Sunteți pe pagina 1din 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ARITMIA : GANGGUAN

PENGHANTARAN

Disusun Oleh :
Kelompok 6/AJ-1
Aisyah Nur Izzati

131511123075

Jatmiko Andi Rama

131511123077

Nur Mahfuzah Zein

131511123079

Achmad Rasyid Ridho

131511123081

Widyasih Inprihati Utami

131511123083

Maria Roswita Loin

131511123085

Hellen Setyo Utomo

131511123087

Bellani Octadiary

131511123089

Denny Purwawardana

131511123091

Progam Studi Pendidikan Ners


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Surabaya
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Aritmia :
Gangguan Penghantaran. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah kardiovaskuler II di Fakultas Keperawatan Unair Surabaya.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman
teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis pada umumnya dan pembaca pada khususnya.

Surabaya, 3 November 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aritmia adalah salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular yakni
perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi
elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas
pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan
denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
Selain gagal jantung, mortalitas dari penyakit kardiovaskuler juga banyak
disebabkan oleh aritmia. Kejadian aritmia belakangan ini semakin banyak
menarik perhatian para peneliti. Cardiac aritmia bertanggungjawab atas
kematian akibat kardiovaskular berkisar 20 % (Meier dkk, 2001; Kanbay dkk,
2010).
Aritmia memiliki insidens yang tinggi sebagai penyebab kematian mendadak
(sudden death) pada populasi berumur 40-50 tahun di negara maju. Tercatat di
Amerika Serikat pada tahun 2001, 450.000 meninggal karena aritmia.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa aritmia merupakan
penyebab kematian mendadak dikarenakan adanya perbuhan frekuensi dan
irama jantung akibat konduksi elektrolit yang abnormal. Maka dari itu, kami
akan

membahas mengenai aritmia yang terjadi akibat gangguan

penghantaran.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pasien dengan aritmia gangguan penghantaran
secara komprehensif.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami definisi aritmia
b. Mahasiswa dapat memahami etiologi aritmia
c. Mahasiswa dapat memahami aritmia ganggguan penghantaran impuls.

d. Mahasiswa dapat memahami komponen dari aritmia gangguan penghantaran


impuls.
e. Mahasiswa dapat memahami manifestasi pada gambaran EKG setiap
komponen aritmia gangguan penghantaran impuls.
f. Mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang aritmia.
g. Mahasiswa dapat memahami komplikasi aritmia
h. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pasien aritmia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Aritmia
Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung
yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges,
1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.

Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial


aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama
jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk
gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996). Aritmia dibedakan
dalam dua golongan besar yaitu :
Gangguan pembentukan impuls
Gangguan penghantaran impuls
Dalam makalah ini akan di jelaskan aritmia sehubungan dengan gangguan
penghantaran impuls
2.2 Etiologi
Etiologi aritmia secara umum dapat dapat digolongkan menjadi dua faktor
1.

2.

yaitu :
Gangguan pada jantung itu sendiri (intrinsik), meliputi :
a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner,
iskemi miokard, infark miokard
c. Akibat gagal jantung
d. Akibat kardiomiopati
e. Karena penyakit degenerasi misalnya fibrosis sistem konduksi jantung.
Gangguan yang bukan dari jantung itu sendiri (ekstrinsik), meliputi :
a. Trauma (perdarahan)
b. Intoksikasi obat misalnya digitalis
c. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia)
d. Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja
e.
f.

dan irama jantung


Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat
Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme)

2.3 Konduksi Normal pada Jantung


Depolarisasi normal dan konduksi

impuls

adalah

pusat

untuk

mempertahankan cardiac output. Dua tipe sel yang ditemukan pada jantung yang
pertama adalah sel berespon untuk generasi impuls dan konduksi atau
penghantaran, dan yang sel kedua berfungsi untuk kontraksi otot jantung.
Depolarisasi miokardium dimulai di sinoatrial (SA) node. SA node terletak di
posterior dan superior dari atrium kanan dan dipersarafi oleh sistem saraf simpatik
dan parasimpatik.

