Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Memberdayakan Motivasi Belajar Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi
Sistem Pertahanan Tubuh Di SMA Negeri 1 Kragan
MAKALAH
Disusun Oleh :
Shinta Devi Amielia
S831508048
A. JUDUL
Potensi Pengembangan Modul Biologi Berbasis Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Sistem
Pertahanan Tubuh Di SMA Negeri 1 Kragan
B. PENDAHULUAN
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Jadi, komponen pendidikan
adalah bagian-bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses pendidikan (Slameto, 2010).
Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: Tujuan pendidikan, Peserta didik,
Pendidik, Bahan atau materi pelajaran, Pendekatan dan metode, Media atau alat, Sumber
belajar, Evaluasi. Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pembelajaran
dapat terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positif,
konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem
pengajaran tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, hubungan antara komponen satu dan
yang lain dapat mempengaruhi hasil dari pembelajaran yang dilakukan, namun pada proses
pembelajaran tidak pernah lepas dari permasalahan yang menyangkut komponen-komponen
pembelajaran. Permasalahan pembelajaran jika tidak segera diselesaikan akan menyebabkan
tujuan dari pembelajaran tidak tercapai.
Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut diperlukan analisis secara
mendalam tentang masalah apa saja yang terjadi di dalam kelas. Analisis ini dapat dilakukan
dengan observasi langsung pada proses pembelajaran, wawancara dengan siswa, dan guru
serta analisis sarana prasarana, bahan ajar dan media pembelajaran. Analisis terhadap
masalah ini dilakukan untuk menetukan masalah apa yang benar-benar urgent dan perlu
untuk segera diselesaikan. Dengan menetapkan masalah yang perlu untuk segera
diselesaikan, diharapkan dapat untuk segera dilakukan pencarian solusi untuk penyelesaian
masalah tersebut sehingga proses pembelajaran akan berjalan lancar dan dapat menghasilkan
siswa yang berkualitas sesuai kompeten sesuai dengan tututan perkembangan zaman. Oleh
karena itu, peneliti melakukan observasi dengan mengamati proses pembelajaran baik yang
ada di kelas maupun di laboratorium, observasi sarana prasarana pendukung, dan wawancara
terhadap guru dan siswa kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2015/ 2016.
C. OBSERVASI MASALAH
Observasi masalah dilakukan di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran
2015/ 2016. Observasi dilaksanakan dengan mengamati proses pembelajaran di kelas dan di
laboratorium. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMA
Negeri 1 Kragan, ditemukan beberapa permasalahan pembelajaran sebagai berikut :
N
o
1
Aspek
Siswa
11) Yang dipelajari oleh siswa hanya bergantung pada materi yang
disampaikan oleh guru dan siswa tidak berusaha untuk mencari
referensi lain.
12) Siswa percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru tanpa berusaha
mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenarannya.
13) Siswa tidak mengerjakan latihan soal yang ada di LKS jika tidak
ditugaskan oleh guru.
14) Beberapa siswa mengaku hanya membaca buku paket dan LKS saat
akan diadakan Ulangan Harian.
15) Siswa masih bingung saat menggunakan alat-alat laboratorium.
16) Siswa tidak dapat merancang sendiri percobaan yang akan dilakukan.
17) Siswa harus diberi urutan langkah-langkah percobaan dalam melakukan
prcobaan
18) Siswa masih bingung dalam menentukan variable-variabel percobaan /
penelitian
19) Siswa tidak yakin dan ragu-ragu akan hasil percobaan yang telah
dilakukan benar atau tidak (masih banyak bertanya pada guru mengenai
hasil percobaan.
20) Siswa masih bingung dalam membuat sendiri tabel untuk data hasil
percobaan
21) Siswa hanya mampu menyampaikan hasil percobaan dalam bentuk
tabel
22) Siswa masih ragu-ragu dalam menyimpulkan hasil percobaan
23) Kelompok praktikum atau percobaan didominasi oleh siswa yang
pandai
24) Sebagian anggota kelompok
Guru
menerapkan
kegiatan
praktikum
dalam
proses
pembelajaran
7) Media yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran
hanyalah media power point.
8) Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya terbatas pada penilaian
kognitif yaitu melalui Ulangan harian, ulangan mid semester dan
3
Bahan
Ajar
Sarana
dan
Prasarana
D. PENGELOMPOKAN MASALAH
Masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan
tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam suatu kelompok masalah dengan melihat
kesesuaian masalah dengan indikator dari kelompok masalah tersebut. Setelah melakukan
beberapa kajian teori terkait kelompok masalah dan masalah yang ada, masalah-masalah
yang ada dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan tersebut kemudian
dikelompokkan ke dalam suatu kelompok masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Motivasi Belajar
Kemampuan berpikir kritis
Ketrampilan Proses Sains
Hasil Belajar
Sumber Belajar dan Bahan Ajar
Proses Pembelajaran
ia akan memperlihatkan partisipasinya dan aktivitasnya untuk mengikuti kegiatankegiatan didalam pembelajaran yang sedang berlangsung.
Nana Sudjana (2002) berpendapat bahwa motivasi siswa dapat dilihat dari beberapa
hal, antara lain :
a. minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
b. semangat siswa untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya
c. tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya
d. reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus diberikan guru
e. rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok masalah rendahnya Motivasi Belajar. Berikut ini
adalah masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah
rendahnya motivasi belajar siswa SMA N 1 Kragan :
Motivasi Belajar
Hasil Observasi
tersebut
tampak
pada
kebiasaan
bertindak,
beragumen
dan
mengetahui informasi dengan baik; d) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan
menyebutkannya; e) memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan; f) berusaha
tetap relevan dengan ide utama; g) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; h)
mencari alternatif; i) bersikap dan berpikir terbuka; j) mengambil posisi ketika ada bukti
yang cukup untuk melakukan sesuatu; k) mencari penjelasan sebanyak mungkin; l)
bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah.
Selanjutnya Ennis mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis
dikelompokannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi; memfokuskan
yang
pertanyaan,
emosional.
6.
Menghindari
oversimplifikasi.
7.
Mempertimbangkan
1)
2)
3)
4)
5)
materi
pembelajaran
disampaikan.
yang
Dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa hanya mengemukakan
jawaban tanpa mengutarakan alasan pemilihan jawaban tersebut merupakan masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit Kemampuan berpikir kritis karena
indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang
diantaranya meliputi mencari alasan, berusaha mengetahui informasi dengan baik,
memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, mencari penjelasan
sebanyak mungkin (Ennis, 1996). Siswa percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh
guru tanpa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenarannya merupakan masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok
penyakit Kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ennis yang
menyatakan bahwa 12 indikator berpikir kritis dikelompokannya dalam lima besar
aktivitas, salah satunya adalah Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. Selama proses pembelajaran
berlangsung, tidak ada siswa yang bertanya kepada guru terkait materi pembelajaran yang
disampaikan merupakan masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit
Kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan pendapat Wade (dalam Filsaime, 2008)
yang menjelaskan bahwa karakteristik berpikir kritis melibatkan kemampuankemampuan, salah satunya adalah kemampuan mengajukan berbagai pertanyaan.
Indikator berpikir kritis yang berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas yaitu
indikator umum terdiri dari (1) Kemampuan (abilities) yaitu fokus pada suatu isu
spesifik, menyimpan tujuan utama dalam pikiran, menanyakan pertanyaan-pertanyaan
klarifikasi, menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelasan (Ennis, 1996).
3. Ketrampilan Proses Sains
Ketrampilan Proses Sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan
teori-teori IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun
keterampilan sosial (Rustaman, 2005). Jenis-jenis ketrampilan proses sains dan
kerakteristiknya terdiri atas sejumlah ketrampilan yang satu sama lain tidak bisa
sendiri
11) Guru kesulitan merancang dan
membuat percobaan sederhana
yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran biologi dengan
pendekatan saintific.
