dari apa yang sudah ada, bukan proyek baru sama sekali.
Melainkan mengintragasikan program/proyek lintas sektoral yang
telah ada.
Hal-hal pokok dalam Program Agropolitan Sumatera Utara
dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penentuan kawasan lokalitas dan pusat lokalitas dengan syarat-syarat


yang telah ditentukan.

b. Penentuan komoditi unggulan dalam setiap kawasan lokalitas, bahkan


dalam setiap desa.

c. Membuat pengembangan sistem agribisnis komoditi unggulan untuk


jangka waktu panjang (10 25 tahun) untuk wilayah kabupaten.

d. Membuat skenario atau road map pengembangan setiap komoditi


unggulan yang meliputi produktivitas, jenis bibit unggul, biaya
produksi, harga jual, dan pendapatan per ha atau per unit usahatani.

e. Dalam pengembangan sistem agribisnis komoditi unggulan, semua hal


perlu dijelaskan secara terperinci, apa yang telah ada, apa yang
dibutuhkan, bagaimana strategi, serta kebijakan pengembangannya
yaitu 4 subsistem kegiatan utama dan subsistem jasa penunjang
(Simanjuntak S.B, 2008).
Komponen utama pembentuk kawasan agropolitan adalah: lokalitas
agropolitan, pusat lokalitas, distrik agropolitan, serta pusat kawasan yang
mana masing-masing memiliki karakteristiktik tersendiri (Bappeda Karo,
2006). Lokalitas agropolitan merupakan unit terkecil dari suatu kawasan
agropolitan yang berfungsi sebagai kawasan sentra produksi, sedangkan
pusat lokalitas adalah merupakan kota ataupun desa yang dapat dijadikan
pusat pelayanan, misalnya ibukota kecamatan atau kota kecil, jika belum
ada kota maka salah satu desa dapat dijadikan sebagai pusat lokalitas yang
dapat dicapai dari seluruh daerah sentra produksi pertanian (lokalitas)
dengan alat transportasi yang ada dalam waktu 1-3 jam. Syarat-syarat dari
lokalitas agropolitan adalah sebagai berikut :
36

a. Suatu hamparan lahan pertanian (satu desa atau beberapa desa dalam
bentuk klutser) dengan luas 10001500 Ha, memiliki kesamaan
agroekosistem dengan jenis komoditas unggulan tertentu yang sudah
berkembang atau yang akan dikembangkan.
b. Memiliki usahatani individu, teorganisir dalam kelompok-kelompok
tanaman sehamparan.
c. Memiliki usaha kelompok/koperasi yang bergerak dalam pengadaan
bibit pupuk, dan mesin pertanian, usaha grading dan standarisasi, serta
usaha packaging dan sortasi.
d. Memiliki sistem kelembagaan dan organisasi kerjasama sehamparan
dalam sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta sistem
manajemen mutu.
e. Memiliki kelembagaan dan sistem penyuluhan agribisnis.
f. Memiliki lembaga keuangan mikro, dan atau jaringan ke perbankan.
g. Memiliki sumber teknologi dan jaringan informasi pasar.
h. Memiliki jalan antar usahatani dan jalan penghubung ke daerah lain,
irigasi, teknologi pengairan dan transportasi pedesaan.
(Tim Teknis Agropolitan DTBBSU, 2005).

Tujuan utama pengembangan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan


Sumatera Utara adalah tercapainya target pendapatan sebesar US$
3,000 per kapita / tahun, pada tahun 2016 melalui skenario atau road
map yang harus ditempuh sebagai berikut :
a. Peningkatan produktivitas
b. Peningkatan areal luas yang diusahakan petani
c. Peningkatan usaha pengolahan (diversifikasi vertikal)
d. Penurunan biaya produksi
e. Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang
dapat diperoleh petani dan kegiatan off farm (pengolahan dan
pemasaran) melalui koperasi dan kemitraan.
(Anonimous, 2008).
Permasalahan yang ada di Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
yang menyebabkan SPP kurang berjalan diantaranya :

