Sunteți pe pagina 1din 41

BAB I

DEFINISI
ALUR PELAYANAN RADIOLOGI
Pelayanan yang baik akan memberi kesan yang baik pula pada pasien. Oleh karena
itu perlu prosedur pelayanan yang mudah dilaksanakan mulai dari pendaftaran,
tindakan sampai hasil tindakan.
Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan di Instalasi Radiologi agar
sesuai dengan alur pelayanan yang telah ditetapkan mulai dari pendaftaran,
tindakan sampai hasil tindakan (foto rontgen).

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

1. Pasien kekasir menyerahkan form rontgen dan bayar


2. Permintaan rontgen & kwitansi pembayaran tersebut diserahkan ke bagian
radiologi
3. Petugas membuat label foto
4. Petugas memberikan nomor foto di lembar permintaan rontgen sesuai dengan
nomor di label foto
5. Selanjutnya kepada penderita / pasien dilakukan tindakan sesuai dengan
permintaan dokter
6. Petugas pelaksana memberitahukan kapan hasil pemeriksaan dapat diambil

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.

BAB I
DEFINISI
PELAYANAN RADIOLOGI
Instalasi Radiologi memberikan pelayanan rutin yaitu pasien dari Rujukan Luar ,
rawat jalan maupun rawat inap dan pelayanan gawat darurat.
Sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pelayanan radiologi

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN THORAX
Pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian dada sehingga
menghasilkan gambaran rongga dada seperti paru paru, jantung dan tulang iga.
Dengan tujuan:

1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen thorax untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose
2. Mengetahui anatomi thorax / dada
3. Mengetahui adanya kelainan abnormal congenital ( jantung, vaskuler )

4. Mengetahui adanya trauma ( pneumothorax, haemothorax )


5. Mengetahui adanya infeksi ( Tuberculosis/ TB ).
6. Sebagai acuan pemeriksaan roentgen Thorax untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnosa sebelom tindak lanjut terapi dam perawaratan.
BAB II
RUANG LINGKUP

4. Penunjang Medis
5. Pelayanan Medis
6. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A. Pasien Tegak
1. Lepaskan perhiasan dan aksesoris yang dapat menimbulkan artefak pada
foto
2. Pasien posisi PA tegak menghadap film
3. Pasien tolak pinggang dan diatur sehingga scapula tidak menutupi daerah
paru
4. Eksposi dilakukan pada saat pasien tahan nafas setelah full inspirasi
B. Pasien Supine
1. Pasien posisi supine di atas meja pemeriksaan
2. Kedua tangan di samping tubuh
3. Eksposi dilakukan pada saat pasien tahan nafa setelah full inspirasi

C. Pasien Lateral ( Miring ) R/ L


1.
Pasien pada kondisi berdiri/ tibudur dengan posisi badan miring kanan / kiri di atas
meja pemeriksaan dengan kedua tangan ada di atas kepala
FFD
: 120 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Columna Vertebralis VI-VII
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 45-55
mAs = 2,00 3,20
Ekposis pada saat pasien tahan napas setelah ekspirasi penuh
Marker R / L.

BAB IV
DOKUMENTASI

4. Formulir permintaan rontgen


5. Hasil rontgen
6. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN BNO ( Blass Nier Oversich )
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian Perut / abdomen
untuk hingga menghasilkan gambaran Tracus urinarius dari ginjal ( Nier ) sampai
blass ( Kadung Kemih ) dan kelainan pada daerah tersebut khususnya sistem
urinaria.
Dengan tujuan:

1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose
2. Untuk Melihat gambaran adanya batu ginjal
3. Untuk melihat kelainan pada sistem urinaria.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

A. Posisi AP ( Anterio posterior ) Supine


1. Pasien supine di atas meja pemeriksaan/brankart
2. Kedua tangan di samping tubuh,
3.kaset dipasang membujur dengan batas atas processus xypoideus dan
batas bawah symphisis pubis
4. Ekposi pada saat pasien tahan napas setelah inspirasi penuh

FFD
CR
CP

: 90 cm
: tegak lurus film
: pada Pertengahan sias / setinggi lumbal 3

Grid
Kondisi
Marker R / L

: (+)
: kV = 65-70

mAs = 16

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir permintaan rontgen


2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.

BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ABDOMEN POLOS
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian Perut / abdomen
untuk menghasilkan gambaran Gastro intestinal.
Dengan tujuan:

1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose.
2. Untuk melihat gambaran ada tidaknya udara bebas dalam rongga.
3. Untuk melihat gambaran adanya tidaknnya ileus obstruksi.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

A. Posisi Posisi AP ( Anterio posterior ) Supine


A. Pasien supine di atas meja pemeriksaan/brankart
B. Kedua tangan di samping tubuh,

C. kaset dipasang membujur dengan batas atas processus xypoideus dan batas
bawah symphisis pubis
D. Ekposi pada saat pasien tahan napas setelah inspirasi penuh
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus film
CP
:Pertengahan sias / Lumbal 3
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 65-70
mAs = 16-20
Marker R / L
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir permintaan rontgen


2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ABDOMEN 3 POSISI
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian Perut / abdomen
untuk menghasilkan gambaran Tracus urinarius dari ginjal ( Nier ) sampai blass
( Kadung Kemih ) dan mampu memberikan informatif sesuai klinis.
Dengan tujuan:

1.

Sebagai acuan pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Untuk melihat adanya gambaran udara bebas ( fluid level )
Untuk melihat adanya gambaran obstruksi letak rendah
Untuk melihat gambaran perforasi ( free Air )
Untuk membedakan adanya gambaran meteorismus ( kembung ) dengan obsstruksi.

2.
3.
4.
5.
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan

BAB III
TATALAKSANA

A. Abdomen 3 Posisi
1. Posisi AP ( Antero-Posterior )

a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan/brankart


b. Kedua tangan di samping tubuh
c. Kaset di pasang membujur dengan batas atas procesus xypoideus dan batas
bawah sympisis xypoideus
2. Posisi Setengah Duduk ( Semi erect ).
a. Penderita duduk dan kedua kaki lurus dan kedua tangan sebagai
penyangga tubuh
b. Bidang Sagital tubuh tegak lurus kaset
c. Bidang atas prosesus xypoideus dan batas bawah SIAS
3. LLD (Left Lateral Decubitus)
a. Posisi pasien true lateral dengan sisi kiri menempel film dan sisi kanan
diatas.
b. Pasien berbaring ke kiri dengan tangan kiri dengan tangan kiri sebagai
bantalan kepala dan kedua lutut di flexikan.
c. Posisi kaset dibelakang tubuh dengan lisolum menempel pada kaset dan
atur sedemikian rupa hingga tepat pada pertengan objek
d. Batas atas prosesus xypoideus dan batas bawah symphisis pubis
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus film
CP
: difragma
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 65-70
mAs = 16-20

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir permintaan rontgen.


2. Hasil rontgen.
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI

PEMERIKSAAN CRANIUM
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian kepala / Cranium
Dengan tujuan:

1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen Cranium untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose.
2. Untuk melihat gambaran keseluruhan kepala.
3. Untuk melihat ada tidaknya gambaran fraktur
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
Posisi AP (Antero-Posterior) / PA ( Posterior anterior )
a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan, Mid Sagital Plane tepat di garis
tengah meja pemeriksaan
b. Kepala ditundukkan sehingga Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan
bidang film

c. Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan spondan juga sanbag untuk
mencegah pergerakan ada objek kepala dan tidak ada torsi (miring)
d. Gunakan lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan atus luas kolimasi /
batas lapangan penyinaran sesuai objek
2. Posisi Lateral

a. Pasien semi prone di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh tepat pada Mid line
Meja pemeriksaan

b. Kepala di rotasi ke arah yang akan diperiksa sehingga MSP kepala sejajar
dengan film. Untuk menjaga agar bagian kepala belakang tidak terpotong
maka dagu ditarik kea rah dalam.
c. Guna lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan atur luas
kolimasi / batas lapangan penyinaran sesuai objek.
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Sella Tursica

Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 65
Marker R / L

mAs = 18

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
Teknik pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar x untuk memperlihatkan
bagian bagian atau struktur dari sinus

Dengan tujuan:
1. Untuk melihat rongga berisi udara yang terletak pada tulang frontal, etmoidal,
sphenoidala dari tulang tengkorak serta tulang maxilla dari tulang wajah.
2. Untuk melihat peradangan pada mukosa sinus paranasal, diman mukosa tampak oedema (
bengkak ) dan adanya bendungan.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

Proyeksi Waters
1.
Pasien prone di atas meja pemeriksaan, Mid sagital plane
tepat segaris tengah meja pemeriksaan
2.
Kepala diekstensikan (ditengadahkan), dagu menempel
meja pemeriksaan, Orbito Meatal Line (OML) membentuk sudut 37 derajat
terhadap meja pemeriksaan

B.

