Sunteți pe pagina 1din 33

Potensi Pengembangan Modul Biologi Berbasis Creative Problem Solving (CPS) Untuk

Memberdayakan Motivasi Belajar Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi
Sistem Pertahanan Tubuh Di SMA Negeri 1 Kragan

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Problematika Pendidikan Sains


Dosen Pengampu Dr. Baskoro A. P., M.Pd.

MAKALAH

Disusun Oleh :
Shinta Devi Amielia
S831508048

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

A. JUDUL
Potensi Pengembangan Modul Biologi Berbasis Creative Problem Solving (CPS) Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Sistem
Pertahanan Tubuh Di SMA Negeri 1 Kragan
B. PENDAHULUAN
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Jadi, komponen pendidikan
adalah bagian-bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses pendidikan (Slameto, 2010).
Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: Tujuan pendidikan, Peserta didik,
Pendidik, Bahan atau materi pelajaran, Pendekatan dan metode, Media atau alat, Sumber
belajar, Evaluasi. Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pembelajaran
dapat terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positif,
konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung di dalam sistem
pengajaran tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran, hubungan antara komponen satu dan
yang lain dapat mempengaruhi hasil dari pembelajaran yang dilakukan, namun pada proses
pembelajaran tidak pernah lepas dari permasalahan yang menyangkut komponen-komponen
pembelajaran. Permasalahan pembelajaran jika tidak segera diselesaikan akan menyebabkan
tujuan dari pembelajaran tidak tercapai.
Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut diperlukan analisis secara
mendalam tentang masalah apa saja yang terjadi di dalam kelas. Analisis ini dapat dilakukan
dengan observasi langsung pada proses pembelajaran, wawancara dengan siswa, dan guru
serta analisis sarana prasarana, bahan ajar dan media pembelajaran. Analisis terhadap
masalah ini dilakukan untuk menetukan masalah apa yang benar-benar urgent dan perlu
untuk segera diselesaikan. Dengan menetapkan masalah yang perlu untuk segera
diselesaikan, diharapkan dapat untuk segera dilakukan pencarian solusi untuk penyelesaian
masalah tersebut sehingga proses pembelajaran akan berjalan lancar dan dapat menghasilkan
siswa yang berkualitas sesuai kompeten sesuai dengan tututan perkembangan zaman. Oleh
karena itu, peneliti melakukan observasi dengan mengamati proses pembelajaran baik yang
ada di kelas maupun di laboratorium, observasi sarana prasarana pendukung, dan wawancara
terhadap guru dan siswa kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2015/ 2016.

C. OBSERVASI MASALAH
Observasi masalah dilakukan di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran
2015/ 2016. Observasi dilaksanakan dengan mengamati proses pembelajaran di kelas dan di
laboratorium. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMA
Negeri 1 Kragan, ditemukan beberapa permasalahan pembelajaran sebagai berikut :
N
o
1

Aspek
Siswa

Deskripsi Gejala Masalah


1) Pada saat proses pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang
bercanda dan berbicara sendiri dengan teman sebangku dan tidak
memperhatikan penjelasan guru (terutama siswa yang duduk di
belakang)
2) Dalam proses pembelajaran, siswa hanya diam dan mencatat apa yang
disampaikan oleh guru tanpa ada interaksi yang melibatkan antar siswa
satu dengan siswa yang lain terkait materi pembelajaran.
3) Pada saat proses pembelajaran, ada beberapa siswa yang mengaku
bukunya ketinggalan dirumah, kemudian memilih bergabung dengan
teman sebangku untuk meminjam dan berbagi buku pelajaran.
4) Catatan siswa banyak yang tidak lengkap
5) Dalam proses pembelajaran, saat guru memberikan pertanyaan, siswa
tidak secara langsung berinisiatif menjawab pertanyaan tersebut
melainkan menunggu guru menunjuk salah satu siswa untuk
menjawabnya.
6) Siswa tidak serius dalam menanggapi atau menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
7) Siswa hanya menjawab pertanyaan dari guru dengan sesuka hatinya
tanpa memikirkan dengan matang jawaban yang benar.
8) Dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa hanya
mengemukakan jawaban tanpa mengutarakan alasan pemilihan
jawaban tersebut.
9) Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak ada siswa yang
bertanya kepada guru terkait materi pembelajaran yang disampaikan.
10) Beberapa siswa malas mengerjakan tugas dan hanya meminjam tugas
dari siswa yang lebih rajin.

11) Yang dipelajari oleh siswa hanya bergantung pada materi yang
disampaikan oleh guru dan siswa tidak berusaha untuk mencari
referensi lain.
12) Siswa percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru tanpa berusaha
mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenarannya.
13) Siswa tidak mengerjakan latihan soal yang ada di LKS jika tidak
ditugaskan oleh guru.
14) Beberapa siswa mengaku hanya membaca buku paket dan LKS saat
akan diadakan Ulangan Harian.
15) Siswa masih bingung saat menggunakan alat-alat laboratorium.
16) Siswa tidak dapat merancang sendiri percobaan yang akan dilakukan.
17) Siswa harus diberi urutan langkah-langkah percobaan dalam melakukan
prcobaan
18) Siswa masih bingung dalam menentukan variable-variabel percobaan /
penelitian
19) Siswa tidak yakin dan ragu-ragu akan hasil percobaan yang telah
dilakukan benar atau tidak (masih banyak bertanya pada guru mengenai
hasil percobaan.
20) Siswa masih bingung dalam membuat sendiri tabel untuk data hasil
percobaan
21) Siswa hanya mampu menyampaikan hasil percobaan dalam bentuk
tabel
22) Siswa masih ragu-ragu dalam menyimpulkan hasil percobaan
23) Kelompok praktikum atau percobaan didominasi oleh siswa yang
pandai
24) Sebagian anggota kelompok

hanya ikut saja pendapat siswa yang

pandai tanpa mengemukakan pendapatnya sendiri


25) Pada saat ulangan harian, beberapa siswa belum mencapai KKM
26) Pada saat ulangan harian, siswa yang mencapai KKM hanya 50% dari
2

Guru

jumlah siswa secara keseluruhan.


1) Dalam proses pembelajaran, guru hanya mengguakan metode ceramah.
2) Pada proses pembelajaran, guru hanya duduk di depan dan hanya
menjelaskan materi dengan power point.
3) Dalam proses pembelajaran, interaksi guru dengan siswa hanya terjadi
saat guru memberikan pertanyaan kepada siswa.
4) Guru tidak menegur dan memperingatkan siswa yang bercanda dengan

temannya pada saat proses pembelajaran berlangsung.


5) Guru kesulitan merancang dan membuat percobaan sederhana yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi dengan pendekatan
saintific.
6) Guru jarang

menerapkan

kegiatan

praktikum

dalam

proses

pembelajaran
7) Media yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran
hanyalah media power point.
8) Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya terbatas pada penilaian
kognitif yaitu melalui Ulangan harian, ulangan mid semester dan
3

Bahan
Ajar

ulangan semester serta penilaian penugasan.


1) Sumber belajar siswa hanya terbatas pada buku pegangan siswa yang
diperoleh dari sekolah dan LKS yang berisi rangkuman materi dan
latihan soal.
2) Siswa tidak mengerjakan latihan soal yang ada di LKS jika tidak
ditugaskan oleh guru.
3) Beberapa siswa hanya membaca buku paket dan LKS saat akan
diadakan Ulangan Harian.
4) Bahan ajar yang digunakan guru hanya berasal dari buku pegangan

Sarana
dan
Prasarana

guru dari sekolah dan LKS.