Impuls dapat timbul oleh kelompok tertentu dari sel yang mampu melakukan
depolarisasi secara spontan. Depolarisasi awal dari SA node tidak dapat terlihat
oleh Electrocardiogram (ECG). Gelombang P timbul ketika impuls dihantarkan
keluar dari atrium. Di situ tidak ada spesifik sistem konduksi atau penghantaran di
atrium untuk menyampaikan impuls SA node ke AV node. Impuls dihantarkan
oleh depolarisasi yang berdekatan dari atrial myofibril adjacent. Sebagian melalui
gelombang P, impuls mencapai AV Node, sebagian lagi gelombang P karena
depolarisasi atrial kiri.
Pada jantung yang normal, atrium dan ventrikel memiliki elektrisitas yang
terisolasi satu dengan yang lainnya kecuali pada AV Node. Av Node terletak di
atrial septum dekat dengan apeks segitiga Koch. Av Node dipersyarafi oleh sistem
saraf simpatik dan parasimpatik. Konduksi AV Node dihitung dari mayoritas
interval PR. Setelah muncul dari AV Node, impuls tersebut dikonduksikan ke
bundle of HIS, dari sana imuls berjalan ke kanan dan kiri bawah bundle branches
dan selanjutnya ke fesikula ke jaringan serabut purkinje, yang akan menyebabkan
kontraksi ventrikel (Urden, 2010).
2.4 Patofisiologi
Kegagalan konduksi dapat terjadi di manapun sepanjang jalur konduksi, AV
Node blok sering terjadi karena obat-obatan, peningkatan parasimpatetik atau
iskemia. AV Node blok biasanya reversibel kecuali pada kerusakan infark
permanen, bagian dari jalannya konduksi. Infranodal blok jarang terjadi karena
kelainan fisiologi. Pe nyakit struktur jantung dan gangguan sistem anatomi
konduksi adalah penyebab utama dari infranodal hearth block. jarang terjadi
infranodal block termasuk gangguan bundle of HIS dari pengapuran katub aorta,
penyakit Lenegres (degenerasi idiopatik serabut purkinye), dan penyakit Chagas.
Jika AV Block teridentifikasi, hal ini membantu menentukan lokasi kelaianan
konduksi. Anatomi dapat mengidentifikasi jenis dari AV Block, lebar gelombang
QRS komplek dan QRS morfologi. Ketika gelombang QRS komplek sempit (<
0,12 detik), kelainan ini mungkin merupakan supraventrikuar. Ketika gelombang
QRS komplek melebar, tempat yang mungkin terjadinya AV Block adalah
infranodal. Bundle Branch dan Vascicular Block membentuk gelombang QRS

morfologi yang dapat membantu menentukan lokasi anatomi spesifik dari


penyakit.

2.5 Web Of Causation


Peradangan
jantung
Lepasnya
mediator nodus

Gang.
Sirkulasi
koroner

Intoksikasi
obat-obatan

Suplai O2
ke
jantung

Mengubah
repolarisasi
sel otot
jantung

Nekrosis sel
otot jantung

degenarasi
PK : AMI
PK : Emboli
paru
PK : deep
vein
trombosis

Sel
jantung
digantikan
jar. parut

Ketidaksei
mbangan
elektrolit
hipo/hiper
kalemi
Perubahan
permeabilit
as thd ion K
Potensial
istirahat sel otot
jantung
memendek/mem
anjang

Gangguan
pembentukan atau
penghantaran
ARITMIA

MK :
penurunan
curah jantung

Pengosongan
ventrikel
Kontaktilitas

Memacu
focus
ektopik
CO

Gangg.
Pengaturan
system
saraf
otonom
Aktivasi
N.
vagus
Aktivasi sel
pacu jantung
SA node

kardiomiopat
i
Dilatasi sel
otot jantung
Gagal
jantung
Suplay
O2
Metabolisme

MK : resiko
aritmia
berulang

Asidosis
ATP
MK :
Kelebihan
volume

Fatigue

2.5 Gangguan Penghantaran Impuls


MK
Suatu gangguan konduksi menunjukkan adanya blok/hambatan
atau

intoleransi

tertundanya penghantaran impuls jantung yang abnormal dari SA node, aktivitas


melalui
AV node, melalui bundle branch kiri atau kanan ke sistem Purkinje di ventrikel di
ventrikel. Block dapat terjadi pada beberapa titik sepanjang sepanjang jalur sistem
konduksi (Udjianti, 2010).
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut mengakibatkan
tidak adanya aliran implus yang sampai bagian miokardium yang seharusnya
menerima implus untuk dimulainya kontraksi. Blok ini dapat terjadi pada setiap
bagian sistem konduksi implus mulai dari nodus sino-atrial (SA), nodus atrioatrial
(AV), jaras his dan cabang-cabang sampai pada serabut purkinje dalam
miokardium. Gangguan penghantaran implus tersebut meliputi :
1. Blok atrio-ventrikuler (AV Blok)
a. Blok atrio-ventrikuler derajat satu
b. Blok atrio-ventrikuler derajat dua tipe I
c. Blok atrio-ventrikuler derajat dua tipe II
d. Blok atrio-ventrikuler derajat tiga
2. Blok intraventrikuler
a. RBBB (Right Bundle Branch Block)
b. LBBB (Left Bundle Branch Block)
c. LAFB/LAHB (Left Anterior Fasicular Block/Left Anterior Hemiblock)
d. LPFB/LPHB (Left Posterior Fascicular Block/Left Posterior Hemiblock)
3. SVT (Supraventrikel Takikardi)
a. AV NRT (Atrio Ventricular Reentry Tachycardia)
b. AVRT (Atrio Ventricular Reentry Tachycardia) karena WPW sindrom.
2.6 Komponen Aritmia Gangguan Penghantaran
1. Blok Atrioventrikular (Blok AV)
a. Definisi
Pada hantaran listrik jantung bisa mengalami hambatan pada jalur
konduksinya. Pada blok atrioventrikular (AV Blok) terjadi hambatan
penjalaran impuls listrik dari atrium (serambi jantung) ke ventrikel
(bilik jantung) secra parsial atau total atau setiap gangguan konduksi
impuls pada nodal AV dan sistem His Purkinje disebut blok AV.
Interval PR merupakan kunci untuk membedakan tipe blok AV serta
analisis lebar kompleks QRS merupakan kunci penentu lokasi blok.