Posisi Face Bone Lateral

1. Pasien semi prone di atas meja pemeriksaan, sisi yang sakit dekat dengan
meja pemeriksaan
2. Kepala dirotasikan sehingga posisi kepala parallel dengan film
C.
Posisi AP
a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan, Mid Sagital Plane tepat di garis
tengah meja pemeriksaan
b. Kepala ditundukkan sehingga Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan
bidang film
c. Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan spondan juga
sanbag untuk mencegah pergerakan ada objek kepala dan tidak ada torsi
(miring)
d. Gunakan lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan
kolimasi / batas lapangan penyinaran sesuai objek

FFD
CR
CP
Grid

Kondisi

atus luas

: 90 cm
: Tegak lurus kaset
: obyek yang akan difoto
: (+)

: kV = 70

mAs = 12,5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN COLUMNA VERTEBRAE CERVICAL
Teknik pemeriksaan rontgen Columna Vertebrae Cervical dengan menggunakan
sinar x untuk menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:

a.
b.
c.
d.

Untuk melihat CV. Cervical III sampe Thoracal II


Diskus Intervertebralisnya terbuka
Untuk Melihat adanya fraktur CV. Cervical
Untuk melihat Prosesus Spinosus.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

B.

C.

Pasien Antero-Posterior
1. Pasien Erect
2. MSP leher tegak lurus kaset , batas atas kaset 5-7 cm di atas MAE
Posisi Lateral
1. Pasien erect, salah satu sisi (R/L) dekat kaset dagu tengadah
2. MSP leher sejajar kaset, batas atas 5-7 cm di atas MAE
Posisi Oblique (RPO/LPO)
1. Pasien erect, MSP tubuh membentuk sudut 45 derajat
2. Sisi yang akan diperiksa dekat kaset
3. Batas atas 5-7 cm di atas MAE
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: 5 cm arah lateral setinggi cricord
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 70
mAs = 12,5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACALIS
Teknik pemeriksaan roentgen Vertebrae Thoracal dengan menggunakan sinar x
untuk menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:

a. Untuk melihat seluruh tulang prosesus spinosus berada ditengah colum vertebrae berada
ditengah Nampak ribs, shoulder, paru dan diafragma
b. Untuk melihat vertebra secara jelas melalui ribs dan paru, kedua belas tulang vertebra berada
di tengah gambaran.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

Posisi Antero-Posterior
1. Pasien supine pada meja pemeriksaan
2. Mid sagital plane tubuh tepat pada garis tengah kaset

B.

Posisi Lateral
Pasien tidur menyimpang dalam posisi lateral

1.
kanan/kiri
2.

Posisi kaki recumbent gar kecembungan vertebrae


Thoracal berkurang

3.

Mid axillary plane tubuh tepat pada pertengahan


kaset

C.

Posisi Oblique (RPO/LPO)


1. Pasien supine dengan sisi yang akan diperiksa dekat dengan kaset
2. MSP tubuh membentuk sudut 45 derajat terhadap kaset
3. Batas atas setinggi C7 dan batas bawah setinggi L1
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus kaset
CP
: Vertebrae Thoracal VI
Grid
: (+)
Kondisi : kV = 70
mAS = 16

BAB IV

DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBO-SACRAL
Teknik roentgen Vertebrae Lumbo-Sacral dengan menggunakan sinar x untuk
menegakkan diagnose
Dengan tujuan:

a. Untuk melihat tulang belakang terutama lumbal dan sacrum.


b. Untuk melihat adanyanya penyempitan dan pengapuran tulang.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

1.
2.
B.