37

a. Dukungan Pemerintah Pusat tentang Program Agropolitan belum


sepenuhnya dan masih dirasakan kurangnya pembinaan dan
koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
b. Belum sinkronnya tata ruang Propinsi dengan Kabupaten.
c. Kawasan distrik agropolitan yang ditetapkan pada masing-masing
Kabupaten sebagian masih berada pada kawasan hutan lindung,
sehingga sangat mempengaruhi investor dalam penanaman modal.
Dalam hubungan ini perlu selalu diperhatikan kesesuaian
hubungan antar kota dengan daerah pedesaan sekitarnya, dan antara
suatu kota dengan kota-kota sekitarnya. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya lokasi industri, lokasi kegiatan pertanian atau sektor-sektor
lain yang menunjang/terkait cenderung terkonsentrasi hanya pada
beberapa daerah administrasi yang berdekatan.
Dengan kerjasama antar daerah, maka daerah-daerah yang
dimaksud dapat tumbuh secara serasi dan saling menunjang. Melalui
kerjasama antara daerah-daerah/wilayah-wilayah dapat diusahakan
keseimbangan pertumbuhan antara sektor pertanian dan sektor-sektor
lain baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyiapan tenaga
kerja.
3. Konsep Agropolitan Menuju Desa Industri Mandiri Berbasiskan
Bioteknologi
Konsep ini dikembangkan oleh Cahya Yudi Widianto di sebuah
desa di Gorontalo. Konsep ini memanfaatkan SDA yang ada di dalam
desa dengan memanfaatkan bakteri yang berada di dalam desa dan
dikembangkan menjadi sebuah pupuk organik cair (POC) dan Nutrisi
Organik Cair (NOC). Bakteri ini dikembangkan dari 9 jenis bakteri,
tergantung bakteri yang berada di dalam desa. Bakteri-baketri ini telah
terlektrifikasi oleh petir dan dikatalis oleh madu. Dalam aplikasinya
pula, dilakukan Teknik Pengelolaan Lahan Berkelanjutan dengan
Sistem

Intensifikasi

Potensi

Lokal

(SIPLO)

mengutamakan

penambahan bahan organik dan mikroorganisme pengurai yang dapat

38

membantu ketersediaan hara tanah untuk meningkatkan produktivitas


lahan.

Pada tahap awal, dilakukan penelitian dan survey tentang


kondisi desa untuk mengembangkan industri hulu yang salah satunya
adalah adanya peternak madu di daerah tersebut dan meneliti bakteri
yang ada di dalam desa. Lalu selanjutnya adalah pembinaan dan
pelatihan SDM desa guna membangun industry antara yang intinya
39

adalah pembuatan POC dan NOC serta biopes dan eter yang
selanjutnya berkembang menjadi industry kecil berbasis bioteknologi.
Pupuk dan nutrisi organik cair yang dinamakan Marolis ini
mempunyai kelebihan mampu meningkatkan produktivitas tanaman dan
ternak yang ada. Contohnya adalah pada tanaman cabe yang
mempunyai produktivitas per pohonnya adalah 0,9 kg 1,5 kg, dengan
Marolis tanaman cabe mampu menghasilkan hingga 5kg per pohonnya.
Dengan pendampingan oleh pemerintah untuk alih teknologi Marolis,
diharapkan hasil dari aplikasi Marolis akan menumbuhkan usaha-usaha
baru yang diantara lainnya adalah budidaya padi organik, pembenihan
lada, budidaya lele organik, pembuatan pakan fermentasi, dan lain-lain.
Pada akhirnya, diharapkan akan tumbuh industry kecil menengah di
hilir dari bioteknologi POC dan NOC Marolis.