12) Guru jarang menerapkan kegiatan
praktikum
dalam
proses
pembelajaran
5)
6)
7)
merancang sendiri percobaan yang akan dilakukan, siswa harus diberi urutan langkahlangkah percobaan dalam melakukan prcobaan merupakan masalah yang dikelompokkan
ke dalam kelompok masalah Ketrampilan Proses Sains. Hal ini sesuai dengan pendapat
Zulfiani (2009) yang menyatakan bahwa ketrampilan menentukan dan menggunakan alat
dan bahan yang digunakan untuk menguji atau menyelidiki sesuatu merupakan
ketrampilan yang termasuk ke dalam jenis ketrampilan proses sains dalam merencanakan
percobaan. Siswa masih bingung dalam menentukan variable-variabel percobaan /
(2011) yang
menyatakan bahwa salah satu indikator KPS yaitu mampu menyatakan hubungan dua
variabel. Siswa tidak yakin dan ragu-ragu akan hasil percobaan yang telah dilakukan
benar atau tidak (masih banyak bertanya pada guru mengenai hasil percobaan) dan siswa
masih bingung dalam membuat sendiri tabel untuk data hasil percobaan merupakan
masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok masalah Ketrampilan Proses Sains
karena hal tersebut merupakan ketrampilan menarik suatu generalisasi dari serangkaian
hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan termasuk ke dalam jenis ketrampilan proses
sains (Zulfiani, 2009). Guru kesulitan merancang dan membuat percobaan sederhana
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi dengan pendekatan saintific, Guru
jarang menerapkan kegiatan praktikum dalam proses pembelajaran merupakan masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit Ketrampilan Proses Sains karena
kegiatan praktikum juga memberikan pengaruh terhadap ketrampilan proses sains siswa.
Hal ini sesuai dengan pernyaatan Adisendjaja (2009) yang menyatakan bahwa kegiatan
praktikum merupakan suatu sarana yang dapat digunakan untuk melatih peserta didik
dalam melakukan ketrampilan kerja laboratorium, selain itu kegiatan praktikum
merupakan cara yang sesuai untuk memenuhi tuntutan belajar sains berdasarkan hakekat
sains dan melatihkan ketrampilan proses sains serta ketrampilan yang ditampilkan dapat
segera diamati secara tepat.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang
yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dari sebelumnya dan yang tidak tahu menjadi tahu (Hamalik, 2007).
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis
yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indicator
dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Indikator hasil
belajar menurut Benjamin S.Bloom dengan Taxonomy of Education Objectives membagi
tujuan pendidikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotorik
(Nurgiantoro, 1988).
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan
data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Hasil Belajar. Berikut ini adalah masalahmasalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah Hasil Belajar siswa SMA
N 1 Kragan :
Hasil Observasi Masalah
Kelompok Masalah
1) Pada saat ulangan harian, beberapa siswa belum mencapai Hasil Belajar
KKM
2) Pada saat ulangan harian, siswa yang mencapai KKM
hanya 50% dari jumlah siswa secara keseluruhan.
5. Sumber Belajar dan Bahan Ajar
Sumber belajar merupakan komponen dalam kegiatan pembelajaran. Sumber belajar
bisa meliputi segala sesuatu yang dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran, yaitu
segala sesuatu apa yang ada di sekolah pada masa lalu, sekarang dan pada saat yang akan
datang (Nana Sudjana, 1989). Sumber belajar tidak hanya terdapat pada proses belajar
mengajar di sekolah saja tetapi sumber belajar dapat diperoleh dari pengalaman yang kita
alami selama membawa kita pada pengalaman dan menimbulkan belajar dan menuju
kearah yang lebih baik. Definisi tersebut menunjukan bahwa sumber belajar adalah
sumber daya yang memberikan kemudahan siswa untuk belajar, sumber belajar tersebut
perlu dikelola dan dimanfaatkan seefektif mungkin agar dapat menunjang keberhasilan
belajar.