Antero-Posterior
Pasien supine di atas meja
pemeriksaan, MSP tepat di garis tengah meja pemeriksaan
Batas atas Prosesus xypoideus dan batas bawah simphisis pubis

Lateral
1.
Pasien tidur dengan posisi true lateral dengan lutut kaki flexi
2.
Vertebrae Lumbo-Sacral tepat di garis tengah meja pemeriksaan
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Columna Vertebra IV-V
Grid
: (+)
Kondisi
: AP
kV = 70
mAs = 20

Lateral
BAB IV

kV = 80

mAs = 40

DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI

PEMERIKSAAN OSSA MANUS


Teknik pemeriksaan rontgen Ossa Manus dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil gambaran tulang telapak tangan yang akurat dan dapat
menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:

a. Mengetahui anatomi tulang os. Manus / telapak tangan.


b. Melihat adanya kelainan dan fraktur pada tulang Os. Manus.
c. Mengetahui apakah ada dislokasi pada sendi telapak tangan.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A. Postero-Anterior
1.
Pasien duduk di samping meja pemeriksaan
2.
Tangan (Manus) di letakkan PA di atas kaset
3.
Telapak tangan menempel kaset
4.
Jari-jari lurus
B. Oblique Postero-Anterior
1. Tangan diletakkan lateral di atas kaset
2. Diputar endorotasi 45 derajat terhadap kaset
3. Jari-jari diatur renggang
4. Ujung jari-jari menempel kaset
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Metacarpophlangeal digiti III
Kondisi : kV = 45
mAs = 10

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ARTICULATIO CUBITI
Teknik pemeriksaan rontgen Arteculatio Cubiti dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:

a.
b.

Untuk melihat ada tidaknya kelainan pada tulang cubiti.


Untuk melihat adanya pengapuran / fraktur pada tulang cubiti.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan

BAB III
TATALAKSANA
B.

C.

Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien duduk menyamping di ujung meja pemeriksaan, tepi tangan yang
difoto di atur telentang pada film
2.
Elbow joint Ekstensio penuh dan diposisikan di atas kaset
Posisi Lateral
1.
Pasien duduk menyamping di ujung meja pemeriksaan, tepi tangan yang
difoto di atur telentang pada kaset

2.

Elbow joint fleksi 90 derajat, antebrachii dan manus diposisikan lateral


dengan tepi ulnaris menempel meja pemeriksaan
3.
Elbow joint diatur true lateral di tengah-tengah kaset
FFD
: 90 cm
CR
; Tegak lurus kaset
CP
: Epiconylus lateralis

Kondisi

: kV =

55

mAs = 2

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OSSA ANTEBRACHI
Teknik pemeriksaan rontgen Antebrachi dengan menggunakan sinar x untuk mendapatkan hasil
yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
Untuk melihat kelainan / fraktur pada tulang lengan tangan.
Untuk Mengetahui anatomi tulang lengan.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

B.

Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien duduk menyamping di meja pemeriksaan
2.
Lengan bawah dan tangan prone
3.
Wrist joint diatur true postero-anterior di tengah-tengah kaset
Posisi Lateral
1.
Pasien duduk mewnyamping di meja pemeriksaan

2.

Sendi siku fleksi 90 derajat lengan bawah dan tangan diletakkan lateral di
atas meja pemeriksaan dengan tepi ulnaris menempel meja pemeriksaan
3.
Wrist joint diatur true lateral di tengah-tengah kaset
4.
Kaset horizontal di atas meja pemeriksaan
FFD
: 90 cm
CP
: Prosesus styloideus radius
Kondisi
: kV = 50
mAs = 2

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS HUMERUS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Humerus dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:

Untuk melihat kelainan / fraktur pada tulang lengan tangan.


Untuk Mengetahui anatomi tulang lengan atas / humerus

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

Posisi Antero-Posterior

1.
2.
3.
4.

B.

