Sunteți pe pagina 1din 17

IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS KERAGAMAN GENETIK POHON

ULIN (Eusideroxylon zwageri) SEBAGAI SALAH SATU UPAYA


KONSERVASI MOLEKULER

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biodiversitas


Dosen Pengampu Prof. Drs. Sutarno, M.Sc.,Ph.D.

PAPER

Disusun Oleh :
Shinta Devi Amielia

(S831508048)

Sindy Nurinda

(S831508049)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

I. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pusat kekayaan
hayati di dunia. Daratan Indonesia yang hanya seluas 1,32% dari luas seluruh
daratan di dunia memiliki habitat 10% jenis tumbuhan berbunga, 12% binatang
menyusui, 16% reptilia dan amphibi, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga
yang ada di dunia (Mc Neely et al (1990) dalam Astirin, 2000). Fakta tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kontribusi yang sangat penting dalam
biodiversitas dunia.
Fakta bahwa Indonesia memiliki andil besar pada biodiversitas dunia
harus mengalami berbagai kendala dalam usaha konservasi atau pelestarian
keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Menurut Astirin (2000) Indonesia
sebagai negara berkembang masih menggantungkan diri pada keanekaragaman
hayati dimana eksploitasi pada kekayaan hayati yang ada di alam masih tinggi.
Pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut telah mencanangkan
berbagai undang-undang untuk perlindungan keanekaragaman hayati tetapi hal
tersebut belum dapat mengatasi permasalahan karena belum adanya sinergi antara
pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. Para pelaku bisnis mencoba
mengambil

keuntungan

sebesar-besarnya

tanpa

memikirkan

bagaimana

kelestarian sumber daya hayati yang ada. Kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga kelestarian hayati juga masih rendah. Hal ini menyebabkan permasalahan
kepunahan masih menjadi ancaman bagi biodiversitas di Indonesia.
Contoh nyata yang terjadi adalah adanya ekploitasi pada tumbuhan di
hutan Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur memiliki beragam flora unik yang
keberadaannya semakin terancam. Penyebab terancamnya kelestarian flora
endemik tersebut adalah adanya kebakaran dan perambahan hutan. Salah satu
tumbuhan yang keberadaannya sekarang semakin terancam adalah tumbuhan atau
pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri). Ulin merupakan salah satu jenis kayu yang
memiliki banyak manfaat seperti untuk konstruksi bangunan bahkan untuk
dijadikan obat (Hidayat, 2003). Kayu Ulin memiliki struktur yang sangat kuat dan
diminati oleh pasar, sehingga kayu ulin menjadi salah satu komoditi yang

memiliki harga jual yang tinggi. Minat pasar yang tinggi pada kayu Ulin
menyebabkan pelaku bisnis melakukan eksploitasi besar-besaran pada tumbuhan
ini hingga menyebabkan keberadaannya di alam semakin lama semakin
berkurang.
Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri) termasuk salah satu jenis tumbuhan
yang sulit untuk dibudidayakan (Pujawati, 2008). Eksploitasi Ulin yang tidak
terkendali dan tidak mempertimbangkan aspek kelsetarian menyebabkan pohon
Ulin mengalami penurunan populasi yang sangat mengkhawatirkan sehingga
dimasukkan dalam kategori vulnerable oleh IUCN (2011). Selain itu, ulin juga
telah dievaluasi untuk dimasukkan dalam Appendix II CITIES (Prastyono, 2014).
Kedua hal tersebut menjadi dasar perlunya konservasi sumberdaya genetik dan
budidaya terhadap jenis kayu ini untuk segera dilaksanakan.
Upaya konservasi sumber daya hayati pada saat ini dapat dilakukan
dengan melakukan analisis informasi genetik. Pengetahuan tentang keragaman
genetik sangat penting karena akan memeberikan suatu informasi dasar dalam
pengembangan tanaman selanjutnya. Menurut Wulandari (2008) keragaman
genetik digunakan sebagai bahan seleksi genotipe yang dikehendaki. Salah satu
pendekatan yang dilakukan untuk estimasi variabilitas genotipe adalah dengan
menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler. Pengembangan bidang
molekuler dengan analisis DNA sudah sering digunakan untuk mengkarakterisasi
variasi genetik dan kekerabatan dalam satu genus, spesies, kultivar atau aksesi.
Analisis keragaman suatu populasi tanaman dapat dilakukan secara
morfologi, sitologi, dan analisis molekuler yang diantaranya isoenzim, RAPD
(Random Amplified Polymorfik DNA), RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms), SSR
(Simple Sequence Repeat) atau mikrosatelit. Analisis molekuler dapat memberikan
perbedaan yang jelas dengan melihat perbedaan pola pita DNA. Penanda
molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetic tumbuhan, salah
satunya adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).