Jenis-jenis sumber belajar menurut Assosiation For Education Communication and
Technology (AECT) dapat dikategorikan menjadi enam yaitu tempat atau lingkungan,
benda, manusia, bahan, buku, dan peristiwa (Samsuri, 2012). Dalam pengembangan
sumber belajar itu terdiri dari dua macam yaitu: Pertama, sumber belajar yang dirancang
1)
2)
3)
4)
Masalah
Kelompok masalah
Sumber belajar siswa hanya terbatas pada buku pegangan Sumber Belajar dan
siswa yang diperoleh dari sekolah dan LKS yang berisi Bahan ajar
rangkuman materi dan latihan soal
Bahan ajar yang digunakan guru hanya berasal dari buku
pegangan guru dari sekolah dan LKS.
Guru jarang mencari referensi lain terkait pembelajaran
biologi
Jumlah literature buku Biologi di perpustakaan masih
sangat terbatas.
6. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi
antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001). Menurut Rooijakkers (1991), proses
pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan tenaga
pendidik, kegiatan peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidik dan peserta
didik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dalam kerangka keterlaksanaan
program pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh gru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Nana Sudjana (2001)
menyatakan bahwa proses mengajar merupakan suartu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa
melakukan proses belajar. Selama proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku pada siswa (Mulyasa, 2003).
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Proses Pembelajaran. Berikut ini adalah
masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok penyakit Proses
Pembelajaran SMA N 1 Kragan :
Masalah
Kelompok Masalah
pengaturan belajar yang baik, hal itu tidak cukup untuk meraih kesuksesan dalam studi.
Motivasi belajar dipandang sebagai faktor lain yang berpengaruh lebih besar pada hasil
akhir studi (Paris, Lipson, dan Wixson, 1983), karena sebaik apapun pengaturan belajar
individu yang dimiliki seseorang tidak akan berhasil tanpa adanya sesuatu yang
mendorong untuk melakukannya, dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah motivasi
belajar.
Tinggi rendahnya motivasi belajar selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi
belajar seseorang siswa. Dengan adanya motivasi, siswa akan terdorong untuk belajar
serta menyenangi mata pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran
tersebut. Selain memiliki bukunya, ringkasannya juga rapi dan lengkap, serta siswa
berusaha mengerjakan tugas-tugas belajarnya dengan sebaik mungkin. Siswa yang
termotivasi akan merasa butuh terhadap ilmu pengetahuan sehingga berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut. Motivasilah yang menjadi jantung dalam proses pembelajaran.
Sebab, bagaimanapun tingginya kemampuan intelektual siswa, materi yang diajarkan,
lengkapnya sarana dan prasarana belajar, tetapi jika siswa tidak termotivasi dalam belajar
maka proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan optimal. Sesuai dengan
pendapat Sardiman (2009) yang menjelaskan bahwa motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi belajar. Adanya motivasi yang baik dalam
belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Selain hal-hal yang telah diungkapkan diatas, permasalahan motivasi belajar menjadi
permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan karena motivasi itu sendiri
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan prestasi belajar. Pentingnya
motivasi belajar bagi siswa menurut Dimyati (2006) adalah sebagai berikut : (1)
Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir. Contohnya : setelah
siswa membaca suatu bab buku bacaan, di bandingkan dengan temannya sekelas yang
juga bab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi, maka ia terdorong membaca lagi. (2)
Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang di bandingkan dengan teman
sebaya. Sebagai ilustrasi jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai maka
ia berusaha maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.