Pemerintah dalam hal ini mempunyai peran :


a. MENKO PEREKONOMIAN
Koordinator pelaksanaan program DIM
b. MENKO KESRA
Koordinator dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat
c. KEMENPRIN
Penanggung jawab program DIM dan penyedia peralatan
d. KEMENDAGRI
40

Fasilitator dengan pemprov untuk pelaksanaan program DIM


e. KEMENTAN
Subsidi pupuk organik , fasilitator dan supervisi pelaksanaan
program DIM, dan fasilitator sosialisasi terhadap petani
f. KUKM
Memfasilitasi pengembangan wira usaha baru di koperasi dan
pembinaan terhadap koperasi DIM dan wira usaha baru
g. PEMKAB / PEMKOT
Memfasilitasi penyediaan tanah bangunan rumah produksi dan
enggerakkan Satker di lingkupnya untuk mendorong DIM
h. KEMENHUT
Menggerakkan masyarakat sekitar hutan untuk berwirausaha dan
menumbuhkan wira usaha baru budidaya lebah madu
i. BULOG
Lembaga penjamin hasil panen dan menerima hasil produksi para
petani sesuai ketentuan
Indikator keberhasilan dari pengembangan konsep Desa Industri
Mandiri ini adalah:
a. Tumbuhnya industri pionir/industri inti yang dapat mendorong
pertumbuhan industri plasma berbasis inovasi teknologi;
b. Peningkatan kompetensi SDM di bidangnya;
c. Pemanfaatan produk industri inti;
d. Penumbuhan wirausaha baru dan diversifikasi produk olahan.
e. Penyerapan tenaga kerja lokal;
f. Tumbuhnya industri jasa (kemasan, transportasi dan lain-lain);
g. Berkembangnya jejaring usaha dan value chain dari bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi atau dari hulu sampai
hilir;
h. Meningkatnya perekonomian desa melalui keseimbangan nilai
tambah bagi pelaku usaha terkait dan koperasi menuju desa/sentra
industri mandiri; dan

41

i. Pelestarian lingkungan (industri berwawasan lingkungan, produk


ramah lingkungan).

42

Kaitan dengan Teori Pembangunan Rostow


a. Tahap masyarakat tradisional
Pada tahap ini, masyarakat desa di Gorontalo atau di Kabupaten
Sidenreng Rappang masih menggunakan cara-cara bertani yang
tradisional. Dari segi ekonomi pun, tingkat pendapatan yang diraih
masaayarakat desa terbilang rendah yang berujung pada rendahnya
tingkat kosumsi di desa. Teknologi yang masih menggunakan teknik
dan teknologi yang tradisional pun menyebabkan tingkat produksi
pertanian yang dihasilkan rendah.

b. Prasyarat Untuk Lepas Landas


43

Pengenalan bioteknologi Marolis kepada masyarakat terjadi pada


tahap ini. Di tahap ini pula peneliti didampingi oleh pemerintah
melakukan pelatihan SDM dan pendampingan alih teknologi Marolis
yaitu pupuk organik cair dan nutrisi organik cair yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi di desa.
c. Lepas Landas
Setelah pelatihan dan pendampingan dilakukan dan masyarakat telah
mampu mengembangkan POC dan NOC sendiri, di dalam
masyarakat akan terbangun suatu industry yang menjadi inti dari
konsep Desa Industri Mandiri yaitu industry POC dan NOC serta
industry pembuatan eter dan biopes. Dari POC dan NOC inilah
seluruh perekonomian desa terpusat. POC dan NOC pada
aplikasinya akan menumbuhkan berbagai usaha-usaha yang berbasis
organik dan meumbuhkan berbagai macam UKM/IKM yang baru di
desa.
d. Pendewasaan
Perekonomian di desa mulai maju diutandai dengan meningkatnya
produksi hasil pertanian dan peternakan di desa. Hasil yang didapat
ini merupakan efek sudah efektif dan efisiennya masyarakat dalam
pengaplikasian bioteknologi POC dan NOC.
e. Konsumsi Tingkat Tinggi
Perekonomian telah sangat maju dan berkembang. Pendapatan
masyarakat

telah

meningkat

dari

sebelumnya

menandakan

keberhasilan konsep yang telah diterapkan oleh pemerintah bersama


dengan peneliti di dalam masyarakat. Setelah terbukti berhasilnya
konspe yang diiterapkan ini, maka konsep ini akan diperluas ke
berbagai wilayah di Indonesia seperti Garut, Blitar, Malang, Ngawi,
Buol, Lampung, dan lain-lain.