5) Guru jarang mencari referensi lain terkait pembelajaran biologi
1) Jumlah literature buku Biologi di perpustakaan masih sangat terbatas.
2) Sekolah sudah memiliki laboratorium IPA, tetapi belum memenuhi
standar laboratorium yang semestinya, dikarenakan sarana dan
prasarana laboratorium yang masih sangat minim.
3) Kondisi laboratorium Biologi tidak tertata secara teratur dan terlihat
lusuh karena jarang digunakan untuk praktikum
4) Jumlah media pembelajaran di sekolah masih sangat sedikit.

D. PENGELOMPOKAN MASALAH
Masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan
tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam suatu kelompok masalah dengan melihat
kesesuaian masalah dengan indikator dari kelompok masalah tersebut. Setelah melakukan
beberapa kajian teori terkait kelompok masalah dan masalah yang ada, masalah-masalah
yang ada dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan tersebut kemudian
dikelompokkan ke dalam suatu kelompok masalah sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Motivasi Belajar
Kemampuan berpikir kritis
Ketrampilan Proses Sains
Hasil Belajar
Sumber Belajar dan Bahan Ajar
Proses Pembelajaran

Berikut ini penjelasan dari dasar pengelompokan masalah ke dalam masing-masing


kelompok masalah :
1. Motivasi Belajar
Menurut Abdurrahman Ginting (2008), motivasi belajar adalah sesuatu yang
menggerakkan atau mendorong siswa untuk belajar atau menguasai materi pelajaran yang
sedang diikutinya. Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan bahwa motivasi belajar
adalah suatu kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar atau dorongan mental
yang menggerakkan dan mengarahkan prilaku manusia (perilaku belajar). Jadi motivasi
belajar merupakan motivasi atau dorongan internal dan eksternal siswa untuk belajar
guna memperoleh prestasi yang baik. Motivasi belajar sebagai suatu hasil interaksi dari
individu itu terhadap situasi pembelajaran. Akibatnya, antara siswa yang satu dengan
siswa lainnya berbeda dalam dorongan motivasi belajar.
Menurut Nasution (2004) ada dua macam motivasi, yaitu motivasi Intrinsik dan
motivasi ektrinsik. Motivasi Intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan
sendiri. Sedangkan motivasi Ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul sebagai akibat
pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari
orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri orang tersebut.
Menurut Hamzah B. Uno (2008), ciri-ciri atau indikator motivasi anatara lain : 1) adanya
hasrat dan keinginan berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3)
adanya harapan dan cita-cita, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan
yang menarik dalam kegiatan belajar, 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Anderson, C.R. dan Faust, G.W. (Elida Prayitno (1989) mengemukakan bahwa
motivasi dalam belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku siswa yang
menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi dan ketekunan. Apabila siswa
memiliki motivasi yang kuat terhadap materi pelajaran yang diterangkan oleh guru, maka

ia akan memperlihatkan partisipasinya dan aktivitasnya untuk mengikuti kegiatankegiatan didalam pembelajaran yang sedang berlangsung.
Nana Sudjana (2002) berpendapat bahwa motivasi siswa dapat dilihat dari beberapa
hal, antara lain :
a. minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
b. semangat siswa untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya
c. tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya
d. reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus diberikan guru
e. rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok masalah rendahnya Motivasi Belajar. Berikut ini
adalah masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah
rendahnya motivasi belajar siswa SMA N 1 Kragan :
Motivasi Belajar
Hasil Observasi

1) Siswa bercanda dan berbicara


sendiri dengan teman sebangku
dan
tidak
memperhatikan
penjelasan guru (terutama siswa
yang duduk di belakang)
2) Beberapa
siswa
malas
mengerjakan tugas dan hanya
meminjam tugas dari siswa yang
lebih rajin.
3) Catatan siswa banyak yang tidak
lengkap
4) Siswa hanya duduk diam dan
mendengarkan penjelasan guru
semata
5) Yang dipelajari oleh siswa hanya
bergantung pada materi yang
disampaikan oleh guru dan siswa
tidak berusaha untuk mencari
referensi lain.
6) Beberapa
siswa
mengaku
bukunya ketinggalan dirumah,
kemudian memilih bergabung
dengan teman sebangku untuk

Indikator Motivasi Belajar


Hamzah B. Uno (2008) & Nana
Sudjana (2002)
Motivasi Intrinsik :
1) adanya hasrat dan keinginan
berhasil,
2) adanya
dorongan
dan
kebutuhan dalam belajar,
3) adanya harapan dan cita-cita,
Motivasi ekstrinsik :
1) adanya penghargaan dalam
belajar,
2) adanya kegiatan yang menarik
dalam kegiatan belajar,
3) adanya lingkungan belajar
yang kondusif.

meminjam dan berbagi buku


pelajaran.
7) Siswa tidak mengerjakan latihan
soal yang ada di LKS jika tidak
ditugaskan oleh guru.
8) Beberapa siswa hanya membaca
buku paket dan LKS saat akan
diadakan Ulangan Harian.
9) Siswa sudah merasa puas jika
nilai yang diperoleh sesuai
standar KKM.
10) Beberapa siswa tidak peduli jika
prestasi belajar temannya lebih
baik darinya dan tidak ada
keinginan untuk mengejarnya
serta memperbaiki prestasi.
Sejalan dengan pernyataan Nana Sudjana di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa
motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk
mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar
akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa
memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung.
Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut,
rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu
topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut
memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar
melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan
belajar tersebut (Brophy, 2004).
Siswa bercanda dan berbicara sendiri dengan teman sebangku dan tidak
memperhatikan penjelasan guru (terutama siswa yang duduk di belakang), siswa
mengaku bukunya ketinggalan dirumah, kemudian memilih bergabung dengan teman
sebangku untuk meminjam dan berbagi buku pelajaran menunjukkan karakteristik
tingkah laku siswa yang menyangkut minat dan perhatian terhadap pelajaran. Siswa
malas mengerjakan tugas dan hanya meminjam tugas dari siswa yang lebih rajin, catatan
siswa banyak yang tidak lengkap menunjukkan karakteristik tingkah laku siswa yang

menyangkut semangat siswa untuk melaksanakan tugas-tugas belajarnya dan tanggung


jawab siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya. Siswa tidak serius dalam
menanggapi atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, menunjukkan
karakteristik tingkah laku siswa yang menyangkut reaksi yang ditunjukkan siswa
terhadap stimulus diberikan guru. Siswa hanya bergantung pada materi yang disampaikan
oleh guru dan siswa tidak berusaha untuk mencari referensi lain, siswa tidak mengerjakan
latihan soal yang ada di LKS jika tidak ditugaskan oleh guru, beberapa siswa hanya
membaca buku paket dan LKS saat akan diadakan Ulangan Harian menunjukkan
karakteristik tingkah laku siswa yang menyangkut ketekunan. Siswa sudah merasa puas
jika nilai yang diperoleh sesuai standar KKM, siswa tidak peduli jika prestasi belajar
temannya lebih baik darinya dan tidak ada keinginan untuk mengejarnya serta
memperbaiki prestasi menunjukkan karakteristik tingkah laku siswa yang menyangkut
rasa senang dan puas diri terhadap prestasi.
2. Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia dan berfungsi
untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari
alasan.
Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk
merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis
adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Ennis, 1996). Berpikir kritis berfokus
pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa
yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa
berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenarannya.
Seseorang yang berpikir kritis memiliki karakter khusus yang dapat diidentifikasi
dengan melihat bagaimana seseorang menyikapi suatu masalah. Informasi atau argumen
karakter-karakter

tersebut

tampak

pada

kebiasaan

bertindak,

beragumen

dan

memanfaatkan intelektual dan pengetahuannya. Menurut Ennis (1996) indikator


kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi: a)
mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan; b) mencari alasan; c) berusaha

mengetahui informasi dengan baik; d) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan
menyebutkannya; e) memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan; f) berusaha
tetap relevan dengan ide utama; g) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; h)
mencari alternatif; i) bersikap dan berpikir terbuka; j) mengambil posisi ketika ada bukti
yang cukup untuk melakukan sesuatu; k) mencari penjelasan sebanyak mungkin; l)
bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah.
Selanjutnya Ennis mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis
dikelompokannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi; memfokuskan

yang

pertanyaan,

menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu


penjelasan atau pernyataan
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi.
c. Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil
deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta
menentukan nilai pertimbangan
d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilahistilah dan
deinisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain.
Wade (dalam Filsaime, 2008:81) menjelaskan karakteristik berpikir kritis melibatkan
kemampuan-kemampuan :1. Mengajukan berbagai pertanyaan. 2. Mengidentifikasi
masalah. 3. Menguji fakta-fakta. 4. Menganalisis asumsi dan bias. 5. Menghindari
penalaran

emosional.