(3) Mengarahkan kegiatan belajar. (4) Membesarkan semangat belajar. (5) Menyadarkan
bahwa adanya perjalan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan. Beberapa
(Filsaime,
2008:
56)
berpikir
kritis
adalah
sebuah
validitas
sesuatu
suatu pernyataan, membuat keputusan tanpa pertimbangan lebih matang. Berpikir kritis
membutuhkan intepretasi dan evaluasi dari suatu pengamatan, komunikasi dan sumber
informasi lainnya. Berpikir kritis juga membutuhkan kemampuan dalam membuat
asumsi, membuat suatu hubungan, dan dalam mengambil kesimpulan.
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sangat penting untuk kehidupan
di abad 21. Perkembangan ilmu pengetahuan abad 21 menuntut individu untuk menjadi
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam
persaingan global. Ciri-ciri SDM yang berkualitas adalah yang memiliki keterampilanketerampilan guna memecahkan masalah, mencari alternatif solusi pemecahan masalah,
dan berpikir reflektif serta evaluative. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan
keterampilan-keterampilan berpikir yang meliputi keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kecakapan hidup yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan untuk membekali siswa bersaing di dunia
global.
Selain hal di atas, kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya
antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan
masalah-masalah kehidupan yang dihadapi. Kemampuan berfikir akan mempengaruhi
keberhasilan hidup karena terkait apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan menjadi
output individu. Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui
proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Morgan (1999) mengutip pendapat
Marzano (1992) memberikan kerangka tentang pentingnya pembelajaran berpikir yaitu:
(1) berpikir diperlukan untuk mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung
terciptanya kondisi kelas yang positif, (2) berpikir perlu untuk memperoleh dan
mengintegrasikan pengetahuan, (3) perlu untuk memperluas wawasan pengetahuan, (4)
perlu
untuk
mengaktualisasikan
kebermaknaan
pengetahuan,
(5)
perlu
untuk
memilih dan memilah informasi yang baik dan benar sehingga dapat memperkaya
khazanah pemikirannya.
b. Kedua, siswa merupakan salah satu kekuatan yang berdaya tekan tinggi (people
power), oleh karena itu agar kekuatan itu dapat terarahkan ke arah yang semestinya
(selain komitmen yang tinggi terhadap moral), maka mereka perlu dibekali dengan
kemampuan berpikir yang memadai (deduktif, induktif, reflektif, kritis dan kreatif)
agar kelak mampu berkiprah dalam mengembangkan bidang ilmu yang ditekuninya.
c. Ketiga, siswa adalah warga masyarakat yang kini maupun kelak akan menjalani
kehidupan semakin kompleks. Hal ini menuntut mereka memiliki keterampilan
berpikir kritis dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara
kritis.
d. Keempat, berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas, dimana
kreativitas muncul karena melihat fenomena-fenomena atau permasalahan yang
kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif.
e. Kelima, banyak lapangan pekerjaan baik langsung maupun tidak, membutuhkan
keterampilan berpikir kritis, misalnya sebagai pengacara atau sebagai guru maka
berpikir kritis adalah kunci keberhasilannya.
f. Keenam, setiap saat manusia selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan, mau
ataupun tidak, sengaja atau tidak, dicari ataupun tidak akan memerlukan keterampilan
untuk berpikir kritis.
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas, maka permasalahan keterampilan
berpikir kritis di SMA Negeri 1 Kragan ditetapkan menjadi permasalahan yang paling
penting untuk segera diberikan solusi penyelesaian masalah.
3. Bahan Ajar dan Sumber Belajar
Pembelajaran adalah suatu sistem yang lebih sempit dari sistem pendidikan. Namun
melalui sistem pembelajaran inilah peserta didik dibentuk kognitif, afektif, dan
psikomotoriknya. Sebagai suatu sistem, pembelajaran memiliki berbagai komponen yang
berperan dan berinteraksi dengan komponen lain dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Salah satu komponen yang penting dalam sistem pembelajaran
adalah keberadaan bahan ajar bagi peserta didik.
Menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008), bahan ajar adalah seperangkat
sarana yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan
ajar tersebut, sudah sewajarnya sekolah menyediakan dan mengembangkan bahan ajar
yang benar-benar sesuai dan tepat dalam membantu belajar peserta didik.