Blok AV dibagi atas :


1) Blok AV Derajat Satu :
Tanda khas blok derajat satu adalah adanya perlambatan konduksi
di dalam nodus AV sehingga terjadi perpanjangan interval PR
(waktu antara atrium mulai depolasrisasi) dengan konfigurasi QRS
kompleks yang normal.

Karakteristik :
-

Irama
: biasanya teratur atau regular
Atrium
: 60-100 denyut / menit
Ventrikel
: 60-100 denyut / menit
Gelombang P
: normal
Gelombang P : QRS: 1 : 1
Durasi QRS
: biasanya normal
Interval PR
: konstan dan lebih dalam dari 0,20 detik
2) Blok AV derajat dua :
Karakteristik dari blok AV derajat dua adalah tidak semua impuls
yang berasal dari atrium disalurkan ke ventrikel. Dengan demikian
pada EKG lebih banyak tampak gelombang P disbanding kompleks
QRS. Blok AV dapat dibagi lagi terdiri atas:
a) Blok AV derajat dua tipe satu (mobitz tipe I/wenckebach)
Saat impuls sinus dihantarkan melalui nodal AV akan
terjadi perlambatan hantaran yang semakin besar (interval PR
semakin lama semakin panjang)
Sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan dan tidak
diikuti oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi pada
nodal AV sehingga gelombang QRS normal.
Pada kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, jika
rasio konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan
penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, infark miokard inferior, penyakit katup aorta

serta efek obat obat yang memperlambat konduksi AV


(penghambat beta, antagonis kalsium dan digitalis).

Karakteristik
- Laju
: laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama
: irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P
tidak diikuti kompleks QRS
- Durasi QRS : biasanya normal
- Interval PR : tidak konstan, semakin lama semakin
memanjang
b) Blok AV derajat dua tipe dua (Mobitz tipe II)
Keadaan ini timbul jika impuls atrium gagal dihantaran ke
ventrikel tanpa ada penundaan hantaran yang progresif. Lokasi
blok hantaran terletak di bawah nodal AV dan sering pada distal
berkas HIS di berkas cabang.
Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV
dengan kompleks QRS sempit (lokasi blok di nodal AV) tetapi
jika blok AV pada infark miokard akut anterior biasanya
menunjukkan kompleks QRS lebar (lokasi blok di intranodal
(berkas cabang)).

Karakteristik :
- Laju
- Irama

: laju ventrikel lebih lambat


: irama ventrikel ireguler

Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P


tidak diikuti kompleks QRS ( ada QRS
missing )
- Durasi QRS
: normal (< 0,12 detik )
- Interval PR : konstan (0,12 - .0,02 sec )
- rasio P: QRS : 2: 1, 3: 1, atau lebih besar.
3) Blok AV derajat tiga blok AV total kompleks
Tidak ada impuls atrium yang dihantarkan ke ventrikel
sehingga atrium dan ventrikel mengalami depolarisasi secara
terpisah satu dengan yang lain.

Karekteristik :
- Laju
- Irama
-

: laju atrial lebih besar dari laju ventrikel


: teratur, tidak ada hubungan irama atrial dan
ventrikel
Gelombang P
: normal
Durasi QRS
: tergantung lokasi escape pacemaker, durasi

QRS
normal bila irama dari junctional dan melebar
bila terdapat ventricular escape rhythm
- Interval PR
: tidak ada
- Interval PP/RR: teratur
- Interval RR
: RR beraturan
b. Etiologi
Sebagian besar hambatan listrik jantung terjadi pada orang
orang berusia tua. Penyebab yang paling banyak adalah
terbentunya jaringan fibrosa pada system konduksi jantung dan
penyakit arteri koroner. Namun, ada beberapa kasus hambatan
listrik jantung yang disebabkan oleh :
Pemakaian obat obat tertentu, misalnya digitalis dan beta
blocker
Penyakit jantung rematik
c. Manifestasi Klinis:

Gejala yang muncul tergantung dari derajat gangguan yang


terjadi :
AV blok derajat satu seringkali jarang menimbulkan gejala,
gambaran EKG : PR yang memanjang > 0,2 detik.
Orang orang yang mengalami AV blok derajat dua bisa

menyebabkan detak jantung yang lambat < 40x/menit, tidak


teratur, atau keduanya, pada mobitz I tampak adanya
pemanjangan interval PR hingga kompleks QRS menghilang,
pada mobitz II lebih sering menimbulkan kompleks QRS
menghilang
AV Blok derajat tiga merupakan gangguan yang berat dan
bisa mengganggu kemampuan jantung dalam memompa
darah. Gejala gejala yang sering kali terjadi diantaranya
pusing, kelelahan, dan pingsan, JVP tampak jelas.
(M, L. Brent. Heart Block. Merck Manual Home Health
Handbook, 2012).
d. Penatalaksanaan
AV Blok Derajat Satu
Tidak ada tindakan yang diindikasikan, interval PR harus di
monitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut.
AV Blok Derajat Dua
Untuk Mobitz I tidak ada tindakan yang diindikasikan,
kecuali

menghentikan

obat

yang

merupakan

agen

pengganggu
Pengamatan; biasanya ada pengobatan yang dibutuhkan
Atropin 0,5 mg dapat diberikan secara intravena dan
diulang sampai dosis total 3 mg jika bradikardia adalah
-

gejala (hipotensi, nyeri dada)


Pemberian transkutan, epinefrin (2 -10 mcg / min) atau
dopamin (2 - 10 mcg / kg / min) juga dapat

dipertimbangkan.
AV Blok Derajat Tiga
- Pengamatan jika pasien asymotomatik . Apakah gejalagejala muncul, atropin 0,5 mg dapat diberikan dan diulang

sampai dosis total 3 mg jika bradikardia adalah gejala


-

(hipotensi, nyeri dada).


Pemberian Transkutan, epinefrin (2 - 10 mcg / menit),
atau dopamin (2 - 10 mcg / kg / min) juga dapat

dipertimbangkan.
Penatalaksanaan AV blok total dilakukan dengan obatobatan dan pemasangan pacu jantung. Biasanya jarang
diperlukan alat pacu jantung permanen. Pemasangan pacu
jantung sebagai sumber energi eksternal yang digunakan
untuk menstimuli jantung jika gangguan pembentukan
impuls dan/ atau transmisi menimbulkan bradiaritmia
diharapkan

dengan

pacu

jantung

mengembalikan

hemodinamik ke tingkat normal atau mendekati nomal


pada saat istirahat dan aktivitas. Sangat perlu diperhatikan
kondisi hemodinamik pasien. American Heart Association/
American College of Cardiology membagi indikasi
pemasangan pacu jantung ke dalam 3 kelas: kelas I,II,III.
Yang dimaksud kelas I adalah keadaan dimana pacu
jantung harus dipasang, kelas II keadaan dimana masih
terdapat perbedaan mengenai kepentingannya, dan kelas
III keadaan dimana tidak diperlukan pacu jantung.
2. Gangguan Konduksi Intraventrikel
Pada keadaan normal septum intraventrikel bagian kiri akan terstimulasi
pertama kali sekali kemudian impuls berjalan untuk menstimulasi septum
kanan sehingga ventrikel kiri dan kanan akan berdepolarisasi bersamaan.
Konduksi normal akan mengahsilkan kompleks QRS sempit ( durasi QRS
< 0,12 detik )
a. Blok Cabang Berkas (Bundle Branch Block)
Blok cabang berkas merupakan gambaran konduksi impuls parsial
maupun total pada cabang berkas. Hal ini menyebabkan perlambatan
eksitasi salah satu ventrikel sehingga depolarisasi ventrikel tidak simultan.
Konduksi lebih lambat sehingga menghasilkan kompleks QRS yang lebar

(durasi > 0,12 detik). Untuk analisis, paling baik dilihat di sadapan V1 dan
V6. Beberapa kelainan blok cabang berkas adalah sebagai berikut:
1) Blok cabang berkas kanan (RBBB = Right Bundle Branch Block)
Pada RBB, depolarisasi septum dari ventrikel kiri adalah normal,
sedangkan depolarisasi ventrikel kanan terjadi perlambatan akibat
blok di RBB. Jadi, setelah sepolarisasi septum dan ventrikel kiri atau
setelah terbentuk gambaran rS di sadapan V1 dan qr di sadapan V5,
baru terekam arus depolarisasi ventrikel kanan yang datangnya
terlambat menuju ke V1. Dengan demikian , kompleks QRS di V1
atau V2 menjadi bentuk yang dikenal sebagai telinga kelinci (rabbit
ear appearance). Sebaliknya di sadapan V5 (atau sklienpan lateral
lainnya) akan terekam gambaran QRS. Pola RBBB sering dijumpai
pada pasien stenosis mitral, defek septum atrial, IMA serta bisa suatu
variasi normal.