Teknik RAPD (Random Amplified Polymorpic DNA) bersifat lebih


sederhana dibandingkan penanda molekuler lainnya. RAPD merupakan salah satu
marka molekuler berbasis PCR yang banyak digunakan dalam mengidentifikasi
keragaman pada tingkat intraspesies maupun antar spesies (Qian et al., 2001,
Adam et al., 2002, Jena & Das, 2006). Teknik ini digunakan untuk
mengidentifikasi

genotip

tumbuhan,

karena

memiliki

kelebihan

dalam

pelaksanaan dan analisisnya. Teknik RAPD lebih murah, mudah dilakukan, cepat
memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah bayak dan
mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk menganalisis genom
semua jenis organisme. Teknik RAPD tidak hanya terbatas pada sifat-sifat yang
telah diketahui keterkaitan gen secara fisiologis dan biokimianya. RAPD banyak
digunakan sebagai penanda genetik untuk menilai keragaman genetik tumbuhan
hutan.
II.

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah ciri-ciri umum tumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri) ?
2. Apasajakah manfaat tumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri) ?
3. Apasajakah teknik analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui
keragaman genetik tumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri) ?
4. Bagaimanakah implementasi hasil analisis keragaman genetik ulin
(eusideroxylon zwageri) sebagai salah satu upaya konservasi molekuler?

III.

Landasan Teori
1. Pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Klasifikasi berdasrkan IUCN :
Kingdom : Plantae
Phylum
: Tracheophyta
Class
: Magnoliopsida
Order
: Laurales
Family
: Lauraceae
Genus
: Eusideroxylon
Spesies
: Eusideroxylon zwageri
Ulin (Eusideroxylon zwageri) memiliki nama lain yaitu Bulian atau
kayu besi. Ulin merupakan jenis pohon besar yang tingginya dapat
mencapai 50 meter dengan diameter sampai 120cm. Pohon ini tumbuh
pada dataran rendah sampai ketinggian 400m. Ulin umumnya tumbuh

pada ketinggian 5-400m di atas permukaan laut. Kayu Ulin memiliki


ketahanan terhadap perubahan suku, kelembaban, dan pengaruh air laut
sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras.
Eusideroxylon zwageri memiliki laju pertumbuhan yang sangat
rendah. Pertumbuhan dalam setahun hanya berkisar 0,058cm per tahun.
Proses perkecambahan bijinya juga sangat lama yaitu sekitar 6-12 bulan.
Hal ini disebabkan kulit biji pohon Ulin yang sangat keras.
Kayu ulin memiliki banyak manfaat bagi manusia baik dari segi
ekonomi, ekologi maupun kesehatan. Pada sektor ekonomi kayu ulin
banyak dijadikan komoditi bahan konstruksi karena tekstur kayunya
yang kuat dan keras. Kayu Ulin juga tahan terhadap perubahan
lingkungan dan tahan terhadap rayap maupun serangga lain hingga
ratusan tahun. Selain sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu ulin juga
dapat digunakan sebagai bahan kerajinan untuk furniture rumah dan
bahan kerajinan ukir yang memiliki nilai jual tinggi. Para pengrajin juga
sering menggunakan fosil dari tumbuhan Ulin untuk dijadikan berbagai
macam perhiasan yang lebih eksotis daripada batu permata.
Pohon ulin juga memiliki manfaat dari segi ekologi yang terbilang
sangat baik untuk kondisi ekologi disekitarnya. Pohon ulin merupakan
salah satu tempat atau habitat orang utan. Dedaunan yang masih muda
menjadi makanan bagi orang utan yang tinggal di sana. Ulin mampu
menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida dengan efektif
melalui fotosintesis. Ulin memiliki akar yang kuat sehingga mampu
menahan air tanah dan mencegah terjadinya erosi atau longsor.
Dari segi kesehatan, kayu ulin memiliki beragam manfaat untuk
mengobati penyakit. Bagian-bagian pohon ulin memiliki kandungan
yang berkhasiat untuk pengobatan herbal sebagai berikut:
a. Daun Ulin : mengandung zat fitokimia antara lain flavonoid, tanin,
saponin dan sterol-terpenoid.
b. Biji Ulin : memiliki khasiat untuk obat bengkak
c. Buah Ulin : memiliki khasiat untuk menghitamkan rambut dan
mencegah tumbuhnya uban.

Banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari tumbuhan Ulin


untuk kehidupan manusia maka pelestarian terhadap tanaman ini sangat
diperlukan dan harus segera dilaksanakan.
2. Analisis Keragaman Genetik
Penanda genetik, biasa juga disebut dengan 'marka', merupakan
ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan alat
tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu.
Beberapa penanda genetik sangat terpercaya karena bersifat lembam,
tidak mudah berubah karena pengaruh lingkungan. Penanda genetik
sangat penting dalam penyelidikan phylogeni suatu organisme (Tao et
al., 2009).
Penanda genetik hanya berguna apabila polimorfik dan terpaut
dengan sifat yang akan diamati atau dengan penanda genetik lain. Syarat
polimorfik diperlukan karena penanda genetik harus bisa membedakan
individu-individu dalam populasi yang diteliti. Suatu penanda genetik
paling tidak harus bisa mengelompokkan individu dalam dua kelompok.
Syarat terpaut dengan penanda, gen atau sifat lain diperlukan karena
fungsi penanda genetik adalah sebagai tanda pengenal yang harus
melekat pada sifat yang diteliti (Sharma et al., 2008).
Penanda genetik juga mengikuti hukum pewarisan Mendel dalam
suatu analisis genetik. Terdapat dua kelas penanda genetik dalam kaitan
dengan hal ini: penanda bersifat kodominan, artinya dapat membedakan
ketiga kelas

genotipe pada generasi F2 (dua homozigot dan

heterozigot); dan penanda bersifat dominan, yang tidak bisa memisahkan


heterozigot dari salah satu kelas homozigot (Sharma et al., 2008).
3. Macam-Macam Marka Gen
Penanda genetic, disebut juga penanda, marker, marka atau markah
di berbagai kepustakaan, merupakan penciri individu yang terdeteksi
dengan alat tertentu yang menunjukkan genotype suatu individu.
Penanda genetic menggambarkan perbedaan genetic diantara individu
dalam suatu organism atau spesies. Bentuknya dapat berupa penampilan
fenotipe atau morfologi tertentu, kandungan senyawa (protein atau

produk biokimia tertentu), berkas (band) pada suatu lembar hasil


elektroforesis gel atau kromatogram, atau hasil pembacaan skuensing.
Terdapat bermacam-macam penanda genetic, yang masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan yaitu :
a. Penanda morfologi
Penanda ini mudah dilihat oleh mata dan telah banyak digunakan
sejak masa awal genetika. Contohnya adalah warna, ukuran, atau
bentuk organ tertentu. Walaupun mudah dan masih dipakai (biasanya
digunakan untuk mengontrol berhasilnya suatu persilangan), penanda
morfologi dapat termodifikasi oleh pengaruh lingkungan sehinga
dianggap tidak stabil. Selain itu, penanda morfologi jumlahnya
sangat terbatas dan untuk mengamatinya harus menunggu hingga
sifat penanda itu muncul.
b. Penanda biokimia
Penanda biokimiawi biasanya memerlukan alat atau metode khusus
untuk

mengamatinya.