6.

Menghindari

oversimplifikasi.

7.

Mempertimbangkan

interpretasi lain. 8. Mentoleransi ambiguitas.


Indikator berpikir kritis menurut Ennis (1996) yang berkaitan dengan pembelajaran di
dalam kelas yaitu indikator umum yang terdiri atas (1) Kemampuan (abilities) yaitu fokus
pada suatu isu spesifik, menyimpan tujuan utama dalam pikiran, menanyakan pertanyaanpertanyaan klarifikasi, menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelasan, memperhatikan
pendapat siswa baik salah maupun benar dan mendiskusikannya, mengkoneksikan
pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru, secara tepat menggunakan
pernyataan dan simbol, menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis,
menekankan pada urutan logis, kekonsistenan dalam pernyataan-pernyataan, (2)

Pengaturan (dispositions) yaitu menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan


dan apa yang seharusnya dikerjakan sebelum menjawab, menekannkan kebutuhan untuk
mengidentifikasi informasi yang diberikan sebelum menjawab, mendorong siswa untuk
mencari informasi yang diperlukan, mendorong siswa untuk menguji solusi yang
diperoleh, memberi kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan informasi dengan
menggunakan tabel, grafik, dan lain-lain.
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Kemampuan Berpikir Kritis. Berikut ini
adalah masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah
Kemampuan Berpikir Kritis siswa SMA N 1 Kragan :

1)

2)

3)

4)

5)

Keterampilan Berpikir Kritis


Hasil Observasi
Indikator Keterampilan Berpikir
Kritis
Ennis (1996)
Dalam proses pembelajaran, saat
1) Menganalisis pertanyaan
2) Mengajukan dan menjawab
guru memberikan pertanyaan,
pertanyaan
siswa tidak secara langsung
3)
Menilai kredibilitas suatu sumber
berinisiatif menjawab pertanyaan
4) Meneliti
kredibilitas
suatu
tersebut melainkan menunggu
sumber
guru menunjuk salah satu siswa
5) Menilai hasil penelitian
untuk menjawabnya.
6) Mereduksi dan menilai deduksi
Siswa tidak
serius
dalam
7) Membuat dan menilai penilaian
menanggapi
atau
menjawab
yang berharga
pertanyaan yang diberikan oleh
8) Mendefinisikan istilah
guru.
9) Menilai definisi
Siswa
hanya
menjawab
10) Mengidentifikasi asumsi
11) Memutuskan sebuah tindakan
pertanyaan dari guru dengan
12) Berinteraksi dengan orang lain
sesuka hatinya tanpa memikirkan
dengan matang jawaban yang
benar.
Dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru, siswa
hanya mengemukakan jawaban
tanpa
mengutarakan
alasan
pemilihan jawaban tersebut.
Selama proses pembelajaran
berlangsung, tidak ada siswa
yang bertanya kepada guru terkait

materi
pembelajaran
disampaikan.

yang

Dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa hanya mengemukakan
jawaban tanpa mengutarakan alasan pemilihan jawaban tersebut merupakan masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit Kemampuan berpikir kritis karena
indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa yang
diantaranya meliputi mencari alasan, berusaha mengetahui informasi dengan baik,
memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, mencari penjelasan
sebanyak mungkin (Ennis, 1996). Siswa percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh
guru tanpa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenarannya merupakan masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok
penyakit Kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan pendapat Ennis yang
menyatakan bahwa 12 indikator berpikir kritis dikelompokannya dalam lima besar
aktivitas, salah satunya adalah Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. Selama proses pembelajaran
berlangsung, tidak ada siswa yang bertanya kepada guru terkait materi pembelajaran yang
disampaikan merupakan masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit
Kemampuan berpikir kritis. Hal ini sesuai dengan pendapat Wade (dalam Filsaime, 2008)
yang menjelaskan bahwa karakteristik berpikir kritis melibatkan kemampuankemampuan, salah satunya adalah kemampuan mengajukan berbagai pertanyaan.
Indikator berpikir kritis yang berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas yaitu
indikator umum terdiri dari (1) Kemampuan (abilities) yaitu fokus pada suatu isu
spesifik, menyimpan tujuan utama dalam pikiran, menanyakan pertanyaan-pertanyaan
klarifikasi, menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelasan (Ennis, 1996).
3. Ketrampilan Proses Sains
Ketrampilan Proses Sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan
teori-teori IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun
keterampilan sosial (Rustaman, 2005). Jenis-jenis ketrampilan proses sains dan
kerakteristiknya terdiri atas sejumlah ketrampilan yang satu sama lain tidak bisa

dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing ketrampilan proses


tersebut.
Menurut Zulfiani, dkk (2009), ketrampilan proses sains terdiri dari sepuluh
ketrampilan, yaitu observasi, menafsirkan hasil pengamatan, mengelompokkan,
meramalkan, ketrampilan berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan,
menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan, ketrampilan menyimpulkan. Berikut ini
adalah penjelasan dari masing-masing ketrampilan yang merupakan ketrampilan proses
sains menurut Zulfiani, dkk :
a. Melakukan observasi, merupakan ketrampilan dasar dalam proses dan memperoleh
ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan ketrampilan
proses yang lain. Dalam kegiatan ilmiah, mengamati berarti memilih fakta-fakta yang
relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal yang diamati atau memilih fakta-fakta
untuk menafsirkan peristiwa tertentu
b. Menafsirkan hasil pengamatan, merupakan ketrampilan mencatat hasil pengamatan
dengan bentuk angka-angka, menghubung-hunbngkan hasil pengamatan, menemukan
pola keteraturan dari satu seri pengamatan hingga memperoleh kesimpilan.
c. Mengelompokkan, merupakan ketrampilan proses untuk memilih berbagai objek
peristiwa berdasarkan sifat-sifat khusus dari objek yang dimaksud.
d. Meramalkan, merupakan ketrampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang
belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola data yang sudah ada.
e. Ketrampilan berkomunikasi, termasuk di dalamnya adalah menginformasikan hasil
pengamatan, hasil predksi atau hasil percobaan kepada orang lain.
f. Kemampuan berhipotesis, dapat diartikan suatu perkiraan yang beralasan untuk
menerangkan suatu kejadian.
g. Merencanakan percobaan, termasuk ke dalam jenis ketrampilan ini adalah
ketrampilan menentukan dan menggunakan alat dan bahan yang digunakan untuk
menguji atau menyelidiki sesuatu.
h. Menerapkan konsep atau prinsip, meliputi ketrampilan menggunakan konsep-konsep
yang telah difahami untuk menjelaskan peristiwa baru.
i. Mengajukan pertanyaan, merupakan kecakapan seorang siswa dalam memperoleh
pengetahuan dan mampu meningkatkan kemampuan berfikir.
j. Ketrampilan menyimpulkan merupakan ketrampilan menarik suatu generalisasi dari
serangkaian hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan.

Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut


ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Keterampilan Proses Sains. Berikut ini
adalah masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah
Keterampilan Proses Sains siswa SMA N 1 Kragan :
Keterampilan Proses Sains
Indikator Keterampilan Proses
Sains
Rustaan (2011)
1) Siswa masih bingung saat
1) Mengamati
mampu menggunakan semua
menggunakan
alat-alat
indera, mengidentifikasi cirri-ciri
laboratorium.
2) Siswa tidak dapat merancang
suatu benda/ objek yang diamati,
sendiri percobaan yang akan
mengumpulkan fakta yang relevan
dilakukan.
dan memadai.
3) Siswa harus diberi urutan
2) Mengklasifikasi
mampu menentukan persamaan
langkah-langkah
percobaan
dan perbedaan objek yang
dalam melakukan prcobaan
4) Siswa masih bingung dalam
diamati,
mencari
dasar
menentukan
variable-variabel
pengelompokan/ penggolongan,
percobaan / penelitian
menghubungkan
hasil-hasil
5) Siswa tidak yakin dan ragu-ragu
pengamatan, mencatat setiap
akan hasil percobaan yang telah
pengamatan secara terpisah
dilakukan benar atau tidak (masih
3) Mengukur
banyak bertanya pada guru
mampu
memilih
dan
mengenai hasil percobaan).
menggunakan peralatan untuk
6) Siswa masih bingung dalam
menentukan secara kuantitatif dan
membuat sendiri tabel untuk data
5
(6)
kualitatif ukuran suatu benda
hasil percobaan
secara benar yang sesuai untuk
7) Siswa
hanya
mampu
panjang, luas, waktu, berat dll,
menyampaikan hasil percobaan
mendemonstrasikan
perubahan
dalam bentuk tabel
suatu satuan perubahan suatu
8) Siswa masih ragu-ragu dalam
satuan pengukuran
menyimpulkan hasil percobaan
4) Mengkomunikasi
9) Kelompok
praktikum
atau
mampu
membaca
dan
percobaan didominasi oleh siswa
mengkompilasi informasi dalam
yang pandai
grafik atau diagram, menggambar
10) Sebagian anggota kelompok
data empiris dengan grafik, tabel/
hanya ikut saja pendapat siswa
diagram,
menjelaskan
hasil
yang
pandai
tanpa
percobaan,
menyusun
dan
mengemukakan
pendapatnya
menyampaikan laporan secara
Hasil Observasi

sendiri
11) Guru kesulitan merancang dan
membuat percobaan sederhana
yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran biologi dengan
pendekatan saintific.
12) Guru jarang menerapkan kegiatan
praktikum
dalam
proses
pembelajaran

5)

6)

7)

Siswa masih bingung saat menggunakan alat-alat

sistematis & jelasmendiskusikan


hasil kegiatan suatu masalah,
mengubah bentuk penyajian,
mengutarakan suatu gagasan
Menarik kesimpulan
mampu
membuat
suatu
kesimpilan tentang suatu benda/
fenomena, menginterpretasi data
dan informasi
Mengontrol variabel
mampu menyatakan hubunga
atara dua variable, mengajukan
perkiraan penyebab suatu hal
terjadi dengan mengungkapkan
bagaimana
cara
melakukan
pemecahan masalah, menyadari
bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dalam memperoleh
bukti
lebih
banyak
atau
melakukan
cara
pemecahan
masalah
Membuat definisi operasional
mampu menyatakan bagaimana
mengukur semua factor/ variable
dalam
suatu
eksperimen,
mengajukan pertanyaan yang
sesuai,
mengidentifikasi dan
mengontrol
variable,
mendefinisikan secara operasional
suatu
variabel-variabel,
menginterpretasi hasil eksperimen
laboratorium, siswa tidak dapat

merancang sendiri percobaan yang akan dilakukan, siswa harus diberi urutan langkahlangkah percobaan dalam melakukan prcobaan merupakan masalah yang dikelompokkan
ke dalam kelompok masalah Ketrampilan Proses Sains. Hal ini sesuai dengan pendapat
Zulfiani (2009) yang menyatakan bahwa ketrampilan menentukan dan menggunakan alat
dan bahan yang digunakan untuk menguji atau menyelidiki sesuatu merupakan
ketrampilan yang termasuk ke dalam jenis ketrampilan proses sains dalam merencanakan
percobaan. Siswa masih bingung dalam menentukan variable-variabel percobaan /

penelitian merupakan masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok masalah


Ketrampilan Proses Sains. Hal ini sesuai dengan pendapat Rustaman

(2011) yang

menyatakan bahwa salah satu indikator KPS yaitu mampu menyatakan hubungan dua
variabel. Siswa tidak yakin dan ragu-ragu akan hasil percobaan yang telah dilakukan
benar atau tidak (masih banyak bertanya pada guru mengenai hasil percobaan) dan siswa
masih bingung dalam membuat sendiri tabel untuk data hasil percobaan merupakan
masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok masalah Ketrampilan Proses Sains
karena hal tersebut merupakan ketrampilan menarik suatu generalisasi dari serangkaian
hasil kegiatan percobaan atau penyelidikan termasuk ke dalam jenis ketrampilan proses
sains (Zulfiani, 2009). Guru kesulitan merancang dan membuat percobaan sederhana
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi dengan pendekatan saintific, Guru
jarang menerapkan kegiatan praktikum dalam proses pembelajaran merupakan masalah
yang dikelompokkan ke dalam kelompok penyakit Ketrampilan Proses Sains karena
kegiatan praktikum juga memberikan pengaruh terhadap ketrampilan proses sains siswa.
Hal ini sesuai dengan pernyaatan Adisendjaja (2009) yang menyatakan bahwa kegiatan
praktikum merupakan suatu sarana yang dapat digunakan untuk melatih peserta didik
dalam melakukan ketrampilan kerja laboratorium, selain itu kegiatan praktikum
merupakan cara yang sesuai untuk memenuhi tuntutan belajar sains berdasarkan hakekat
sains dan melatihkan ketrampilan proses sains serta ketrampilan yang ditampilkan dapat
segera diamati secara tepat.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang
yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dari sebelumnya dan yang tidak tahu menjadi tahu (Hamalik, 2007).
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis
yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indicator
dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Indikator hasil
belajar menurut Benjamin S.Bloom dengan Taxonomy of Education Objectives membagi

tujuan pendidikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotorik
(Nurgiantoro, 1988).
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan
data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Hasil Belajar. Berikut ini adalah masalahmasalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah Hasil Belajar siswa SMA
N 1 Kragan :
Hasil Observasi Masalah

