Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DEFINISI
ALUR PELAYANAN RADIOLOGI
Pelayanan yang baik akan memberi kesan yang baik pula pada pasien. Oleh karena
itu perlu prosedur pelayanan yang mudah dilaksanakan mulai dari pendaftaran,
tindakan sampai hasil tindakan.
Sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan di Instalasi Radiologi agar
sesuai dengan alur pelayanan yang telah ditetapkan mulai dari pendaftaran,
tindakan sampai hasil tindakan (foto rontgen).
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PELAYANAN RADIOLOGI
Instalasi Radiologi memberikan pelayanan rutin yaitu pasien dari Rujukan Luar ,
rawat jalan maupun rawat inap dan pelayanan gawat darurat.
Sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pelayanan radiologi
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN THORAX
Pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian dada sehingga
menghasilkan gambaran rongga dada seperti paru paru, jantung dan tulang iga.
Dengan tujuan:
1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen thorax untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose
2. Mengetahui anatomi thorax / dada
3. Mengetahui adanya kelainan abnormal congenital ( jantung, vaskuler )
4. Penunjang Medis
5. Pelayanan Medis
6. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A. Pasien Tegak
1. Lepaskan perhiasan dan aksesoris yang dapat menimbulkan artefak pada
foto
2. Pasien posisi PA tegak menghadap film
3. Pasien tolak pinggang dan diatur sehingga scapula tidak menutupi daerah
paru
4. Eksposi dilakukan pada saat pasien tahan nafas setelah full inspirasi
B. Pasien Supine
1. Pasien posisi supine di atas meja pemeriksaan
2. Kedua tangan di samping tubuh
3. Eksposi dilakukan pada saat pasien tahan nafa setelah full inspirasi
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose
2. Untuk Melihat gambaran adanya batu ginjal
3. Untuk melihat kelainan pada sistem urinaria.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
FFD
CR
CP
: 90 cm
: tegak lurus film
: pada Pertengahan sias / setinggi lumbal 3
Grid
Kondisi
Marker R / L
: (+)
: kV = 65-70
mAs = 16
BAB IV
DOKUMENTASI
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ABDOMEN POLOS
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian Perut / abdomen
untuk menghasilkan gambaran Gastro intestinal.
Dengan tujuan:
1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose.
2. Untuk melihat gambaran ada tidaknya udara bebas dalam rongga.
3. Untuk melihat gambaran adanya tidaknnya ileus obstruksi.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
C. kaset dipasang membujur dengan batas atas processus xypoideus dan batas
bawah symphisis pubis
D. Ekposi pada saat pasien tahan napas setelah inspirasi penuh
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus film
CP
:Pertengahan sias / Lumbal 3
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 65-70
mAs = 16-20
Marker R / L
BAB IV
DOKUMENTASI
1.
Sebagai acuan pemeriksaan rontgen abdomen 3 posisi untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Untuk melihat adanya gambaran udara bebas ( fluid level )
Untuk melihat adanya gambaran obstruksi letak rendah
Untuk melihat gambaran perforasi ( free Air )
Untuk membedakan adanya gambaran meteorismus ( kembung ) dengan obsstruksi.
2.
3.
4.
5.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A. Abdomen 3 Posisi
1. Posisi AP ( Antero-Posterior )
BAB IV
DOKUMENTASI
PEMERIKSAAN CRANIUM
Teknik pemeriksaan dengan menggunakan sinar x pada bagian kepala / Cranium
Dengan tujuan:
1. Sebagai acuan pemeriksaan rontgen Cranium untuk mendapatkan hasil yang akurat dan
dapat menegakkan diagnose.