Pasien supine/erect
Os humerus dan antebrachii lurus dan sedikit abduksi
Telapak tangan menghadap ke anterior
Os hunerus memanjang pada pertengahan kaset
denagan batas atas shoulder joint dan batas bawah elbow joint

FFD
: 90 cm

CP
: pertengahan os humerus

CR
: tegak lurus kaset

Kondisi : kV = 55
mAs = 2,5
Posisi Lateral
1.
Pasien supine atau erect
2.
Lengan endorotasi sehingga telapak
tangan menghadap ke radial
3.
Elbow joint fleksi
4.
Telapak tangan diletakkan diantara perut

FFD
: 90 cm

CP
: pertengsahan os humerus

CR
: tegak lurus kaset

Kondisi ; kV = 55
mAs = 2,5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS. CRURIS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Cruris dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:

Untuk melihat kelainan / fraktur pada tulang Tungkai bawah ada tulang tibia dan fibula. .
Untuk Mengetahui anatomi tulang pada tungkai bawah.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

1.
2.
3.
4.
B.
1.
2.
3.
4.
5.

Posisi Antero-Posterior
Pasien supine atau duduk
Tungkai bawah (cruris) diatur true Antero-Posterior
Malleolus lateralis dan medialis pada ankle joint berjarak sama terhadap
film/kaset
Kaset diletakkan horisontal
Posisi Lateral
Pasien tidur miring
Tungkai yang difoto lurus, tungkai yang lain diletakkan di belakang tungkai
yang difoto
Tungkai bawah (ossa Cruris) diatur true lateral
Ankle joint dan knee joint diatur true lateral
Kaset horizontal
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus kaset
CP
: pertengahan ossa cruris
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 50-55
mAs = 2,5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ARTICULATIO GENU
Teknik pemeriksaan rontgen Art. Genu dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.

Dengan tujuan:
A.

B.

Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien supine
2.
Articulatio Genu yang akan difoto diletakkan di atas kaset true AP
Posisi Lateral (medio Lateral)
1.
Pasen semi prone
2.
Tungkai dan tepi yang akan difoto dekat meja pemeriksaan
3.
Tungkai yang lain fleksi diletakkan di depan tungkai yang akan difoto
4.
Articulatio Genu yang difoto sedikit fleksi untuk memudahkan pengaturan
true lateral, dengan cara mengatur Condylus medialis
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
; Condylus medialis
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 50-55
mAs = 2,5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS FEMUR
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Femur dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:

Untuk melihat anatomi pada os femur.


Untuk melihat adanya kelainan / fraktur pada os. Femur.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis

2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.

B.

Antero-Posterior
1.
Pasien supine di atas meja pemeriksaan , kedua tungkai
lurus
2.
Tungkai atas yang difoto diatur agar sejajar meja
pemeriksaan, SIAS kanan dan kiri berjarak sama terhadap meja
pemeriksaan
3.
Lutut diatur lurus sehingga condylus lateral dan medial
berjarak sama terhadap meja pemeriksaan
Lateral
1.
Pasien tidur miring di atas meja pemeriksaan dengan tepi yang difoto
menempel di kaset, lutut sedikit ditekuk persendian kaki diganjal spon
dan di atas tungkai bawah diletakkan sandbag untuk immobilisasi
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus kaset
CP
: Pertengahan os Femur
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 65
mAs = 5

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS. PEDIS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Pedis dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Tujuannya adalah:

Untuk melihat anatomi pada os. Pedis


Untuk mengetahui adanya kelainan / Fraktur pada os. Pedis.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

Posisi Dorsi-Plantar
1.
2.
3.

Pasien duduk/supine di atas meja pemeriksaan


Genu fleksi, telapak kaki diletakkan di atas kaset yang
horizontal pada meja pemeriksaan
Tungkai yang difoto diatur agar tidak condong ke medial
ataupun lateral, tungkai yang difoto lurus

Posisi Medio-Lateral
1.
2.
3.