Kelompok Masalah

1) Pada saat ulangan harian, beberapa siswa belum mencapai Hasil Belajar
KKM
2) Pada saat ulangan harian, siswa yang mencapai KKM
hanya 50% dari jumlah siswa secara keseluruhan.
5. Sumber Belajar dan Bahan Ajar
Sumber belajar merupakan komponen dalam kegiatan pembelajaran. Sumber belajar
bisa meliputi segala sesuatu yang dipergunakan untuk kepentingan pembelajaran, yaitu
segala sesuatu apa yang ada di sekolah pada masa lalu, sekarang dan pada saat yang akan
datang (Nana Sudjana, 1989). Sumber belajar tidak hanya terdapat pada proses belajar
mengajar di sekolah saja tetapi sumber belajar dapat diperoleh dari pengalaman yang kita
alami selama membawa kita pada pengalaman dan menimbulkan belajar dan menuju
kearah yang lebih baik. Definisi tersebut menunjukan bahwa sumber belajar adalah
sumber daya yang memberikan kemudahan siswa untuk belajar, sumber belajar tersebut
perlu dikelola dan dimanfaatkan seefektif mungkin agar dapat menunjang keberhasilan
belajar.
Jenis-jenis sumber belajar menurut Assosiation For Education Communication and
Technology (AECT) dapat dikategorikan menjadi enam yaitu tempat atau lingkungan,
benda, manusia, bahan, buku, dan peristiwa (Samsuri, 2012). Dalam pengembangan
sumber belajar itu terdiri dari dua macam yaitu: Pertama, sumber belajar yang dirancang

atau sengaja dibuat untuk membantu belajar-mengajar (learning resources by design)


misalnya buku, brosur, film, video, tape, slides, OHP, dll. Kedua, sumber belajar yang
dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar berupa segala
macam sumber yang ada di sekeliling kita. Sumber belajar tersebut tidak dirancang untuk
kepentingan suatu kegiatan pembelajaran (learning resources by utilization). Misalnya
pasar, toko, museum, tokoh masyarakat, pakar, dan lain-lain.
Bahan ajar adalah seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material)
yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya berisi tentang pengetahuan,
nilai, sikap, tindakan, dan ketrampilan yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa
fakta, konsep, prinsip, dan proses yang terkait dengan pokok bahasa tertentu yang
diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan
ajar berfungsi sebagai : 1) Pedoman bagi pengajar yang akan mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran. 2) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan
semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran. 3) Alat evaluasi pencapaian/penguasaan
hasil pembelajaran.
Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam
mencari sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya. Misalnya, siswa
ditugasi untuk mencari koran, majalah, hasil penelitian, dsb. Berbagai sumber dapat kita
gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Sumber Belajar. Berikut ini adalah
masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok masalah Sumber Belajar
siswa SMA N 1 Kragan :

1)

2)
3)
4)

Masalah
Kelompok masalah
Sumber belajar siswa hanya terbatas pada buku pegangan Sumber Belajar dan
siswa yang diperoleh dari sekolah dan LKS yang berisi Bahan ajar
rangkuman materi dan latihan soal
Bahan ajar yang digunakan guru hanya berasal dari buku
pegangan guru dari sekolah dan LKS.
Guru jarang mencari referensi lain terkait pembelajaran
biologi
Jumlah literature buku Biologi di perpustakaan masih

sangat terbatas.

6. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi
antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001). Menurut Rooijakkers (1991), proses
pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar menyangkut kegiatan tenaga
pendidik, kegiatan peserta didik, pola dan proses interaksi tenaga pendidik dan peserta
didik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar dalam kerangka keterlaksanaan
program pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh gru
sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Nana Sudjana (2001)
menyatakan bahwa proses mengajar merupakan suartu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa
melakukan proses belajar. Selama proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku pada siswa (Mulyasa, 2003).
Berdasarkan argument dan pendapat-pendapat di atas, maka masalah-masalah berikut
ini digolongkan ke dalam kelompok penyakit Proses Pembelajaran. Berikut ini adalah
masalah-masalah yang terindikasi termasuk ke dalam kelompok penyakit Proses
Pembelajaran SMA N 1 Kragan :

Masalah

Kelompok Masalah

1) Dalam proses pembelajaran, guru hanya mengguakan Proses Pembelajaran


metode ceramah.
2) Pada proses pembelajaran, guru hanya duduk di depan dan
hanya menjelaskan materi dengan power point.
3) Dalam proses pembelajaran, interaksi guru dengan siswa
hanya terjadi saat guru memberikan pertanyaan kepada
siswa.
4) Guru tidak menegur dan memperingatkan siswa yang
bercanda dengan temannya pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
E. PENETAPAN MASALAH
Dari kelompok-kelompok masalah di atas, berikut ini ditetapkan kelompok-kelompok
masalah yang perlu untuk segera diselesaikan, di antaranya sebagai berikut :
1. Motivasi Belajar
Jaelani (2011) mengungkapkan bahwa motivasi belajar adalah kondisi psikologis
yang mendorong siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan
terbentuk cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi
kegiatan-kegiatannya. Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan
belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai tujuan (Winkel,
2004). Motivasi dapat menentukan baik tidaknya mencapai tujuan sehingga semakin
besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan yang diraih. Dilain pihak ada juga
yang mengatakan bahwa motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat
non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa
senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2005). Pada hahekatnya,
motivasi belajar adalah motivasi yang mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk
belajar dan melangsungkan pelajaran dengan memberikan arah atau tujuan yang telah
ditentukan.
Motivasi sangat dibutuhkan sebagai tenaga penggerak yang ada didalam diri individu
untuk melakukan sesuatu, dengan kata lain motivasi pada dasarnya berfungsi sebagai
pendorong usaha dalam pencapaian prestasi. Dalam belajar, motivasi memegang peranan
cukup besar terhadap pencapaian hasil belajar. Keberadaan motivasi menyebabkan
seseorang memiliki keinginan dan dorongan untuk belajar. Meskipun individu memiliki

pengaturan belajar yang baik, hal itu tidak cukup untuk meraih kesuksesan dalam studi.
Motivasi belajar dipandang sebagai faktor lain yang berpengaruh lebih besar pada hasil
akhir studi (Paris, Lipson, dan Wixson, 1983), karena sebaik apapun pengaturan belajar
individu yang dimiliki seseorang tidak akan berhasil tanpa adanya sesuatu yang
mendorong untuk melakukannya, dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah motivasi
belajar.
Tinggi rendahnya motivasi belajar selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi
belajar seseorang siswa. Dengan adanya motivasi, siswa akan terdorong untuk belajar
serta menyenangi mata pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran
tersebut. Selain memiliki bukunya, ringkasannya juga rapi dan lengkap, serta siswa
berusaha mengerjakan tugas-tugas belajarnya dengan sebaik mungkin. Siswa yang
termotivasi akan merasa butuh terhadap ilmu pengetahuan sehingga berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut. Motivasilah yang menjadi jantung dalam proses pembelajaran.
Sebab, bagaimanapun tingginya kemampuan intelektual siswa, materi yang diajarkan,
lengkapnya sarana dan prasarana belajar, tetapi jika siswa tidak termotivasi dalam belajar
maka proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan optimal. Sesuai dengan
pendapat Sardiman (2009) yang menjelaskan bahwa motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi belajar. Adanya motivasi yang baik dalam
belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Selain hal-hal yang telah diungkapkan diatas, permasalahan motivasi belajar menjadi
permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan karena motivasi itu sendiri
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan prestasi belajar. Pentingnya
motivasi belajar bagi siswa menurut Dimyati (2006) adalah sebagai berikut : (1)
Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir. Contohnya : setelah
siswa membaca suatu bab buku bacaan, di bandingkan dengan temannya sekelas yang
juga bab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi, maka ia terdorong membaca lagi. (2)
Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang di bandingkan dengan teman
sebaya. Sebagai ilustrasi jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai maka
ia berusaha maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.
(3) Mengarahkan kegiatan belajar. (4) Membesarkan semangat belajar. (5) Menyadarkan
bahwa adanya perjalan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan. Beberapa

hal di tersebut menunjukkan betapa pentingnya motivasi tersebut di sadari oleh


pelakunya sendiri . bila motivasi di sadari, maka sesuatu pekerjaan dalam hal ini yaitu
tugas belajar akan terselesaikan dengan baik.
Pengaruh pentingnya motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa diperkuat
dengan hasil penelitian Rahmi R. (2008) yang menunjukkan bahwa Motivasi belajar
berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas X Administrasi Perkantoran
pada mata pelajaran Melakukan Prosedur Administrasi (MPA) di SMK N 1 Enam
Lingkung. Hal ini didukung oleh penelitian lain yaitu hasil penelitian Farid Prabowo
(2014) yang menunjukkan bahwa Motivasi Belajar menunjukkan memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap prestasi belajar IPS pada siswa kelas VIII SMP Negeri I
Gatak Tahun Ajaran 2013-2014.
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas, maka permasalahan motivasi
belajar di SMA Negeri 1 Kragan ditetapkan menjadi permasalahan yang paling penting
untuk segera diberikan solusi penyelesaian masalah.
2. Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis didefinisikan sebagai aktivitas disiplin mental untuk berfikir reflektif
dan masuk akal untuk mengevaluasi argumen atau proposisi dalam mengambil keputusan
apa yang harus dipercaya atau dilakukan (Huitt, Ennis dalam imer, 2013). Menurut
Beyer

(Filsaime,

2008:

56)

berpikir

kritis

cara berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi

adalah

sebuah

validitas

sesuatu

(pernyataan-penyataan, ide-ide, argumen, dan penelitian).


Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya
ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang
pemikir kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara
memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, dan mencari sumber-sumber
informasi yang relevan untuk dirinya. Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HigherOrderthinking Skills/ HOTS) di samping berpikir kreatif
(creative thinking ), pemecahan masalah (problem solving ), dan berpikir reflektif
(reflectivethinking ) (imer et al., 2013).
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan untuk menganalisis situasi yang
kompleks dengan menggunakan objektifitas dan konsistensi sebagai standar. Berpikir
kritis berbeda dengan berpikir unreflective, yaitu mengambil keputusan, menerima

suatu pernyataan, membuat keputusan tanpa pertimbangan lebih matang. Berpikir kritis
membutuhkan intepretasi dan evaluasi dari suatu pengamatan, komunikasi dan sumber
informasi lainnya. Berpikir kritis juga membutuhkan kemampuan dalam membuat
asumsi, membuat suatu hubungan, dan dalam mengambil kesimpulan.
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan yang sangat penting untuk kehidupan
di abad 21. Perkembangan ilmu pengetahuan abad 21 menuntut individu untuk menjadi
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam
persaingan global. Ciri-ciri SDM yang berkualitas adalah yang memiliki keterampilanketerampilan guna memecahkan masalah, mencari alternatif solusi pemecahan masalah,
dan berpikir reflektif serta evaluative. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan
keterampilan-keterampilan berpikir yang meliputi keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kecakapan hidup yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan untuk membekali siswa bersaing di dunia
global.
Selain hal di atas, kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya
antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan
masalah-masalah kehidupan yang dihadapi. Kemampuan berfikir akan mempengaruhi
keberhasilan hidup karena terkait apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan menjadi
output individu. Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui
proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Morgan (1999) mengutip pendapat
Marzano (1992) memberikan kerangka tentang pentingnya pembelajaran berpikir yaitu:
(1) berpikir diperlukan untuk mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung
terciptanya kondisi kelas yang positif, (2) berpikir perlu untuk memperoleh dan
mengintegrasikan pengetahuan, (3) perlu untuk memperluas wawasan pengetahuan, (4)
perlu

untuk

mengaktualisasikan

kebermaknaan

pengetahuan,

(5)

perlu

untuk

mengembangkan perilaku berpikir yang menguntungkan.


Zamroni dan Mahfudz (2009:23-29) mengemukakan ada enam argumen yang
menjadi alasan pentingnya keterampilan berpikir kritis dikuasai siswa, antara lain:
a. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat akan
menyebabkan informasi yang diterima siswa semakin banyak ragamnya, baik sumber
maupun esensi informasinya. Oleh karena itu siswa dituntut memiliki kemampuan

memilih dan memilah informasi yang baik dan benar sehingga dapat memperkaya
khazanah pemikirannya.
b. Kedua, siswa merupakan salah satu kekuatan yang berdaya tekan tinggi (people
power), oleh karena itu agar kekuatan itu dapat terarahkan ke arah yang semestinya
(selain komitmen yang tinggi terhadap moral), maka mereka perlu dibekali dengan
kemampuan berpikir yang memadai (deduktif, induktif, reflektif, kritis dan kreatif)
agar kelak mampu berkiprah dalam mengembangkan bidang ilmu yang ditekuninya.
c. Ketiga, siswa adalah warga masyarakat yang kini maupun kelak akan menjalani
kehidupan semakin kompleks. Hal ini menuntut mereka memiliki keterampilan
berpikir kritis dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara
kritis.
d. Keempat, berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas, dimana
kreativitas muncul karena melihat fenomena-fenomena atau permasalahan yang
kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif.
e. Kelima, banyak lapangan pekerjaan baik langsung maupun tidak, membutuhkan
keterampilan berpikir kritis, misalnya sebagai pengacara atau sebagai guru maka
berpikir kritis adalah kunci keberhasilannya.
f. Keenam, setiap saat manusia selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan, mau
ataupun tidak, sengaja atau tidak, dicari ataupun tidak akan memerlukan keterampilan
untuk berpikir kritis.
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas, maka permasalahan keterampilan
berpikir kritis di SMA Negeri 1 Kragan ditetapkan menjadi permasalahan yang paling
penting untuk segera diberikan solusi penyelesaian masalah.
3. Bahan Ajar dan Sumber Belajar
Pembelajaran adalah suatu sistem yang lebih sempit dari sistem pendidikan. Namun
melalui sistem pembelajaran inilah peserta didik dibentuk kognitif, afektif, dan
psikomotoriknya. Sebagai suatu sistem, pembelajaran memiliki berbagai komponen yang
berperan dan berinteraksi dengan komponen lain dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Salah satu komponen yang penting dalam sistem pembelajaran
adalah keberadaan bahan ajar bagi peserta didik.
Menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008), bahan ajar adalah seperangkat
sarana yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan

yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi dan subkompetensi dengan segala


kompleksitasnya. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan, informasi, alat dan teks yang
digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar.
Sumber belajar (learning resources) adalah segala macam sumber yang ada di luar
diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses
belajar. Sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang.
Pentingnya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran dapat dianalogikan seperti
pentingnya bahan-bahan untuk memasak. Jika tidak ada bahan yang digunakan dalam
memasak, maka tidak akan ada masakan yang dihasilkan. Sebaliknya, jika terdapat bahan
makanan untuk dimasak maka akan dihasilkan suatu makanan walaupun itu sangat
sederhana. Dengan melihat analogi tersebut kita dapat memahami bahwa bahan memiliki
kedudukan yang penting terhadap suatu proses. Demikian pula halnya dengan bahan ajar
dalam proses pembelajaran.Bahan ajar merupakan komponen yang harus ada di dalam
proses pembelajaran. Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan
pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat
dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang
akan disajikan.
Dalam meningkatkan kompetensinya, guru memerlukan bantuan berbagai bahan ajar,
baik yang berupa handout, buku ajar, modul, LKS, dan lain-lain yang dapat membantu
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan lancar. Namun pada kenyataannya
guru memiliki segudang tugas dan kewajiban yang sangat menyita waktunya, mulai dari
mempersipkan pembelajaran, mengajar di kelas, mengevaluasi dan mengoreksi, sampai
pada tugas administrasi yang masih dibebankan kepadanya. Hal inilah yang sering
menjadi alasan ketidakberdayaan guru untuk mengembangkan diri dalam hal menyusun
dan mengembangkan bahan ajar. Akhirnya, proses pembelajaran berlangsung dengan
sumber belajar yang sudah tersedia, yaitu buku ajar dari berbagai penerbit yang ada.
Tidak akan pernah terbersit dalam benak seorang guru jika dalam mengajar tidak
memerlukan bahan ajar. Hal ini berati bahan ajar, baik dalam bentuk buku, modul, LKS
atau bentuk-bentuk yang lain merupakan komponen integral yang sangat dibutuhkan
dalam membantu kelancaran proses pembelajaran di kelas. Oleh karena pentingnya bahan

ajar tersebut, sudah sewajarnya sekolah menyediakan dan mengembangkan bahan ajar
yang benar-benar sesuai dan tepat dalam membantu belajar peserta didik.
Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan diatas, maka permasalahan bahan ajar
dan sumber belajar di SMA Negeri 1 Kragan ditetapkan menjadi permasalahan yang
paling penting untuk segera diberikan solusi penyelesaian masalah.
Berkaitan dengan penetapan masalah yang terdapat di SMA Negeri 1 Kragan, materi
yang ditetapkan sebagai permasalahan yang perlu untuk segera diselesaikan adalah materi
system pertahanan tubuh. Materi ini dipilih karena pemilihan didasarkan pada hasil Ujian
Nasional siswa SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2014/2015 yang menunjukkan
bahwa materi system pertahanan tubuh termasuk ke dalam kelompok materi yang
memiliki daya serap rendah/ kurang. Berikut ini tabel persentase penguasaan materi soal
Biologi UN SMA Negeri 1 Kragan tahun pelajaran 2014/2015 :