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas, maka permasalahan bahan ajar
dan sumber belajar di SMA Negeri 1 Kragan ditetapkan menjadi permasalahan yang
paling penting untuk segera diberikan solusi penyelesaian masalah.
Berkaitan dengan penetapan masalah yang terdapat di SMA Negeri 1 Kragan, materi
yang ditetapkan sebagai permasalahan yang perlu untuk segera diselesaikan adalah materi
system pertahanan tubuh. Materi ini dipilih karena pemilihan didasarkan pada hasil Ujian
Nasional siswa SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2014/2015 yang menunjukkan
bahwa materi system pertahanan tubuh termasuk ke dalam kelompok materi yang
memiliki daya serap rendah/ kurang. Berikut ini tabel persentase penguasaan materi soal
Biologi UN SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2014/2015 :
hasil wawancara dengan beberapa siswa menunjukkan bahwa siswa mengaku lebih
senang mengikuti pembelajaran dengan metode ceramah (teacher centered).
Rendahnya kemampuan berpikir siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satu faktor tersebut adalah lemahnya proses pembelajaran, seperti pelaksanaan
pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek mekanistik dan mengabaikan
kemampuan berpikir siswa. Guru menekankan siswa hanya menghafal sejumlah fakta
dan kurang menekankan pengembangan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran
tersebut tentunya kurang bermakna dan dapat mematikan potensi berpikir siswa
(Mahmudi, 2009).
Seperti kita ketahui selama ini siswa terpapar dengan metode pembelajaran yang
berfokus pada staf pengajar (teacher-centered method). Siswa terbiasa dengan metode
pembelajaran ini sehingga cenderung membuat siswa merasa aman hanya dengan
mendengarkan guru ceramah, membaca handout dan assignment, mengkopi informasi
dari media visual sudah cukup memberikan mereka informasi dan akhirnya sukses pada
waktu ujian (Billings & Halstead,1998). Metode pembelajaran ini kurang berhasil
menciptakan lulusan yang berpikir kritis (Huba & Freed, 2000). Kelemahan lain dari
metode ini hanya membutuhkan aspek kognitif dengan level rendah, cenderung cepat
membosankan dan kurang memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya,
klarifikasi atau berdiskusi (Billing & Halstead, 1998). Sedangkan dari pihak pengajar
sendiri pada umumnya merasa nyaman dengan teacher-centered method, dimana mereka
dapat menyiapkan informasi yang dibutuhkan siswanya terlebih dahulu.
2. Penggunaan bahan ajar, media pembelajaran seperti modul, buku cetak, buku panduan
praktikum belum optimal. Media pembelajaran berupa buku ajar yang digunakan dalam
proses pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan hanya berupa buku paket dan LKS.
Buku paket secara umum berisi penjabaran materi, kegiatan praktikum dan soal evaluasi.
Berdasarkan analisis terhadap buku paket, soal evaluasi yang disajikan belum mengukur
sampai tingkat kemampuan tinggi siswa. LKS yang digunakan siswa sudah berisi
ringkasan materi, petunjuk praktikum dan soal evaluasi. Namun, soal evaluasi tersebut
juga belum secara optimal meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang digunakan belum mampu
memberdayakan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, diantaranya adalah
kemampuan berpikir kritis. Selain itu, siswa hanya terpaku pada satu buku paket sehingga
ketika siswa mengalami kesulitan dalm belajar maupun ketika siswa kurang paham
dengan penjelasan guru, maka siswa benar-benar tidak akan bisa memahami materi yang
sedang dipelajari. Hal inilah yang dapat menyebabkan kurangnya minat dan motivasi
siswa untuk belajar.
Media pembelajaran mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan faktor-faktor
pendidikan yang lain, tetapi kadang-kadang kurang diperhatikan guru. Padahal dengan
pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan belajar mengajar.