Kalangan

genetika

tumbuhan

banyak

menggunakan penanda biokimia sejak tahun 19960-an dengan


menggunakan

isoenzim

(isozim).

Penanda

isozim

bersifat

kodominan sehingga dapat dipakai pada populasi segregasi dengan


individu heterozigot. Meskipun cukup diskriminatif dan tidak mudah
dipengaruhi lingkungan, penanda ini serigkali diekspresikan pada
waktu dan organ tertentu saja. Jumlahnya tidak banyak dan
analisisnya memakan waktu dan biaya. Semenjak ditemukannya
enzim endonuklease restriksi, penanda biokimia mulai ditinggalkan
penggunanya.
c. Penanda molekul
Penanda molekul adalah penanda yang menandakan sifat-sifat
aplikatif DNA atau cDNA. Jadi, penanda biokimia tidak termasuk di
dalamnya meskipun sebenarnya juga merupakan molekul. Penanda
molekul bersifat stabil karena DNA bersifat basadan tidak
berpengaruh lingkungan.
4. Metode Marka Gen Beserta Kelebihan Dan Kekurangan MasingMasing

Jenis marka molekuler pada tanaman ada dua yaitu penanda yang
mendasarkan teknik PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR.
Penanda molekuler yang mendasarkan teknik PCR antara lain RAPD
(Random Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment
Length Polymorphism) dan SSR (Simple Sequence Repeats) yang lebih
menandakan pada sequencing DNA. Sedangkan penanda molekuler
yang tidak mendasarkan teknik PCR hanya ada satu jenis yaitu RFLP
(Restriction Fragment Length Polymorphisme) (Azrai, 2005). Setiap
penanda molekuler memiliki teknik yang berbeda-beda baik dalam hal
jumlah DNA yang dibutuhkan, dana, waktu, prosedur pelaksanaan,
tingkatan polimorfisme dan pengujian secara statistic (Garcia et al.,
2004). Penanda tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Oleh karena itu, kombinasi beberapa teknik akan
memberikan data yang komprehensif dan akurat. Penentuan teknik yang
digunakan sangat penting untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang
diinginkan. Umumnya strategi pemilihan teknik berdasarkan pada tujuan
studi, ketersediaan dana dan fasilitas serta kemampuan sumber daya
manusia.
Pemilihan marka molekuler yang akan digunakan dalam analisis
genetic perlu mempertimbangkan tujuan yang diinginkan, sumber dana
yang dimiliki, fasilitas yang tersedia serta kelebihan dan kekurangan
masing-masing tipe marka. Penanda molekuler yang diinginkan yaitu :
kemudahan akses (diperdagangkan dan cepat didapatkan), kemudahan
prosedur analisis, polymorphismenya tinggi, Co- dominant (dapat
membedakan homozigot dan heterozigot), reproducibility-nya tinggi.
Berikut adalah jenis-jenis penanda yang biasanya digunakan untuk
analisis DNA pada tanaman.
Penanda Molekuler Yang Mendasarkan PCR (Polymerase Chain
Reaction)
Reaksi berantai polymerase atau dikenal sebagai PCR adalah suatu
sintesis enzimatik untuk mengamplikasi suatu sekuen nukleotida tertentu
secara invitro. Teknik PCR biasanya memiliki sensitivitas yang sangat