Pasien semiprone
Telapak kaki diatur vertical dengan tepi medialnya menempel kaset dan
diatur pada pertengahan film
Kaset horizontal di atas meja pemeriksaan

FFD

: 90 cm

CR

: tegak lurus kaset

CP

: Pertengahan os Femur

Grid

: (-)

Kondisi

: kV = 55

BAB IV

mAs = 2,5

DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip

BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN APPENDICOGRAM DENGAN BARIUM SULFAT
Teknik yang dilakukan untuk melakukan sebuah pemeriksaan rontgen
appendicogram dengan cara meminum larutan barium sulfat. Sebagai acuan
pemeriksaan rontgen APPENDICOGRAM untuk mendapatkan hasil yang akurat,
Melihat gambaran appendix / usus buntu, untuk menegakkan diagnosa yang
dilakukan minimal 30 jam.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
petugas memberikan penjelasan kepasien tentang persyaratan pemeriksaan dan
memberikan barium sulfat.
Pasien mencampurkan barium dengan air 250 ml air putih hangat di gelas belimbing (
muk ) di aduk sampe rata terus diminum langsung habis.
setelah itu pasien boleh tetap makan dan minum dan tidak boleh BAB sampe waktu
yang di tentukan minimal 10 jam setelah minum barium sulfat
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen

2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN BNO IVP DENGAN KONTRAS
Teknik yang dilakukan untuk melakukan sebuah pemeriksaan rontgen bno-ivp
dengan cara memasukan / menyuntikan media kontras ke pemuluh darah.
Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO IVP untuk mendapatkan hasil yang
akurat, Melihat fungsi ginjal, saluran kemih untuk menegakkan diagnose yang
dilakukan minimal 1 jam

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Melakukan pemeriksaan darah di Laboratorium untuk melihat fungsi ginjal (pemeriksaan
Ureum dan Kreatin).
2. Mulai Jamhanya boleh makan bubur dengan kecap atau dengan air kaldu/sup. Tidak
boleh makan daging, sayur, atau buah. Bubur harus benar-benar hancur. Dianjurkan banyak
minum air bening/teh/sirup.
3. Jam :............ makan terakhir, setelah itu puasa tidak boleh makan dan merokok, diusahakan
jangan banyak berbicara hingga pemeriksaan selesai dilakukan esok harinya.
4. Jam :............ 7 tablet dulcolax diminum sebelum tidur, banyak minum air agar usus besar
dapat tercuci bersih.
Tanggal :.. ; Jam :. Datang ke Bagian Radiologi RS.CITAMA masih
dalam keadaan puasa untuk dilakukan pemeriksaan.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir permintaan rontgen


2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN USG ABDOMEN
Pemeriksaan pencitraan yang menggunakan gelombang ultrasound untuk membuat
serial gambar dari bagian bagian tubuh yang diperiksa.
Sebagai acuan pemeriksaan Usg Abdomen untuk mendapatkan hasil yang akurat,
Melihat organ dalam tubuh dan menegakkan diagnosa

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien Puasa makan Minimal 6 Jam sebelum pemeriksaan dilakukan, Untuk anak < 3
tahun Cukup Puasa 4 jam.
2. Pasien Boleh minum air putih
3. Sebelum Pemeriksaan dilakukan Pasien perlu banyak minum air putih
4. Tidak boleh buang air kecil minimal jam sebelum pemeriksaan dilakukan, agar
kandung kemih terisi penuh
5. Bila pasien di pasang kateter harap di klem / distop 2 Jam sebelum di periksa
6. Pasien puasa minimal dar jamwib makan terakhir
7. Diharapkan datang kebagian radiologi pada :
a. Hari / Tanggal :
b. Jam

: .

8. Pasien datang 30 Menit sebelum pemeriksaan dilakukan


BAB IV

DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN USG MAMAE
Pemeriksaan pencitraan yang menggunakan gelombang ultrasound untuk membuat
serial gambar dari bagian bagian tubuh yang diperiksa terutama mamae.
Sebagai acuan pemeriksaan Usg mamae untuk mendapatkan hasil yang akurat,
Melihat organ soft tisue dan menegakkan diagnose.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien datang keradiologi untuk pemeriksaan usg mamae.
2. Pasien melakukan perjanjian untuk pemeriksaan usg mamae diradiologi.
3. Pemeriksaan usg mamae dikerjakan langsung dokter radiologi

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.

BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN USG THORAX
Pemeriksaan pencitraan yang menggunakan gelombang ultrasound untuk membuat
serial gambar dari bagian bagian tubuh yang diperiksa terutama dada dalam.
Pemeriksaan usg thorax diradiologi untuk melihat adanya kelainan pada paru paru
ada tidaknya kelainan seperti Efusi pleura, hamatoe thorax dan jantung ada
tidaknya kelainan yang tak terdeteksi / tak tampak di foto thorax

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
a. Pasien datang keradiologi untuk pemeriksaan usg thorax
b. Pasien melakukan perjanjian untuk pemeriksaan usg thorax diradiologi
c. Pemeriksaan usg thorax dikerjakan langsung dokter radiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT
Pasien instalasi gawat darurat yang membutuhkan pemeriksaan radiologi.

Sebagai acuan bagi dokter dan perawat instalansi gawat darurat, apabila pasien
IGD membutuhkan pemeriksaan radiologi.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien dating ke instalansi gawat darurat dan melakukan pendaftaran di bagian
pendaftaran.
2. Dokter IGD melakukan pemeriksaan kepada pasien apabila pasien memerlukan
pemeriksaan radiologi kemudian dokter menjelaskan ke pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan radiologi.
3. Bila Pasien telah setuju maka dokter membuat pengantar radiologi lalu perawat igd
memberitahukan kekeluarga pasien untuk melakukan pembayaran langsung di kasir.
4. Setelah pembayaran / pelunasan pemeriksaan radiologi keluarga pasien kembali ke igd
untuk memberikan pengantar yang di sertain cap lunas.
5. Perawat lalu langsung membawa pasiennya ke ruang radiologi untuk di lakukan
pemeriksaan rontgen sesuai apa yang di minta dokter igd.
6. Hasil foto bisa ditunggu 5 menit dengan hasil basah ( pasien CITO ) dan bila pasien rawat
inap dan rawat jalan hasil bisa ditinggal nunggu hasil tertulis dari dokter radiologi.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGGUNAAN MARKER
Menberikan tanda / identitas lokasi pada setiap foto rontgen.

Supaya tidak ada kesalahan pada setiap foto yang akan di buat dan membaca hasil
expertise

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Unit radiologi

BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Letakkan Marker pada bidang yang tidak menutupi obyek


Letakkan marker pada bagian kaset yang terkena sinar x
Letakkan marker pada perekat ( Plester )
Letakkan marker sesuai posisi pasien
Gunakan marker yang sesuai jenis pemeriksaan
Marker R untuk pemeriksaan extremitas kanan, posisi lateral kanan atau posisi tubuh
bagian kanan.
7. Marker L Untuk pemeriksaan extremitas kiri, posisi lateral kiri atau posisi tubuh bagian
kiri
8. Marker Angka untuk identitas pasien atau penunjuk waktu pada pemeriksaan IVP.

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGGUNAAN CASSETTE
Pemakaian tempat film rontgen.
Untuk menghasilkan foto rontgen yang optimal dan akurat.

BAB II

RUANG LINGKUP
1. Unit radologi

BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Isi kaset dengan film yang sesuai cassette dan ukuran


Gunakan kaset dengan sisi yang bertuliskan TUBE SIDE menghadap tabung sinar x
Bersihkan kaset apabila terkena kotoran terutama bila terkena media kontras
Letakkan kaset pada tempat yang aman, jgan sampai jatuh atau terbentur
Isi dengan film dan tutuplah kaset apabila tidak terpakai
Gunakan film yang sesuai dengan jenis screen

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMAKAIAN APRON ( BAJU PELINDUNG SINAR X )
Rompi / baju untuk melindungi badan dari sinar x
Menahan / melindungi sianr hambur pada waktu ada sinar x / pada saat
pemeriksaan foto rontgen

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Unit radiologi

BAB III

TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ambil apron dari tempat penyimpanan


Kenakan / di pakai ketubuh, pemekaian tidak boleh terbalik
Penggunaan apron tidak boleh membelakangi arah berkas radiasi / sinar x
Kancingkan apron yang sudah terpakai
Letakkan kembali ketempat penyimpanan dan jangan sampai terlipat
Bersihkan apabila terkena kotoran.
Untuk pasien wanita hamil, gunakan apron untuk menutupi daerah abdomen yang
menghadap tabung sinar x.