2. Untuk melihat gambaran keseluruhan kepala.
3. Untuk melihat ada tidaknya gambaran fraktur
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
Posisi AP (Antero-Posterior) / PA ( Posterior anterior )
a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan, Mid Sagital Plane tepat di garis
tengah meja pemeriksaan
b. Kepala ditundukkan sehingga Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan
bidang film
c. Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan spondan juga sanbag untuk
mencegah pergerakan ada objek kepala dan tidak ada torsi (miring)
d. Gunakan lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan atus luas kolimasi /
batas lapangan penyinaran sesuai objek
2. Posisi Lateral
a. Pasien semi prone di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh tepat pada Mid line
Meja pemeriksaan
b. Kepala di rotasi ke arah yang akan diperiksa sehingga MSP kepala sejajar
dengan film. Untuk menjaga agar bagian kepala belakang tidak terpotong
maka dagu ditarik kea rah dalam.
c. Guna lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan atur luas
kolimasi / batas lapangan penyinaran sesuai objek.
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Sella Tursica
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 65
Marker R / L
mAs = 18
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
Teknik pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar x untuk memperlihatkan
bagian bagian atau struktur dari sinus
Dengan tujuan:
1. Untuk melihat rongga berisi udara yang terletak pada tulang frontal, etmoidal,
sphenoidala dari tulang tengkorak serta tulang maxilla dari tulang wajah.
2. Untuk melihat peradangan pada mukosa sinus paranasal, diman mukosa tampak oedema (
bengkak ) dan adanya bendungan.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
Proyeksi Waters
1.
Pasien prone di atas meja pemeriksaan, Mid sagital plane
tepat segaris tengah meja pemeriksaan
2.
Kepala diekstensikan (ditengadahkan), dagu menempel
meja pemeriksaan, Orbito Meatal Line (OML) membentuk sudut 37 derajat
terhadap meja pemeriksaan
B.
1. Pasien semi prone di atas meja pemeriksaan, sisi yang sakit dekat dengan
meja pemeriksaan
2. Kepala dirotasikan sehingga posisi kepala parallel dengan film
C.
Posisi AP
a. Pasien supine di atas meja pemeriksaan, Mid Sagital Plane tepat di garis
tengah meja pemeriksaan
b. Kepala ditundukkan sehingga Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus dengan
bidang film
c. Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan spondan juga
sanbag untuk mencegah pergerakan ada objek kepala dan tidak ada torsi
(miring)
d. Gunakan lysolem / grid agar gambaran yang dihasilkan baik dan
kolimasi / batas lapangan penyinaran sesuai objek
FFD
CR
CP
Grid
Kondisi
atus luas
: 90 cm
: Tegak lurus kaset
: obyek yang akan difoto
: (+)
: kV = 70
mAs = 12,5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN COLUMNA VERTEBRAE CERVICAL
Teknik pemeriksaan rontgen Columna Vertebrae Cervical dengan menggunakan
sinar x untuk menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:
a.
b.
c.
d.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
B.
C.
Pasien Antero-Posterior
1. Pasien Erect
2. MSP leher tegak lurus kaset , batas atas kaset 5-7 cm di atas MAE
Posisi Lateral
1. Pasien erect, salah satu sisi (R/L) dekat kaset dagu tengadah
2. MSP leher sejajar kaset, batas atas 5-7 cm di atas MAE
Posisi Oblique (RPO/LPO)
1. Pasien erect, MSP tubuh membentuk sudut 45 derajat
2. Sisi yang akan diperiksa dekat kaset
3. Batas atas 5-7 cm di atas MAE
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: 5 cm arah lateral setinggi cricord
Grid
: (+)
Kondisi
: kV = 70
mAs = 12,5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN VERTEBRAE THORACALIS
Teknik pemeriksaan roentgen Vertebrae Thoracal dengan menggunakan sinar x
untuk menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:
a. Untuk melihat seluruh tulang prosesus spinosus berada ditengah colum vertebrae berada
ditengah Nampak ribs, shoulder, paru dan diafragma
b. Untuk melihat vertebra secara jelas melalui ribs dan paru, kedua belas tulang vertebra berada
di tengah gambaran.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
Posisi Antero-Posterior
1. Pasien supine pada meja pemeriksaan
2. Mid sagital plane tubuh tepat pada garis tengah kaset
B.
Posisi Lateral
Pasien tidur menyimpang dalam posisi lateral
1.
kanan/kiri
2.