tinggi, sehingga kontaminasi sampel DNA dapat mempengaruhi hail


analisis. Ada 5 komponen utama PCR yaitu oligonukleotida primer,
buffer amplifikasi, deoxyribonucleoside triphosphates (dNTP), sekuen
target (template DNA) dan taq DNA polymerase. Dalam analisis
keragaman, hal penting yang perlu diperlihatkan adalah pemilihan
primer yang dapat menampilkan polimorfisme pita-pita DNA diantara
individu yang diuji sera kualitas pita DNA untuk memudahkan dalam
interpretasi data (Fatchiyah, 2008).
1) RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)
RAPD atau teknologi polimorfisme amplifikasi fragmen DNA
yang dalam pelaksanaannya membutuhkan bantuan PCR. Teknik PCR
ini memanfaatkan dua sifat utama DNA, yaitu komplementasi basabasanya (A=T ; G=C) dan anti paralelisme dari kedua rantai DNAnya.
Amplifikasi DNA dengan teknik ini secara teknik dapat memberikan
keuntungan dibandingkan metode-metode lainnya. Untuk mendapatkan
karakterisasi sampel, metode ini dapat dikatakan sederhana, cepat dan
akurat. Marka RAPD dapat dilakukan dengan mengamplifikasi DNA
secara random primer. Adanya polymorphic DNA dapat dideteksi di
bahwa cahaya ultraviolet setelah sebelumnya gel elektroforesis diberi
Etridhium Bromida (EtBr) sehingga dapat menimbulakan pendaran.
Semakin banyak jenis primer yang digunakan akan menambah besar
kemampuan mendeteksi perubahan yang kecil dan pasangan basa DNA
genom (Ishak, 1998).
Kelebihan dari teknik analisa RAPD adalah pelaksanaannya lebih
cepat, hanya membutuhkan sampel DNA dalam jumlah sedikit (0,5-50
nm) dan tidak membutuhkan radioisotope. Selain itu, RAPD tidak
membutuhkan informasi sekuen DNA lebih dulu dan prosedurnya lebih
sederhana, lebih cepat, lebih murah daripada RFLP. Sedangkan
kelemahan dari teknik RAPD adalah tidak dapat membedakan individu
homozigot dan heterozigot karena bersifat sebagai penanda dominan
serta sulit mendeteksi perubahan yang kecil pada struktur DNA (gen),
kecuali

jika

menggunakan

lebih

dari

500

jenis

primer,

polymorphismenya rendah, reproducibility rendah (dapat diperbaiki


dengan emphasized-RAPD dengan menambah nucleotide (A,T,G, atau
C) pada ujung 3 pada primer yang asli. Selain itu RAPD menghasilkan
data yang tidak spesifik dan tidak kodomain, namun karena kemudahan
dan kecepatan dalam menganalisis data, maka teknik ini banyak
digunakan.
2) AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)
AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) merupakan
teknik yang bekerja atas dasar selektif PCR amplifikasi dari DNA
fragmen yang degenerate dengan enzim retriksi. Pada dasarnya AFLP
merupakan gabungan dari teknik RLFP dan teknik PCR. Keunggulan
AFLP antara lain : tidak memerlukan informasi sekuen dari genom dan
perangkat oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan dapat
diaplikasikan pada semua spesies tanaman, hasil amplifikasinya stabil,
tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, memiliki efisiensi
yang sangat tinggi dalam pemetaan lokus, karena sekali amplifikasi
dapat meliputi beberapa lokus, dapat digunakan untuk menganalisis sidik
jari semua DNA dengan mengabaikan kompleksitas dan asal usulnya,
dapat bertindak sebagai jembatan antarapeta genetic dan peta fisik pada
kromosom, jumlah lokus yang diperoleh dari setiap reaksi lebih banyak,
hal ini disebabkan karena penggunaan primer PCR yang lebih panjang
sehingga memungkinkan dilakukannya reaksi pada suhu tinggi.
Kelemahan dari teknik AFLP adalah cara aplikasinya relative lebih
rumit, sehingga memerlukan waktu lebih lama, keterampilan khusus,
serta pengadaan alat dan bahan sangat mahal. Teknik ini sedikit rumit
karena melibatkan enzim retriksi dan amplifikasi. Prosedur AFLP lebih
banyak membutuhkan tenaga dan lebih mahal daripada analisis RAPD.
Marka AFLP mirip dengan RAPD, tetapi primernya spesifik dan jumlah
pitanya lebih banyak. Marka AFLP dikategorikan 18-25 nukleotida.
3) SSR (Simple Sequence Repeats)
SSR yang juga sering disebut dengan mikrosatelit merupakan alat
bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotype, evaluasi
kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotip untuk karakter yang