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENERIMAAN,PENGGANTIAN DAN PENGARSIPAN FILM TLD HASIL PAPARAN
RADIASI

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Terima Film TLD baru catat di bagian umum rumah sakit
2. Terima film TLD di Unit radiologi
3. Catat dibagin arsip radiologi
4. Nilai hasil paparan dicatat pada masing masing kartu pada tempat semula
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Hasil rontgen
2. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN RADIOLOGI TANPA KONTRAS
Pemeriksaan radiology tanpa kontras adalah
dilaksanakan tanpa menggunakan media kontras

pemeriksaan

radiology

yang

Sebagai pedoman dalam melaksanakan pemeriksaan radiology extremitas dan


abdominalis tanpa kontras oleh radiographer.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

BAB I
DEFINISI
MEDICAL CHECK UP UNTUK PETUGAS RADIOLOGI
Bekerja di lingkungan radiasi bisa menimbulkan efek negative bagi kesehatan. Oleh
karena itu petugas radiology yang bertugas pada lingkungan radiasi harus selalu
memantau kondisi tubuhnya dengan jalan melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin.
Sebagai acuan bagi petugas radiology untuk mengetahui kondisi tubuhnya yang
telah bekerja di lingkungan radiasi dengan cara pemeriksaan kesehatan secara
berkala.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Setiap pegawai radiology yang bekerja langsung dengan sumber radiasi (medis
dan paramedic) wajib memeriksakan kesehatan berkala (Check Up)
2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

Pemeriksaan fisik bila diperlukan

Pemeriksaan laboratorium dilakukan satu kali dalam setahun

Darah rutin (Hb, Al, HJL, LED, Alkali fosfatase)

Darah untuk fungsi lever (SGOT, SGPT, Protein, Billirubin, Alkali)

Darah untuk fungsi ginjal (Ureum Creatinin)

Pemeriksaan foto harus dilakukan 3 tahun sekali atau bila diperlukan


3. Hasil pemeriksaan kesehatan disimpan dan diarsip Instalasi Radiologi, dokumen
dan evaluasi radiasi

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
KEADAAN DARURAT PESAWAT RADIOLOGI
Keadaan darurat adalah keadaan dimana ada kerusakan pada pesawat yang
dikuatirkan akan membahayakan pasien atau petugas.
Sebagai acuan/pedoman dalam penanganan keadaan darurat pesawat rontgen di
Instalasi Radiologi sehingga terhindar dari kesalahan prosedur

BAB II
RUANG LINGKUP

1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

1. Hentikan pemeriksaan

2. Turunkan pasien dari meja pemeriksaan


3. Segera matikan saklar daya listrik PLN, sehingga semua aliran listrik ke
pesawat rontgen terputus
4. Hubungi Instalasi Pemeliharaan Sarana untuk memeriksa pesawat rontgen

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGOPERASIAN ALAT AUTOMATIC PROCESSOR CENTURIA LD-101
Cara Pengoperasian Automatic Processor untuk pencucian film secara benar.
Sebagai pedoman dalam menggunakan automatic processor agar terhindar dari
kesalahan prosedur.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA

Menggunakan Alat :

1.
2.
3.
4.

Hubungkan Kabel dengan PLN


Tekan tombol hitam untuk menyalakan alat ( ON )
Film dimasukan setelah ada tanda bunyi.
Setelah itu alat sudah bisa di operasikan.

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENCUCIAN FILM DENGAN AUTOMATIC PROCESSOR CENTURIA LD-101
Prosesing automatic film adalah Alat proses pencucian film, yang telah diekspose
sehingga akan tercipta gambaran yang permanent pada film roentgen yang
automatis tercetak dengan sendirinya.
Sebagai acuan/pedoman dalam melaksanakan prosesing film di kamar gelap agar
terhindar dari kesalahan prosedur dan mendapatkan hasil foto yang baik dan
akurat.

BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.

Mengambil cassette yang telah diekspose


Mematikan lampu penerangan kamar gelap
Membuka cassette, ambil filmnya
Cetak identitas pasien yang telah ditulis pada label
Masukkan film tersebut ke dalam processing automatic

6. Isi cassette dengan film yang baru dan tutup kembali cassette
7. Letakkan cassette dengan posisi tegak, siap untuk dipakai kembali
8. Film yang sudah dimasukkan ke dalam Automatic Prosesor keluar dengan
sendirinya

BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
Z

S-ar putea să vă placă și