3.
C.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN VERTEBRAE LUMBO-SACRAL
Teknik roentgen Vertebrae Lumbo-Sacral dengan menggunakan sinar x untuk
menegakkan diagnose
Dengan tujuan:
1.
2.
B.
Antero-Posterior
Pasien supine di atas meja
pemeriksaan, MSP tepat di garis tengah meja pemeriksaan
Batas atas Prosesus xypoideus dan batas bawah simphisis pubis
Lateral
1.
Pasien tidur dengan posisi true lateral dengan lutut kaki flexi
2.
Vertebrae Lumbo-Sacral tepat di garis tengah meja pemeriksaan
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
: Columna Vertebra IV-V
Grid
: (+)
Kondisi
: AP
kV = 70
mAs = 20
Lateral
BAB IV
kV = 80
mAs = 40
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ARTICULATIO CUBITI
Teknik pemeriksaan rontgen Arteculatio Cubiti dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Dengan tujuan:
a.
b.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
B.
C.
Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien duduk menyamping di ujung meja pemeriksaan, tepi tangan yang
difoto di atur telentang pada film
2.
Elbow joint Ekstensio penuh dan diposisikan di atas kaset
Posisi Lateral
1.
Pasien duduk menyamping di ujung meja pemeriksaan, tepi tangan yang
difoto di atur telentang pada kaset
2.
Kondisi
: kV =
55
mAs = 2
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OSSA ANTEBRACHI
Teknik pemeriksaan rontgen Antebrachi dengan menggunakan sinar x untuk mendapatkan hasil
yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
Untuk melihat kelainan / fraktur pada tulang lengan tangan.
Untuk Mengetahui anatomi tulang lengan.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
B.
Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien duduk menyamping di meja pemeriksaan
2.
Lengan bawah dan tangan prone
3.
Wrist joint diatur true postero-anterior di tengah-tengah kaset
Posisi Lateral
1.
Pasien duduk mewnyamping di meja pemeriksaan
2.
Sendi siku fleksi 90 derajat lengan bawah dan tangan diletakkan lateral di
atas meja pemeriksaan dengan tepi ulnaris menempel meja pemeriksaan
3.
Wrist joint diatur true lateral di tengah-tengah kaset
4.
Kaset horizontal di atas meja pemeriksaan
FFD
: 90 cm
CP
: Prosesus styloideus radius
Kondisi
: kV = 50
mAs = 2
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS HUMERUS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Humerus dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
Posisi Antero-Posterior
1.
2.
3.
4.
B.
Pasien supine/erect
Os humerus dan antebrachii lurus dan sedikit abduksi
Telapak tangan menghadap ke anterior
Os hunerus memanjang pada pertengahan kaset
denagan batas atas shoulder joint dan batas bawah elbow joint
FFD
: 90 cm
CP
: pertengahan os humerus
CR
: tegak lurus kaset
Kondisi : kV = 55
mAs = 2,5
Posisi Lateral
1.
Pasien supine atau erect
2.
Lengan endorotasi sehingga telapak
tangan menghadap ke radial
3.
Elbow joint fleksi
4.
Telapak tangan diletakkan diantara perut
FFD
: 90 cm
CP
: pertengsahan os humerus
CR
: tegak lurus kaset
Kondisi ; kV = 55
mAs = 2,5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS. CRURIS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Cruris dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
Untuk melihat kelainan / fraktur pada tulang Tungkai bawah ada tulang tibia dan fibula. .
Untuk Mengetahui anatomi tulang pada tungkai bawah.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
1.
2.
3.
4.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
Posisi Antero-Posterior
Pasien supine atau duduk
Tungkai bawah (cruris) diatur true Antero-Posterior
Malleolus lateralis dan medialis pada ankle joint berjarak sama terhadap
film/kaset
Kaset diletakkan horisontal
Posisi Lateral
Pasien tidur miring
Tungkai yang difoto lurus, tungkai yang lain diletakkan di belakang tungkai
yang difoto
Tungkai bawah (ossa Cruris) diatur true lateral
Ankle joint dan knee joint diatur true lateral
Kaset horizontal
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus kaset
CP
: pertengahan ossa cruris
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 50-55
mAs = 2,5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN ARTICULATIO GENU
Teknik pemeriksaan rontgen Art. Genu dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
A.