Pemilihan materi system pertahanan tubuh diharapkan mampu meningkatkan


kemampuan berpikir kritis siswa pada materi tersebut, sehingga daya serap UN pada
materi system pertahanan tubuh di SMA Negeri 1 Kragan dapat meningkat.
F. ANALISIS AKAR MASALAH
Setelah masalah-masalah ditetapkan, maka selanjutnya dilakukan anlaisis terhadap akar
masalah dari permasalah-permasalah tersebut. Akar masalah dari permasalahan yang terjadi
pada kelompok masalah motivasi belajar, keterampilan berpikir kritis dan bahan ajar atau
sumber belajar di antaranya sebagai berikut:
1. Model dan metode pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi. Guru lebih
sering menggunakan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran, dan kurang
memperhatikan keaktivan siswa dalam proses belajar mengajar, serta guru belum
menerapkan pendekatan saintifik yang dapat memacu daya kritis siswa dalam
memecahkan masalah. Kurangnya variasi dalam penggunaan metode pembelajaran
menyebabkan siswa cenderung pasif, kurang termotivasi dalam belajar serta kurang
teroptimalkannya kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi. Selain itu, berdasarkan

hasil wawancara dengan beberapa siswa menunjukkan bahwa siswa mengaku lebih
senang mengikuti pembelajaran dengan metode ceramah (teacher centered).
Rendahnya kemampuan berpikir siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satu faktor tersebut adalah lemahnya proses pembelajaran, seperti pelaksanaan
pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek mekanistik dan mengabaikan
kemampuan berpikir siswa. Guru menekankan siswa hanya menghafal sejumlah fakta
dan kurang menekankan pengembangan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran
tersebut tentunya kurang bermakna dan dapat mematikan potensi berpikir siswa
(Mahmudi, 2009).
Seperti kita ketahui selama ini siswa terpapar dengan metode pembelajaran yang
berfokus pada staf pengajar (teacher-centered method). Siswa terbiasa dengan metode
pembelajaran ini sehingga cenderung membuat siswa merasa aman hanya dengan
mendengarkan guru ceramah, membaca handout dan assignment, mengkopi informasi
dari media visual sudah cukup memberikan mereka informasi dan akhirnya sukses pada
waktu ujian (Billings & Halstead,1998). Metode pembelajaran ini kurang berhasil
menciptakan lulusan yang berpikir kritis (Huba & Freed, 2000). Kelemahan lain dari
metode ini hanya membutuhkan aspek kognitif dengan level rendah, cenderung cepat
membosankan dan kurang memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya,
klarifikasi atau berdiskusi (Billing & Halstead, 1998). Sedangkan dari pihak pengajar
sendiri pada umumnya merasa nyaman dengan teacher-centered method, dimana mereka
dapat menyiapkan informasi yang dibutuhkan siswanya terlebih dahulu.
2. Penggunaan bahan ajar, media pembelajaran seperti modul, buku cetak, buku panduan
praktikum belum optimal. Media pembelajaran berupa buku ajar yang digunakan dalam
proses pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Kragan hanya berupa buku paket dan LKS.
Buku paket secara umum berisi penjabaran materi, kegiatan praktikum dan soal evaluasi.
Berdasarkan analisis terhadap buku paket, soal evaluasi yang disajikan belum mengukur
sampai tingkat kemampuan tinggi siswa. LKS yang digunakan siswa sudah berisi
ringkasan materi, petunjuk praktikum dan soal evaluasi. Namun, soal evaluasi tersebut
juga belum secara optimal meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang digunakan belum mampu
memberdayakan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, diantaranya adalah
kemampuan berpikir kritis. Selain itu, siswa hanya terpaku pada satu buku paket sehingga

ketika siswa mengalami kesulitan dalm belajar maupun ketika siswa kurang paham
dengan penjelasan guru, maka siswa benar-benar tidak akan bisa memahami materi yang
sedang dipelajari. Hal inilah yang dapat menyebabkan kurangnya minat dan motivasi
siswa untuk belajar.
Media pembelajaran mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan faktor-faktor
pendidikan yang lain, tetapi kadang-kadang kurang diperhatikan guru. Padahal dengan
pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan keberhasilan belajar mengajar.
Bahan ajar memiliki peran yang sangat sentral terhadap keberhasilan belajar siswa,
bahan ajar dapat memberikan kesempatan siswa membaca dan mempelajari konsepkonsep biologi kapan dan di mana saja siswa tersebut berada baik secara individu
maupun berkelompok.

G. SOLUSI PENYELESAIAN MASALAH


Berdasarkan permasalahan, analisis akar masalah dan karakteristik siswa di SMA Negeri
1 Kragan, maka salah satu alternatif solusi penyelesaian masalah yang dapat dilakukan
adalah dengan cara mengembangkan suatu bahan ajar berupa modul berbasis Creative
Problem Solving (CPS) untuk meningkatkan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis
siswa. Berikut ini adalah penjelasan dari pemilihan solusi untuk mengatasi permasalah
pembelajaran yang ada di SMA Negeri 1 Kragan :
Upaya untuk meningkatkan motivasi belajar dan ketermpilan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran biologi dapat dilaksanakan dengan pemilihan komponen pendukung
pembelajaran seperti strategi, model pembelajaran dan bahan ajar dengan tepat. Bahan ajar
adalah seperangkat materi atau substansi pembelajaran yang disusun secara sistematis, yang
digunakan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar memiliki peran yang
sangat sentral terhadap keberhasilan siswa karena dapat memberikan kesempatan siswa
membaca dan mempelajari konsep-konsep biologi kapan dan dimana saja siswa berada baik
secara individu maupun kelompok. Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di SMA
Negeri 1 Kragan maka perlu dibuat suat bahan ajar dalam bentuk modul yang dapat menjadi
sumber belajar siswa yang memudahkan siswa mempelajari biologi secara mandiri.
Modul adalah salah satu media pembelajaran yang memegang peranan penting dalam
proses pembelajaran. Dengan adanya modul, siswa lebih dapat belajar terarah di rumah