diinginkan. SSR tergolong sebagai penanda molekuler yang sangat


efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara
tendem dengan 2 sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif)
yang tersebar dan meliputi seluruh genom. Motif ini misalnya urutan
ATT (Tri nukleotida) yang kemudian diulang 9-30 kali (ATT ATT ATT
ATT ATT ATT ATT ATT). Kelebihan marka ini yaitu bersifat kodominan
sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya
pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat diketahui lokasinya
pada DNA sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang
tinggi,

mudah

dan

ekonomis

dalam

pengaplikasinya

karena

menggunakan proses PCR (Prasetiyono dan Tasliah, 2004). SSR


memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi stabil secara somatic dan
diwariskan secara Mandelian. Kelemahan teknik ini adalah marka SSR
tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang
primer yang baru dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup
mahal.
Penanda Molekuler Yang Tidak Mendasarkan Teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction)
1) RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisme)
Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis secara molekuler
keragaman genetic diantara individu dalam suatu populasi. Selain itu
teknik ini mempunyai spesifitas sampai tingkat interspesies dimana
adanya mutasi pada daerah non coding DNA menyebabkan perbedaan
tempat pemotongan oleh enzim tersebut dapat dipisahkan melalui
elektroforesis gel agrosa. Perbedaan pola potongan DNA atau
polimorfisme tersebut akan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Metode analisa ini juga dapat digunakan untuk menentukan kesamaan
dan perbedaan kedua gen (Primarck et al., 1998).
Kelebihan dari penggunaan metode ini yaitu bersifat kodominan,
sehingga sangat baik untuk komparatf pemetaan genom. Polymorphisme
akan menghasilkan perbedaan ukuran fragmen yang terpotong, sehingga
setiap siklus retriksi dapat dipetakan, dapat diturunkan dari nuclear

genom, kloroplas genom dan mitokodria genom. Kelemahan teknik ini


yaitu menyita banyak tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas DNA
yang diperlukan sangat tinggi, prosedur hibridasinya rumit, sehingga
menyulitkan otomatisasi, dan memerlukan pustaka probe untuk spesiesspesies tanaman yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya (Prasanna,
IV.

2002).
Pembahasan
Keragaman genetik merupakan aspek penting dalam

program

pemuliaan tanaman. Peningkatan perolehan genetik akan didapatkan jika


program pemuliaan tanaman tersebut berasal dari populasi dengan
keragaman genetik yang cukup luas.

Seleksi yang merupakan faktor

penting dari pemuliaan pohon tentunya akan menyempitkan variasi


genetik. Disinilah pentingnya dilakukan konservasi sumberdaya genetik
untuk dijadikan sumber genetik baru bagi strategi pemuliaan yang lebih
fleksibel. Konservasi akan tetap menjaga keragaman genetik tetap tinggi
tidak seperti pada pemuliaan yang melakukan seleksi terhadap suatu sifat
yang diinginkan,

sehingga berdampak pada penurunan keragaman

genetik. Pada prinsipnya strategi konservasi sumberdaya genetik meliputi


konservasi di dalam habitat aslinya (In-Situ) dan di luar habitat aslinya
(Ex-Situ). Konservasi Ex-Situ lebih mudah dilakukan dalam rangka
penyediaan materi genetik untuk program pemuliaan pohon.
Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan
nukleotida penyusun DNA. Perubahan itu mungkin dapat mempengaruhi
fenotipe suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang atau
mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu.

Secara

umum keanekaragaman genetika suatu populasi dapat terjadi karena


adanya mutasi dan rekombinasi. Di samping itu struktur genetika dari
suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besarnya populasi,
cara reproduksi dan seleksi (Finkeldey 2005).
Keragaman genetik merupakan landasan bagi pemulia untuk
memulai suatu kegiatan perbaikan tanaman. Besarnya keragaman genetik
dapat menjadi dasar untuk menduga keberhasilan perbaikan genetik