B.
Posisi Antero-Posterior
1.
Pasien supine
2.
Articulatio Genu yang akan difoto diletakkan di atas kaset true AP
Posisi Lateral (medio Lateral)
1.
Pasen semi prone
2.
Tungkai dan tepi yang akan difoto dekat meja pemeriksaan
3.
Tungkai yang lain fleksi diletakkan di depan tungkai yang akan difoto
4.
Articulatio Genu yang difoto sedikit fleksi untuk memudahkan pengaturan
true lateral, dengan cara mengatur Condylus medialis
FFD
: 90 cm
CR
: Tegak lurus kaset
CP
; Condylus medialis
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 50-55
mAs = 2,5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS FEMUR
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Femur dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnosa.
Dengan tujuan:
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
A.
B.
Antero-Posterior
1.
Pasien supine di atas meja pemeriksaan , kedua tungkai
lurus
2.
Tungkai atas yang difoto diatur agar sejajar meja
pemeriksaan, SIAS kanan dan kiri berjarak sama terhadap meja
pemeriksaan
3.
Lutut diatur lurus sehingga condylus lateral dan medial
berjarak sama terhadap meja pemeriksaan
Lateral
1.
Pasien tidur miring di atas meja pemeriksaan dengan tepi yang difoto
menempel di kaset, lutut sedikit ditekuk persendian kaki diganjal spon
dan di atas tungkai bawah diletakkan sandbag untuk immobilisasi
FFD
: 90 cm
CR
: tegak lurus kaset
CP
: Pertengahan os Femur
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 65
mAs = 5
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN OS. PEDIS
Teknik pemeriksaan rontgen Os. Pedis dengan menggunakan sinar x untuk
mendapatkan hasil yang akurat dan dapat menegakkan diagnose.
Tujuannya adalah:
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
Posisi Dorsi-Plantar
1.
2.
3.
Posisi Medio-Lateral
1.
2.
3.
Pasien semiprone
Telapak kaki diatur vertical dengan tepi medialnya menempel kaset dan
diatur pada pertengahan film
Kaset horizontal di atas meja pemeriksaan
FFD
: 90 cm
CR
CP
: Pertengahan os Femur
Grid
: (-)
Kondisi
: kV = 55
BAB IV
mAs = 2,5
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN APPENDICOGRAM DENGAN BARIUM SULFAT
Teknik yang dilakukan untuk melakukan sebuah pemeriksaan rontgen
appendicogram dengan cara meminum larutan barium sulfat. Sebagai acuan
pemeriksaan rontgen APPENDICOGRAM untuk mendapatkan hasil yang akurat,
Melihat gambaran appendix / usus buntu, untuk menegakkan diagnosa yang
dilakukan minimal 30 jam.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
petugas memberikan penjelasan kepasien tentang persyaratan pemeriksaan dan
memberikan barium sulfat.
Pasien mencampurkan barium dengan air 250 ml air putih hangat di gelas belimbing (
muk ) di aduk sampe rata terus diminum langsung habis.
setelah itu pasien boleh tetap makan dan minum dan tidak boleh BAB sampe waktu
yang di tentukan minimal 10 jam setelah minum barium sulfat
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN BNO IVP DENGAN KONTRAS
Teknik yang dilakukan untuk melakukan sebuah pemeriksaan rontgen bno-ivp
dengan cara memasukan / menyuntikan media kontras ke pemuluh darah.
Sebagai acuan pemeriksaan rontgen BNO IVP untuk mendapatkan hasil yang
akurat, Melihat fungsi ginjal, saluran kemih untuk menegakkan diagnose yang
dilakukan minimal 1 jam
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Melakukan pemeriksaan darah di Laboratorium untuk melihat fungsi ginjal (pemeriksaan
Ureum dan Kreatin).