Karakteristik RBBB :
- Pola rSR di sadapan aVR dan V1
- Gelombang S lebar (durasi > 0,04 detik) dan tumpul (slurred) di
sadapan I, aVL, V5, dan V6
- Durasi kompleks QRS > 0,12 detik (blok total) atau antara 0,10
0,12 detik (blok parsial)
2) Blok cabang berkas kiri (LBBB = Left Bundle Branch Block)
Apabila konduksi di LBB terganggu maka arus depolarisasi septum
hanya dibentuk dari komponen RBB sehingga mengarah ke ventrikel
kiri. Sebagai akibat selain gelombang R di sadapan V1 dan
gelombang Q disklienpan V1 dan gelombang Q di sklienpan V5
tidak terbentuk, sebaliknya terjadi gelombang Q di sklienpan V1 dan
gelombang R di sklienpan V5. Setelah itu terjadi depolarisasi
ventrikel kanan, yang kemudian diikuti depolarisasi ventrikel kiri
yang terlambat.
Pola LBBB sering dijumpai pada pasien stenosis aorta,
cardiomiopati dilatasi, IMA, penyakit arteri koroner, serta hipertensi
yang mengarah ke pelebaran akar aorta dan regurgitasi aorta.

Karakteristik LBBB :
- Kompleks QRS lebar dan bertakik (berbentuk huruf M) di sadapan
I, aVL, V5 dan V6
- Tidak dijumpai gelombang Q sadapan I, V5, dan V6
- Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inverse di
sadapan I, aVL, V5, dan V6

- Durasi kompleks QRS > 0,12 detik (blok total) atau antara 0,10
0,12 detik (blok parsial)
b. Blok Hantaran Fasikulus
Blok hantaran fasikulus bisa terjadi fasikulus anterior kiri dan
fasikulus posterior kiri
1) Blok hantaran fasikulus anterior kiri ( left anterior fasicular
block / left anterior hemiblock = LAFB / LAHB )
Pada keadaan ini terjadi hambatan konduksi aliran listrik yang
turun ke fasikulus anterior sehingga aliran listrik akan turun
melewati fasikulus posterior kiri ke permukaan inferior miokard
dan terjadilah depolarisasi ventrikel kiri dengan arah inferior ke
superior.

Klasifikasi LAFB :
- Deviasi aksis ke kiri (pastikan tidak ada penyebab deviasi aksis lain
seperti hipertrofi ventrikel kiri)
- Durasi QRS normal <0,12 detik
- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T
2) Blok hantaran fasikulus posterior kiri ( left posterior fascicular
block / left posterior hemiblock = LPFB / LPHB )
Pada keadaan ini semua aliran listrik turun lewat fasikulus anterior
kiri (karena terjadi hambatan konduksi aliran listrik yang turun ke
fasikulus posterior) dan terjadi depolarisasi ventrikel dengan arah
superior ke inferior.

Karakteristik LPFB :
Deviasi aksis ke kanan ( pastikan tidak ada penyebab deviasi aksis
lain seperti hipertrofi ventrikel kanan )

- Durasi QRS normal


- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T.
3. SVT (Supra Ventrikel Takikardi)
SVT adalah satu jenis takiaritmia yang ditandai dengan dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar
antara 150 x/menit sampai 250 x/menit. Kelainan pada SVT mencangkup
sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundel his. Pada kebanyakan
SVT mempunyai kompleks QRS normal. SVT yang termasuk dalam
aritmia gangguan penghantaran ialah AVNRT (takikardi reentry pada
simpul AV) dan AVRT ( takikardi reentry pada sindroma pre-ekstasi ).
Re-entry adalah pada sebagian otot jantung terjadi blockade
indirectional (blockade terhadap rangsang dalam arah antegrad), dimana
rangsang dari arah lain dapat masuk kembali secara retrograde melalui
bagian yang mengalami blockade tadi. Begitu dimulai, dorongan ini
mungkin beredar melalui daerah yang sama berulang kali. Impuls yang
terjebak menjadi alat pacu jantung dalam keadaan ini. Konduksi impuls
mungkin tertunda atau terlalu lambat (misalnya AV blok tingkat pertama
dan kedua), atau menjadi benar-benar diblokir (misalnya derajat ketiga
atau blok jantung lengkap).
a. AVNRT
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV. Sirkuit tertutup
pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad
terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada
sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical atau
orthodromic. Jika sebaliknya maka disebut atypical atau antidromic.
1) Orthodromic

Karakter :
- Komplek QRS sempit
- Gelombang P timbul segera setelah kompleks QRS sempit dan
terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang P
tersebut tenggelam di dalam komplek QRS.
2) Antidromic
Karakter :
- Komplek QRS sempit
- Gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh
setelah komplek QRS.
b. AVRT
Pada AVRT karena sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) jenis
orthodromic, konduksi antegraf terjadi pada jaras his-purkinje (slow
conduction) sedangkan konduksi retrograf terjadi pada terjadi pada
jaras tambahan (fast conduction). Jenis antidromic merupakan
kebalikan dari orthodromic.
1) Orthodromic

Karakter :
- Komplek QRS sempit

Gelombang P timbul segera setelah kompleks QRS sempit

dan terbalik.
2) Antidromic

Karakter :
- Komplek QRS lebar
- Gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang cukup
jauh setelah komplek QRS.