didalam program pemuliaan. Keragaman genetik yang luas merupakan


syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena memberikan
keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Selain itu populasi
dengan keragaman genetik yang lebih luas akan memberikan peluang yang
lebih besar diperolehnya karakter-karakter yang diinginkan.
Kegiatan konservasi sumberdaya genetik dan pemuliaan tidak bisa
terlepas dari variasi genetik yang merupakan sumberdaya yang bisa
dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan di masa yang akan datang.
Dengan adanya variasi keragaman genetik yang tinggi antar famili pada
populasi Pulau Kalimantan maka semakin banyak potensi sumberdaya
genetik tanaman Ulin yang bisa diselamatkan. Disamping itu keragaman
genetik yang tinggi juga sangat penting dalam program pemuliaan Ulin
karena optimalisasi perolehan genetik akan dapat dicapai dengan semakin
besarnya peluang untuk seleksi terhadap sifat-sifat yang diinginkan.
Mempertahankan keragaman genetik juga sangat diperlukan untuk
melestarikan variasi spasial dan temporal dari kondisi lingkungan. Benih
memegang peranan penting dalam pembangunan hutan tanaman biji yang
dikumpulkan dari berbagai sumber yang berbeda akan berbeda dalam
viabilitas,perkecambahan, pertumbuhan dan performa biomassa.
Keragaman genetik yang tinggi pada suatu famili

dapat

menguntungkan di bidang konservasi tanaman hutan untuk pelestarian


keanekaragaman genetik tanaman hutan. Keragaman genetik yang rendah
pada famili yang memiliki karakter fenotipe yang unggul sangat
menguntungkan untuk keperluan pembuatan kebun benih semai (seedling
seed orchard) seperti pada Hutan Percobaan Cirangsad karena famili yang
memiliki karakter tinggi, tinggi bebas cabang dan diameter yang unggul
dan homogen merupakan famili yang cocok untuk dijadikan pohon induk
atau sumber benih sehingga diharapkan keturunannya memiliki sifat yang
mirip dengan induknya.
Potensi penerapan hasil analisis marker molekuler adalah untuk
memfasilitasi konservasi gen di wilayah tropis yang dibagi menjadi dua
langkah. Pertama, marka gen dapat digunakan untuk mengevaluasi status

latar belakang genetik dari tumbuhan ex situ dan in situ dari berbagai
spesies pohon di hutan yang sudah ditetapkan sebagai spesies yang
dilindungi. Marka molekuler ini digunakan untuk mengetahui apakah
spesies yang dilindungi memiliki diversitas genetik yang cukup sebagai
representasi dari gen pool sebagai tanaman konservasi.
Kedua, marka gen dapat digunakan untuk mengevaluasi status
sumber genetik dari spesies yang belum pernah ditetapkan atau baru
direncanakan untuk dikonservasi. Hal ini dilakukan dengan cara
mendeterminasi variasi genetik diantara populasi atau di dalam individu
dan sistem perkawinan serta aliran gen. pada umumnya, marka gen dapat
digunakan sebgai panduan bagaimana dan dimana cara mengkoleksi
sampel untuk konservasi gen ex situ dan in situ. untuk memaksimalkan
penerapan ini harus dikombinasikan dengan survey ekonomi dan geografi
serta pengukuran sifat adaptif.
Langkah kedua dalam hal ini lebih cocok diterapkan di Indonesia
karena situs konservasi ex situ dan in situ gen belum ditetapkan oleh
pemerintah. informasi dari variasi genetik yang ada di dalam dan di antara
populasi serta hubungan genetik antara populasi dan sampel dapat
diperoleh dengan cara ini. Keragaman genetik dari spesies Ulin masih
tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyatmoko diperoleh
hasil bahwa nilai rata-rata indeks diversitas genetik tumbuhan ulin adalah
sebesar 0,3678. Namun, jarak genetik diantara kluster masih tinggi. jadi
berdasarkan informasi tersebut, kumpulan materi genetik untuk konservasi
secara ex situ harus difokuskan pada individu dalam populasi dan pada
setiap kluster.
Penurunan genetik pada tumbuhan Ulin belum terlihat. ini
mengindikasikan bahwa keragaman genetik untuk tumbuhan Ulin pada
tahap ini dapat dijaga kelestariannya asalkan populasi yang masih tersisa
dipelihara dan dikonservasi dengan baik. material genetik untuk
menentukan konservasi ex situ dapat di perlakukan sebagai sebuah induk
pohon yang meyimpan informasi dari setiap genetik dari spesies yang

sama. hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa materi genetik yang
telah dikumpulkan dari berbagai macam induk tumbuhan.