Bahan ajar memiliki peran yang sangat sentral terhadap keberhasilan belajar siswa,
bahan ajar dapat memberikan kesempatan siswa membaca dan mempelajari konsepkonsep biologi kapan dan di mana saja siswa tersebut berada baik secara individu
maupun berkelompok.
walaupun tidak ada guru. Modul yang disertai dengan gambar dan contoh dalam kehidupan
sehari-hari diharapkan akan lebih menambah motivasi siswa untuk belajar.
Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar
yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan
belajar. Tujuan utama pembelajaran dengan modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna
mencapai tujuan secara optimal (Mulyasa, 2003). Pembelajaran dengan menggunakan modul
memungkinkan siswa untuk meningkatkan aktifitas belajar optimal sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kemajuan yang diperolehnya selama proses belajar. Tujuan lain dari
penggunaan modul adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, salah
satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memberikan aktifitas-aktifitas tertentu kepada
siswa misalnya dengan pemilihan informasi secara kritis, membaca kritis, menulis kritis,
menyimak dan berbicara kritis, dengan begitu siswa akan berpikir kritis untuk pembelajaran
bermakna (Muhfahrotin, 2009).
Menurut Moonagusta (2013:73) dalam penelitiannya menyatakaan bahwa penggunaan
bahan ajar modul dapat meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Hayati
(2010:53) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pengembangan modul juga
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Keunggulan dari modul diantaranya: 1)
Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakekatnya mereka memiliki
kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. 2)
Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi dalam setiap
modul yang harus dicapai oleh siswa (Mulyasa, 2006). Modul memuat serangkaian kegiatan
sistematis sehingga sesuai dengan karakter berpikir kritis yang dapat dipelajari melalui
instruksi dan praktek yang dirancang secara khusus.
Modul yang berpotensi dapat memberdayakan berpikir kritis dan motivasi siswa adalah
modul yang dilengkapi dengan aktifitas, salah satunya dengan mengintegrasikan aktifitas
pembelajaran ke dalam modul. Modul yang dikembangkan akan berorientasi pada suatu
model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan di dalam modul yaitu model
Creative Problem Solving (CPS).
Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan pengembangan dari
model pembelajaran Problem Solving. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strateginya sendiri (Pepkin,
2004). Tiga langkah utama dari model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yaitu
memahami masalah, membangkitkan ide dan merencanakan tindakan. Langkah pertama
yaitu memahami masalah meliputi tahapan menemukan tujuan, menemukan data atau faktafakta dan menemukan masalah sebagai target pertanyaan. Langkah kedua yaitu
membangkitkan ide mencakup penurunan pilihan-pilihan untuk menjawab masalah terbuka.
Dalam tahap ini individu memproduksi banyak ide, member bermacam-macam pilihan yang
mungkin (berpikir fleksibel), baru atau tidak biasa (berpikir orisinil) dan memperluas atau
memeriksa secara detail pilihan-pilihan itu. Langkah ketiga yaitu merencanakan tindakan
meliputi tahap menemukan solusi dan menemukan dukungan. Dalam tahap ini individu
menganalisis, memperluas atau mengembangkan ide yang sesuai, kemudian menyiapkan
suatu pilihan atau alternatif untuk meningkatkan dukungan dan nilainya.
Penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat mengubah
pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini disebabkan dalam pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) siswa lebih aktif belajar dan guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Siswa aktif melakukan proses belajar mulai dari
menemukan solusi permasalahan, diskusi kelompok, dan presentasi hasil diskusi. Seperti
yang dinyatakan oleh Karen (2009) bahwa guru menyajkan materi dan siswa bekerja dalam
kelompok, siswa mengkaji suatu permasalahan untuk dipecahkan dalam kelompiknya dan
guru mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dari penyelesaian masalah yang
diberikan. Siswa mendiskusikan permasalahan yang diberikan dan setiap anggota dalam
kelompok mengemukakan gagasan-gagasan yang paling baik dan tepat untuk digunakan dala
menyelesaikan permasalahan tersebut. Gagasan yang dipilih oleh siswa kemudian dgunakan
untuk menjawab permasalahan tersebut.