2.7

Pemeriksaan
Penunjang
a) EKG:

Perbedaan tipe dari reentry loop:


AVNRT (kiri) dan AVRT (kanan)

menunjukkan

pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber


disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b) Monitor Holter: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c) Foto dada: Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
d) Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.

e) Tes stres latihan: dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang


menyebabkan disritmia.
f) Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
g) Pemeriksaan obat: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
h) Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i) Laju sedimentasi: Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j) GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia (Udjianti,2010).
2.8 Komplikasi
a) Stroke
Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif, darah akan
melambat. Hal ini dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk.

Jika

bekuan darah terbawa dalam aliran darah dan dalam perjalannya menghalangi
arteri otak, maka akan menyebabkan stroke. Ini dapat merusak otak dan
menyebabkan kematian.
b) Gagal jantung
Gagal jantung dapat terjadi karena jantung memompa tidak efektif dalam
waktu lama karena bradikardi atau takikardi. Gagal jantung juga
menyebabkan kelebihan cairan yang terkumpul pada kaki dan paru-paru.
2.9 Penatalaksanaan
Aritmia umunya ditangani dengan terapi medis, tetapi pada situasi dimana
obat tidak mencukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan seperti :
a. Kardioversi
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur
elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya. Digoksin
biasanya dihentikan, 48 jam sebelum dilakukan kardioversi untuk
mencegah terjadinya aritmia pasca kardioversi. Pasien biasanya diberi
penenang secara IV sebelum kardioversi dilakukan untuk membantu
anastesia dan jarang sekali diintubasi setelah anastesi. Besarnya voltase

yang digunakan bervariasi mulai dari 25-400watt/detik. Sinkroniser


dihidupkan.
b. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan keadaan
gawat darurat. Biasanya terbatas bagi penatalaksanaan fibrilasi ventrikel
apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel mikard sekaligus, sehingga
memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai
pacemaker. Tegangan listrik yang lebih besar dari kardioversi diperlukan
untuk mendefibrilasi jantung. Berikut beberapa kunci pokok yang harus
diingat saat membantu melakukan defibrilasi atau kardioversi :
Gunakan bahan konduktor diantara kulit dengan pedal, seperti kasa
salin atau pasta elektroda
Letakan pedal sedemikian rupa sehingga membentuk lengkung yang
efektif
Berikan tekanan sebesar 20-25 pound pada setiap pedal agat tepat
kontak dengan kulit
Jagalah keamanan dengan cara meyakinkan tidak ada seorang pun
yang menyentuh tempat tidur atau pasien saat pedal dinyalakan
Pada kasus febrilasi ventrikel, RJP harus dilakukan dan diteruskan
sampai defibrilasi mekanis tersedia
c. Pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. Alat
ini memulai dan mempertahankan frekuensi jantung ketika pacemaker
alamiah jantung tak lagi mampu memenuhi fungsinya. Pacemaker
biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau
loncatan gangguan hantaran. Pacemaker biasanya bersifat permanen atau
temporer.

Pacemaker tersusun atas dua komponen : (1) pembangkit pulsa listrik,


yang mengandung sirkuit dan baterai yang membangkitkan stimulus
listrik, dan (2) elektroda pacemaker (juga disebut lead atau kabel), yang
menghantarkan impuls pacemaker ke jantung. Stimulus dari pacemaker
berjalan melalui elektroda kateter elastis yang dimasukan melalui vena ke
ventrikel kanan atau dimasukan langsung melalui tusukan ke dinding
dada. Pembangkit pulsa biasanya ditanam di kantung bawah kulit di
daerah pektora atau aksiler; kadang-kadang dipilih juga di daerah
abdomen.
Pembangkit pacemaker diisolasi untuk melindungi dari kelembaban
dan panas tubuh. Pembangkit pulsa (atau pacemaker) mempunyai suplay
tenaga sendiri, yang disediakan oleh sel baterai. Sumber tenaga utama
yang sering digunakan adalah baterai merkuri seng (bertahan selama 3-4
tahun), unit sel litium (bertahan sampai 10 tahun) dan tenaga nuklir
(sumber 238 plutonium) yang bertahan 20 tahun sampai seumur hidup.
Ada juga alat pacemaker yang dapat diisi dari luar. Karena pacmaker
bergantung pada baterai, maka harus diganti secara berkala.
Jenis-jenis pacemaker :

Pacemaker demand (sinkronous, nonkompetitif) : yang diatur pada


frekuensi tertentu dan menstimulasi jantung saat tidak terjadi
repolarisasi jantung normal

Pacemaker fixed rate (asinkronous, kompetitif) : menstimulasi


ventrikel pada frekuensi konstan yang sudah diatur sebelumnya, dan
tidak tergantung irama pasien. Biasanya digunakan pada pasien
dengan penyekat jantung komplet atau stabil