2. Mulai Jamhanya boleh makan bubur dengan kecap atau dengan air kaldu/sup. Tidak
boleh makan daging, sayur, atau buah. Bubur harus benar-benar hancur. Dianjurkan banyak
minum air bening/teh/sirup.
3. Jam :............ makan terakhir, setelah itu puasa tidak boleh makan dan merokok, diusahakan
jangan banyak berbicara hingga pemeriksaan selesai dilakukan esok harinya.
4. Jam :............ 7 tablet dulcolax diminum sebelum tidur, banyak minum air agar usus besar
dapat tercuci bersih.
Tanggal :.. ; Jam :. Datang ke Bagian Radiologi RS.CITAMA masih
dalam keadaan puasa untuk dilakukan pemeriksaan.
BAB IV
DOKUMENTASI
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien Puasa makan Minimal 6 Jam sebelum pemeriksaan dilakukan, Untuk anak < 3
tahun Cukup Puasa 4 jam.
2. Pasien Boleh minum air putih
3. Sebelum Pemeriksaan dilakukan Pasien perlu banyak minum air putih
4. Tidak boleh buang air kecil minimal jam sebelum pemeriksaan dilakukan, agar
kandung kemih terisi penuh
5. Bila pasien di pasang kateter harap di klem / distop 2 Jam sebelum di periksa
6. Pasien puasa minimal dar jamwib makan terakhir
7. Diharapkan datang kebagian radiologi pada :
a. Hari / Tanggal :
b. Jam
: .
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN USG MAMAE
Pemeriksaan pencitraan yang menggunakan gelombang ultrasound untuk membuat
serial gambar dari bagian bagian tubuh yang diperiksa terutama mamae.
Sebagai acuan pemeriksaan Usg mamae untuk mendapatkan hasil yang akurat,
Melihat organ soft tisue dan menegakkan diagnose.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien datang keradiologi untuk pemeriksaan usg mamae.
2. Pasien melakukan perjanjian untuk pemeriksaan usg mamae diradiologi.
3. Pemeriksaan usg mamae dikerjakan langsung dokter radiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN USG THORAX
Pemeriksaan pencitraan yang menggunakan gelombang ultrasound untuk membuat
serial gambar dari bagian bagian tubuh yang diperiksa terutama dada dalam.
Pemeriksaan usg thorax diradiologi untuk melihat adanya kelainan pada paru paru
ada tidaknya kelainan seperti Efusi pleura, hamatoe thorax dan jantung ada
tidaknya kelainan yang tak terdeteksi / tak tampak di foto thorax
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
a. Pasien datang keradiologi untuk pemeriksaan usg thorax
b. Pasien melakukan perjanjian untuk pemeriksaan usg thorax diradiologi
c. Pemeriksaan usg thorax dikerjakan langsung dokter radiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT
Pasien instalasi gawat darurat yang membutuhkan pemeriksaan radiologi.
Sebagai acuan bagi dokter dan perawat instalansi gawat darurat, apabila pasien
IGD membutuhkan pemeriksaan radiologi.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Pasien dating ke instalansi gawat darurat dan melakukan pendaftaran di bagian
pendaftaran.
2. Dokter IGD melakukan pemeriksaan kepada pasien apabila pasien memerlukan
pemeriksaan radiologi kemudian dokter menjelaskan ke pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan radiologi.
3. Bila Pasien telah setuju maka dokter membuat pengantar radiologi lalu perawat igd
memberitahukan kekeluarga pasien untuk melakukan pembayaran langsung di kasir.
4. Setelah pembayaran / pelunasan pemeriksaan radiologi keluarga pasien kembali ke igd
untuk memberikan pengantar yang di sertain cap lunas.
5. Perawat lalu langsung membawa pasiennya ke ruang radiologi untuk di lakukan
pemeriksaan rontgen sesuai apa yang di minta dokter igd.