V.

Daftar Pustaka
Astirin, O. P. (2000). Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
di Indonesia. Biodiversitas , 36-40.
Banerjee, S., Singh, S., Pandey, H., Pandey, P., & Rahman, L. u. (2012).
Conservation and storage of Curcuma amada Roxb. synseeds on
Luffa sponge matrix and RAPD analysis of the converted plantlets.
Industrial Crops and Products , 383-388.
Dhakshanamoorthy, D., Selvaraj, R., & Chidambaram, A. (2015). Utility
of RAPDmarker for genetic diversity analysis in gamma rays and
ethyl methane sulphonate (EMS)-treated Jatropha curcas plants. C.
R. Biologies , 7582.
Ding, Y., Zhang, J., Lu, Y., Lin, E., Lou, L., & Tong, Z. (2015).
Development of EST-SSR markers and analysis of genetic diversity
in natural populations of endemic and endangered plant Phoebe
chekiangensis. Biochemical Systematics and Ecology , 183-189.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E.,
Siregar IZ. Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gottingen:
Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-AugustUniverity-Gottinge. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical
Forest Genetics.
Hidayat, S. (2004). Persebaran Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijms. &
Binned.) dan Tumbuhan Asosiasinya di Taman Nasional Kutai,
Kalimantan Timur . Biosmart , 39-43.
Idrus, Hidayah, A. K., & Bakrie, I. (2015). Analisa Finansial Pada Usaha
Persemaian Bibit Ulin Oleh Masyarakat Di Desa Sungai Merdeka
Kecamatan Samboja . Jurnal AGRIFOR , 62.
K.Khoury, C. (2015). Corp wild relatives of pigeonpea Cajanus cajan L.
Millsp Distribution, ex situ conservation status, and potential genetic
resources for abiotic stress tolerance. Biological Conservation , 259270.
Liyanagunawardena, N. (2016). Type-specific PCR assays for Babesia
bovis msa-1 genotypes in Asia: Revisisting the genetic diversity in
Sri Langka, Mongolia and Vietnam. Infection; Genetic and
Evolution , 64-69.
Nishat, S. (2015). Genetic diversity of the bacterial wilt pathogen
Ralstonia solanacearum using a RAPD marker. C. R. Biologies , 757767.

Piegler, W. P., Horvth, E. ., Kllai, Z., & Sipiczki, M. (2014). Diversity


of Candida zemplinina isolates inferred from RAPD,
micro/minisatellite and hysiological analysis. Microbiological
Research , 169, 402-410.
Prastyono. (2014). Variasi Pertumbuhan Pada Uji Provenan Ulin Di
Bondowoso . Wana Benih , 73-80.
Puspaningrum, C., Muin, A., & Wulandari, R. S. (2013). Pengaruh
Beberapa Perlakuan Terhadap Masa Dormansi Biji Belian
(Eusideroxylon zwageri T.et.B). jurnal hutan lestari , 61-69.
Sadiq, F. A., YunLi, TongJieLiu, Flint, S., Zhang, G., & He, G. (2016). A
RAPD based study revealing a previously unreported wide range of
mesophilic and thermophilic spore formers associated with milk
powders in China. International Journal of Food Microbiology , 200208.
Widyatmoko, A. Y., Nurtjahjaningsih, I., & Prastyono. (2011). Study On
The Level Of Genetic Diversity Of Diospyros Celebica,
Eusideroxylon Zwageri And Michelia Spp. Using Rapd Markers.
Bogor: Departemen Kehutanan.
Zainudina, A., Maftuchah, & Fitriani, H. (2014). Analysis of Genetic
Diversity on Mutants Jatropha curcas Using RAPD . Energy
Procedia , 1-6.

S-ar putea să vă placă și