Pacemaker sementara : jenis ini digunakan pada pasien yang


mengalami infark miokard dengan komplikasi penyekat jantung, pada
pasien dengan henti jantung dengan bradikardi dan asistole, atau pada
pasien pasca operasi pembedahan jantung tertentu. Pacemaker
sementara dapat digunakan selama berjan-jam, berhari-hari, atau
berminggu-minggu dan diteruskan smapai kondisi pasien baik atau

sampai pacemaker permanen dipasang. Alat ini dapat digunakan


dengan pendekatan endokardial (transvena) atau dengan pendekatan
transtorakal ke miokardium. Elektroda transvena dipasang di bawah
pengawasan fluoroskopi melalui berbagai vena perifer (antekubital,
brakhial, jugular, subklavikula, femoral) dan ujung kateter diletakan di
apeks ventrikel kanan. Komplikasi yang paling sering terjadi selama
pemasangan pacemaker adalah aritmia ventrikel. Jarang terjadi
perforasi jantung. Defibrilator harus selalu tersedia

Pacemaker permanen : Lead endokardial dimasukan secara transvena


ke dalam ventrikel kanan, dan pembangkit pulsa dipasang di dalam
tubuh di bawah kulit di daerah pektoral kiri atau kanan atau di bawah
klavikula. Hal ini disebut implan endokardial atau transvena. Prosedur
ini biasanya dilakukan dengan anastesi lokal. Metode lain cetusan
permanen adalah memasangn pembangkit pulsa ke dinding abdomen.
Elektroda dimasukan secara transtorakal ke dalam miokardium, dan
dijahit. Untuk metoda ini, yang dinamakan epikardial atau implan
miokardial, diperlukan torakotomi untuk mencapai jantung

Pacemaker Antrioventrikel : Melalui perkembangan pacemaker AV,


telah membantu perkembangan terapi pacemaker yang aman dan
efektif untuk berbagai masalah jantung yang kompleks. Hal ini
dikarenakan pacemaker AV diprogam agar menyerupai fungsi intrinsik
jntung pasien itu sendiri, sehingga dinamakan pacemaker fisiologis

Pacemaker respons aktivitas : pacemaker yang akan mengubah


frekuensi jantung sesuai respons terhadap perubahan aktivitas yang
diselidiki. Rancang awalnya tergantung pada parameter seperti
aktivitas fisik, perubahan asam-basa, dan saturasi oksigen, dan bukan
tergantung pada fungsi nodus sinus. Pacemaker ini mampu
memperbaiki curah jantung pasien selama latihan
Komplikasi :

Infeksi lokal (sepsis atau pembentukan hematoma) dapat terjadi di


tempat pemotongan vena atau pada penempatan pacemaker di bawah
kulit

Aritmia-aktivitas ektopik ventrikel dapat terjadi akibat iritasi dinding


ventrikel oleh elektroda

Dapat terjadi perforasi miokardium atau ventrikel kanan oleh kateter

Cetusan hilang secara mendadak akibat tingginya ambang ventrikel


Pengawasan pacemaker :

Kebanyakan kegagalan pembangkit pulsa dalah akibat habisnya


baterai sebagai sumber tenaga. Klien harus diberitahu bahwa baterai
disegel dalam pembangkit pulsa. Bila tiba saat untuk mengganti
baterai, irisan baru akan dibuat pada irisan lama. Pembangkit pulsa
lama diangkat, dan unit baru dipasang serta disambungkan ke lead
yang sama kemudian dipasang di kantong yang sudah tersedia.
Biasnaya dilakukan di bawah anastesi lokal. Komplikasi lain meliputi
fraktur atau dislokasi elektroda atau kegagalan elektronika.

Malfungsi pacemaker dapat terjadi akibat pajanan terhadap medan


eletromagnetis (oven, microwave, peralatan MRI, dan detektor logam
seperti di bandara atau gedung pemerintah. Klien harus diingatkan
untuk menghindari berdekatan dengan alat-alat tersebut. Klien
dianjurkan untuk memperlihatkan kartu yang menandai bahwa klien
tersebut menggunakan pacemaker

Setiap klien berkunjung untuk kontrol, lakukan EKD 12 lead untuk


mendeteksi adanya tanda-tanda kegagalan sistem pacemaker (patah
lead atau rusaknya isolator)

(Smeltzer, 2002 dengan perubahan)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, tangal lahir, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal pengkajian, tanggal masuk RS.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien antara lain lemas, sinkop
(pingsan), baik yang dahulu maupun sekarang, kepala ringan, pusing,
kelelahan, nyeri dada, dan berdebar-debar.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit saat ini: aritmia gangguan penghantaran meliputi
blok-sino atrial, blok-atrio ventrikular, dan blok intra-ventrikular.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Penyakit yang pernah diderita: aritmia, kardiomiopati, GJK, penyakit
katup jantung, hipertensi. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat
anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat gangguan vaskuler seperti penyakit jantung, stroke,
hipertensi
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Penyakit paru kronis, riwayat atau penggunaan tembakau berulang,
napas pendek, batuk (dengan atau tanpa produksi sputum), pernapasan
krekels.
b. B2 (Blood)

Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode

aritmia.
Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus alternant
(denyut kuat teratur atau denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat

tak teratur atau denyut lemah).