Masalah di kelas XI IPA 4 SMA Negeri Surakarta yang berkaitan dengan keterampilan
berpikir kritis dan motivasi belajar dapat diatasi dengan pengembangan modul berbasis
Creative Problem Solving (CPS). Hal ini dikarenakan sintaks dari model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) yang diimplementasikan pada modul mampu memfasilitasi
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri. Sintaks dari model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) yaitu sebagai berikut :
Tahap
Tahap -1
Orientasi siswa pada masalah
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah
Dari sintaks model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di atas, keterampilan
brepikir kritis dan motivasi siswa akan muncul dan berkembang pada saat siswa melakukan
proses identifikasi dan merumuskan masalah, mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen sehingga muncul gagasan orisisnil untuk menemukan solusi
(penyelesaian masalah), menyiapkan laporan persentasi atau menyelesaikan soal-soal yang
relevan dengan materi dan pada saat siswa menganalisis serta mengevaluasi proses
penyelesaian masalah. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Cut Syazwana (2014)
menyatakan bahwa peningkatan keterampilan beripikir kritis siswa menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada peningkatan keterampilan
beripikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu pemilihan
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dilakukan karena sintaks model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran
materi yang menjadi permasalahan yaitu materi Sistem Pertahanan Tubuh.
H. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan diperoleh
permasalahan yang dikategorikan menjadi 3 aspek yaitu:
1) Siswa, masalah pada siswa dikelompokkan menjadi 6 kategori masalah yaitu
masalah Motivasi Belajar, masalah Kemampuan berpikir kritis, masalah
Ketrampilan Proses Sains, masalah Hasil Belajar serta masalah Sumber Belajar
dan Bahan Ajar Proses Pembelajaran.
2) Guru, masalah yang terdapat pada guru yaitu guru kurang maksimal dalam
menerapkan kegiatan praktikum dalam proses pembelajaran, pemanfaatan media
pembelajaran, melakukan penilaian, dan guru masih kesulitan merancang serta
membuat percobaan sederhana yang dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi
dengan pendekatan saintific.
3) Bahan ajar, masalah yang termasuk dalam kategori bahan ajar yaitu sumber
belajar siswa hanya terbatas pada buku pegangan siswa yang diperoleh dari
sekolah dan LKS yang berisi rangkuman materi dan latihan soal
b. Peneliti memiih permasalahan yang berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis dan
motivasi siswa karena keterampilan berpikir kritis merupakan masalah urgent yang
perlu untuk segera diselesaikan dan termasuk salah satu high order thinking yang
diperlukan di era globalisasi seperti sekarang ini. Sedangkan pemilihan masalah
motivasi siswa karena motivasi sangat dibutuhkan sebagai tenaga penggerak yang ada
didalam diri individu untuk melakukan sesuatu, sera pada dasarnya motivasi
berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi.
c. Permasalahan keterampilan berpikir kritis dan motivasi siswa yang ada di SMA
Negeri 1 Kragan disebabkan oleh factor model pembelajaran dan sumber/ bahan ajar
yang digunakan.
d. Permasalahan keterampilan berpikir kritis dan motivasi siswa SMA Negeri 1 Kragan
dapat diatasi dengan melakukan perbaikan terhadap komponen pendukung
pembelajaran yaitu dengan menyusun modul yang didesain dengan memaukkan
unsure sintaks model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
2. Saran
a. Perlu dilakukan perbaikan pada bahan ajar yang digunakan di SMA Negeri 1 Kragan
untuk memberdayakan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar siswa.
b. Perlu dikembangkan modul berbasis Creative Problem Solving (CPS) pada materi
Sistem Pertahanan Tubuh untuk memberdayakan keterampilan berpikir kritis dan
motivasi belajar siswa.