BAB III
44

SIMPULAN
1. Struktur Pedesaan Progresif (SPP) adalah suatu sistem sirkulasi di
daerah pedesaan yang memperlancar arus barang/informasi/jasa
penunjang pertanian antara tiap-tiap usahatani dengan masyarakat luas.
2. Uraian teoritis mengenai struktur pedesaan progresif dikemukakan oleh
A. T. Mosher (1974).
3. Unsur SPP diantaranya pasar, jalan desa, percobaan pengujian lokal,
aparat penyuluh dan fasilitas kredit.
4. SPP diorganisir menjadi dua, yaitu lokalitas dan distrik usahatani.
5. Struktur pedesaan progresif memang istilah yang tidak terlalu banyak
dikenal oleh masyarakat luas, namun dari segi penerapannya beberapa
desa telah menggunakan teori tersebut.
6. Salah satu penerapan awal struktur pedesaan menuju progresif adalah
pembentukan kelembagaan Koperasi Unit Desa dan penyuluhan, namun
dalam pelaksanaannya masih kurang baik.
7. Teori pembangunan tidak banyak bermakna jika tidak dapat diterapkan
secara tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
8. Pendekatan teori pembangunan telah dikemukakan oleh para ahli.
9. Di Indonesia teori-teori pembangunan pertanian dibahas atas aspekaspek ekonomi dari pembangunan pertanian dan persoalan pertanian,
pada umumnya ada empat sudut pandang yaitu pandangan sektoral,
pandangan masalah efesiensi, pandangan dari segi komoditas dan
pandangan dari segi pembangunan daerah.
10. Adanya ego sektoral yaitu tidak adanya sifat kemitraan dan belum ada
hubungan yang adil satu sama lainnya, membuat pertumbuhan ekonomi
melalui pertanian semakin terhambat.
11. Studi kasus struktur pedesaan progresif misalnya dapat dilihat pada
program Prima Tani dan agropolitan, sedangkan kasus teori
pembangunan pada desa industri mandiri.

DAFTAR PUSTAKA
45

A.T. Mosher dan Rochim Wirjomidjojo. 1974. Menciptakan Struktur Pedesaan


Progresif . Jakarta : CV. Yasaguna.
Anton Apriyanto, Dr.Ir, MS., Pembangunan Pertanian di Indonesia, Departemen
Pertanian, Kementrian Pertanian Indonesia, 2004.
Kuliah 7 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Smt Genap 2016. Jatinangor :
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Sastraatmadja,E. 1989. Ekonomi Pertanian Indonesia. Bandung : PT Angkasa.
Soekartawi. 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta : PT Rajagrafindo persada.
Soekartawi. 2010. Agribisnis. Jakarta : PT Rajawali press.
Widianto, Cahya Widi. 2016. Konsep Agropolitan Menuju Desa Industri Mandiri
(DIM) Berbasiskan Bioteknologi. Dirjen IKM Kementerian Perisdustrian :
Tim Desa Industri Mandiri

Sumber Internet :
http://dokumen.tips/documents/spp-pemper.html
http://eprints.undip.ac.id/17730/1/YUNELIMETA.pdf
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24093/4ef041e7023cc16b39eb1990a
039107b
http://images.sjarwo.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SD5BgwoKCnc
AADDrJuM1/PEMBANGUNAN%20PEDESAAN.ppt?
key=sjarwo:journal:10&nmid=87415560.
http://induk-kud.com/sejarah/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20623/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45050/3/Chapter%20II.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Endang%20Mulyani,
%20M.Si./EKO.%20PEMB%20-%20Teori%20Pembangunan.pdf
http://sumut.litbang.pertanian.go.id/ind/images/DokumenPdf/Prosiding2007/Maka
lah%20utama.pdf
https://www.academia.edu/8806383/pembangunan_pertanian
46

http://www.litbang.pertanian.go.id/artikel/one/151/pdf/Sistem%20Informasi
%20Penyuluhan%20Pertanian%20di%20Jepang%20dan%20Indonesia.pdf
http://www.slideshare.net/septianraha/68564832-pembangunanpedesaan

47

S-ar putea să vă placă și