Defisit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
c. B3 (Brain)
Kesadaran composmentis hingga coma. (nilai GCS)
Pusing, berdenyut, sakit kepala
Status mental berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara, kesadaran, pingsan, koma.
Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
d. B4 (Bladder)
Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
e. B5 (Bowel)
Hilang nafsu makan, anoreksia.
Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
Mual dan atau tidak disertai muntah.
Perubahan berat badan.
Ditandai dengan perubahan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, cyanosis,
berkeringat (gagal jantung, syok), turgor kulit.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko aritmia berulang berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokard.
b. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrial, penurunan kontraktilitas miokardia
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.

e. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter aatau


pembangkit
f. Kekurangan

pengetahuan

mengenai

progam

perawatan

diri

berhubungan dengan kondisi klien dan pemasangan alat pacemaker


5. Intervensi
a. Resiko aritmia berulang berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokard.
Kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi
dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status
mental compos mentis.
Menunjukkan penurunan frekuensi atau tidak adanya disritmia.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokard.
Intervensi :
1) Monitor hemodinamik, keluhan nyeri dada, dan sesak napas.
Rasional :
2) Demonstrasikan relaksasi napas dalam saat pasien merasa nyeri dada
sebagai management stress pasien
Rasional :
3) Berikan kondisi lingkungan yang tenang bagi pasien, monitor aktivitas
pasien selama fase akut.
Rasional :
4) Kolaborasi tindakan invasif misalnya TPM, PCI, AICD (Automatic
Implantable cardioverter/ defibrillator)
Rasional : Alternatif tindakan invasif diperlukan sebagai upaya
pencegahan kondisi yang lebih buruk
b. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
konduksi elektrial, penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa.
Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.

Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)


untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau TD.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat, pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Memenuhi perawatan diri sendiri.
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
a)
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi
jantung.
b)
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional:
Penurunan/ketidakmampuan

miokardium

untuk

meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan

peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga


peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
d)Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima.
Berat badan stabil dan tidak ada edema.
Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
b) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam
fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.

e) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f) Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium
e. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter aatau pembangkit
Tujuan/kriteria hasil :
Suhu normal
Nilai leukosit dalam batas normal (5000-10.000/mm3)
Tidak memperlihatkan kemerahan atau pembengkakan pada tempat
pemasangan pacemaker
Intervensi :
a) Lakukan perawatan luka 3 hari sekali
Rasional : mencegah adanya infeksi
b) Pantau adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : tanda-tanda seperti kemerahan, edema, nyeri, atau
perdarahan tidak normal menklienkan adanya perluasan infeksi
c) Pantau TTV klien
Rasional : pencatatan progam pengkajian dan pencatatan frekuensi
nadi harus dicatat secara berkala untuk memantau pertumbuhan
infeksi
f. Kurang pengetahuan mengenai progam perawatan diri berhubungan dengan
kondisi klien dan pemasangan pacemaker
Tujuan/kriteria hasil :
Klien mematuhi progam perawatan diri
Klien mampu memelihara fungsi pacemaker
Intervensi :
a) Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang pacemaker :
melapor pada dokter secara berkala sesuai ketentuan
Rasional : Pengecekan pacemaker secara berkala agar frekuensi
pacemaker dan fungsinya dapat dipantau, khususnya selama bulan
pertama setelah pemasangan
b) Anjurkan klien untuk mematuhi jadwal pemantauan mingguan selama
bulan pertama

Rasional : memotivasi pasien untuk memeriksakan pacemaker secara


rutin
c) Ajarkan pasien untuk memeriksa denyut nadi tiap hari
Rasional : Mengajarkan secara dini adanya malfungsi pacemaker bila
terjadi percepatan atau perlambatan
e) Beritahukan agar pasien dan keluarga melakukan pemantauan
perminggu saat baterai diperkirakan hampir habis
Rasional : Mencegah malfungsi pacemaker dari komplikasi yang akan
terjadi

DAFTAR PUSTAKA
Marylin, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Kurniawati, Ninuk Dian. 2012. Materi Ajar : Aritmia. Universitas Airlangga :
Fakultas Keperawatan
Smetzer, Suzzane C., Brenda G, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Juni Udjianti, Wajan. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba
Medika.

Nurarif, Amin, Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NKLIEN : Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction
Smeltzer C. Suzzane, Bruner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Bedah.
Jakarta : EGC
Vincent, J.L; et all. 2011. Textbook of Critical Care: Sixth Edition. Philadelphia:
Elseiver Saunders
Urden, L.D; et all. 2010. Critical Care Nursing: Diagnosis and Management. St
Louis Missouri : Mosby Elseiver

S-ar putea să vă placă și