walaupun tidak ada guru. Modul yang disertai dengan gambar dan contoh dalam kehidupan
sehari-hari diharapkan akan lebih menambah motivasi siswa untuk belajar.
Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar
yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan
belajar. Tujuan utama pembelajaran dengan modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna
mencapai tujuan secara optimal (Mulyasa, 2003). Pembelajaran dengan menggunakan modul
memungkinkan siswa untuk meningkatkan aktifitas belajar optimal sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kemajuan yang diperolehnya selama proses belajar. Tujuan lain dari
penggunaan modul adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, salah
satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memberikan aktifitas-aktifitas tertentu kepada
siswa misalnya dengan pemilihan informasi secara kritis, membaca kritis, menulis kritis,
menyimak dan berbicara kritis, dengan begitu siswa akan berpikir kritis untuk pembelajaran
bermakna (Muhfahrotin, 2009).
Menurut Moonagusta (2013:73) dalam penelitiannya menyatakaan bahwa penggunaan
bahan ajar modul dapat meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Hayati
(2010:53) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pengembangan modul juga
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Keunggulan dari modul diantaranya: 1)
Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakekatnya mereka memiliki
kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. 2)
Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi dalam setiap
modul yang harus dicapai oleh siswa (Mulyasa, 2006). Modul memuat serangkaian kegiatan
sistematis sehingga sesuai dengan karakter berpikir kritis yang dapat dipelajari melalui
instruksi dan praktek yang dirancang secara khusus.
Modul yang berpotensi dapat memberdayakan berpikir kritis dan motivasi siswa adalah
modul yang dilengkapi dengan aktifitas, salah satunya dengan mengintegrasikan aktifitas
pembelajaran ke dalam modul. Modul yang dikembangkan akan berorientasi pada suatu
model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan di dalam modul yaitu model
Creative Problem Solving (CPS).
Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan pengembangan dari
model pembelajaran Problem Solving. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strateginya sendiri (Pepkin,

2004). Tiga langkah utama dari model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yaitu
memahami masalah, membangkitkan ide dan merencanakan tindakan. Langkah pertama
yaitu memahami masalah meliputi tahapan menemukan tujuan, menemukan data atau faktafakta dan menemukan masalah sebagai target pertanyaan. Langkah kedua yaitu
membangkitkan ide mencakup penurunan pilihan-pilihan untuk menjawab masalah terbuka.
Dalam tahap ini individu memproduksi banyak ide, member bermacam-macam pilihan yang
mungkin (berpikir fleksibel), baru atau tidak biasa (berpikir orisinil) dan memperluas atau
memeriksa secara detail pilihan-pilihan itu. Langkah ketiga yaitu merencanakan tindakan
meliputi tahap menemukan solusi dan menemukan dukungan. Dalam tahap ini individu
menganalisis, memperluas atau mengembangkan ide yang sesuai, kemudian menyiapkan
suatu pilihan atau alternatif untuk meningkatkan dukungan dan nilainya.
Penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat mengubah
pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini disebabkan dalam pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) siswa lebih aktif belajar dan guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Siswa aktif melakukan proses belajar mulai dari
menemukan solusi permasalahan, diskusi kelompok, dan presentasi hasil diskusi. Seperti
yang dinyatakan oleh Karen (2009) bahwa guru menyajkan materi dan siswa bekerja dalam
kelompok, siswa mengkaji suatu permasalahan untuk dipecahkan dalam kelompiknya dan
guru mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dari penyelesaian masalah yang
diberikan. Siswa mendiskusikan permasalahan yang diberikan dan setiap anggota dalam
kelompok mengemukakan gagasan-gagasan yang paling baik dan tepat untuk digunakan dala
menyelesaikan permasalahan tersebut. Gagasan yang dipilih oleh siswa kemudian dgunakan
untuk menjawab permasalahan tersebut.
Masalah di kelas XI IPA 4 SMA Negeri Surakarta yang berkaitan dengan keterampilan
berpikir kritis dan motivasi belajar dapat diatasi dengan pengembangan modul berbasis
Creative Problem Solving (CPS). Hal ini dikarenakan sintaks dari model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) yang diimplementasikan pada modul mampu memfasilitasi
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri. Sintaks dari model pembelajaran
Creative Problem Solving (CPS) yaitu sebagai berikut :

Tahap
Tahap -1
Orientasi siswa pada masalah

Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah

Tingkah laku guru dan siswa


Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan
fenomena atau fakta berupa demonstrasi / cerita
untuk memunculkan masalah serta memotivasi
siswa untuk terlibat dalam penyelesaian masalah
yang dipilih
Guru membimbing siswa melakukan identifikasi
masalah dan merumuskan sebuah masalah autentik
sesuai dengn materi yang diajarkan
Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
sehingga muncul gagasan orisisnil untuk
menemukan solusi (penyelesaian masalah)
Guru membantu dan mengarahkan siswa dalam
menyiapkan laporan persentasi atau menyelesaikan
soal-soal yang relevan dengan materi
Guru membimbing siswa dalam menganalisis dan
mengevaluasi proses penyelesaian masalah

Dari sintaks model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di atas, keterampilan
brepikir kritis dan motivasi siswa akan muncul dan berkembang pada saat siswa melakukan
proses identifikasi dan merumuskan masalah, mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen sehingga muncul gagasan orisisnil untuk menemukan solusi
(penyelesaian masalah), menyiapkan laporan persentasi atau menyelesaikan soal-soal yang
relevan dengan materi dan pada saat siswa menganalisis serta mengevaluasi proses
penyelesaian masalah. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Cut Syazwana (2014)
menyatakan bahwa peningkatan keterampilan beripikir kritis siswa menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada peningkatan keterampilan
beripikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu pemilihan
model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dilakukan karena sintaks model
pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) sesuai untuk diterapkan pada pembelajaran
materi yang menjadi permasalahan yaitu materi Sistem Pertahanan Tubuh.
H. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan

a. Hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 1 Kragan diperoleh
permasalahan yang dikategorikan menjadi 3 aspek yaitu:
1) Siswa, masalah pada siswa dikelompokkan menjadi 6 kategori masalah yaitu
masalah Motivasi Belajar, masalah Kemampuan berpikir kritis, masalah
Ketrampilan Proses Sains, masalah Hasil Belajar serta masalah Sumber Belajar
dan Bahan Ajar Proses Pembelajaran.
2) Guru, masalah yang terdapat pada guru yaitu guru kurang maksimal dalam
menerapkan kegiatan praktikum dalam proses pembelajaran, pemanfaatan media
pembelajaran, melakukan penilaian, dan guru masih kesulitan merancang serta
membuat percobaan sederhana yang dapat diterapkan dalam pembelajaran biologi
dengan pendekatan saintific.
3) Bahan ajar, masalah yang termasuk dalam kategori bahan ajar yaitu sumber
belajar siswa hanya terbatas pada buku pegangan siswa yang diperoleh dari
sekolah dan LKS yang berisi rangkuman materi dan latihan soal
b. Peneliti memiih permasalahan yang berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis dan
motivasi siswa karena keterampilan berpikir kritis merupakan masalah urgent yang
perlu untuk segera diselesaikan dan termasuk salah satu high order thinking yang
diperlukan di era globalisasi seperti sekarang ini. Sedangkan pemilihan masalah
motivasi siswa karena motivasi sangat dibutuhkan sebagai tenaga penggerak yang ada
didalam diri individu untuk melakukan sesuatu, sera pada dasarnya motivasi
berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi.
c. Permasalahan keterampilan berpikir kritis dan motivasi siswa yang ada di SMA
Negeri 1 Kragan disebabkan oleh factor model pembelajaran dan sumber/ bahan ajar
yang digunakan.
d. Permasalahan keterampilan berpikir kritis dan motivasi siswa SMA Negeri 1 Kragan
dapat diatasi dengan melakukan perbaikan terhadap komponen pendukung
pembelajaran yaitu dengan menyusun modul yang didesain dengan memaukkan
unsure sintaks model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
2. Saran
a. Perlu dilakukan perbaikan pada bahan ajar yang digunakan di SMA Negeri 1 Kragan
untuk memberdayakan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar siswa.
b. Perlu dikembangkan modul berbasis Creative Problem Solving (CPS) pada materi
Sistem Pertahanan Tubuh untuk memberdayakan keterampilan berpikir kritis dan
motivasi belajar siswa.

S-ar putea să vă placă și