6. Hasil foto bisa ditunggu 5 menit dengan hasil basah ( pasien CITO ) dan bila pasien rawat
inap dan rawat jalan hasil bisa ditinggal nunggu hasil tertulis dari dokter radiologi.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGGUNAAN MARKER
Menberikan tanda / identitas lokasi pada setiap foto rontgen.
Supaya tidak ada kesalahan pada setiap foto yang akan di buat dan membaca hasil
expertise
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Unit radiologi
BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGGUNAAN CASSETTE
Pemakaian tempat film rontgen.
Untuk menghasilkan foto rontgen yang optimal dan akurat.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Unit radologi
BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMAKAIAN APRON ( BAJU PELINDUNG SINAR X )
Rompi / baju untuk melindungi badan dari sinar x
Menahan / melindungi sianr hambur pada waktu ada sinar x / pada saat
pemeriksaan foto rontgen
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Unit radiologi
BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENERIMAAN,PENGGANTIAN DAN PENGARSIPAN FILM TLD HASIL PAPARAN
RADIASI
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Terima Film TLD baru catat di bagian umum rumah sakit
2. Terima film TLD di Unit radiologi
3. Catat dibagin arsip radiologi
4. Nilai hasil paparan dicatat pada masing masing kartu pada tempat semula
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Hasil rontgen
2. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PEMERIKSAAN RADIOLOGI TANPA KONTRAS
Pemeriksaan radiology tanpa kontras adalah
dilaksanakan tanpa menggunakan media kontras
pemeriksaan
radiology
yang
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
BAB I
DEFINISI
MEDICAL CHECK UP UNTUK PETUGAS RADIOLOGI
Bekerja di lingkungan radiasi bisa menimbulkan efek negative bagi kesehatan. Oleh
karena itu petugas radiology yang bertugas pada lingkungan radiasi harus selalu
memantau kondisi tubuhnya dengan jalan melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin.
Sebagai acuan bagi petugas radiology untuk mengetahui kondisi tubuhnya yang
telah bekerja di lingkungan radiasi dengan cara pemeriksaan kesehatan secara
berkala.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Setiap pegawai radiology yang bekerja langsung dengan sumber radiasi (medis
dan paramedic) wajib memeriksakan kesehatan berkala (Check Up)
2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
KEADAAN DARURAT PESAWAT RADIOLOGI
Keadaan darurat adalah keadaan dimana ada kerusakan pada pesawat yang
dikuatirkan akan membahayakan pasien atau petugas.
Sebagai acuan/pedoman dalam penanganan keadaan darurat pesawat rontgen di
Instalasi Radiologi sehingga terhindar dari kesalahan prosedur
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1. Hentikan pemeriksaan
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENGOPERASIAN ALAT AUTOMATIC PROCESSOR CENTURIA LD-101
Cara Pengoperasian Automatic Processor untuk pencucian film secara benar.
Sebagai pedoman dalam menggunakan automatic processor agar terhindar dari
kesalahan prosedur.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
Menggunakan Alat :
1.
2.
3.
4.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
PENCUCIAN FILM DENGAN AUTOMATIC PROCESSOR CENTURIA LD-101
Prosesing automatic film adalah Alat proses pencucian film, yang telah diekspose
sehingga akan tercipta gambaran yang permanent pada film roentgen yang
automatis tercetak dengan sendirinya.
Sebagai acuan/pedoman dalam melaksanakan prosesing film di kamar gelap agar
terhindar dari kesalahan prosedur dan mendapatkan hasil foto yang baik dan
akurat.
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Penunjang Medis
2. Pelayanan Medis
3. Keperawatan
BAB III
TATALAKSANA
1.
2.
3.
4.
5.
6. Isi cassette dengan film yang baru dan tutup kembali cassette
7. Letakkan cassette dengan posisi tegak, siap untuk dipakai kembali
8. Film yang sudah dimasukkan ke dalam Automatic Prosesor keluar dengan
sendirinya
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir permintaan rontgen
2. Hasil rontgen
3. Pembukuaan arsip.
BAB I
DEFINISI
Z